Disusun Oleh :
KELOMPOK DELAPAN
Segala puji milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala, syukur kami kepadamu Ya Rabb atas selesainya
makalah kami dengan tema Moralitas Filsafat. Kami dari kelompok delapan berharap bertambahnya ta’dzim
Terimakasih padamu Ya Rahim yang telah menciptakan mahluk luar biasa yang mampu memberikan
dampak melewati batas ruang dan waktu, serta membawa jagad raya dari pemikiran yang gelap dan sempit
menuju pemikiran universal yang terang benderang, Ya habibi Muhammad terimakasih telah lahir di dunia
yang fana ini, senantiasa kami merindukan kehadiranmu. Kami berharap ya habibi agar engkau mengaku
Semoga semua pihak yang ikut andil dalam kegiatan ini seandainya belum mendapat hidayah semoga
segera mendapat hidayah, semoga Allah Azza Wa Jalla menghilangkan segala bentuk kebodohan kita,
semoga niat kita tetap lillah dan tidak belok tujuanya kepada hal fana, seandainya ada keluarganya yang
sakit semoga Allah segera memberi kesehatan dan kesembuhan, semoga segala urusan perekonomian kita
diberi kelancaran agar kita bisa berfokus untuk beribadah Allahumma Amin.
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……...........................................................………………………………..………..I
DAFTAR ISI……………………........................................................………………………….……..….II
PENDAHULUAN………………………………………...........................................................………….1
a.Latar belakang………………………………………………..................................................................1
b.Rumusan masalah……………………………………...…......................................................................1
c.Tujuan pembahasan………………………………………......................................................................1
PEMBAHASAN……………………………………………………............................................................2
PENUTUP…………………………………………….……………............................................................9
Kesimpulan…………………………………………………………...........................................................9
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………...……...10
II
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Peradaban manusia sudah sangatlah berkembang terutama dalam bidang ilmiah dan teknologi, semua itu
berkat keingintahuan manusia yang tiada hentinya muncul serta kerja keras mereka dalam menjawab
pertanyaan sambil memberikan bukti atau hanya sekedar teori saja. Namun disisi lain tidak semua penemuan
B.Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Aholiab Watloly (2001: 207-221) telah meletakkan berbagai prinsip dasar dalam hal
memahami tanggungjawab pengetahuan dan keilmuan. Istilah tanggung jawab, secara etimologis
menunjuk pada dua sikap dasar ilmu dan ilmuwan, yaitu; tanggung dan jawab. Ilmu dan ilmuan,
termasuk lembaga keilmuan, dalam hal ini, wajib menanggung dan wajib menjawab setiap hal yang
diakibatkan oleh ilmu itu sendiri maupun permasalahan-permasalahan yang tidak disebabkan
olehnya.
Ilmuwan memiliki tanggung jawab yang sangat besar bagi kemajuan masyarakat. Bahkan
beberapa penelitian dari para ilmuwan itu mampu memberikan dampak yang luar biasa kepada dunia,
baik memberi dampak buruk maupun manfaat yang sangat merubah peradaban 1. Seperti penelitian
mengenai bomb atom dan perkembangan penelitian DNA buatan, mampu memberi kita teknologi
nuklir dan daftar perilaku serta sifat para bakteri, enzim dan mahluk mikroskopik lainnya 2. Dari dua
contoh tadi saja sudah dapat dilihat betapa besar pengaruh ilmuwan dalam peradaban dunia.
Manfaat dan akibat serta perkembangan dari penelitian para ilmuwan pada dasarnya
memanglah mustahil untuk diprediksi hasilnya 3. Meskipun demikian kita sebagai para calon ilmuwan
harus tahu dan mengakui potensi dari penemuan mereka dan bersiap untuk menjawab permasalahan
yang akan datang dari penemuan mereka itu. Jika seorang ilmuwan menemukan permasalah yang
sangat penting dalam sebuah penemuan dan akan sangat berpengaruh terhadap publik, maka seorang
ilmuwan memiliki kewajiban untuk menarik perhatian publik dan memberitahukan mengenai
masalah dalam penemuanya tersebut. Seorang ilmuwan juga bisa membuat sebuah forum publik
dengan mengundang para ahli demi mengatasi masalah dan mengembangkan penelitianya tersebut 4.
1
Marie Claude Roland dkk, On Being a Scientist: Responsible Conduct in Research, Second Edition, Washington, The National
Academy of Sciences, 1995, hal 151
2
Ibid
3
Ibid
4
Ibid
2
Contoh dalam hal ini adalah dalam penelitian DNA buatan, para biologis kala itu pernah
mengadakan penundaan sementara dalam kegiatan penelitian mereka kemudian secara teratur
membantu mengatur mekanisme untuk menyempurnakan potensi keselamatan tim biologis tersebut 5.
Membahas mengenai kewajiban seorang ilmuwan itu adalah sebuah topik yang melelahkan,
bahkan para pembuat makalah ini tidak akan sanggup merangkum semuanya. Inti poin penting dalam
pembahasan ini adalah fakta bahwa ilmu dan teknologi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari masyarakat sehingga para ilmuwan tidak bisa lagi menghindar dari pandangan publik 6. Bahkan
sebagian besar pajak dari pemerintah disalurkan pada industri yang berfokus pada ilmu pengetahuan
dan teknologi7. Semakin banyak ilmuwan yang dipanggil untuk memberikan kontribusi dan
pengetahuan mereka kepada para masyarakat publik. Ilmuwan memiliki peran penting untuk
menunjukkan kepada masyarakat mengenai ilmu dan teknologi serta proses dari tahapan ilmu
Dalam proses untuk memenuhi kewajibannya tersebut para ilmuwan harus meluangkan waktu
mereka untuk meneliti serta menerapkan pengetahuan ilmiah kepada masyarakat, sehingga
masyarakat dapat membuat keputusan dan penilaian yang tepat mengenai sebuah penemuan9. Disisi
lain terkadang beberapa ilmuwan hanya akan memilih orang tertentu untuk diberi pengetahuan
mengenai penelitiannya, karena menganggap seseorang yang bukan ahli itu tidak pantas dan tidak
memenuhi syarat untuk membuat penilaian mengenai penelitiannya tersebut 10. Alasannya cukup
sederhana, seorang ilmuwan itu harus menjunjung tinggi kehormatan mereka sesuai dengan profesi
Terdapat ilmuwan yang senang dan bangga bekerja untuk masyarakat, disisi lain terdapat juga
ilmuwan yang menganggap hal ini sebagai gangguan dalam penelitian mereka serta merengut
5
Marie Claude Roland dkk, On Being a Scientist: Responsible Conduct in Research, Second Edition, Washington, The National
Academy of Sciences, 1995, hal 151
6
Ibid
7
Ibid
8
Ibid
9
Ibid
10
Ibid
11
Ibid hal 152
3
kebebasan mereka dalam berkarya 12. Namun keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan
pengetahuan ilmiah secara lebih luas tidaklah dapat dihindari, sehingga sangatlah penting bagi
seorang ilmuwan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat 13. Kejujuran, skeptisisme (mencurigai
atau mempertanyakan segala sesuatu), keadilan, setia kawan, keterbukaan, ini semua adalah beberapa
nilai yang telah membantu meningkatkan citra para ilmuwan dan dapat diakui oleh masyarakat, dan
ini semua dilakukan untuk membantu para ilmuwan dalam menghasilkan penelitian dengan
Etika adalah kajian ilmu filsafat yang mengandung nilai dan norma serta merupakan ajaran
moral dari masyarakat15. Etika secara bahasa berasal dari kata jamak 'ethos' yaitu 'ta etha' dalam
bahasa Yunani yang memiliki makna kebiasaan, inilah kata yang digunakan Aristoteles untuk
menunjukkan etika sebagai filsafat moral16. Sedangkan moral secara bahasa berasal dari kata jamak
'mos' yaitu 'mores' dalam bahasa Latin memiliki makna adat, kebiasaan 17. Memang secara bahasa
makna etika dan moral itu sama yang membedakan hanyalah asal kata dari bahasa tersebut 18. Ada
tiga pendekatan untuk melakukan kajian tentang etika, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan
metaetika19.
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan pendekatan etika yang menggambarkan tingkah laku moral dalam
arti luas, misalnya tentang adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik atau buruk, tindakan-
12
Marie Claude Roland dkk, On Being a Scientist: Responsible Conduct in Research, Second Edition, Washington, The National
Academy of Sciences, 1995, hal 152
13
Ibid
14
Ibid
15
Sugiyono, Samijo, Sutopo, Apri Nuryanto. Pendidikan Beretika & Berbudaya, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014, hal 13
16
Ibid
17
Ibid
18
Ibid
19
Ibid hal 15
4
tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan20. Etika dekriptif mempelajari moralitas yang
terdapat pada individu-individu tertentu, kebudayaan tertentu, dalam waktu atau periode tertentu21.
Etika deskriptif hanya berkepentingan untuk menggambarkan atau melukiskan, atau menjelaskan
perilaku moralitas individu atau masyarakat seperti apa adanya, dan tidak memberikan penilaian 22.
Etika deskriptif kadang juga disebut etika fenomenologis, yaitu etika yang menggali fenomena
atau fakta kesadaran moral sebagaimana fakta atau fenomena yang muncul 23. Etika fenomenologis
tidak memasang sendiri norma-norma, tidak menilainya juga, serta tidak membuktikan sifat mutlak
kesadaran moral24. Dalam etika fenomenologis, individu menyadari bahwa norma-norma resmi tidak
dengan sendirinya mengikat, tetapi individu sendiri yang berhak, bahkan wajib untuk menentukan
apa yang merupakan kewajibannya, jadi individu harus mengikuti suara hatinya 25. Etika
fenomenologis menunjukkan adanya kesadaran bahwa tidak ada otoritas masyarakat apapun yang
2. Etika Normatif
Perdekatan yang kedua adalah etika normative, dalam pendekatan etika normatif, etikawan atau
ahli etika tidak saja menggambarkan atau melukiskan norma-norma perilaku moral pada individu
tertentu, budaya tertentu, kelompok masyarakat tertentu seperti pada etika deskriptif, tetapi ahli etika
melibatkan diri dengan memberikan penilaian tentang perilaku manusia 27. Dalam pendekatan ini ahli
etika dapat mempertanyakan norma-norma atau nilai-nilai moral yang dikajinya baik atau tidak baik,
20
Sugiyono, Samijo, Sutopo, Apri Nuryanto. Pendidikan Beretika & Berbudaya, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014, hal 15
21
Ibid
22
Ibid
23
Ibid
24
Ibid
25
Ibid
26
Ibid
27
Ibid hal 16
28
Ibid
5
Tujuan etika normatif adalah untuk merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggung
jawabkan secara rasional dan dapat digunakan dalam pratek 29. Etika normatif adalah yang memuat
kesadaran akan kewajiban untuk senantiasa mencari norma-norma yang betul secara obyektif30. Etika
dirumuskan sebagai kewajiban moral, baik yang diwajibkan oleh lembaga, organisasi tertentu, orang
tua, sekolah atau oleh suara hati itu sendiri31. Dengan demikian tugas etika normatif juga menelaah
atau meneliti kewajiban-kewajiban moral yang secara dogmatis diajukan oleh sebuah lembaga32.
Metode dalam memerika kesadaran moral yang berupa kewajiban-kewajiban moral, baik dari suatu
lembaga, atau bahkan yang berasal dari suara hati, hal ini dinamakan metode kritis negatif33. Disebut
kritis karena tidak menerima norma konkrit apapun tanpa penelaahan/pencermatan, dinamakan juga
metode negatif karena etika tidak menentukan norma-norma mana yang harus diikuti, melainkan
akan mengikuti norma-norma yang diinginkan dan yang tak diinginkan akan disingkirkan dan
3. Metaetika
Pendekatan ketiga etika sebagai ilmu adalah metaetika. Metaetika bergerak pada taraf yang lebih
tinggi dari pada perilaku etis, yaitu pada taraf 'bahasa etis' atau bahasa yang digunakan untuk
memenuhi hasrat moral35. Contohnya saja kata seperti kata 'baik' dan 'benar', kebenaran milik setiap
individu pasti berbeda, yang benar untukku belum tentu benar untukmu, akan tetapi kata 'benar'
secara bahasa sudah melekat dengan sesuatu yang berhubungan dengan moralitas, dan sesuatu yang
melenceng dari 'kebenaran' pasti dianggap sebagai sesuatu yang merusak moral36.
29
Sugiyono, Samijo, Sutopo, Apri Nuryanto. Pendidikan Beretika & Berbudaya, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014, hal 16
30
Ibid
31
Ibid
32
Ibid
33
Ibid
34
Ibid
35
Ibid hal 17
36
Ibid
6
C. Moralitas secara psikologi
Sebagai seorang yang berwawasan luas tidaklah cukup dengan memiliki kecerdasan dan
kepintaran yang melimpah akan tetapi juga harus disertai dengan moral yang baik dan bijak 37.
Thomas Lickona (1991) menyebutkan bahwa mengetahui apa yang baik (knowing the good),
mendambakan kebaikan (desiring the good), dan perilaku baik (doing the good) adalah gambaran
dari sebuah pendidikan karakter38. Kemudian Narvest dan Rest (1995) mempertimbangkan mengenai
moral dari segi psikologis, terdapat empat komponen psikologis yang telah disebutkan:
1. Ethical Sensitivity: pandangan mengenai moralitas dan sosialitas yang adalah kemampuan untuk
memperhatikan perbuatan dan menghitung kemungkinan dari akibat yang berdampak terlibatnya pihak
lain39.
2. Ethical Judgement: kemampuan untuk menentukan pilihan terbaik secara rasional atau mampu
membuat satu pilihan alternatif lain dan mungkin lebih dari satu pilihan yang jauh lebih baik 40.
3. Ethical Motivation: berkomitmen dengan pilihan dari nilai-nilai moral yang paling dibutuhkan dalam
situasi tertentu41.
4. Ethical Action: kemauan diri untuk bertindak dan bergerak untuk melakukan sesuatu yang sudah
diputuskan42.
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh
masyarakat43. Jikalau hasil penemuan perseorangan tersebut memenuhi syarat-syarat keilmuan maka
ia akan diterima sehagai bagian dari kumpulan ilma pengetahuan dan dapat digunakan dalam
masyarakat.
37
Sugiyono, Samijo, Sutopo, Apri Nuryanto. Pendidikan Beretika & Berbudaya, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014, hal 6
38
Ibid hal 7
39
Ibid
40
Ibid
41
Ibid
42
Ibid
43
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 237
7
Moral merupakan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan
kebenaran dan terlebih lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Moral
berkaitan dengan metafisika keilmuan maka masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan
pengetahuan ilmiah44.
Pada kenyataan sekarang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban mamusia sangat tergantung
kepada ilmu dan teknologi. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka pemenuhan kebutuhan hidup
manusia dapat dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah. Dengan diciptakannya peralatan
manusia dalam menyelesaikan pekerjaan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Namun dalam
kenyataannya apakah ilmu selalu merupakan berkah, terbebas dari hal-hal negatif yang membawa
Sejak dalam tahap pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja
digunakan untuk mengusai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia dan mengusai
mereka. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi kehidupan
Dewasa ini ilmu pengetahuan bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi
reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi
namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain,
ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu mamusia mencapai tujuan hidupnya, namun
bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain ilmu
bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga
44
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 1990, hal. 234-235
45
Ibid hal. 231
8
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN:
Ilmu pengetahuan tanpa nilai moral akan menyebabkan kekacauan, karena manusia akan saling
memangsa satu sama lain. Ilmuwan diwajibkan untuk bermoral karena pola pikir masyarakat yang
monoton mungkin akan menyebabkan masalah bagi kelangsungan penelitian. Manusia adalah mahluk
sosial, maka dari itu mendapat kepercayaan masyarakat adalah suatu keharusan agar tercipta lingkungan
9
DAFTAR PUSTAKA
Roland, Marie Claude dkk, On Being a Scientist: Responsible Conduct in Research, Second
Edition, Washington, The National Academy of Sciences, 1995
Sugiyono, Samijo, Sutopo, Apri Nuryanto. Pendidikan Beretika & Berbudaya, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu, 1990
10