Anda di halaman 1dari 33

PENULISAN NASKAH DRAMA

“MARTABAT: TUN TELANAI,

CERITA RAKYAT MELAYU JAMBI”

Usulan Tugas Akhir

Oleh :

Anang Fathan Mubarok

NIM.I1D118011

PRODI SENI DRAMA TARI DAN MUSIK


JURUSAN SEJARAH SENI DAN ARKEOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023

i
ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Usulan Tugas Akhir yang berjudul “Penulisan Naskah Drama“Martabat:


Tun Telanai,Cerita Rakyat Melayu Jambi”. Proposal Usulan Tugas Akhir program
studi Seni Drama Tari dan Musik yang disusun oleh Anang Fathan Mubarak,
Nomor Induk Mahasiswa I1D118011 telah diperiksa dan disetujui untuk
diseminarkan.

Jambi, Desember 2023

Pembimbing 1

Jambi, Desember 2023

Pembimbing 2

ii
iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya sampaikan ke hadirat Allah SWT. Tuhan yang

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan

kepada Rasulullah Muhammad SAW. Dengan berkat rahmat, hidayah, dan

inayah-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan rancangan proposal usulan tugas

akhir yang berjudul “Penulisan Naskah Drama Antagonisme: Datuk Tun Telanai”

dapat terselesaikan dengan baik.

Proposal ini diajukan untuk memenuhi syarat akademik dalam

menyelesaikan Program Strata 1 Sarjana Seni Drama Tari dan Musik tahap

pertama sebelum sidang skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan

proposal ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna,

dikarenakan penulis memiliki kemampuan terbatas.

Atas segala kekurangan dalam penulisan ini, diharapkan adanya saran,

kritik, dan masukan yang bersifat membangun untuk penyempurnaan penulisan

proposal ini. Semoga proposal ini dapat dimanfaatkan bagi siapapun khususnya

dan para pembaca pada umumnya.

Jambi, Desember 2023

Penulis

iii
iv

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi

BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Judul 1
1.2 Latar Belakang Penulisan Naskah Lakon 2
1.3 Ide Naskah Lakon 5
1.4 Tujuan Penulisan Naskah Lakon 8
1.5 Manfaat Penulisan Naskah Lakon 9
1.6 Kajian Pustaka 9

BAB II: METODE PENULISAN NASKAH LAKON


2.1 Rancangan Naskah 12
2.2 Metode Penciptaan 23
2.3 Jadwal Penggarapan Karya 25

DAFTAR PUSTAKA 26

iv
v

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penokohan dan Dimensinya 14

Tabel 2.2 Penokohan dan Kostum/Hand Property 16

Tabel 2.3 Jadwal Penggarapan Karya 25

v
vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Konsep Karya 22

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul

Penulisan rancangan karya yang berjudul “Martabat: Tun Telanai Cerita

Rakyat Melayu Jambi” merupakan hasil dari pengamatan dan pengalaman batin

pengkarya tentang kehidupan yang sebenarnya terjadi di lingkungan keluarga.

Kata martabat memiliki arti pangkat atau derajat yang dimiliki manusia sebagi

manusia. Dengan memiliki martabat ini maka manusia menjadi beda dengan

makhluk lain.1 Martabat manusia bukan dilihat hanya berasal dari sisi tertentu

saja, melainkan pada seluruh diri manusia. Tubuh dan jiwa manusia adalah dua

hal yang membentuk pribadi manusia yang utuh. Keberadaan manusia yang

intelektual, sensitif, afektif, dan biologis menyandang gelar “Persona” manusia

adalah seorang pribadi yang utuh. Ia adalah sebuah realitas yang personal. Persona

berarti manusia adalah pribadi yang utuh, pesona juga berarti manusia adalah

seorang individu yang tidak ada duanya. Persona juga dapat berarti “personeita”

yang berarti seorang pribadi yang mampu untuk merefleksikan dirinya sendiri. Ia

mempunyai kemampuan yang memungkinkan ia mampu melihat dirinya sendiri. 2

Namun penggunaan kata Martabat pada judul ini ialah mengekspresikan suatu

permasalahan yang mana perihal ini merujuk pada pertentangan antara dua paham

(orang dan sebagainya) yang berlawanan diantara keluarga pengkarya yang mana

setiap kedua belah pihak memiliki sifat atau pribadinya masing-masing dan

memiliki pemahaman individual tentang posisi derajatnya. Paham yang berbeda,

1
Frans Magnis-Suseno, Berfilsafat dari Konteks, (Jakarta: Gramedia, 1991), Hal. 95
2
A. Heuken, Ensiklopedi Gereja, (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Cakra, 2005), Hal. 200

1
2

keserakahan, ketakutan, penguasaan menjadi bagian dari sebuah cerita ketika

pengkarya pada kisah yang ingin dituangkan.

Berangkat dari maksud yang dituliskan diatas pengkarya mengekspresikan

ide penulisan naskah menggunakan alur cerita Datuk Tun Telanai yang mana juga

berisi tentang perebutan sengketa dan konflik yang terjadi antar pihak tentang

negeri asal yang dikuasai Tun Telanai demi mempertahankan martabatnya sebagi

pemimpin. Sebagaimana cerita rakyat yang diangkat tersebut hampir memiliki

jalan cerita yang sama dengan apa yang dialami pengkarya, tentang perjuangan

mempertahankan martabat serta harga diri pribadi atas suatu kekuasaaan dan

melewati berbagai tantangan untuk dapat berdamai diantara keduanya adalah

maksud dari cerita yang ingin dibangun dalam karya naskah drama ini.

1.2 Latar Belakang Penulisan Naskah Lakon

Seni teater identik dengan penulisan naskah lakon. Sebuah drama biasanya

terdiri dari dua aspek, yang pertama adalah aspek cerita sebagai bagian dari sastra,

yang kedua adalah aspek pengarahan yang berkaitan erat dengan seni drama atau

drama. Naskah drama tidak ditulis khusus untuk dibaca seperti novel atau cerita

pendek, namun dalam membuat naskah drama harus mempertimbangkan

kemungkinan naskah tersebut dapat diterjemahkan ke dalam gambar, suara, dan

gerak.3 Naskah yang dibuat oleh penulis menyampaikan ide dan sebuah pikiran,

kemudian segala ide tersebut dituangkan ke dalam bentuk kata sehingga menjadi

teks naskah drama yang utuh. Tentu saja menulis memerlukan kepekaan terhadap

diri sendiri dan lingkungan. Banyak hal yang bisa dijadikan ide ketika menulis

skenario, termasuk merekam realitas dan pengalaman yang terjadi untuk

membangkitkan kesadaran.
3
Semi, Atar. Anatomi Sastra. Angkasa Raya (Bandung: 1989) Hal.157
3

Dalam teks naskah drama menyajikan susunan kata, frasa, skenario,

bahkan karakter yang dramatik. Secara umum teks drama terbagi menjadi

beberapa babak. Babak adalah bagian dari naskah drama yang merangkum semua

peristiwa yang terjadi di suatu tempat pada urutan waktu tertentu. Suatu babak

biasanya dibagi lagi ke dalam adegan. Untuk menghidupkan cerita peristiwa ini,

penulis harus mampu menciptakan atau menghadirkan tokoh-tokoh yang

mendukung setiap peristiwa yang terjadi dalam plot. Naskah drama menyajikan

susunan kata, frasa, skenario, bahkan karakter yang mengesankan. Secara umum

naskah drama terbagi menjadi beberapa adegan. Aksi merupakan bagian alur

dramatik yang merangkum seluruh peristiwa yang terjadi di suatu tempat tertentu

dalam urutan kronologis tertentu. Suatu aksi sering kali dibagi menjadi beberapa

adegan. Untuk menghidupkan cerita peristiwa ini, penulis harus mampu

menciptakan atau menghadirkan tokoh-tokoh yang mendukung setiap peristiwa

yang terjadi dalam alur atau plot.

Alur dibuka dengan fase ini perkenalan latar dan karakter cerita. Tahap ini

disebut tahap inisiasi cerita dan melibatkan penyampaian informasi awal atau

disebut juga dengan penyituasian (situation). Kedua, cerita akan masuk pada

tahap Pemunculan Konflik (Generating Sircumstances) yaitu peristiwa-peristiwa

yang menyulut konflik mulai dimunculkan. Ketiga, tahap peningkatan konflik

(Rising Action), yakni konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya

semakin berkembang dan dikembangkan kladar intesitasnya. Keempat, tahap

Klimaks (Climax) yakni konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi yang

terjadi pada para tokoh cerita mencapai intensitas puncak. Kelima, tahap

penyelesaian (Denouement) yakni konflik yang telah mencapai puncak atau


4

klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Semua konflik dan

subkonflik juga diberi jalan keluar dan cerita diakhiri.4

Ide dasar dari penciptaan Martabat ini berasal dari pengalaman batin

pengkarya tentang konflik kekuasaan yang terjadi di lingkungan keluarga atas

dasar keegoisan masing-masing pihak. Setiap keluarga memiliki kisah dan makna

yang berbeda, dan dengan sudut pandang yang berbeda pula. Dalam kedua belah

pihak dilandasi dengan latar belakang yang berbeda untuk mempertahankan

haknya ada yang secara hukum juga agama. Konflik yang otoriter membuat

pengkarya tidak bisa menjadi diri sendiri, sulit menentukan pilihan, juga tidak

percaya terhadap diri sendiri, dan tidak merasa tentram atas kondisi tersebut.

Padahal setiap manusia berhak dalam mendapatkan hak nya masing-masing.

Perasaan itu selalu terngiang di dalam benak pengkarya. Dalam hidup hukum

sebab akibat sering terjadi, yaitu keduanya saling berkaitan dan terikat, yang mana

seperti dikemukakan oleh N.Riantiarno, “naskah drama selalu berhubungan erat

dengan kisah manusia yang tidak lepas dari hukum sebab dan akibat”.5

Dari rangkaian tersebut naskah drama yang utuh bisa diperankan oleh

aktor guna untuk menghidupkan naskah yang dibuat oleh penulis. Aktor akan

mengekspresikan dan memainkan secara langsung melalui dialog, gerak tubuh,

ekspresi wajah, vokal dan hal penunjang lainnya. Kenyataan yang sama dengan

apa yang dikutip di atas, ditemui pula pada naskah cerita Tun Telanai. Dari setiap

unsur – unsur struktural ditemukan dalam cerita Tun Talanai dengan tema

kehidupan keluarga kerajaan dan konflik keluarga di dalamnya yang kemudian

menggunakan alur maju dengan menggunakan bahasa Melayu. Kemudian


4
Al- Ma’ruf, Ali Imron dan Farida Nugrahani. Pengkajian Sastra Teori dan Aplikasi.
(Surakarta:2017). CV Djiwa Amarta Press. Hal.87
5
N. Riantiarno, Kitab Teater, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2011) h. 41.
5

didukung menggunakan musik pengiring sebagai pelengkap agar lantunan syair

yang dinandungkan dapat terhayati oleh aktor dan penonton yang mendengar.

Pada naskah drama juga telah dianalisis sesuai dengan alur cerita dan latar

kisah pengkarya menggunakan konsep yang sama dengan cerita rakyat Jambi

yakni Tun Telanai. Pengkarya akan memakai beberapa nama karakter tokoh dan

gambaran konflik yang terjadi untuk mengungkapkan sesuatu melalui karakter

tokoh yang mana cerita tersebut juga telah di analisis menggunakan alur yang

sama yakni alur maju atau progresi yang nantinya akan dikaitkan dengan cerita

yang berlatar belakang dari kehidupan penggarap.

1.3 Ide Naskah Lakon

Sebuah karya seni khususnya naskah lakon memerlukan hal-hal yang

melatar belakangi agar terciptanya ide garapan dalam membuat karya naskah

lakon. Berikut latar ide garapan dan ide garapan dari karya naskah lakon

“Martabat: Tun Telanai Cerita Rakyat Melayu Jambi” yakni:

Cerita Rakyat Jambi Datuk Tun Telanai mengkisahkan nilai-nilai

kehidupan terutama dalam kebijakan dan sikap seseorang dalam bertindak. Pada

ceritanya memuat tentang lika-liku kehidupan para raja di wilayah kekuasaannya.

Datuk Tun Telanai adalah mata rantai penting dalam sejarah peradaban Melayu

Jambi. Eskistensinya diperkirakan hadir antara abad 13 hingga 15 Masehi, atau

seratus tahun lebih setelah Kerajaan Melayu mundur ke Darmasraya hingga ke

pedalaman Minangkabau6. Pada dasarnya setiap orang tentu memiliki pemikiran

dan pilihan atas dirinya sendiri ataupun terkait tentang sesuatu. Begitu juga cerita

tersebut yang mengisahkan sebuah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan

6
Wawancara Narasumber Lembaga Adat Melayu Jambi, 1 September 2023
6

dalam pemahaman dan perebutan tahta. Tidak terlepas juga dengan perihal yang

juga dialami pengkarya seperti demikian.

Daerah tempat Raja Tan Talanai ini yang pertama di Jambi di antaranya

adalah Tanjung Jabung. Di pantai sebelah timur Pulau Sumatera, kita mengenal

sebuah selat yang dinamakan Selat Berhala, yang sangat penting untuk lalu lintas

perdagangan. Selat ini·adalah termasuk daerah Kabupaten Tanjung Jabung dengan

ibu kotanya Kuala Tungkal. Perlu kita ketahui bahwa daerah Tanjung Jabung itu

yang paling terkenal dan ramai adalah Negeri Tunggal atau Kuala Tungkal yaitu

negeri yang menjadi ibu kota Kabupaten Tanjung Jabung sekarang ini. Pada saat

ceritera ini terjadi, Selat Berhala itu dalamnya masih sedalam lutut, karena pada

waktu itu Pulau Berhala masih berhubungan atau bersatu dengan Pulau Sumatera.

Pada masa itu di Pagar Ruyung (Sumatera Barat) memerintah seorang raja

yang bemama raja Beramah, yang mempunyai 3 (tiga) orang anak perempuan.

Yang tua bemama Putri Selaras Pinang Masak, yang tengah bernama Putri

Panjang Rambut, dan yang paling muda bernama Putri Bungsu. Tidak berapa

lama kemudian, dengan takdir Tuhan raja Beramah pun mangkat, yang

menyebabkan ketiga putri Baginda dan segala hamba rakyat berkabung tanda

berduka cita. Tetapi hal itu tidak pula berapa lama berlakunya, karena atas

kebijaksanaan Perdana Menteri Datuk Perpatih, kedudukan yang tak terhingga itu

berganti dengan suka ria yang tak terpadai, karena dinobatkannya Putri Bungsu

menggantikan ayahandanya. Beliau memerintah Negeri Pagar Ruyung dengan

berdasarkan hukum syarak dan hukum adat. Pada masa itu Jambi berajakan Si

Pahit Lidah, dan kemudian beberapa waktu pula lamanya, Negeri Jambi tidak

mempunyai raja.
7

Dalam keadaan negeri kacau balau tidak berketentuan, datanglah seorang

raja keturunan Siam yang bernama Tun Telanai, seorang bangsa Hindu lengkap

dengan alat kerajaan serta hamba rakyatnya. Mereka datang ke Jambi, lalu

membuat istana di Muara Jambi Kecil dan di ujung Tajung Jabung, beserta

dengan berhalanya. Itulah pula yang menjadi asal nama Pulau Berhala yang

sekarang.7 Raja Tun Telanai pun memerintahkan tahtanya di sana dengan segala

kebesarannya, beserta gelanggang tempat raja~raja dari Palembang, Bangka,

menyabung ayam. Itulah sebabnya daerah itu dinamakan Tanjung Jabung, karena

di tempat itu dahulunya dilakukan penyabungan ayam. Dari bagian alur cerita di

babak awal ini menggambarkan sebuah kekuasaan tahta Tun Talanai yang

menguasai suatu tempat yang disinggahinya.

Selain itu penggunaan kontruksi penciptaan dalam naskah drama ini

berpijak pada aspek morfologi cerita rakyat Jambi Tun Telanai. Pengertian

morfologi di sini mengacu pada arti morfologi dalam kajian linguistik ialah ilmu

bentuk kata sebagai cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar

bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi dalam kajian linguistik mempelajari

seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata

terhadap golongan dan arti kata.8

Tokoh dalam cerita Tun Telanai bisa berjumlah 5 sampai 13 orang dan di

antaranya ada tokoh utama dan tokoh pendukung. Tokoh utama adalah Putra Tun,

Datuk Tun Telanai, Putri Pinang Masak, Datuk Bandar Laut, Datuk Mandaliko,

sedangkan tokoh pendukung adalah Ahli Nujum, Permaisuri, Putri Siam, Datuk

7
Wawancara Narasumber Lembaga Adat Melayu Jambi, 1 September 2023
8
Laralenjana Edelweis, Morfologi adalah Cabang Ilmu Linguistik Tentang Bentuk Kata,
https://www.merdeka.com/jatim/morfologi-adalah-cabang-ilmu-linguistik-tentang-bentuk-kata-ini-
selengkapnya-kln.html, (diakses pada 3 September 2023, pukul 14.40)
8

Laksamana, Pangeran Wiro Kusumo, Si Pahit Lidah, Datuk Emping Besi, Ratu

Siam. Dimensi penokohan antara satu dan lainnya berbeda-beda, disebabkan

berbedanya peran yang dibawakan. Para pemain dan sejumlah tokoh dengan peran

yang berbeda-beda tersebut merupakan gambaran dari strukutur penokohan dalam

cerita Tun Telanai.

Dari penjelasan di atas dapat simpulkan bahwa adanya awal mula

kekuasaan adalah pondasi terbentuknya karakter seseorang. Dari latar awal ini

akan bersambung menuju konflik yang terjadi berikutnya sebagaimana awal mula

keberadaan wilayah Datuk Tun Telanai ini mengibaratkan pijakan pengalaman

hidup pengkarya dalam pola asuh orang tua dalam keluarga di awal kehidupannya

sebagaimana menjadi latar belakang ide dramatik yang ingin pengkarya

ungkapkan dalam bentuk naskah drama dan segala bentuk penokohan dan model

naskah cerita Datuk Tun Telanai tersebut akan dijadikan acuan dalam membuat

karya penulisan naskah Martabat agar menjadi sebuah karya yang lebih menarik

dan kreatif.

1.4 Tujuan Penulisan Naskah Lakon

Adapun tujuan penciptaan naskah drama “Antagonisme” ini yakni sebagai

berikut:

1.5.1 Untuk mengekspresikan pengalaman batin pengkarya bersumber dari

konflik kedua belah pihak keluarga tentang kepercayaan, perdebatan,

perebutan hak, pengontrolan emosi sebagai pembelajaran hidup bagi

sesama dalam bentuk naskah drama;


9

1.5.2 Untuk mengintepretasikan pesan moral yang bersumber dari

pengalaman hidup pengkarya dan dituangkan dalam bentuk naskah drama

menggunakan alur konflik Datuk Tun Telanai.

1.5.3 Untuk mewujudukan naskah drama berkarakter seni cerita rakyat

Melayu Jambi.

1.5.4 Untuk mengabadikan sebagian pengalaman hidup pengkarya dalam

bentuk karya seni berupa naskah drama.

1.5 Manfaat Penulisan Naskah Lakon

Adapun manfaat karya seni penulisan naskah drama ini diharapkan adalah

sebagai berikut :

1.5.1 Dapat memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan

pendidikan Strata-1 Program Studi Sendratasik, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi.

1.5.2 Dapat memberikan informasi dan pembelajaran hidup dalam

meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya melalui penulisan naskah.

1.5.3 Dapat menjadi landasan dan apresiasi dalam menciptakan karya seni

teater melalui penulisan naskah.

1.5.4 Dapat meningkatkan kepekaan dan ide kreatif pengkarya dalam

berkarya.

1.6 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan langkah penting dalam pembuatan atau

penyusunan suatu karya karena berguna sebagai sumber inspirasi atau penunjang

penulisan, sehingga terwujud karya yang diharapkan. Kajian pustaka yang di

lakukan terdiri atas dua sumber ilmiah dan juga sumber audio visual.
10

1.6.1 Sumber Ilmiah

Pengkarya melakukan pengkajian dan pengamatan terhadap beberapa

referensi yang didapat dari buku sebagai acuan dalam berkarya. Adapun buku-

buku yang digunakan antara lain :

1.6.1.1 “ Dramaturgi” karangan Harymawan tahun 1993, dalam buku ini

memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai teater dan juga proses

mengarang atau menulis naskah drama. Pada buku ini memaparkan tentang

bahan-bahan untuk mengarang,alat-alat untuk mengarang,proses inspirasi yang

merangsang daya cipta hingga kontruksi dramatik. Pengkarya akan menerapkan

proses mengarang seperti seleksi, Re-arrangement, intensifikasi dan tiga dimensi

karakter penokohan yang terdapat pada buku ini. Hal ini sangat membantu

pengkarya dalam proses mengarang dan menuangkan ide kedalam bentuk karya

naskah drama yang berjudul “ Antagonisme “.

1.6.1.2 “Dialektika seni” karangan Damar tri Afrianto tahun 2019, dalam

buku ini memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai ide garapan dan

elemen-elemen yang ada dalam teater. Saat proses merancang karya naskah drama

yang berjudul “Martabat” sangat membantu untuk mengembangkan ide yaitu seni

yang membicarakan kehidupan dan bukan hanya membicarakan tentang

keindahan. Pengkarya menerapkan premis yang dapat dikembangkan, salah

satunya ialah puncak proyeksi filsafat terhadap pendidikan seni yang berasal dari

dalam hati.

1.6.1.3 “Tun Telanai Dan Dua Cerita Rakyat Jambi” disusun oleh Proyek

Pengembangan Media Kebudayaan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan

Jakarta, dalam buku ini memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai


11

cerita rakyat Jambi yang berkisah tentang sebuah penguasaan wilayah akibat

kesalahpahaman dan keegoisan dalam tokoh. Saat proses merancang karya naskah

drama yang berjudul “Martabat” sangat membantu untuk mengembangkan ide

yaitu seni yang membicarakan kehidupan dan bukan hanya membicarakan tentang

keindahan. Pengkarya menerapkan sebuah alur cerita yang dapat dikembangkan,

salah satunya ialah kesamaan filosofis atau makna dalam kisah rakyat tersebut

dengan kehidupan si pengkarya.


BAB II

METODE PENULISAN NASKAH DRAMA

2.1 Rancangan Naskah

Naskah drama berjudul Martabat yang akan ditulis ini terdiri atas beberapa

bagian pokok yaitu : Tema, penokohan, pembabakan, plot, dan dialog/bahasa.

Setiap bagian dirancang dengan penjelasan sebagai berikut:

2.1.1 Tema

Tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Pengkarya

dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tapi mau mengatakan

sesuatu pada pembacanya.9 Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa suatu masalah

kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap

kehidupan ini. Sehingga dapat dikatakan tema pada suatu karya sastra merupakan

pikiran yang akan ditemui oleh setiap pembaca yang cermat sebagai akibat

membaca karya tersebut.

Pada karya naskah lakon Martabat yang akan di munculkan memiliki tema

tersendiri yang diangkat berdasarkan pengalaman batiniah dari pengkarya dengan

mengekspresikan suatu permasalahan yang mana perihal ini merujuk pada

pertentangan antara dua paham (orang dan sebagainya) diantara keluarga

pengkarya. Pengalaman batin pengkarya tentang konflik kekuasaan yang terjadi

di lingkungan keluarga atas dasar keegoisan masing-masing pihak dirancang

sesuai dengan alur dan kisah sebenarnya dibalaik cerita rakyat Tun Telanai.

Dalam hal ini setiap kedua belah pihak memiliki sifat atau pribadinya masing-

9
Sumardjo. Apresiasi Kesusastraan. (Jakarta:PT.Gramedia, 1986). Hal.65

12
13

masing dan memiliki pemahaman individual tentang posisi derajatnya untuk

mempertahankan kekuasaannya masing-masing.

2.1.2 Penokohan

Tokoh pada naskah drama sangat berperan penting untuk menyampaikan

pesan dan kesan yang telah dirancang oleh pengkarya. Tokoh adalah bagian

penting yang menggerakkan permainan di atas panggung. Karakter bertindak

sebagai animator pertunjukan, mengalami peristiwa demi peristiwa yang dialami

sesuai dengan naskah yang disediakan dan dilakukan di atas panggung. Peristiwa

yang berlangsung di atas panggung harus dibangun hanya dengan pendalaman

karakter masing-masing tokoh hingga sampai pada dasar uatamanya yaitu konflik

dalam suatu pertunjukan. Rancangan yang telah dibuat bisa disampaikan kepada

pembaca atau penonton dengan beragam cara. Mulai dengan tindakan,

ucapan,perasaan yang dituangkan melalui ekspresi dan sebagiannya. Selanjutnya

untuk menghidupkan tokoh maka diperlukan karakteristik yang jelas. Dalam buku

yang ditulis oleh Soediro Satoto, ada tiga dimensional penokohan yaitu sebagai

berikut:

1. Dimensi fisiologis yang berarti menerangkan tentang bentuk tubuh

seseorang seperti usia, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh dan bentuk wajah.

2. Dimensi psikologis yang berarti menunjukan tentang latar belakang

kejiwaan seseorang seperti keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan

perilaku serta tingkat IQ seseorang.

3. Dimensi sosiologis ialah ciri kehidupan masyarakat misalnya: status

sosial,tingkat pendidikan, kehidupan pribadi, suku, dan pandangan hidup

seseorang.10
10
Soediro Satoto, Analisis drama dan teater, ( Yogyakarta: Ombak 2016 ), h. 41.
14

Tanpa adanya tiga dimensional tersebut maka tokoh yang akan dihadirkan

akan terlihat pincang. Pada karya naskah lakon Martabat yang akan di munculkan

memiliki dimensi penokohan sendiri. Dalam hal ini pengkarya akan menggunakan

13 karakter tokoh yang terdiri dari 9 orang laki-laki dan 4 orang perempuan.

Untuk memunculkan kesan yang dramatis pengkarya membagi tokoh tersebut

menjadi tokoh central dan tokoh pendukung. Tokoh central atau tokoh utama

dalam naskah Martabat ini ialah Putra Tun, karakter dari tokoh Putra Tun adalah

Antagonis. Selanjutnya tokoh Tun Telanai, Putri Pinang Masak, Datuk Bandar

Laut, Datuk Mandaliko, berwatak protagonis. Sedangkan tokoh pendukung adalah

Permaisuri, Pangeran Wiro Kusumo, Si Pahit Lidah, Datuk Emping Besi, Putri

Siam, Ratu Siam, Datuk Laksamana memiliki watak protagonis dan Ahli Nujum

memiliki watak Antagonis.

Adapun nama tokoh beserta 3 dimensinya ialah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penokohan dan Dimensinya

No Tokoh Fisiologis Psikologis Sosiologis


1 Tun Telanai Tubuh tinggi,berat Tegas,idealis,bija Seorang raja,
badan ideal,tampan, ksana, mudah seorang suami
muda,hidung terpengaruh. serta Ayah.
mancung dengan kulit
putih dan rambut lurus
2 Putri Pinang Cantik,mata besar, Lemah lembut, Anak raja,
Masak senyum yang manis setia,wibawa, seorang ratu
dan tubuh yang ideal, murah senyum
kulit sawo matang.
3 Datuk Bandar Tubuh tinggi,berat Tegas,idealis,bija Seorang raja,
Laut badan ideal, tua, ksana, penolong. seorang suami
hidung mancung serta Ayah.
dengan kulit putih dan
rambut lurus
4 Datuk Tubuh tinggi,berat Tegas,idealis,bija Seorang
Mandaliko badan ideal, tua, ksana, penolong. keturunan
hidung mancung bangsawan
dengan kulit sawo
matang dan rambut
15

lurus
5 Permaisuri Cantik,mata besar, Tegas, setia, Seorang anak
senyum yang manis telmi,murah raja, seorang
dan tubuh yang ideal, senyum ratu dan ibu.
kulit putih.
6 Putra Tun Tubuh tinggi,berat Tegas, Seorang anak
badan ideal, muda, pendendam. raja
hidung mancung
dengan kulit putih dan
rambut lurus
7 Si Pahit Tubuh tinggi,berat Tegas,bijaksana. Seorang raja
Lidah badan ideal, muda,
hidung mancung
dengan kulit sawo
matang dan rambut
lurus.
8 Datuk Tubuh tinggi,berat Tegas,idealis,bija Seorang
Emping Besi badan ideal, muda, ksana. keturunan
hidung mancung bangsawan
dengan kulit sawo
matang dan rambut
lurus.
9 Putri Siam Cantik,mata sipit, Lemah lembut, Rakyat Biasa
senyum yang manis setia, telmi,murah
dan tubuh yang ideal, senyum
kulit putih.
10 Ratu Siam Cantik, mata Sipit, Lemah Seorang ratu
senyum yang manis lembut,murah dan ibu.
dan tubuh yang ideal, senyum
kulit putih.
11 Datuk Tubuh besar Tegas,idealis,bija Seorang
Laksamana tinggi,berat badan ksana. keturunan
ideal, muda, hidung bangsawan
mancung dengan kulit
sawo matang dan
rambut lurus.
12 Ahli Nujum Tubuh tinggi Penghasut, Rakyat Biasa
sedang,berat badan Bermuka dua
ideal, muda, hidung
mancung dengan kulit
sawo matang dan
rambut lurus
13 Pangeran Tubuh besar Tegas,idealis,bija Seorang raja,
Wiro tinggi,berat badan ksana. keturunan
Kusumo ideal, muda, hidung bangsawan
mancung dengan kulit
sawo matang dan
rambut lurus.
16

Selain memperhatikan tiga dimensi penokohan pengkarya juga harus

memperhatikan kostum dan hand property (Properti Aktor atau Tokoh). Kostum

atau tata busana adalah apa saja yang dipakai oleh pemain dari rambut hingga

kaki. Busana juga menjadi ciri dari waktu, tempat, dan suasana, sekaligus

menjelaskan karakter peranan.11 Pengkarya juga melakukan penataan artistik yang

merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam sebuah karya karena hal itu

sangat mempengaruhi dalam penyampaian cerita dan berpengaruh dalam

membentuk karakter tokoh yakni meliputi hand property yang mana keduanya

dapat di jelaskan sebagai berikut:

Tabel 2.2 Penokohan dan Kostum/Hand Property

No Tokoh Kostum/Hand Property Keterangan


1 Tun Telanai Baju Berciri raja Siam, Menggambarkan sosok
pedang. tegas,idealis,bijaksana,
mudah terpengaruh.
2 Putri Pinang Baju Kurung Melayu, Menggambarkan sosok
Masak tengkuluk dari Sumatera lemah lembut,
Barat. setia,wibawa, murah
senyum.

3 Datuk Bandar Baju berciri negeri Siam. Menggambarkan sosok


Laut tegas,idealis,bijaksana,
penolong.
4 Datuk Baju berciri negeri Siam, Menggambarkan sosok
Mandaliko pedang. tegas,idealis,bijaksana,
penolong.
5 Permaisuri Baju kerajaan berciri Siam, Menggambarkan sosok
mahkota. tegas, setia, telmi,murah
senyum .
6 Putra Tun Baju berciri negeri Siam, Menggambarkan sosok
pedang. tegas, pendendam.
7 Si Pahit Baju teluk belanga, berciri Menggambarkan sosok
Lidah khas melayu, keris. tegas,bijaksana.
8 Datuk Baju teluk belanga, berciri Menggambarkan sosok
11
Riantiarno, Nano. Kitab Teater: Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan.
Percetakan PT. Gramedia. (Jakarta: 2011).Hal.147.
17

Emping Besi khas melayu, keris. tegas,idealis,bijaksana.


9 Putri Siam Baju berciri khas Menggambarkan sosok
perempuan siam. lemah lembut, setia,
telmi,murah senyum

10 Ratu Siam Baju kerajaan berciri Siam, Menggambarkan sosok


mahkota. lemah lembut,murah
senyum
11 Datuk Baju teluk belanga, berciri Menggambarkan sosok
Laksamana khas melayu, keris. tegas,idealis,bijaksana.
12 Ahli Nujum Baju hitam, tongkat. Menggambarkan sosok
penghasut, bermuka dua
13 Pangeran Baju teluk belanga, berciri Menggambarkan sosok
Wiro Kusumo khas melayu, keris. tegas,idealis,bijaksana.

2.1.3 Pembabakan

Karya Martabat dibuat menjadi lima bagian atau babak. Menurut ”Gustav

Freytag”, struktur dramatik terdiri dari exposition, complication , climax (rising

action), resolution dan denoueument.12 Penulisan ini akan menggunakan lima

babak untuk menampilkan cerita yang ingin dibangun sebagai karya yang utuh.

Pada tiap-tiap babak akan menggambarkan suasana yang berbeda. Dalam

exposition atau eksposisi pengkarya menggambarkan suasana kegelisahan,

kemudian pada complication atau komplikasi suasana yang digambarkan adalah

Awal mula kisah (pengantar) dituliskan pada babak 1 dan 2, kesalahpahaman dan

pertengkaran dituliskan pada babak 2 dan 3 , selanjutnya climax atau puncak laku

menggambarkan kesedihan atau penyesalan dituliskan pada babak 4, serta tahap

akhir yakni denoueument (penyelesaian) menggambarkan kedamaian dituliskan

pada babak 5.

2.1.3.1 Babak 1

12
Harymawan, Dramaturgi, (Bandung: Departemen pendidikan dan Kebudayaan 1993),
h.19.
18

Dalam keadaan negeri kacau balau tidak berketentuan pada masa

pemerintahan raja si Pahit Lidah (Di Jambi), datanglah seorang raja dari negeri

Siam, yang bemama Tun Talanai, seorang bangsa Hindu lengkap dengan alat

kerajaan serta hamba rakyatnya. Mereka datang ke Jambi, lalu membuat istana di

Muara Jambi Kecil dan di ujung Tajung Jabung, beserta dengan berhalanya. Itulah

pula yang menjadi asal nama Pulau Berhala yang sekarang. Raja Tun Talanai pun

berkedudukan di sana dengan segala kebesarannya, tempat raja~raja dari

Palembang, Bangka, dan Mentok menyabung ayam. Itulah sebabnya daerah itu

dinamakan Tanjung Jabung, karena di tempat itu dahulunya dilakukan

penyabungan ayam.

2.1.3.2 Babak 2

Pada abad ke-15, setelah kematian Raja Si Pahit Lidah, Jambi dipimpin

Tun Talanai. Pemerintahannya berjalan mulus. Kehidupan di Jambi sangat

makmur, damai dan sejahtera. Tun Talanai yang bijaksana begitu dicintai

rakyatnya. Ia sendiri merasa hidupnya memang bahagia. Tapi sayang, ia belum

juga memiliki keturunan. Tersebutlah cerita tentang Tuan Putri Selaras Pinang

Masak, ketika itu amat mashur beritanya, karena kecantikannya, sehingga sukar

untuk mencari bandingannya. Sampai pula berita ini kepada Raja Tun Talanai,

lalu Baginda bermufakat dengan segala Perdana Menterinya untuk berangkat ke

Pagaruyung untuk meminang Tuan Putri Selaras Pinang Masak. Di masa yang

baik di saat yang sempuma berangkatlah Raja Tun Talanai ke Pagarruyung

dengan segala alat kebesaran, menurut adat raja-raja.

Sesampainya Raja Tun Telanai disana, beliau menghadap sang Ratu

diwakili oleh perdana menterinya, kabar itu diterima oleh Putri Selaras Pinang
19

Masak dengan suatu persyaratan, ia harus sanggup untuk membuatkan candi dan

menyudahkannya dalam satu malam di hadapan sang Putri, jika berhasil orang

itulah yang menjadi suaminya, permintaan itu kemudian diterima oleh Raja Tun

Telanai. Candi itu akan jadi mas kawin dan arti candi itu akan tangga naik ke

kayangan. Keesokan harinya Putri Selaras Pinang Masak serta hamba rakyatnya

sekalian pergi untuk melihat candi, tetapi alangkah kecewanya karena yang

tampak hanyalah batu-batu bakal untuk membuat candi yang berkaparan yang tak

tentu letaknya dan tujuannya. Demikian kecewanya, sehingga 3 hari lamanya

Putri tak keluar ke dari istananya, yang mana dalam artian ini Raja Tun Telanai

gagal menepati janjinya untuk sang Putri.

Setelah kegagalan Raja Tun Telanai untuk melamar Putri Pinang Masak

Tiap, maka akhirnya raja dipertemukan jodohnya dari Tanah Siam. Beliau

akhirnya menikah dengan seorang permaisuri Siam dan kemudian menetap di

Jambi. Namun dari pernikahannya tersebut mereka juga belum kunjung dikarunia

seorang anak. Setiap malam Raja Tun berdoa memohon untuk mendapatkan anak

dari pernikahannya dengan permaisuri yang jelita. Dia terus menerus berdoa

sampai doa itu pun terkabul. Permaisuri mengandung. Dari kehamilan itu, Tun

mendapatkan seorang anak laki-laki yang gagah rupawan. Namun kebahagiannya

hanya sementara. Ia terusik oleh kehadiran ahli nujum istana yang membisiki

sebuah kabar seram. “Saat bayi ini dewasa, dia akan membunuh Raja,” yakin ahli

nujum, yang ramalannya selalu terbukti benar. Raja Tun Telanai menjadi sangat

bingung dan sedih. Ia tidak mungkin membunuh darah dagingnya sendiri, anak

yang begitu ia tunggu-tunggu sekian lama. Tapi ia juga tidak ingin membiarkan

tahtanya direbut. Tun Telanai kemudian melarung putranya tercinta ke laut. Ia


20

jelas tidak berharap anak laki-laki pertamanya itu akan mati. Tun Telanai hanya

ingin dia pergi sangat jauh, hidup berbahagia di tempat yang lain, dan tak pernah

bisa kembali ke Jambi untuk membunuhnya. Bayi itu terbawa arus hingga jauh ke

Negeri Siam, yang sekarang disebut Thailand.

2.1.3.3 Babak 3

Pada suatu hari Datuk Bandar Laut membawa hasil dagangannya ke Johor,

sesampainya di Laut Jambi ia bersua dengan sebuah "LABU BESAR" (sebutan

untuk sebuah perahu). Isinya seorang anak laki-laki yang berumur kira-kira 40

hari, anak itu pun diambil oleh Datuk Bandar Laut. Sekarang di Tanjung tempat

perahu itu berada dinamai Tanjung Labu, letaknya pada batas Jambi dengan

Indragiri Riau. Kemudian anak itu dibawa kembali ke Pelabuhan Dagang,

dipeliharanya baik-baik sebagai anak sendiri. Setelah cukup umurnya 7 tahun,

anak yang didapatnya itu pun dibawanya ke Johor, sambil mebawa upeti (hasil)

kepada Sultan Johor. Setiap orang yang melihat anak itu sangat heran, karena

tingkah lakunya dan budi bahasanya amat baik, serta elok parasnya.

Kabar ini akhirnya diberitahukan oleh datuk Bandar Laut kepada Tun

Telanai tentang rahasia bagaimana asal mulanya anak yang ditemukannya.

Mendengar itu Tun Telanai sangat terkejut, dan teringatlah ia bahwa anak itu

adalah anaknya sendiri, yang dilahirkan oleh istrinya dan dibuangnya karena

sebuah ramalan. Raja pun sangat menyesal atas perbuatan yang kejam itu.

Baginda bertitah kepada Datuk Bandar Laut, bahwa anak itu akan diangkat

menjadi anaknya dan diberi gelar Orang Kaya Raja Depati.

2.1.3.4 Babak 4
21

Putra Tun sangat marah begitu tahu ia dulu dibuang ke laut oleh ayahnya

sendiri saat masih bayi. Ia bertekad mencari Tun Talanai di Jambi dan membalas

sakit hati. Bujukan Putri Siam agar ia memaafkan kesalahan Tun Telanai, tidak ia

dengarkan. Pemuda itu bersiap pulang ke tanah kelahirannya untuk balas dendam.

Diam-diam seorang Putri Siam yang pada waktu itu ikut bersama datuk Bandar

Laut mengirim kabar ke Jambi tentang rencana ini. Raja Tun sangat kaget. Ia

menyiapkan pasukan perang terbaik untuk menyambut kedatangan putranya.

Perang pun benar-benar terjadi. Prajurit Siam berhasil melumpuhkan pasukan

Jambi. Untuk pertama kali sepanjang ingatannya, Putra Tun akhirnya bertatap

muka dengan sang ayah Tun Talanai.

2.1.3.5 Babak 5

Tidak berapa lama sampailah anak Tun Talanai di Mudik yaitu di hadapan

ayahnya, perang pun terjadi antara bapak dengan sang anak, namun keduanya

imbang dan sama kuat. Akhimya Baginda Raja Tun Talanai berkata kepada

anaknya: "Kalau engkau mau membunuh bapak, ambilah batu! pacung sekali! dan

arahkan kepadaku! barulah engkau dapat mematikan aku". Dengan tidak berpikir

panjang lagi anak Tun Talanai langsung menikamkan batu tersebut kepada

ayahnya. Matilah Raja Tun Talanai dalam tangan anaknya sendiri. Jenazah

Baginda Tun Talanai dibawa oleh anaknya ke tanah Siam. Kini anak Tun Talanai

menjadi raja turun-temurun di negeri Siam. Itulah sebabnya dikatakan orang

bahwa Raja Siam asalnya dari Jambi. Raja Jambi yang laki-laki asalnya dari Turki

dan yang perempuan asalnya dari Pagaruyung. Hingga saat ini kekuasaan Jambi

akhirnya tidak jatuh pada kerajaan Siam melainkan diwasiatkan oleh Tun Telanai

kepada Putri Pinang Masak sebagai pemimpinnya.


22

2.1.4 Plot

Plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain

dihubungkan dengan hukum sebab-akibat. Artinya, peristiwa pertama

menyebabkan terjadinya peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan

terjadinya peristiwa ketiga, dan demikian selanjutnya, hingga pada dasarnya

peristiwa terakhir ditentukan terjadinya oleh peristiwa pertama. Alur sendiri

menurut Aristoteles merupakan susunan kejadian atau insiden yang menghasilkan

aksi-aksi atau insiden yang membuat adanya tragedi dan bumbu menarik dalam

cerita.13 Alur suatu cerita sering disebut dengan kerangka naratif. Artinya, alur

cerita disusun secara kronologis untuk menunjukkan hubungan sebab-akibat dan

memungkinkan pembaca menyimpulkan kejadian di masa depan. 14 Pada naskah

ini pengkarya menggunakan alur maju atau progresi yang mana suatu cerita yang

dimulai dari awal beranjak ke tengah kemudian masuk tahap penyelesaian cerita

berakhir yang disusun secara runtut dan teratur.

2.1.4 Dialog/Bahasa

Dialog merupakan unsur penting dalam drama. Dalam sebuah lakon

biasanya aspek “berita” dan “komentar” cukup menonjol, namun dalam drama

dialoglah yang menempati posisi utama. Sehingga pada lakon ini nantinya tata

bahasa/dialog yang digunakan pada naskah Lakon Martabat ini adalah Bahasa

Indonesia dan bahasa Daerah (Melayu).

13
Alien Wariatunnisa. Seni Teater: Pertunjukan Teater Mancanegara di Luar Asia. Pusat
Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional Tahun. (Jakarta: 2010). Hal. 171
14
Apri Kartikasari HS dan Suprapto, Edi. Kajian Kesusastraan (Sebuah Pengantar).
Magetan: CV. AE Media Grafika. 2018. Hal.120
23

Gambar 2.1 Peta Konsep Karya


24

2.2 Metode Penciptaan

Metode dalam sebuah proses penciptaan karya seni sangat dibutuhkan,

metode penciptaan yang ditulis pengkarya dapat dilihat dari penyajian ide dan

gagasan seorang pencipta diwujudkan kedalam karya seni. Untuk menciptakan

sebuag naskah drama yang berjudul “Martabat” sesuai dengan apa yang

diinginkan pengkarya, diperlukan beberapa metode khusus. Adapun tahapan

tersebut yang digunakan dalam proses penggarapan karya adalah :

2.2.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yakni sebuah cara yang digunakan untuk

mengumpulkan informasi atau fakta-fakta yang ditemukan dilapangan. Adapun

cara yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

2.2.1.1 Observasi dan wawancara

Dalam proses pengumpulan data pengkarya melakukan pengamatan

dengan objek karya ini. Dengan cara melakukan survey penelitian yaitu dengan

mengunjungi Lembaga Adat Melayu Jambi. Setelah itu mengklarifikasi informasi

atau data kepada narasumber mengenai objek dari yang paling umum hingga

khusus. Hasil dari pengumpulan data berupa naskah Tun Telanai berbentuk buku

digital, dan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan sejarahwan Jambi.

Setelah mengumpulkan data, memilah mana yang merupakan struktur dan tekstur

dari Cerita Tun Telanai.

2.2.2 Perumusan dan pengembangan konsep

Pada tahap ini pengkarya mengawali proses dengan mengkonsep sebuah

ide dan rancangan untuk penulisan naskah drama. Rancangan dari naskah drama

tersebut memuat judul, tokoh, plot dan tema. Dalam buku Arthur S. Nalan
25

menjelaskan bahwa menciptakan naskah drama perlu adanya rangsangan dan

rancangan garis besar. Rancangan yang dimaksud ialah sebagai berikut.:

1. Judul (sementara) atau sudah ditentukan, misalnya, Binatang Jatuh.

2. Tokoh utama (protagonis) dan tokoh lawan (antagonis);

3. Plot atau jalan cerita dalam beberapa pengadegan (1 Babak 2 sd 5

babak) untuk mendapatkan struktur dramatik;

4. Tema atau pesan yang ingin disampaikan.15

Dari beberapa tahapan yang telah dijabarkan, maka langkah selanjutnya

pengkarya melakukan sesi diskusi bersama dosen pembimbing untuk validasi

naskah, seniman dan teman- teman untuk memperkuat konsep garapan agar

mudah merancang ide yang telah ditentukan. Proses ini dilakukan dengan waktu

yang tidak menentu, saat menemukan kejanggalan maka pengkarya melakukan

meditasi dan berdiskusi kembali agar tahap penulisan dapat sesuai kaidahnya.

2.2.3 Perwujudan Naskah Lakon

Pada tahap ini pengkarya mentransformasikan konsep dan rancangan yang

telah dibuat dalam karya naskah lakon “Martabat”. Sebelum itu pencipta

menciptakan tema, menentukan konflik cerita, mengidentifikasi tokoh, mulai

menulis alur hingga membentuk suatu premis yang menarik, dan menentukan

latar cerita. Kemudian, untuk memperkuat suasana yang dibangun dalam karya,

pencipta mengembangkan sketsa tokoh yang berisi penokohan tiga dimensional

dan mulai menyusun adegan (menulis naskah).

15
Artur S. Nalan. Metode Kreatif Menulis Lakon, (Bandung: Prodi Seni Teater STSI
Bandung,2014), h. 25
26

2.3 Jadwal Penggarapan Karya

Penulisan naskah ini akan dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu

minggu, hal ini dirasa cukup untuk membuat garapan karya penulisan lakon

dengan judul “ Martabat” adapun jadwal yang dibuat yakni sebagai berikut:

Tabel 2.3 Jadwal Penggarapan Karya

Bulan
Jenis Kegiatan
Sep Okt Nov Des Jan
1. Penyusunan judul proposal
a. Pengajuan judul proposal
b. bimbingan proposal
c. seminar proposal
2. Persiapan penulisan
a. Wawancara Lanjutan
b. Penggarapan Naskah
3. Penyusunan
4. Sidang Hasil S
DAFTAR PUSTAKA

A. Heuken, Ensiklopedia Gereja. 2005. Yayasan Cipta Loka Cakra: Jakarta.

Alien Wariatunnisa. 2010. Seni Teater: Pertunjukan Teater Mancanegara di Luar

Asia. Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional Tahun. Jakarta.

Artur S. Nalan. 2014. Metode Kreatif Menulis Lakon. Prodi Seni Teater STSI.

Bandung.

Frans Magnis-Suseno. 1991. Berfilsafat dari Konteks. Gramedia: Jakarta.

Harymawan. 1993. Dramaturgi. Departemen pendidikan dan Kebudayaan.

Bandung.

Laralenjana Edelweis. 2023. Morfologi adalah Cabang Ilmu Linguistik Tentang

Bentuk Kata.

N. Riantiarno. Kitab Teater. 2011. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Semi, Atar. 1989. Anatomi Sastra. Angkasa Raya. Bandung.

Soediro Satoto. 2016. Analisis drama dan teater. Ombak: Yogyakarta.

Sumardjo. 1986. Apresiasi Kesusastraan. PT.Gramedia. Jakarta

26

Anda mungkin juga menyukai