Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. JudulPercobaan
Pengujian Sifat Biokimia

B. Latar Belakang
Bakteri yang ada di bumi ini jumlahnya sangat banyak dan jenisnya
sangat beragam. Keberadaan mikrobia di alam tidak terpisah sendiri-sendiri
menurut tiap jenisnya (tidak berupa biakan murni), melainkan bercampur
dengan berbagai macam sel mikrobia yang lain. Oleh karena itu, bakteri-
bakteri ini perlu diidentifikasi dan diklasifikasikan untuk memudahkan
penelitian menggunakan bakteri tersebut, mengingat bahwa bakteri berperan
penting dalam kehidupan di bumi. Identifikasi bakteri untuk memudahkan
pengklasifikasian dapat dilakukan dengan identifikasi morfologi sel bakteri
maupun morfologi koloni bakteri tersebut, sifat-sifat bakteri terhadap
pengecatan, ketahanan terhadap faktor-faktor lingkungan, sifat-sifat biokimia,
patogenitas, dan serologi bakteri.
Secara morfologis, bakteri yang memiliki bentuk yang sama belum
tentu merupakan satu spesies, sehingga untuk mengatasi keterbatasan
identifikasi morfologi ini, perlu dilakukan uji lain yang lebih spesifik, salah
satunya adalah uji sifat-sifat biokimia bakteri. Setiap bakteri memiliki sifat-
sifat biokimianya masing-masing yang khas dan spesifik, yaitu berbeda antara
bakteri yang satu dengan bakteri yang lainnya. Oleh karena itu, percobaan
pengujian sifat biokimia bakteri sangat penting dan perlu dilakukan untuk
membantu mengidentifikasi bakteri, selain dengan pengujian morfologi sel
bakteri, morfologi koloni bakteri, dan pengujian terhadap faktor luar (seperti
faktor suhu) yang telah dilakukan dalam praktikum-praktikum sebelumnya. Uji
sifat biokimia kali ini mengidentifikasi dan membandingkan kemampuan
bakteriStaphylococcus aureus dan Escherichia coli dalam memfermentasi
glukosa, sukrosa, dan laktosa, menghidrolisis pati, kemampuan membentuk
indol, kemampuan mereduksi nitrat, dan kemampuan peptonisasi susu
dankemampuan memfermentasi susu.

C. TujuanPraktikum
1. Untuk mengetahui sifat biokimia berupa kemampuan fermentasi
karbohidrat oleh bakteriStaphylococcus aureus dan Escherichia coli.
2. Untuk mengetahui sifat biokimia berupa kemampuan hidrolisis pati
oleh bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
3. Untuk mengetahui sifat biokimia berupa kemampuan pembentukan
indol oleh bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
4. Untuk mengetahui sifat biokimia berupa kemampuan reduksi nitrat oleh
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
5. Untuk mengetahui sifat biokimia berupa kemampuan peptonisasi dan
fermentasi susu oleh bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Di dalam proses metabolisme ada zat-zat yang masuk atau zat-zat yang
disusun dan ada pula zat-zat yang dibongkar dan kemudian dikeluarkan sisa-
sisanya. Zat yang disusun maupun zat yang dihasilkan dalam penguraian disebut
metabolit, yaitu hasil metabolisme. Bakteri memiliki zat-zat tertentu, baik untuk
mengambil zat-zat makanan maupun untuk membongkarnya. Zat-zat itu secara
umum disebut sekret, yaitu hasil sekresi; enzim-enzim terutama dari golongan
hidrolase merupakan sekret yang banyak dihasilkan oleh bakteri (Dwidjoseputro,
1998).
Sisa dari zat makanan yang dibongkar, yang kemudian dikeluarkan oleh
bakteri disebut hasil ekskresi atau ekskret. Ekskret tersebut dibuang karena tidak
lagi berguna bagi bakteri, bahkan ekskret dapat mengganggu kehidupan bakteri
jika dibiarkan tertimbun. Kecuali ekskret, seringkali ada kedapatan hasil samping
berupa zat-zat yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan metabolisme.
Sebagai contoh, di dalam penyusutan nitrat oleh bakteri denitrifikan, terlepaslah
air, nitrit, dan energi. Nitrit ini merupakan hasil samping. Kadang-kadang sukar
untuk membedakan hasil ekskresi, hasil samping, dan hasil sekresi. Ekskret yang
dihasilkan mikroorganisme dapat berupa gas atau zat-zat organik. Jenis gas yang
dihasilkan oleh suatu spesies merupakan ciri khas bagi spesies tersebut untuk
menentukan klasifikasi bakteri. Gas-gas yang dapat dihasilkan oleh bakteri antara
lain karbon dioksida, hidrogen, metan, nitrogen, hidrogen sulfida, dan
amonia(Dwidjoseputro, 1998).
Menurut Waluyo (2004), sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia
biasanya dilihat dari interaksi metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-
reagen kimia. Selain itu, dilihat kemampuannya menggunakan senyawa tertentu
sebagai sumber karbon dan sumber energi.Menurut Jutono dkk (1980), pengujian
sifat biokimia meliputi:
1. Perubahan-perubahan Karbohidrat
Berkaitan dengan daya fermentasi terhadap zat-zat gula (dekstrosa,
laktosa, sukrosa, dan sebagainya),serta hidrolisa terhadap pati. Gula terdapat
difermentasi menjadi bermacam-macam zat seperti alkohol, asam, dan gas,
tergantung pada macamnya gula dan spesies bakteri. Terbentuknya asam dapat
diketahui dengan berubahnya warna indikator dalam medium, sedangkan
terbentuknya gas dapat dilihat dengan mengunakan tabung fermentasi durham
atau tabung fermentasi lainnya. Pati dapat dihidrolisa menjadi gula oleh bakteri
tertentu. Peruraian karbohidrat terjadi didalam keadaan aerob dan anaerob
(Jutono dkk, 1980).
2. Peruraian Protein
Tiap-tiap spesies bakteri mempunyai daya hidrolisa dan dapat
menguraikan protein yang berbeda-beda, yaitu melalui peptonisasi dan
perubahan pada susu. Peptonisasi merupakan perubahan dari bentuk tidak larut
menjadi larut pada bermacam-macam protein dan menunjukkan adanya
pemecahan protein menjadi pepton. Air susu mengandung bermacam-macam
zat, yaitu air, karbohidrat (laktosa), lemak, protein (kasein), garam-garam
mineral, dan vitamin-vitamin. Medium susu (tanpa lemak) digunakan untuk
pengujian fermentasi, peptonisasi, atau kedua-duanya yang terjadi bersama-
sama (Jutono dkk, 1980).
Pada peptonisasi susu, kasein dihidrolisa oleh enzim renin menjadi
parakasein dan pepton-pepton yang terlarut. Parakasein itu kemudian akan
bereaksi dengan garam-garam kalsium membentuk endapan kalsium para
kaseinat.Pada peptonisasi sempurna endapannya terkumpul dibawah dan
kemudian cairan susu menjadi jernih. Pada peptonisasi, medium menjadi basa
sehingga warna indikator (misalnya bromokresol purple) menjadi ungu terang.
Pada fermentasi laktosa, berubah menjadi asam, sehingga menyebabkan kasein
mengendap atau menggumpal. Adanya asam ini akan menentukan
pertumbuhan bakteri lebih lanjut, sehingga peruraian protein tidak terjadi
(Jutono dkk, 1980).
3. Pembentukan Indol
Indol merupakan zat yang berbau busuk yang dihasilkan oleh beberapa
bakteri yang ditumbuhkan kedalam medium yang mengandung asam amino
triptofan. Adanya indol dapat ditentukan dengan bermacam-macam cara,
misalnya dengan cara pengujian ehrlich, kovacs, gnezda, dan lain-lain.Hasil uji
indol yang diperoleh negatif apabila tidak terbentuk lapisan (cincin) berwarna
merah muda pada permukaan biakan, artinya bakteri ini tidak membentuk indol
dari triptofan sebagai sumber karbon yang dapat diketahui dengan
menambahkan larutan kovacs (Jutono dkk, 1980).
Menurut Salle (1961), dekomposisi dari triptofan dilakukan oleh bakteri
dengan berbagai cara menghasilkan indol-indol berbeda seperti asam β-indol
propiomik, asam β-indol piruvat, tilamin β-indol, etil alkohol β-indol, asam β-
indol asetat, indol, asam kynuramic, dan indigotin. Indol adalah komponen
pereaktif yang diproduksi oleh bakteria dari triptofan. Triptofan adalam asam
amino yang mengandung cincin indol. Maka tes selalu spesifik terhadap
keberadaan triptofan. Kemampuan mengubah indol dijadikan ciri-ciri
identifikasi bakteri.
Menurut Darmadi (2012), triptofan merupakan suatu asam amino dengan
gugus indol. Asam amino triptofan merupakan komponen asam amino yang
lazim terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dengan mudah dapat
digunakan oleh mikroorganisme akibat penguraian protein. Bakteri
menguraikan protein membentuk asam piruvat yang kemudian dapat digunakan
sebagai sumber energinya. Bakteri tertentu seperti Escherichia coli mampu
menghasilkan enzim triptofanase yang mengkatalisis penguraian gugus indol
dari triptofan. Pembentukan indol dari triptofan oleh mikroorganisme dapat
diketahui dengan menumbuhkannya dalam media biakan yang kaya akan
triptofan. Triptofan biasanya diberikan dalam bentuk tripton yang merupakan
suatu polipeptida yang kaya dengan residu triptofan. Medium untuk uji
pembentukan indol dapat berupa tripton cair atau hidroksilat kasein.
Penumpukan indol dalam media biakan dapat diketahui dengan penambahan
berbagai reagen, yaitu reagen Gnezda, Kovacs, Ehrlich, Salkowski, dan reagen
Coles dan Onslow. Masing-masing reagen menunjukkan hasil yang berbeda
jika terbentuk indol. Pada pengujian dengan reagen Ehrlich, terbentuknya indol
ditandai dengan terbentuknya warna merah ungu di bawah lapisan eter.
4. Reduksi bermacam-macam Unsur
Beberapa bakteri dapat hidup tanpa O2 karena bakteri-bakteri tersebut
dapat mereduksi garam-garam nitrat atau senyawa-senyawa lainnya. Nitrat
direduksi menjadi nitrit atau amonia. Methylene blue dan indikator lain
direduksi sehingga menjadi tidak berwarna. H2O2 direduksi menjadi H2O dan
O2 oleh bakteri yang mempunyai katalase. Enzim ini dimiliki oleh bakteri yang
bersifat obligat(Jutonodkk, 1980).Kebanyakanorganisme yang
dapatmenggunakannitratsebagaipenerimaelektronterakhirmerupakanbakteriana
erobfakultatif.Organismeinidapatmenggunakannitratjikabahanitutersedia,
danjikatidak,
organismeiniakanmelakukanmetabolismeaerobataumetabolismefermentasi
(Volk dan Wheeler, 1988). Pereduksian nitrat dilakukan oleh bakteri
denitrifikan. Kemampuan bakteri dalam mereduksi nitrat dapat digunakan
untuk menentukan klasifikasi bakteri (Dwidjoseputro, 1998).
Karbohidrat pada susu adalah laktosa atau gula susu. Laktosa tersusun
dari monomer berupa glukosa dan galaktosa. Enzim penghidrolisis laktosa
(laktase) dihasilkan oleh usus halus dan laktosa dihidrolisis menjadi gula
sederhana, yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila gula susu tidak dipecah karena
kekurangan enzim, gula susu akan tetap tinggal pada usus dan dipecah oleh
mikroorganisme usus, yaitu Escherichia coli dan menghasilkan gas (Andi, 2011).
Menurut Salle (1961), kasein adalah protein yang dapat bereaksi dengan
asam maupun basa (amfoter). Kasein terdapat pada susu dan membentuk fasa
koloid. Beberapa bakteri mensekresikan enzim seperti renin yang dapat
menghidrolisis kasein menjadi parakasein dan pepton yang terlarut dengan enzim
renin tersebut. Parakasein bereaksi dengan garam kalsium membentuk kalsium
parakaseinat bakteri yang cepat memfermentasikan laktosa akan menghasilkan
asam yang cukup banyak dan dapat menghambat penjenuhan kasein.Menurut
Andi (2011), kasein merupakan suatu fosfoprotein yang mengandung asam
fosforat di dalam molekulnya.
Jika kita ingin mengetahui apakah suatu spesies menghasilkan gas atau
tidak, kita dapat menggunakan tabung Durham. Tabung Durham berupa tabung
reaksi yang berukuran kecil. Dalam penggunaannya, tabung Durham ditempatkan
dalam posisi terbalik di dalam tabung reaksi yang lebih besar dan tabung ini
kemudian diisi dengan medium cair. Setelah seluruhnya disterilkan dan medium
sudah cukup dingin, dapat dilakukan inokulasi. Jika bakteri yang kita tumbuhkan
dalam medium tersebut memang menghasilkan gas, maka gas akan tampak
sebagai gelembung pada dasar tabung Durham (Dwidjoseputro, 1998).
Phenol red dikenal sebagai phenolsulfonphthalein (PSP) memiliki rumus
kimia C19H14O5S. Phenol red merupakan indikator dengan trayek pH 6,8 – 8,2
(kuning – merah). Phenol red berupa kristal berwarna merah dengan kelarutan
dalam air sebesar 0,77 g/L dan merupakan asam lemah (Barrow dan Feltham,
2003).
Litmus Milk atau Bromocresol Purple Milk merupakan medium nutrien
yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Susu mengandung laktosa
(galaktosa dan glukosa), kasein, dan garam mineral. Produksi asam dari
fermentasi laktosa ditunjukkan dengan perubahan warna pada indikator (Barrow
dan Feltham, 2003). Bromocresol Purple Milk berubah warna dari kuning hingga
ungu dalam rentang pH 5,2 – 6,0 (O’Connor, 1995).
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang memiliki suhu
optimum pertumbuhan pada 30oC – 37oC. Escherichia colidapat memfermentasi
glukosa, fruktosa, galaktosa, laktosa, maltosa, arabinosa, xilosa, rhamnosa, dan
mannitol dengan menghasilkan asam dan gas. Bakteri ini tidak dapat
menghidrolisis dekstrin, pati, glikogen, dan inositol. Indol biasanya dapat
diproduksi oleh Escherichia coli dan nitritdihasilkan dari nitrat. Bakteri E.coli
menunjukkan hasil positif terhadap peptonisasi susu dengan terbentuknya
koagulasi dan fermentasi susu dengan menghasilkan asam. Escherichia coli dapat
menghasilkan gas karbondioksida dan hidrogen dengan rasio 1 : 1 yang
diproduksi dari glukosa (Breed dkk, 1957).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki
suhu optimum pertumbuhan pada 37oC. Bakteri ini dapat memfermentasi glukosa,
laktosa, sukrosa, mannitol, dan gliserol dengan menghasilkan asam.
Staphylococcus aureusmemiliki kemampuan melakukan peptonisasi dengan
menghasilkan ammonia. Bakteri ini tidak dapat menghidrolisis pati dan eskulin,
tetapi dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit (menghasilkan nitrit). S. aureus dapat
melakukan peptonisasi susu dengan terbentuknya koagulasi dan dapat
memfermentasi susu dengan menghasilkan asam (Breed dkk, 1957). Bakteri
Staphylococcus aureus tidak mampumenguraikan triptofan dan membentuk indol
sehingga menunjukkan hasil negatif terhadap uji indol (Jstopar, 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Petridish h. Bunsen
b. Tabung reaksi i. Ose
c. Rak tabung reaksi j. Vortex
d. Tabung Durham k. Inkubator
e. Pipet ukur l. Kertas label
f. Pipet tetes m. Kapas
g. Pro pipet

2. Bahan
a. Medium cair glukosa i. Biakan bakteri Staphylococcus
b. Medium cair sukrosa aureus (medium agar miring)
c. Medium cair laktosa j. Biakan bakteri Escherichia coli
d. Medium cair Bromo (medium agar miring)
Cresol Purple Milk k. Phenol red
e. Medium nitrat cair l. Larutan asam sulfanilat
f. Medium cair hidroksilat m. Larutan alpha naphthylamin
kasein n. Eter
g. Medium pati agar o. Ehrlich eter
h. Medium agar padat p. Larutan iodium
q. Alkohol

B. Cara Kerja
1. Fermentasi Karbohidrat
Medium cair glukosa, medium cair sukrosa, dan medium cair
laktosa disiapkan dalam tabung reaksi, masing-masing dengan
penambahan fenol redsehingga berwarna merah dan tabung Durham di
dalam tabung reaksi, lalu mulut tabung reaksi ditutup dengan kapas.
Bakteri Staphylococcus aureus diambil dari biakan pada medium agar
miring dengan ose secara aseptis, lalu diinokulasikan ke dalam medium
cair glukosa dengan cara ose diaduk-adukkan di dalam medium cair
tersebut. Bakteri Staphylococcus aureus diambil lagi secara aseptis untuk
diinokulasikan ke dalam medium cair sukrosa dan medium cair
laktosa.Selanjutnya, ketiga medium cair ini diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 48 jam dalam inkubator.
Setelah inkubasi selesai, semua tabung reaksi diamati dan hasilnya
dicatat dalam tabel hasil,dengan ketentuan apabila medium cair berubah
warna menjadi oranye/kuning, maka terbentuk asam dan diberi tanda A (A
= asam). Bila terdapat gas di dalam tabung Durham, diberi tanda G (G =
gas). Bila medium cair berubah warna menjadi oranye/kuning dan terdapat
gas dalam tabung Durham, diberi tanda (AG = asam dan terbentuk gas).
Bila medium cair tetap berwarna merah dan tidak terdapat gas dalam
tabung Durham, diberi tanda O (O = tidak terjadi perubahan).Langkah-
langkah ini diulang untuk bakteri Escherichia coli.

2. Hidrolisis Pati
Medium pati agar disiapkan dalam petridish. Bakteri
Staphylococcus aureus diambil dari biakan pada medium agar miring
dengan ose secara aseptis, lalu diinokulasikan ke dalam medium pati agar
tersebut secara streak plate. Selanjutnya, medium pati agar dalam petridish
ini diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam dalam inkubator.Setelah
inkubasi selesai, larutan iodium atau lugol’s iodine solution dituangkan ke
medium pati agar dalam petridish tersebutdan didiamkan selama beberapa
menit, lalu sisa iodium dibuang. Terjadi atau tidaknya hidrolisis pati
diamati. Jika berwarna biru,berarti tidak terjadi hidrolisis. Jika warna
birunya hilang, berarti terjadi hidrolisis pati. Hasilnya dicatat dalam tabel
hasil. Langkah-langkah ini diulang untuk bakteri Escherichia coli.
3. Pembentukan Indol
Medium cair hidroksilat kasein disiapkan dalam tabung reaksi lalu
mulut tabung reaksi ditutup dengan kapas. Bakteri Staphylococcus aureus
diambil dari biakan pada medium agar miring dengan ose secara aseptis,
lalu diinokulasikan ke dalam medium cair hidroksilat kaseintersebut.
Selanjutnya, medium cair hidroksilat kaseinini diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 48 jam dalam inkubator. Setelah inkubasi selesai, pembentukan
indol diuji dengan penambahan1 ml eter, digojok, dan didiamkan hingga
terbentuk lapisan. Berikutnya ditambah dengan 1 ml reagen ehrlich eter
secara perlahan-lahan pada dinding tabung reaksi.Tabung reaksi tersebut
kemudian didiamkan dan diamati. Jika terbentuk cincin berwarna merah
muda, berarti bakteri tersebut dapat membentuk indol. Hasilnya dicatat
dalam tabel hasil. Langkah-langkah ini diulang untuk bakteri Escherichia
coli.

4. Reduksi Nitrat
Medium nitrat cair disiapkan dalam tabung reaksi lalu mulut
tabung reaksi ditutup dengan kapas. Bakteri Staphylococcus aureus
diambil dari biakan pada medium agar miring dengan ose secara aseptis,
lalu diinokulasikan ke dalam medium nitrat cair tersebut. Selanjutnya,
medium nitrat cair ini diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam dalam
inkubator. Setelah inkubasi selesai, reduksi nitrat diuji dengan
penambahan 1 ml asam sulfanilat dan 1 ml alpha naphthylamin, lalu
digojok. Jika terbentuk warna merah, berarti terdapat nitrit (hasil reduksi
nitrat oleh bakteri). Hasilnya dicatat dalam tabel hasil. Langkah-langkah
ini diulang untuk bakteri Escherichia coli.
5. Peptonisasi dan Fermentasi Susu
Medium cair BCPM (Bromo Cresol Purple Milk) disiapkan dalam
tabung reaksi lalu mulut tabung reaksi ditutup dengan kapas. Bakteri
Staphylococcus aureus diambil dari biakan pada medium agar miring
dengan ose secara aseptis, lalu diinokulasikan ke dalam medium cair
BCPM tersebut. Selanjutnya, medium cair ini diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 48 jam dalam inkubator. Setelah inkubasi selesai, medium cair
BCPM dalam tabung reaksi diamati.Jika terdapat endapan, berarti terjadi
peptonisasi. Jika terdapat lapisan kuning, berarti terjadi fermentasi.
Hasilnya dicatat dalam tabel hasil. Langkah-langkah ini diulang untuk
bakteri Escherichia coli.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HasilPengamatan
Tabel 1. Hasil Uji Biokimia
Kondisi Medium
No Sesudah Inokulasi & Inkubasi
Nama Uji Sebelum
. Staphylococcus Escherichia
Inokulasi
aureus coli
Fermentasi
karbohidrat
oranye, ada
merah, tidak oranye, ada
a. Glukosa cair banyak gas
ada gas sedikit gas (AG)
(AG)
merah
1.
merah, tidak merah, tidak ada kekuningan,
b. Sukrosa cair
ada gas gas (O) tidak ada gas
(A)
merah
merah, tidak oranye, ada gas
c. Laktosa cair kekuningan,
ada gas (AG)
tidak ada gas (A)
2. Hidrolisis pati bening biru (-) biru (-)
kuning, ada kuning, ada
3. Pembentukan indol kuning
lapisan (-) lapisan (-)
coklat coklat
4. Reduksi nitrat kuning
kemerahan (+) kemerahan (+)
biru, tidak
ada endapan coklat, ada coklat, ada
Peptonisasi dan
5. dan tidak endapan endapan
fermentasi susu
ada lapisan (peptonisasi) (peptonisasi)
kuning
B. Pembahasan
Berdasarkanpercobaan yang telahdilakukan, dapat dilakukan
pembahasan sebagaiberikut:
1. Fermentasi Karbohidrat
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui kemampuan bakteri
Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli dalam
menggunakan/memfermentasi beberapa jenis karbohidrat, yaitu glukosa,
sukrosa, dan laktosa sebagai sumber karbon untuk kehidupannya. Glukosa,
sukrosa, dan laktosa bagi bakteri ini disediakan dalam bentuk medium cair
dalam tabung reaksi dengan penambahan fenol red dan tabung Durham
dalam tabung reaksi. Phenol red berfungsi sebagai indikator, sedangkan
tabung Durham digunakan untuk menangkap gas yang terbentuk dari reaksi
fermentasi karbohidrat oleh bakteri. Inkubasi dengan suhu 37 oC selama 48
jam dalam inkubator berfungsi untuk menyediakan suhu optimum bagi
pertumbuhan bakteri, baik Staphylococcus aureus maupun Escherichia coli,
sesuai dengan teori Breed dkk (1957), bahwa bakteri Staphylococcus aureus
akan tumbuh optimum pada suhu 37oC dan bakteri Escherichia coli akan
tumbuh optimum pada suhu 30oC hingga 37oC.
Berdasarkan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan,
diketahui bahwa bakteriStaphylococcus aureus mampu memfermentasi
glukosa dan laktosa dalam medium cair. Fermentasi glukosa oleh bakteri ini
ditunjukkan dengan berubahnya warna medium cair yang telah ditambah
dengan phenol red, yaitu dari warna merah menjadi berwarna oranye, serta
terdapat sedikit gas dalam tabung Durham (AG). Menurut Barrow dan
Feltham (2003), phenol red bersifat peka terhadap basa dan dalam kondisi
basa ini akan berwarna merah. Bila dalam kondisi asam, phenol red akan
mengalami perubahan warna menjadi oranye hingga kuning (phenol red
sebagai indikator). Oleh karena itu, warna oranye yang didapat setelah
inkubasi menunjukkan bahwa bakteri memang menghasilkan asam dari
kegiatan fermentasi glukosanya.Hasil ini kurang sesuai dengan teori oleh
Breed dkk (1957), bahwa fermentasi oleh bakteri Staphylococcus
aureushanya menghasilkan asam tanpa gas. Glukosa merupakan
monosakarida sebagai sumber karbon dalam bentuk yang paling sederhana
dan siap pakai, sehingga mungkin Staphylococcus aureus dapat
memfermentasi glukosa lebih optimal, sehingga menghasilkan asam
maupun gas. Kemungkinan lain adalah terjadi kontaminasi oleh
mikrobia/bakteri lain (Escherichia coli) dalam medium glukosa cair
tersebut.
Fermentasi laktosa oleh bakteri Staphylococcus aureus ditunjukkan
dengan terbentuknya warna merah kekuningan dan tidak adanya gas dalam
tabung Durham (A). Hasil ini sudah sesuai dengan teori yang dikemukakan
Breed dkk (1957).Tidak terjadinya perubahan warna medium sukrosa cair
yang telah ditambah phenol red (tetap merah) dan tidak adanya gas dalam
tabung Durham (O) menunjukkan bahwa bakteri Staphylococcus aureus
tidak dapat memfermentasi sukrosa. Hal ini juga kurang sesuai dengan teori
Breed dkk (1957). Kekurangsesuaian ini mungkin dapat terjadi karena
kesalahan saat melakukan inokulasi atau karena ose yang digunakan untuk
mengambil bakteri S. aureusmasih terlalu panas sehingga bakteri ini mati
sebelum diinokulasikan.
Berdasarkan pengamatan kemampuan fermentasi berbagai jenis
karbohidrat terhadap bakteri Escherichia coli, diketahui bahwa bakteri ini
dapat memfermentasi glukosa, sukrosa, maupun laktosa. Fermentasi bakteri
E. coli terhadap glukosa dan laktosa ditunjukkan dengan perubahan warna
medium menjadi oranye (terbentuk asam) dan adanya gas dalam tabung
Durham (AG), tetapi gas hasil fermentasi glukosa lebih banyak daripada
hasil fermentasi laktosa. Hal ini dapat terjadi karena gluksoa merupakan
monosakarida yang sederhana dan dalam bentuk yang paling siap pakai
sebagai sumber karbon, sehingga bakteri ini mampu memfermentasi glukosa
dengan lebih optimal dan lebih banyak menghasilkan gas sebagai produk
buangan. Laktosa merupakan disakarida (dengan monomer galaktosa dan
glukosa) yang lebih kompleks daripada monosakarida sehingga kurang siap
pakai dan bakteri tidak dapat memfermentasi laktosa ini seoptimal
fermentasi glukosa, sehingga gas yang dihasilkan lebih sedikit. Hasil ini
sudah sesuai dengan teori Breed dkk (1957), yaitu bahwa fermentasi oleh
bakteri Escherichia colimenghasilkan asam dan gas. Fermentasi sukrosa
ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna medium dari merah
menjadi merah kekuningan (terbentuk asam) dan tidak adanya gas dalam
tabung Durham (A). Hasil ini kurang sesuai dengan teori yang dikemukakan
Breed dkk (1957), yang mungkin disebabkan karena kesalahan dan
ketidaktelitian selama melakukan percobaan. Kemampuan bakteri
Escherichia coli dalam memfermentasi glukosa, sukrosa, dan laktosa
menunjukkan bahwa bakteri ini memiliki enzim-enzim yang dapat
mengkatalis proses pendegradasian/pemecehan karbohidrat-karbohidrat
tersebut sebagai sumber energi dan makanannya.
Menurut Kusnadi (2003), reaksi fermentasi glukosa oleh Escherichia
coli dapat dituliskan sebagai berikut:
2 Glukosa + H2O → 2 asam laktat + asam asetat + etanol + 2 CO2 + 2 H2
Berdasarkan reaksi ini, dapat diketahui bahwa fermentasi juga memerlukan
molekul air. Dalam percobaan, molekul air ini diperoleh dari medium cair.
Dari reaksi ini pula diketahui bahwa asam yang dihasilkan bermacam,
sedangkan gas yang dihasilkan merupakan gas karbon dioksida.Menurut
Volk dan Wheeler (1988), reaksi fermentasi asam campuran oleh
Escherichia coliadalah sebagai berikut:

Gambar 1. Reaksi fermentasi asam campuran oleh Escherichia coli


2. Hidrolisis Pati
Percobaan hidrolisis pati ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli dalam
menghidrolisis polisakarida berupa pati.Hidrolisis merupakan proses
penyederhanaan/pemecahan suatu polimer menjadi monomer-monomernya,
dalam hal ini polimer berupa pati menjadi monomer-monomer
penyusunnya, yaitu dekstrin, maltosa, dan glukosa. Menurut Winarno
(2002), reaksi hidrolisis pati dapat dituliskan sebagai berikut:

hidrolisis hidrolisis hidrolisis


Pati/amilum dekstrin maltosa glukosa
enzim amilase

Gambar 2. Reaksi hidrolisis pati oleh enzim amilase


Inkubasi berfungsi untuk menumbuhkan bakteri (memberi suhu yang
optimum untuk pertumbuhan bakteri). Setelah inkubasi, terjadi atau
tidaknya hidrolisis pati dapat diketahui dengan menambahkan larutan
iodium, karena iodium dapat mendeteksi polisakarida (iodium sebagai
indikator).Setelah itu, didiamkan beberapa menit agar hasil inkubasi bakteri
dalam medium pati agar tersebut dapat bereaksi dengan iodium. Sisa iodium
kemudian dibuang agar tidak membanjiri petridish dan untuk
mempermudah pengamatan.
Bedasarkan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan,
diperoleh hasil pada medium pati baik yang berisi inokulum bakteri
Staphylococcus aureus maupun bakteri Escherichia coli tetap berwarna biru
setelah diberi larutan iodium, sehingga menunjukkan bahwa kedua bakteri
ini tidak dapat menghidrolisis pati. Menurut Yazid dan Lisda (2006),
pati/amilummemiliki unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks
karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk
ini menyebabkan pati/amilum dapat membentuk kompleks dengan molekul
iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya, sehingga menyebabkan warna
biru/biru tua pada kompleks tersebut.Berdasarkan teori tersebut, dapat
dikatakan bahwa warna biru ini menunjukkan dalam medium masih terdapat
pati, sehingga diketahui bahwa bakteri S. aureus dan E. coli tidak dapat
menghidrolisis pati menjadi monomer-monomernya untuk digunakan
sebagai sumber karbon bagi kehidupan mereka.Hasil ini sesuai dengan teori
Breed dkk (1957) bahwa baik bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli tidak dapat menghidrolisis pati. Hal ini disebabkan karena
pati merupakan polisakarida yang kompleks dan molekulnya berukuran
lebih besar, berada dalam bentuk yang tidak siap pakai untuk memenuhi
kebutuhan karbon bakteri, sehingga sulit dihidrolisis oleh bakteri.Kedua
bakteri ini tidak dapat menghidrolisis pati/amilum karena tidak mempunyai
enzim amilase. Apabila warna biru menghilang, artinya dalam medium
sudah tidak terdapat pati, karena pati sudah dihidrolisis oleh bakteri.

3. Pembentukan Indol
Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri
Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli dalam membentuk indol
dari medium yang mengandung asam amino triptofan.Menurut Jutono dkk
(1980), indolmerupakanzat yang berbaubusuk yang
dihasilkanolehbeberapabakteri yang ditumbuhkankedalam medium yang
mengandungasam amino triptofan.Pada percobaan ini digunakan medium
hidroksilat kasein sebagai sumber triptofan. Inkubasi berfungsi untuk
menumbuhkan bakteri (memberi suhu yang optimum untuk pertumbuhan
bakteri). Setelah inkubasi, terjadi atau tidaknya pembentukan indol oleh
kedua bakteri ini dapat diketahui dengan menambahkan eter lalu didiamkan
hingga membentuk lapisan, kemudian ditambah lagi dengan Ehrlich eter
melalu dinding tabung reaksi.
Eter berfungsi untuk membantu mengoksidasi indol atau untuk
mengekstraksi agar senyawa-senyawa lain selain indol yang terdapat dalam
tabung reaksi tersebut agar terlarut dalam eter yang bersifat nonpolar,
sehingga penambahan Ehrlich eter selanjutnya benar-benar dapat bereaksi
dengan indol saja. Setelah penambahan eter, dilakukan penggojogan dengan
vortex untuk mempercepat reaksi medium hidroksilat kasein dengan eter
yang ditambahkan. Setelah didiamkan beberapa saat, akan terbentuk lapisan
dimana lapisan eter berada di atas dan lapisan medium berada di bawah. Hal
ini dapat terjadi karena berat molekul eter lebih kecil daripada berat molekul
medium. Menurut Darmadi (2012), ehrlich eter berfungsi sebagai indikator
terjadinya pembentukan indol, yaitu ehrlich eter yang bereaksi dengan indol
akan menghasilkan cincin berwarna merah ungu di bawah lapisan eter.
Berdasarkan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan,
diketahui bahwa setelah penambahan Ehrlich eter, tidak terbentuk cincin
berwarna merah ungu pada medium yang berisi inokulum bakteri
Staphylococcus aureus maupun Escherichia coli, sehingga dapat dikatakan
bahwa kedua bakteri ini tidak dapat membentuk indol dari medium yang
mengandung asam amino triptofan.Hal ini tidak sesuai dengan teori Breed
dkk (1957), bahwa bakteri Escherichia coli biasanya dapat membentuk
indol, tetapi untuk hasil bakteri Staphylococcus aureus sudah sesuai dengan
teori Jstopar (2009). Ketidakmampuan bakteri Staphylococcus aureus untuk
membentuk indol dari medium yang mengandung asam amino triptofan
disebabkan karena bakteri tersebut tidak memiliki enzim triptofanase yang
dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis triptofan menjadi indol yang berbau
busuk. Seharusnya, bakteri Escherichia coli menunjukkan hasil positif
terhadap uji indol. Ketidaksesuaian hasil percobaan dan teori dapat terjadi
karena kesalahan selama melakukan percobaan, yaitu kemungkinan ose
yang digunakan untuk mengambil bakteri E. coli masih terlalu panas,
sehingga bakteri tersebut mati sebelum diinokulasi. Kemungkinan lainnya
adalah bakteri E. coli tidak mati tetapi enzim triptofanase yang dimilikinya
rusak akibat panas/suhu tinggi tersebut dan adanya kemungkinan
kontaminasi dari mikrobia/bakteri lain (inokulasi kurang aseptis).
Menurut Darmadi (2012), asam amino triptofan merupakan komponen
asam amino yang lazim terdapat pada protein, sehingga asam amino ini
dengan mudah dapat digunakan oleh mikroorganisme akibat penguraian
protein. Bakteri menguraikan protein membentuk asam piruvat yang
kemudian dapat digunakan sebagai sumber energinya.Menurut Salle (1961),
dekomposisi dari triptofan dilakukan oleh bakteri dengan berbagai cara
menghasilkan indol-indol berbeda seperti asam β-indol propiomik, asam β-
indol piruvat, tilamin β-indol, etil alkohol β-indol, asam β-indol asetat,
indol, asam kynuramic, dan indigotin. Indol adalah komponen pereaktif
yang diproduksi oleh bakteria dari triptofan. Triptofan adalam asam amino
yang mengandung cincin indol. Maka tes selalu spesifik terhadap
keberadaan triptofan. Kemampuan mengubah indol dijadikan ciri-ciri
identifikasi bakteri.Menurut Darmadi (2012), reaksi pembentukan indol dan
hasil uji indol dapat dituliskan sebagai berikut:

Gambar 3. Reaksi pembentukan indol dan reaksi positif hasil uji indol

4. Reduksi Nitrat
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui kemampuan bakteri
Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli dalam mereduksi nitrat
sehingga menghasilkan nitrit. Dalam percobaan ini digunakan medium nitrat
cair sebagai sumber nitrat yang akan direduksi oleh kedua bakteri. Inkubasi
berfungsi untuk menumbuhkan bakteri (memberi suhu yang optimum untuk
pertumbuhan bakteri). Setelah inkubasi, terjadi atau tidaknya reduksi nitrat
oleh bakteri dapat diketahui dengan menambahkan asam sulfanilat dan
larutan alpha naphthylamin, kemudian dilakukan penggojogan.
Penggojogan dilakukan dengan vortex, berfungsi untuk mencampurkan
asam sulfanilat dan alpha naphthylamin dengan nitrat (untuk mempercepat
reaksi). Penambahan asam sulfanilat dan alpha napthylamin dalam medium
nitrat cair berfungsi untuk membentuk kompleks warna merah, yang
merupakan tanda sudah terjadinya reduksi nitrat oleh enzim nitrat reduktase
yang dimiliki oleh bakteri (asam sulfanilat dan alpha naphthylamin sebagai
indikator). Menurut Arlita (2012), reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:

Gambar 4. Reaksi asam sulfanilat dan alpha naphthylamin dengan asam


nitrat
Berdasarkan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan,
diketahui bahwa terjadi perubahan warna medium menjadi coklat
kemerahan baik pada medium berisi inokulum bakteri Staphylococcus
aureus maupun bakteri Escherichia coli, yang menunjukkan bahwa kedua
bakteri ini dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit, sehingga keduanya
diketahui merupakan bakteri denitrifikasi. Hal ini sesuai dengan teori Breed
dkk (1957), bahwa bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
mampu menghasilkan nitrit dari nitrat. Kedua bakteri ini dapat mereduksi
nitrat menjadi nitrit karena memiliki enzim nitrat reduktase yang
mengkatalis reaksi reduksi tersebut. Menurut Arlita (2012), reaksi reduksi
nitrat menjadi nitrit dapat dituliskan sebagai berikut:

NO3- + 2H+ NO2- + H2O


nitrat reduktase nitrit
nitrat
Gambar 5. Reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit oleh enzim nitrat reduktase
5. Peptonisasi dan Fermentasi Susu
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri
Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli dalam melakukan
peptonisasi susu dan fermentasi susu. Dalam percobaan ini digunakan
Bromo Cresol Purple Milk (BCPM) sebagai medium yang mengandung
susu, kasein susu yang dapat mengalami peptonisasi, dan gula susu (laktosa)
yang dapat mengalami fermentasi. Inkubasi berfungsi untuk menumbuhkan
bakteri (memberi suhu yang optimum untuk pertumbuhan bakteri). Setelah
inkubasi, medium diamati untuk menentukan terjadi atau tidaknya
peptonisasi dan fermentasi oleh bakteri. Peptonisasi terjadi apabila terdapat
endapan pada dasar tabung reaksi, sedangkan fermentasi terjadi bila terdapat
lapisan kuning.
Berdasarkan percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan,
diketahui bahwa baik pada medium yang berisi inokulum bakteri
Staphylococcus aureus maupun Escherichia coli, terbentuk endapan
berwarna biru muda yang terdapat pada dasar tabung, tetapi tidak ditemukan
adanya lapisan kuning yang terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa kedua
bakteri ini hanya dapat mempeptonisasi kasein susu dan tidak dapat
memfermentasi gula susu/laktosa yang terdapat dalam medium BCPM.
Hasil ini kurang sesuai dengan teori Breed dkk (1957), yaitu bahwa bakteri
Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli dapat mempeptonisasi
kasein susu dengan membentuk koagulasi, serta dapat memfermentasi
laktosa dalam susu dengan menghasilkan asam.
Seharusnya kedua bakteri ini memang dapat memfermentasi laktosa
yang terdapat dalam susu, karena pada pengujian sebelumnya, yakni
pengujian fermentasi karbohidrat, kedua bakteri menunjukkan hasil positif
terhadap fermentasi laktosa dengan menghasilkan asam yang dapat
mengubah phenol red menjadi berwarna oranye. Ketidaksesuaian ini dapat
terjadi karena kesalahan selama melakukan percobaan seperti yang telah
dibahas dalam pengujian sebelumnya.
Menurut Salle (1961), peptonisasi bakteri oleh kasein susu dapat
terjadi karena kedua bakteri ini memiliki enzim renin yang dapat
menghidrolisis kasein susu sehingga menjadi parakasein dan pepton yang
terlarut dalam enzim renin tersebut.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh


kesimpulan berikut:
Bakteri Staphylococcus aureus dapat memfermentasi glukosa
dengan menghasilkan asam dan gas dan memfermentasi laktosa dengan
menghasilkan asam, tetapi tidak dapat memfermentasi sukrosa. Bakteri
Escherichia coli dapat memfermentasi glukosa dan laktosa dengan
menghasilkan asam dan gas, serta memfermentasi sukrosa dengan
menghasilkan asam.Bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri
Escherichia coli tidak dapat menghidrolisis pati.Bakteri Staphylococcus
aureus dan bakteri Escherichia coli tidak dapat membentuk indol, tetapi
keduanya dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit (bakteri
denitrifikasi).Kedua bakteri ini dapat melakukan peptonisasi terhadap
kasein susu tetapi tidak dapat memfermentasi laktosa susu.
DAFTAR PUSTAKA

Andi. 2011. Diktat Pengetahuan Bahan Pangan. http://staff.uny.ac.id/sites/default/


files/Diktat%20Pengetahuan%20Bahan%20Pangan.pdf. 17 Mei 2012.
Arlita. 2012. Identifikasi Spesies Mikroorganisme Sampel. http://
www.scribd.com/doc/48146758/Modul-II-spesies-final. 17 Mei 2012.
Barrow, G. I. dan R. K. A. Feltham. 2003. Cowan and Steel’s Manual for the
Identification of Medical Bacteria. Cambridge University Press. United
Kingdom.
Breed, R. S., E. G. D. Murray, dan Nathan R. S. 1957. Bergey`s Manual of
Determinative Bacteriology Seventh Edition. The Wiliams & Wilkins
Company. Balhinore. United State of America.
Darmadi, S. 2012. Tugas TPPP-Reaksi Hidrolisis dan Oksidasi Lemak serta Uji
Indol. http://www.scribd.com/doc/27853701/Reaksi-Hidrolisis-
Oksisdasi-Uji-Indol. 17 Mei 2012.
Dwidjoseputro, D. 1998. Dasar-DasarMikrobiologi. Djambatan. Malang.
Jstopar. 2009. Isolation of Escherichia coli, Staphylococcus aureus, and Listeria
monocytogenes from Milk Products Sold Under Market Conditions at
Agra Region. http://aas.bf.uni-lj.si/zootehnika/92-2008/PDF/92-2008-1-
83-88.pdf. 17 Mei 2012.
Kusnadi. 2003. Mikrobiologi, Common Text Book. JICA. Bandung.
O’Connor, C. 1995. Rural Dairy Technology. ILRI. United Kingdom.
Salle, A.J. 1961. Laboratory Manual on Fundamental Principle Of Bacteriology.
Mac Grew Hill. Inc. Toronto.
Volk, W. A. dan Wheeler M. F. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Erlangga.
Jakarta.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhamadiyah Malang.
Malang.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Erlangga. Jakarta.
Yazid, E. dan Lisda N. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa
Analis. Penerbit Andi. Yogyakarta.
LAMPIRAN

1. Fermentasi Karbohidrat

Foto 1. Hasil uji fermentasi glukosa, sukrosa, dan laktosa bakteri Staphylococcus aureus

Foto 2. Hasil uji fermentasi glukosa, sukrosa, dan laktosa bakteri Escherichia coli

2. Hidrolisis Pati

Foto 3. Hasil uji hidrolisis pati bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
3. Pembentukan Indol

Foto 4. Hasil uji pembentukan indol bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

4. Reduksi Nitrat

Foto 5. Hasil uji reduksi nitrat bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
5. Peptonisasi dan Fermentasi Susu

Foto 6. Hasil uji peptonisasi dan fermentasi susu bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli

Anda mungkin juga menyukai