Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FILSAFAT ILMU

MENJADI ILMUWAN YANG DAPAT DIPERCAYA

Muhadir: M. Amiruddin Latif, M.Pd.

Disusun Oleh :

KELOMPOK DELAPAN

Rendi Setiabudi (NIM 104230016)

M. Jamaris (NIM 104230023)

Ali Muhammad Ayatulloh Syarifurijal Abdulloh Dzulfaqor (NIM 104230034)

TAKHASSUS FIQIH WA USULUHU


MA’HAD ALY AL-TARMASI
PERGURUAN ISLAM PONDOK TREMAS PACITAN
TAHUN 1445 H./2024 M.
KATA PENGANTAR

Segala puji milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala, syukur kami kepadamu Ya Rabb atas selesainya

makalah kami dengan tema Moralitas Filsafat. Kami dari kelompok delapan berharap bertambahnya ta’dzim

serta ilmu kami dengan perantara makalah ini.

Terimakasih padamu Ya Rahim yang telah menciptakan mahluk luar biasa yang mampu memberikan

dampak melewati batas ruang dan waktu, serta membawa jagad raya dari pemikiran yang gelap dan sempit

menuju pemikiran universal yang terang benderang, Ya habibi Muhammad terimakasih telah lahir di dunia

yang fana ini, senantiasa kami merindukan kehadiranmu. Kami berharap ya habibi agar engkau mengaku

kami sebagai umatmu Amin.

Semoga semua pihak yang ikut andil dalam kegiatan ini seandainya belum mendapat hidayah semoga

segera mendapat hidayah, semoga Allah Azza Wa Jalla menghilangkan segala bentuk kebodohan kita,

semoga niat kita tetap lillah dan tidak belok tujuanya kepada hal fana, seandainya ada keluarganya yang

sakit semoga Allah segera memberi kesehatan dan kesembuhan, semoga segala urusan perekonomian kita

diberi kelancaran agar kita bisa berfokus untuk beribadah Allahumma Amin.

Pacitan, Januari 2024

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……...........................................................………………………………..………..I

DAFTAR ISI……………………........................................................………………………….……..….II

PENDAHULUAN………………………………………...........................................................………….1

a.Latar belakang………………………………………………..................................................................1

b.Rumusan masalah……………………………………...…......................................................................1

c.Tujuan pembahasan………………………………………......................................................................1

PEMBAHASAN……………………………………………………............................................................2

A. Tanggung Jawab Ilmuwan Demi Masa Depan Ilmu Pengetahuan…………......…………………….2

B. Etika Sebagai Moralitas Ilmu Pengetahuan................………………………………………………….4

C. Moralitas Secara Psikologi...........................................………………………………………….……..7

D. Hubungan Ilmu dan Moral..............................................................................................................7

PENUTUP…………………………………………….……………............................................................9

Kesimpulan…………………………………………………………...........................................................9

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………...……...10

II
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Peradaban manusia sudah sangatlah berkembang terutama dalam bidang ilmiah dan teknologi, semua itu

berkat keingintahuan manusia yang tiada hentinya muncul serta kerja keras mereka dalam menjawab

pertanyaan sambil memberikan bukti atau hanya sekedar teori saja. Namun disisi lain tidak semua penemuan

manusia digunakan demi keselamatan dan kedamaian bersama.

B.Rumusan Masalah

a. Tanggung jawab ilmuwan

b. Ilmu: bebas nilai atau tidak ?

c. Moralitas ilmu pengetahuan

C. Tujuan Pembahasan

Mengetahui pentingnya moralitas dalam ilmu pengetahuan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tanggung Jawab Ilmuwan Demi Masa Depan Ilmu Pengetahuan

Aholiab Watloly (2001: 207-221) telah meletakkan berbagai prinsip dasar dalam hal

memahami tanggungjawab pengetahuan dan keilmuan. Istilah tanggung jawab, secara etimologis

menunjuk pada dua sikap dasar ilmu dan ilmuwan, yaitu; tanggung dan jawab. Ilmu dan ilmuan,

termasuk lembaga keilmuan, dalam hal ini, wajib menanggung dan wajib menjawab setiap hal yang

diakibatkan oleh ilmu itu sendiri maupun permasalahan-permasalahan yang tidak disebabkan

olehnya.

Ilmuwan memiliki tanggung jawab yang sangat besar bagi kemajuan masyarakat. Bahkan

beberapa penelitian dari para ilmuwan itu mampu memberikan dampak yang luar biasa kepada dunia,

baik memberi dampak buruk maupun manfaat yang sangat merubah peradaban 1. Seperti penelitian

mengenai bomb atom dan perkembangan penelitian DNA buatan, mampu memberi kita teknologi

nuklir dan daftar perilaku serta sifat para bakteri, enzim dan mahluk mikroskopik lainnya 2. Dari dua

contoh tadi saja sudah dapat dilihat betapa besar pengaruh ilmuwan dalam peradaban dunia.

Manfaat dan akibat serta perkembangan dari penelitian para ilmuwan pada dasarnya

memanglah mustahil untuk diprediksi hasilnya 3. Meskipun demikian kita sebagai para calon ilmuwan

harus tahu dan mengakui potensi dari penemuan mereka dan bersiap untuk menjawab permasalahan

yang akan datang dari penemuan mereka itu. Jika seorang ilmuwan menemukan permasalah yang

sangat penting dalam sebuah penemuan dan akan sangat berpengaruh terhadap publik, maka seorang

ilmuwan memiliki kewajiban untuk menarik perhatian publik dan memberitahukan mengenai

masalah dalam penemuanya tersebut. Seorang ilmuwan juga bisa membuat sebuah forum publik

dengan mengundang para ahli demi mengatasi masalah dan mengembangkan penelitianya tersebut 4.

1
Marie Claude Roland dkk, On Being a Scientist: Responsible Conduct in Research, Second Edition, Washington, The National
Academy of Sciences, 1995, hal 151
2
Ibid
3
Ibid
4
Ibid

2
Contoh dalam hal ini adalah dalam penelitian DNA buatan, para biologis kala itu pernah

mengadakan penundaan sementara dalam kegiatan penelitian mereka kemudian secara teratur

membantu mengatur mekanisme untuk menyempurnakan potensi keselamatan tim biologis tersebut 5.

Membahas mengenai kewajiban seorang ilmuwan itu adalah sebuah topik yang melelahkan,

bahkan para pembuat makalah ini tidak akan sanggup merangkum semuanya. Inti poin penting dalam

pembahasan ini adalah fakta bahwa ilmu dan teknologi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan

dari masyarakat sehingga para ilmuwan tidak bisa lagi menghindar dari pandangan publik 6. Bahkan

sebagian besar pajak dari pemerintah disalurkan pada industri yang berfokus pada ilmu pengetahuan

dan teknologi7. Semakin banyak ilmuwan yang dipanggil untuk memberikan kontribusi dan

pengetahuan mereka kepada para masyarakat publik. Ilmuwan memiliki peran penting untuk

menunjukkan kepada masyarakat mengenai ilmu dan teknologi serta proses dari tahapan ilmu

pengetahuan tersebut secara menyeluruh8.

Dalam proses untuk memenuhi kewajibannya tersebut para ilmuwan harus meluangkan waktu

mereka untuk meneliti serta menerapkan pengetahuan ilmiah kepada masyarakat, sehingga

masyarakat dapat membuat keputusan dan penilaian yang tepat mengenai sebuah penemuan9. Disisi

lain terkadang beberapa ilmuwan hanya akan memilih orang tertentu untuk diberi pengetahuan

mengenai penelitiannya, karena menganggap seseorang yang bukan ahli itu tidak pantas dan tidak

memenuhi syarat untuk membuat penilaian mengenai penelitiannya tersebut 10. Alasannya cukup

sederhana, seorang ilmuwan itu harus menjunjung tinggi kehormatan mereka sesuai dengan profesi

yang mereka ambil11.

Terdapat ilmuwan yang senang dan bangga bekerja untuk masyarakat, disisi lain terdapat juga

ilmuwan yang menganggap hal ini sebagai gangguan dalam penelitian mereka serta merengut

5
Marie Claude Roland dkk, On Being a Scientist: Responsible Conduct in Research, Second Edition, Washington, The National
Academy of Sciences, 1995, hal 151
6
Ibid
7
Ibid
8
Ibid
9
Ibid
10
Ibid
11
Ibid hal 152

3
kebebasan mereka dalam berkarya 12. Namun keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan

pengetahuan ilmiah secara lebih luas tidaklah dapat dihindari, sehingga sangatlah penting bagi

seorang ilmuwan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat 13. Kejujuran, skeptisisme (mencurigai

atau mempertanyakan segala sesuatu), keadilan, setia kawan, keterbukaan, ini semua adalah beberapa

nilai yang telah membantu meningkatkan citra para ilmuwan dan dapat diakui oleh masyarakat, dan

ini semua dilakukan untuk membantu para ilmuwan dalam menghasilkan penelitian dengan

produktifitas dan kreatifitas yang tak terdandingi14.

B. Etika sebagai moralitas ilmu pengetahuan

Etika adalah kajian ilmu filsafat yang mengandung nilai dan norma serta merupakan ajaran

moral dari masyarakat15. Etika secara bahasa berasal dari kata jamak 'ethos' yaitu 'ta etha' dalam

bahasa Yunani yang memiliki makna kebiasaan, inilah kata yang digunakan Aristoteles untuk

menunjukkan etika sebagai filsafat moral16. Sedangkan moral secara bahasa berasal dari kata jamak

'mos' yaitu 'mores' dalam bahasa Latin memiliki makna adat, kebiasaan 17. Memang secara bahasa

makna etika dan moral itu sama yang membedakan hanyalah asal kata dari bahasa tersebut 18. Ada

tiga pendekatan untuk melakukan kajian tentang etika, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan

metaetika19.

1. Etika Deskriptif

Etika deskriptif merupakan pendekatan etika yang menggambarkan tingkah laku moral dalam

arti luas, misalnya tentang adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik atau buruk, tindakan-

12
Marie Claude Roland dkk, On Being a Scientist: Responsible Conduct in Research, Second Edition, Washington, The National
Academy of Sciences, 1995, hal 152
13
Ibid
14
Ibid
15
Sugiyono, Samijo, Sutopo, Apri Nuryanto. Pendidikan Beretika & Berbudaya, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014, hal 13
16
Ibid
17
Ibid
18
Ibid
19
Ibid hal 15

4
tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan20. Etika dekriptif mempelajari moralitas yang

terdapat pada individu-individu tertentu, kebudayaan tertentu, dalam waktu atau periode tertentu21.

Etika deskriptif hanya berkepentingan untuk menggambarkan atau melukiskan, atau menjelaskan

perilaku moralitas individu atau masyarakat seperti apa adanya, dan tidak memberikan penilaian 22.

Etika deskriptif kadang juga disebut etika fenomenologis, yaitu etika yang menggali fenomena

atau fakta kesadaran moral sebagaimana fakta atau fenomena yang muncul 23. Etika fenomenologis

tidak memasang sendiri norma-norma, tidak menilainya juga, serta tidak membuktikan sifat mutlak

kesadaran moral24. Dalam etika fenomenologis, individu menyadari bahwa norma-norma resmi tidak

dengan sendirinya mengikat, tetapi individu sendiri yang berhak, bahkan wajib untuk menentukan

apa yang merupakan kewajibannya, jadi individu harus mengikuti suara hatinya 25. Etika

fenomenologis menunjukkan adanya kesadaran bahwa tidak ada otoritas masyarakat apapun yang

berhak untuk mewajibkan secara mutlak 26.

2. Etika Normatif

Perdekatan yang kedua adalah etika normative, dalam pendekatan etika normatif, etikawan atau

ahli etika tidak saja menggambarkan atau melukiskan norma-norma perilaku moral pada individu

tertentu, budaya tertentu, kelompok masyarakat tertentu seperti pada etika deskriptif, tetapi ahli etika

melibatkan diri dengan memberikan penilaian tentang perilaku manusia 27. Dalam pendekatan ini ahli

etika dapat mempertanyakan norma-norma atau nilai-nilai moral yang dikajinya baik atau tidak baik,

benar atau tidak benar 28.

20
Sugiyono, Samijo, Sutopo, Apri Nuryanto. Pendidikan Beretika & Berbudaya, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014, hal 15
21
Ibid
22
Ibid
23
Ibid
24
Ibid
25
Ibid
26
Ibid
27
Ibid hal 16
28
Ibid

5
Tujuan etika normatif adalah untuk merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggung

jawabkan secara rasional dan dapat digunakan dalam pratek 29. Etika normatif adalah yang memuat

kesadaran akan kewajiban untuk senantiasa mencari norma-norma yang betul secara obyektif30. Etika

normatif berkepentingan melakukan penelitian/pencermatan secara kritis norma-norma yang

dirumuskan sebagai kewajiban moral, baik yang diwajibkan oleh lembaga, organisasi tertentu, orang

tua, sekolah atau oleh suara hati itu sendiri31. Dengan demikian tugas etika normatif juga menelaah

atau meneliti kewajiban-kewajiban moral yang secara dogmatis diajukan oleh sebuah lembaga32.

Metode dalam memerika kesadaran moral yang berupa kewajiban-kewajiban moral, baik dari suatu

lembaga, atau bahkan yang berasal dari suara hati, hal ini dinamakan metode kritis negatif33. Disebut

kritis karena tidak menerima norma konkrit apapun tanpa penelaahan/pencermatan, dinamakan juga

metode negatif karena etika tidak menentukan norma-norma mana yang harus diikuti, melainkan

akan mengikuti norma-norma yang diinginkan dan yang tak diinginkan akan disingkirkan dan

dianggap sebagai norma yang tidak dapat dipertanggungjawabkan34.

3. Metaetika

Pendekatan ketiga etika sebagai ilmu adalah metaetika. Metaetika bergerak pada taraf yang lebih

tinggi dari pada perilaku etis, yaitu pada taraf 'bahasa etis' atau bahasa yang digunakan untuk

memenuhi hasrat moral35. Contohnya saja kata seperti kata 'baik' dan 'benar', kebenaran milik setiap

individu pasti berbeda, yang benar untukku belum tentu benar untukmu, akan tetapi kata 'benar'

secara bahasa sudah melekat dengan sesuatu yang berhubungan dengan moralitas, dan sesuatu yang

melenceng dari 'kebenaran' pasti dianggap sebagai sesuatu yang merusak moral36.

29
Sugiyono, Samijo, Sutopo, Apri Nuryanto. Pendidikan Beretika & Berbudaya, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014, hal 16
30
Ibid
31
Ibid
32
Ibid
33
Ibid
34
Ibid
35
Ibid hal 17
36
Ibid

6
C. Moralitas secara psikologi

Sebagai seorang yang berwawasan luas tidaklah cukup dengan memiliki kecerdasan dan

kepintaran yang melimpah akan tetapi juga harus disertai dengan moral yang baik dan bijak 37.

Thomas Lickona (1991) menyebutkan bahwa mengetahui apa yang baik (knowing the good),

mendambakan kebaikan (desiring the good), dan perilaku baik (doing the good) adalah gambaran

dari sebuah pendidikan karakter38. Kemudian Narvest dan Rest (1995) mempertimbangkan mengenai

moral dari segi psikologis, terdapat empat komponen psikologis yang telah disebutkan:

1. Ethical Sensitivity: pandangan mengenai moralitas dan sosialitas yang adalah kemampuan untuk

memperhatikan perbuatan dan menghitung kemungkinan dari akibat yang berdampak terlibatnya pihak

lain39.

2. Ethical Judgement: kemampuan untuk menentukan pilihan terbaik secara rasional atau mampu

membuat satu pilihan alternatif lain dan mungkin lebih dari satu pilihan yang jauh lebih baik 40.

3. Ethical Motivation: berkomitmen dengan pilihan dari nilai-nilai moral yang paling dibutuhkan dalam

situasi tertentu41.

4. Ethical Action: kemauan diri untuk bertindak dan bergerak untuk melakukan sesuatu yang sudah

diputuskan42.

D. Hubungan ilmu dan moral

Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh

masyarakat43. Jikalau hasil penemuan perseorangan tersebut memenuhi syarat-syarat keilmuan maka

ia akan diterima sehagai bagian dari kumpulan ilma pengetahuan dan dapat digunakan dalam

masyarakat.

37
Sugiyono, Samijo, Sutopo, Apri Nuryanto. Pendidikan Beretika & Berbudaya, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014, hal 6
38
Ibid hal 7
39
Ibid
40
Ibid
41
Ibid
42
Ibid
43
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 237

7
Moral merupakan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan

kebenaran dan terlebih lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Moral

berkaitan dengan metafisika keilmuan maka masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan

pengetahuan ilmiah44.

Pada kenyataan sekarang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban mamusia sangat tergantung

kepada ilmu dan teknologi. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka pemenuhan kebutuhan hidup

manusia dapat dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah. Dengan diciptakannya peralatan

teknologi dibidang kesehatan, transportasi, pendidikan dan komunikasi, maka mempermudah

manusia dalam menyelesaikan pekerjaan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Namun dalam

kenyataannya apakah ilmu selalu merupakan berkah, terbebas dari hal-hal negatif yang membawa

malapetaka dan kesengsaran?

Sejak dalam tahap pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja

digunakan untuk mengusai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia dan mengusai

mereka. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi kehidupan

manusia melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri.

Dewasa ini ilmu pengetahuan bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi

reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi

namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain,

ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu mamusia mencapai tujuan hidupnya, namun

bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain ilmu

bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga

menciptakan tujuan hidup itu sendiri45.

44
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 234-235
45
Ibid hal. 231

8
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN:

Ilmu pengetahuan tanpa nilai moral akan menyebabkan kekacauan, karena manusia akan saling

memangsa satu sama lain. Ilmuwan diwajibkan untuk bermoral karena pola pikir masyarakat yang

monoton mungkin akan menyebabkan masalah bagi kelangsungan penelitian. Manusia adalah mahluk

sosial, maka dari itu mendapat kepercayaan masyarakat adalah suatu keharusan agar tercipta lingkungan

yang berpotensi menciptakan produktifitas dan kreatifitas yang luar biasa.

9
DAFTAR PUSTAKA

Roland, Marie Claude dkk, On Being a Scientist: Responsible Conduct in Research, Second
Edition, Washington, The National Academy of Sciences, 1995
Sugiyono, Samijo, Sutopo, Apri Nuryanto. Pendidikan Beretika & Berbudaya, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu, 1990

10

Anda mungkin juga menyukai