Thematic Review
Chen L., Xiao Sihan. Perceptions, challenges and coping strategies of science
teachers in teaching socioscientific issues: A systematic review. Journal Educational
Research Review. 2021. https://doi.org/10.1016/j.edurev.2020.100377.
Author links open overlay panelLicui Chen (陈丽
翠) , Sihan Xiao (肖思汉)
a b c
Chen L., Xiao Sihan. Perceptions, challenges and coping strategies of science
teachers in teaching socioscientific issues: A systematic review. Journal Educational
Research Review. 2021. https://doi.org/10.1016/j.edurev.2020.100377.
Ozcan Gulacar a, Christian Zowada b, Sally Burke a, Aryana Nabavizadeh a, Ashley Bernardo
a
, Ingo Eilks b
Hayati Nur, Ayu N.B., Wijayadi W.A., Profil Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa
Universitas Hasyim Asy’ Ari Jombang Pada Matakuliah Biologi Dasar. Jurnal Pendidikan
Biologi. 2019. http://journal2.um.ac.id/index.php/jpb jpb.journal@um.ac.id
i
MENINGKATKAN KETERAMPILAN ARGUMENTASI MAHASISWA MELALUI
SIMULASI PhET : KASUS MEKANISME SELEKSI ALAM PADA MATAKULIAH
BIOLOGI UMUM Rachmalia Vinda Kusuma1 , Ali Mustofa2*
3
Oktaviana Nirmala Purba1, Kula Ginting2, Johannes
Hubungan Antara Self Regulated Learning dengan Self Efficacy Mahasiswa melalui
Strategi Blended Learning pada Perkuliahan Biologi Dasar
M Palennari, F Daud
Jurnal Sainsmat 10 (2), 172-177
M Palennari, Daud F. Hubungan antara Self Regulated Learning dengan Self Efficacy
Mahasiswa melalui Strategi Blenden Learning pada Perkuliahan Biologi Dasar. Jurnal
Sainsmat. 2021.
Melalui LMS, akses materi pembelajaran menjadi lebih mudah dan fleksibel. Interaksi
dengan dosen dan sesama mahasiswa juga semakin dinamis melalui fitur kolaborasi
online. Evaluasi dan pemantauan kemajuan belajar menjadi lebih efisien, sementara
akses ke sumber belajar tambahan memperkaya pengalaman belajar.
Akses materi pembelajaran agar lebih mudah dan fleksibel,
Sugrah Ugha N. Implementasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran sains. Jurnal
Humanika. 2020.
Implementasi teori belajar konstruktivisme
dalam pembelajaran sains
Nurfatimah Ugha Sugrah,
Fuadil M,
Fu
Jurnal Ilmiah Mandala Education (JIME) Vol. 8, No. 4, Oktober 2022 p-ISSN : 2442-9511,
e-2656-5862 DOI: 10.36312/jime.v8i4.4073/http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/
JIME 3013 | Pengaruh Situated Learning terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMP
(Muhammad Fuadi) Pengaruh Model Pembeljaran Situated Learning Terhadap Hasil Belajar
Fisika Siswa SMP Muhammad Fuadi1 , Asriyadin2
Fuadil M, dan Asriyadin. Pengaruh Situated Learning terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa
SMP. Jurnal Mandalanursa. 2022.
10.36312/jime.v8i4.4073/http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JIME
DOI: https://doi.org/10.15294/edukasi.v13i2.961
Kapan saja
mencakup kutipan
[PDF]
unm.ac.id
ANALISIS PENERAPAN PENDEKATAN BERBASIS SOCIO-
SCIENTIFIC ISSUES (SSI) dalam PEMBELAJARAN MATERI
BIOLOGI
SM Nur
Prosiding Seminar Nasional Biologi: Inovasi Sains & Pembelajarannya, 2023•journal.unm.ac.id
Analisis Penerapan Pendekatan Berbasis Socio-Scientific Issues (SSI) dalam Pembelajaran Materi
Biologi. Prosiding Seminar Nasional Biologi: Inovasi Sains & Pembelajarannya, 2023.
Konfigurasi: Jurnal Pendidikan Kimia dan Terapan, Vol. 6, No. 1, Januari 2022 Website:
http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/konfigurasi/index p-ISSN 2549-1679 e-ISSN 2807-
8241 36
Desrita, Afrianis N. Pengaruh Model Flipped Classroom Learning Tipe Peer Instruction
Flip Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Ikatan Kimia. Jurnal Uin Suska. 2022.
http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/konfigurasi/index
Desrita 1), Neti Afrianis 2) 1Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Kimia, FTK
i
Pengembangan strategi blended-learning pada perkuliahan biologi dasar
M Palennari, F Daud
INDONESIAN JOURNAL OF EDUCATIONAL STUDIES (IJES) 22 (1), 16-22
M Palenna
Pengembangan Strategi Blended Learning pada Perkuliahan Biologi Dasar.
M
PROGRAM STUDI DOKTOR PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2024
Hubungan Antara Self Regulated Learning dengan Self Efficacy Mahasiswa melalui Strategi
Blended Learning pada Perkuliahan Biologi Dasar
M Palennari, F Daud
Jurnal Sainsmat 10 (2), 172-177
M
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 220033101002
Menyetujui,
.......................................................
Promotor
......................................................... .........................................
Kopromotor 1 Kopromotor 2
Mengetahui:
Ketua Direktur
Program Studi Program Pascasarjana
Doktor Pendidikan Biologi, Universitas Negeri Makassar,
.............................................................. .............................................
NIP. NIP .
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 7
BAB II 8
C. Literasi Sains 21
D. Model Pembelajaran 25
F. Kerangka Pikir 29
BAB III 32
METODE PENELITIAN 32
B. Prosedur Pengembangan 35
ii
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................46
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ini sangat berperan besar terutama dalam bidang pendidikan. Berbagai terobosan dalam
genetika dan vaksinasi. Terobosan ini memberikan efek samping terkait dengan
karena itu, perguruan tinggi sebagai lembaga penghasil sumber daya manusia perlu
dunia nyata yang kompleks terkait kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
untuk mampu menciptakan relevansi antara pengetahuan biologi yang mereka pelajari
kemampuan dalam mengolah dan mengaitkan antara teori dan praktik di lapangan yang
tidak mudah (Handayani et al., 2020), maka perlu ada upaya lebih terutama dalam
pembelajaran. Pola baru dalam pembelajaran memerlukan konsep belajar baru yang
lebih mengedepankan pada kemampuan untuk memunculkan solusi atau ide dalam
sangat berperan dalam mencapai tujuan pembelajaran (Siska et al., 2020; Winarni &
Nugraheni, 2021) ini salah satunya dengan pembelajaran berbasis masalah yang ada di
masyarakat atau Socio Scientific Issue (SSI). SSI menggunakan isu/permasalahan yang
2020).
Socio-scientific issues (SSI) menjadi hal yang baru bagi Indonesia, sehingga
beberapa dosen biologi di beberapa perguruan tinggi yang ada di Sulawesi Selatan juga
belum menggunakan pendekatan SSI. Peran yang tepat dari seorang pendidik sains
adalah pembelajaran yang fokus pada aplikasi ilmiah untuk solusi masalah sosial,
khususnya masalah yang menjadi kontroversial yaitu masalah sosial ilmiah (Yerrick,
Pembelajaran biologi adalah salah satu cabang ilmu sains yang meliputi fakta
belajar yang pasif, yaitu minimnya keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran (1).
Keterampilan berpikir kritis yang rendah mempunyai implikasi yang buruk untuk
pendidikan pada tahap selanjutnya. Oleh sebab itu, keterampilan berpikir kritis harus
diujikan secara terus menerus (2) Keterampilan berpikir kritis antar wilayah di
keterampilan berpikir kritis peserta didik masih dalam kategori rendah. Saputri et al.
(2019).
dalam pemecahan masalah sosial ilmiah, padahal dalam pembelajaran sains ditekankan
penalaran dan argumentasi kritis (Driver, dkk, 2000; Jimenez-Aleixandre, dkk, 2000;
Kim & Song, 2006; Simon, dkk, 2006). Oleh karena itu, perlu pengembangan model
i
yang mampu meningkatkan kemampuan keterampilan berpikir kritis dan argumentasi
ilmiah yaitu salah satunya dengan pendekatan SSI. Namun, dalam penerapan SSI itu
sendiri akan terkendala dengan waktu yang sangat terbatas jika diterapkan di dalam
classroom tipe Per Instrcuction dimana terdapat pembelajaran dengan tipe asinkrounus
Model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped ini dapat
membantu peserta didik dalam melatih dan meningkatkan kemampuan berpikir krtitis.
Model pembelajaran flipped classroom ini bukan hanya sekedar belajar menggunakan
waktu di kelas agar pembelajaran lebih bermutu dan bisa meningkatkan pengetahuan
Tipe pembelajaran flipped di mana siswa perlu mempelajari materi dasar sebelum
memulai kelas melalui video. Saat di dalam kelas siswa disuruh menjawab pertanyaan
konseptual secara individu dan juga diberikan kesempatan untuk saling beradu argumen
terhadap soal/pertanyaan yang diberikan. Pada akhir pembelajaran siswa diberikan tes
RUMUSAN MASALAH
i
Adapun kebaruan dari penelitian ini adalah :
Penggembangan model pembelajaran Peer Instruction Flip Based Socio Scientific Issues
Learning (PIF-SSI) ini merupakan pengembangan yang perlu
Pernyataan tersebut didukung penelitian Rostikawati dan Anna pada tahun 2016.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kelima buku yang dianalisis belum memenuhi
klaim, menganalisis bukti, dan menilai berbagai sudut pandang tentang isu etika pada
topik ilmiah melalui interaksi sosial dan wacana (Zeidler et al., 2009).
issue (SSI) dalam pembelajaran IPA. Hasil wawancara dengan beberapa dosen biologi
di berbagai perguruan tinggi yang ada di Sulawesi Selatan juga belum menggunakan
ii
banyak menggunakan pendekatan lain yang dianggap sebagai pendekatan atau bahkan
metode pembelajaran yang tepat. Metode lain seperti PBL, Discovery, Inquary
mampu meningkatkan peran aktif dalam mencari informasi dan pemecahan masalah
(Astuti & Setiawan, 2013; Ulandari et al., 2019). Peran yang tepat dari seorang
pendidik sains adalah pembelajaran yang fokus pada aplikasi ilmiah untuk solusi
masalah sosial, khususnya masalah yang menjadi kontroversial yaitu masalah sosial
ilmiah (Yerrick, 2000; Sadler & Donnelly, 2006). Namun, dalam pembelajaran sains
padahal dalam pembelajaran sains ditekankan penalaran dan argumentasi kritis (Driver,
dkk, 2000; Jimenez-Aleixandre, dkk, 2000; Kim & Song, 2006; Simon, dkk, 2006).
peserta didik yang mengadopsi teori belajar konstruktivis. Sejumlah pembelajaran yang
masalah, dan pembelajaran berbasis argumen (Redhana, 2015). Dalam beberapa tahun
terakhir pentingnya argumentasi dalam pendidikan disorot secara luas yang diharapkan
i
dapat terjadi konstruktivisme sosial (Zohar & Nemet, 2002; Aufschnaiter, dkk, 2008;
Driver, dkk, 2000; Duschl & Osborne, 2002; Yerrick, 2000). Argumentasi dalam kelas
sangat penting karena dapat membantu guru untuk mengetahui kemampuan peserta
didik dalam bidang sains. Argumentasi dibutuhkan untuk mengetahui pendapat peserta
didik tentang suatu teori yang telah dikemukakan dan akan memunculkan suatu ide baru
Peran yang tepat dari seorang pendidik sains adalah pembelajaran yang fokus pada
aplikasi ilmiah untuk solusi masalah sosial, khususnya masalah yang menjadi
kontroversial yaitu masalah sosial ilmiah (Yerrick, 2000; Sadler & Donnelly, 2006).
penalaran dan argumentasi kritis (Driver, dkk, 2000; Jimenez-Aleixandre, dkk, 2000;
Kim & Song, 2006; Simon, dkk, 2006). Sehubungan dengan hal tersebut permasalahan
dalam tulisan ini diarahkan pada seberapa penting keterampilan argumentasi di era
ledakan informasi digital. Dari permasalahan tersebut penelitian ini dilakukan untuk
informasi digital.
Socio-scientific issues (SSI) menjadi hal yang baru bagi Indonesia, sehingga bahan
ajar berbasis SSI sulit ditemukan. Pernyataan tersebut didukung penelitian Rostikawati
dan Anna pada tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kelima buku yang
dan Anna, 2016). Menurut Sadler & Zeidler (2004) Socio-Scientific Issues (SSI)
melibatkan produk dan proses sains yang dapat menciptakan debat sosial dan
ii
berada di lingkungan masyarakat dan menstimulasi siswa untuk berdebat serta
isu dalam masyarakat yang berhubungan dengan sains dalam aspek sosial. SSI
memberikan peran kepada siswa untuk berpikir seperti ilmuwan dalam menyelesaikan
isu-isu sosial yang berada di masyarakat (Anggun dan Ozden, 2010). Salah satu materi
yang saat ini diperdebatkan persoalan dalam kehidupan sosial yang secara konseptual
berkaitan erat dengan sains (Anagün & Özden, 2010) dengan solusi jawaban yang
relatif atau tidak pasti. Tema yang mendukung SSI dapat luas, tetapi seringkali fokus
pada lingkungan, kesehatan, atau masalah genetik terkait. Namun, yang menjadi kendala
berpikir kritis, literasi sains dan menghadapi masalah dunia nyata yang kompleks
penyakit, rekayasa genetika, kloning, teknologi reproduksi dan vaksinasi (Robottom &
Simonneaux, 2012; Saunder & Rennie, 2011). Terobosan ini memberikan efek samping
2017). Oleh karena itu, masyarakat termasuk siswa perlu dibekali keterampilan
terhadap masalah dunia nyata yang kompleks terkait dengan kemajuan sains dan
i
teknologi (Lee, Lee, & Zeidler, 2020). Teknologi yang berkembang mendukung segala
aktivitas baik dalam upaya memenuhi kebutuhan pembelajaran (Koe et al., 2018)
penyakit, rekayasa genetika, kloning, teknologi reproduksi dan vaksinasi (Robottom &
pembelajaran (Koe et al, 2018) hingga kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan
papan. Berbagai terobosan dalam perkembangan IPTEK yang semakin mendunia antara
penyakit, rekayasa genetika, kloning, teknologi reproduksi dan lain-lain (Robottom &
Simonneaux, 2012; Saunder & Rennie, 2011). Oleh karena itu, masyarakat atau dalam
hal ini peserta didik, baik dalam lingkungan sekolah atau universitas harus memiliki
keterampilan dalam kemampuan berpikir kritis, literasi sains dan menghadapi masalah
dunia nyata yang kompleks terkait dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
ii
mengambil keputusan sosial bagi diri mereka sendiri dan masyarakat (HanTosunoglu &
informasi modern, peserta didik yang memiliki dasar pengetahuan ilmiah diharapkan
mampu berpikir kritis, mengenali fenomena ilmiah, dan berpartisipasi dalam debat
publik. Perspektif ini menekankan keterampilan literasi sains sebagai tujuan pendidikan
sains dan berfokus pada pengembangan keterampilan siswa untuk berpartisipasi aktif
penyakit, rekayasa genetika, kloning, teknologi reproduksi dan vaksinasi (Robottom &
Simonneaux, 2012; Saunder & Rennie, 2011). Terobosan ini memberikan efek samping
2017).
ini sangat berperan besar terutama dalam bidang pendidikan. Teknologi yang
pembelajaran (Koe et al., 2018) hingga kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan
papan. Perkembangan teknologi ini juga menjadikan pelaku usaha lebih kreatif lagi
(Handayani et al., 2020) dalam hal teknologi sebagai upaya untuk mempertahankan
usaha atau bisnis yang dilakukan (Saptaria & Setyawan, 2021). Kebutuhan usaha dalam
mengolah dan mengaitkan antara teori dengan praktik di lapangan tentu tidak mudah
i
(Handayani et al., 2020), perlu ada upaya lebih terutama dalam pembelajaran. Pola baru
dalam pembelajaran memerlukan konsep belajar baru yang lebih mengedepankan pada
kemampuan untuk memunculkan solusi atau ide dalam pemecahan yang dihadapi di
lingkungan. Pola pendekatan pembelajaran yang tepat sangat berperan dalam mencapai
tujuan pembelajaran (Siska et al., 2020; Winarni & Nugraheni, 2021) ini salah satunya
dengan pembelajaran berbasis masalah yang ada di masyarakat atau Socio Scientific
Issue (SSI). Pembelajaran dengan pendekatan SSI merujuk pada adanya konsep yang
dilematis antara sains dan isu atau masalah yang ada di masyarakat (El Arbid & Tairab,
2020; Subiantoro et al., 2013). SSI dapat pula diambil dari sumber yang ada di
masyarakat tentang mitos atau peristiwa yang terjadi yang dapat dijelaskan secara
ilmiah.
penyakit, rekayasa genetika, kloning, teknologi reproduksi dan vaksinasi (Robottom &
Simonneaux, 2012; Saunder & Rennie, 2011). Terobosan ini memberikan efek samping
2017). Oleh karena itu, masyarakat termasuk siswa perlu dibekali keterampilan
terhadap masalah dunia nyata yang kompleks terkait dengan kemajuan sains dan
teknologi (Lee, Lee, & Zeidler, 2020). Kemampuan literasi sains dan menjadi warga
dalam mengambil berbagai keputusan sosial bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat
era teknologi informasi modern, siswa dengan kemampuan literasi sains diharapkan
ii
mampu berpikir kritis, mengidentifikasi fenomena ilmiah, dan berpartisipasi dalam
diskusi publik. Sudut pandang tersebut menekankan pada penanaman literasi sains
sosial-sains diketahui bahwa peserta didik yang lulus dari berbagai sekolah di berbagai
negara tidak memiliki kemampuan untuk bersaing pada skala global karena tidak
memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis (Frijters et al., 2008) . Pentingnya
berpikir kritis sebenarnya telah dibuktikan semenjak zaman Socrates. Bahkan, pada
kegiatan ilmiah juga mensyaratkan pemikiran yang kritis, sangat mengejutkan melihat
Ketidakmampuan hasil pembelajaran untuk berpikir kritis telah menjadi isu nasional
yang harus segera ditanggulangi (Quitadamo et al., 2008) Seseorang diharapkan dapat
dan menantang baik bagi pendidik maupun peserta didik. Pembelajaran sains tradisional
dianggap sudah tidak sesuai lagi untuk meningkatkan pemahaman. Karena lemahnya
hubungan antara penguasaan fakta sains dan bagaimana sains digunakan, kebanyakan
peserta didik tidak dapat menyatukan keduanya dan memandang fakta serta teori
sebagai konsep yang terpisah (White et al., 2009). Pembelajaran tradisional dipandang
tidak efektif untuk memicu pemikiran yang mendalam dan retensi konsep jangka
panjang. Oleh karena itulah banyak peserta didik, terutama dalam pembelajaran Biologi,
mempunyai miskonsepsi bahwa sains paling tepat diajarkan melalui pengingatan fakta
i
dan melupakan kolaborasi dan pemecahan masalah dari penyelidikan sains. Sekalipun
tersebut karena pembelajaran sains yang dilakukan tidak sistematis dan terorganisasi
al., 2008; Darland & Jeffrey, 2012). Tantangan global menuntut dunia pendidikan untuk
lingkungannya. B
dan termotivasi untuk belajar sains dalam memahami fenomena ilmiah dan masalah
perkembangan IPTEK (Bybee, R., & McCrae, 2011; Gilbert, 2006). Namun, siswa pada
umumnya melihat sains tidak relevan bagi mereka (Stuckey et al., 2013; D. L. Zeidler,
2016). Salah satu yang dapat digunakan untuk 2 menjadikan sains relevan bagi siswa
(Owens, Sadler, & Friedrichsen, 2019, Hancock, Friedrichsen, Kinslow, & Sadler,
2019; Sadler, Romine, & Topçu, 2016; Zeidler, 2004). Socio-scientific issues (SSI)
membutuhkan penalaran moral dan evaluasi masalah seperti etika dalam proses
SSI digambarkan sebagai isu atau masalah yang memiliki hubungan konseptual
dengan sains tetapi tidak dapat diselesaikan melalui pemahaman sains saja karena isu-
ii
isu ini relevan secara sosial dan sangat spesifik (Owens et al, 2019; Yahaya, Nurulazam,
& Karpudewan, 2016). Kerangka kerja SSI menghadapkan siswa pada Kerangka kerja
SSI menghadapkan siswa pada masalah moral yang melibatkan sejumlah sudut pandang
ilmiah, sosial atau sudut pandang moral yang mungkin bertentangan dengan keyakinan
mereka (Zeidler, Sadler, Applebaum, & Callahan, 2009). Sudut pandang ini akan
wacana yang merupakan tujuan pedagogis secara umum dari SSI (Zeidler, 2014).
Kerangka SSI melatih siswa dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan isu
sosial sehari-hari dengan implikasi moral atau etika yang terkandung dalam konteks
ilmiah sehingga mendorong diskusi kritis (Wang, Chen, Lin, Huang, & Hong, 2017).
sosial, moral dan etika (Anagün & Özden, 2010; Sadler, Foulk & Friedrichsen, 2017).
Komponen-komponen dalam SSI ini akan memicu kebutuhan siswa untuk lebih banyak
informasi (konten), pemikiran kritis dan argumentasi (Zeidler & Nicols, 2009). Selain
itu sifat SSI yang terbuka, memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan
keterampilan berpikir kritis terkait dengan isu yang diberikan dengan siswa lainnya
dengan pandangan yang berbeda (Zeidler & Sadler, 2008). Inti dari SSI ini adalah upaya
bersama untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk merefleksikan isu dalam
mengevaluasi klaim, menganalisis bukti, dan menilai berbagai sudut pandang tentang
isu etika pada topik ilmiah melalui interaksi sosial dan wacana (Zeidler et al., 2009).
SSI merupakan suatu persoalan dalam kehidupan sosial yang berkaitan erat
dengan sains dengan solusi jawaban yang relatif dan tidak pasti, dimana permasalahan
yang merujuk pada persoalan sosial yang dilematis terkait sains secara konseptual,
procedural maupun teknologi. SSI dapat ditemukan dalam konteks dunia, seperti
rekayasa genetik (terapi gen, cloning atau stem sel) dan masalah lingkungan.
i
yang dilakukan dosen Pendidikan IPA belum menggunakan pendekatan socio-scientific
issue (SSI) dalam pembelajaran IPA. Hasil wawancara dengan beberapa dosen biologi
yang dianggap sebagai pendekatan atau bahkan metode pembelajaran yang tepat.
Metode lain seperti PBL, Discovery, Inquary dianggap sebagai metode yang mampu
mencari informasi dan pemecahan masalah (Astuti & Setiawan, 2013; Ulandari et al.,
2019).
peserta didik yang siap bersaing adalah dengan mengajarkan sains sebagaimana sains
tersebut terjadi di dunia nyata. Dengan kata lain peserta didik harus belajar
cara yang kreatif dan inovatif. Selain itu, peserta didik juga harus menyadari bagaimana
mereka berpikir, bukan hanya sekedar mengetahui apa yang mereka pikirkan (Bransford
& Donovan dalam Quitadamo et. al. 2008). Seberapa besar manfaat seseorang,
Keterampilan ini juga dianggap sebagai salah satu keterampilan esensial yang
menghadapkan peserta didik pada masalah dunia nyata dengan menerapkan model
pendekatan berbasis masalah dan inkuiri, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi
ii
(Redhana, 2015). Redhana (2015) menyatakan bahwa tren pembelajaran sains abad 21
thinking & problem solving, creativity & innovation. Sejalan dengan itu National
Education Association (2015) juga menyatakan ada empat kelas keterampilan yang
dan keterampilan kreativitas. Pada abad ke-21, ilmu akan memiliki dampak yang besar
pada kualitas kehidupan pribadi, lingkungan, dan ekonomi dunia, sehingga diharapkan
peserta didik memiliki literasi sains tinggi (Glynn & Muth, 1994). Sejauh ini diketahui
bahwa literasi sains mahasiswa tingkat sarjana tidak jauh berbeda dengan literasi
masyarakat pada umumnya dan hanya berbeda 10-15% dari mahasiswa pascasarjana
(Impey et al., 2011), sehingga dapat dikatakan bahwa tingginya jenjang pendidikan
belum bisa menentukan tinggi atau rendahnya tingkat literasi sains seseorang.
dan tuntutan abad ke-21 yang telah menjadi tujuan utama dalam 4 pembelajaran sains
(Carvalho et al., 2015 & Sadhu & Laksono, 2018). Penelitian internasional yang
dilakukan oleh Marin dan Halpern (2011) di California Selatan, Adeyemi (2012) di
didik masih dalam kategori rendah. Saputri et al. (2019) menjelaskan bahwa
keterampilan berpikir kritis yang rendah menunjukkan bahwa proses pembelajaran sains
et al. (2021) mengemukakan bahwa keterampilan berpikir kritis yang masih rendah
i
memahami. Hal ini disebabkan guru kurang pengetahuan dalam merencanakan dan
Crow, 2014).
Hal ini didukung oleh penelitian Astuti, 2022 dimana hasil penelitian
menunjukkan keterampilan berpikir kritis calon guru biologi IAIN Ternate (mahasiswa
biologi) berada pada kategori sangat kurang, dan juga penelitian Nursyamsi, 2023 pada
literasi sains calon guru biologi pada mahasiswa jurusan Tadris Biologi IAIN Syekh
Nurjati Cirebon pada aspek menjelaskan fenomena secara ilmiah (baik), aspek
ilmiah (buruk).
materi atau bahan ajar yang sulit dipahami oleh mahasiswa, terbatasnya waktu yang
pembelajaran yang tepat. Selain itu, peserta didik dituntut memiliki keterampilan
berpusat pada peserta didik yang mengadopsi teori belajar konstruktivis. Sejumlah
Peserta didik yang memiliki literasi sains yang kompeten dalam berkomunikasi
ii
membantu membuat keputusan serta pemecahan masalah (Shaffer et al., 2019). Dengan
kata lain, literasi sains sangat terkait dengan empat kemampuan penting abad ke-21:
berpikir kritis, berkomunikasi, memecahkan masalah, dan bekerja sama (Afandi et al.,
2019; Muyassaroh & Nurpadilah, 2021). Di mana keterampilan ini sangat penting untuk
jawab atas pencapaian literasi sains. Kemampuan literasi sains guru dan proses
pendidikan literasi sains calon guru tidak dapat dipisahkan dari kualitas literasi sains
peserta didik (Al Sultan et al., 2018; Fernández, 2018; Pahrudin et al., 2019). Calon
guru diharapkan memiliki kemampuan literasi sains yang baik agar mereka dapat
menghasilkan siswa dengan kemampuan literasi sains yang sama (Rachmatullah et al.,
2018). Sangat penting untuk meningkatkan literasi sains siswa yang akan menjadi guru
karena pembelajaran yang bermakna dapat memberdayakan literasi sains dan prestasi
belajar siswa serta mempersiapkan calon guru profesional untuk mata pelajaran sains di
sekolah dasar (Wahyu et al., 2020). ; Rosidah & Sunarti, 2017; Zainab et al., 2017.
mahasiswa Tadris Biologi IAIN Kudus secara keseluruhan masih termasuk dalam
kategori kurang, yaitu 57,36%. Indikator menjelaskan fenomena ilmiah secara tepat
berdasarkan ilmu pengetahuan termasuk dalam kategori kurang, yaitu 43,4%, dan
indikator menafsirkan data dan menarik kesimpulan secara tepat termasuk dalam
kategori tinggi, yaitu 97%. Hasil ini menunjukkan bahwa mahasiswa Tadris Biologi
IAIN Kudus secara keseluruhan masih termasuk dalam kategori kurang. Sejalan dengan
Agung Wibowo 2019, hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains
mahasiswa terhadap konsep biologi dasar untuk kedua kompetensi didominasi dalam
i
kategori nominal dengan persentase 62% hingga 80%; kemampuan yang lebih rendah
ditemukan dalam kategori fungsional dengan persentase 13% hingga 34%; dan
kemampuan dalam kategori konseptual dengan persentase 4% hingga 7%. Hasil ini
tentang sains dengan konsep dan prosedur ilmiah. Ini akan membantu siswa belajar
ilmu, memahami masalah, memahami jawaban dari berbagai informasi, seperti teks,
grafik, atau tabel, dan memahami solusi yang tepat berdasarkan fakta ilmiah.
masyarakat dalam kaitannya dengan peningkatan literasi sains siswa. Istilah "isu sosial-
ini. Isu-isu sosial-ilmiah (SSI) didefinisikan sebagai masalah atau masalah yang
kompleks yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam dan dapat menimbulkan
perdebatan (Sadler, 2004 dalam Rostikawati & Permanasari, 2016). SSI dipilih sebagai
konteks yang tepat untuk mencapai tujuan pendidikan sains karena digunakan untuk
membuat pembelajaran sains menjadi lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Hasil belajar seperti peningkatan pemahaman siswa tentang fakta sains, peningkatan
Namun, SSI masih digunakan secara terbatas di negara-negara Barat karena guru
terus percaya bahwa tujuan utama pengajaran sains adalah menyampaikan fakta dan
teori sains (Sadler, 2011). Hasil dari survei Nida, Rahayu, dan Eilks (2020) tentang
ii
pengalaman dan persepsi guru sains Indonesia terhadap SSI menunjukkan bahwa 64.6%
guru IPA SMP tidak pernah atau jarang menggunakan SSI dalam pengajaran mereka;
hanya 25.3% melakukannya kadang-kadang, dan 10.1% secara teratur. Tidak ada guru
yang menyatakan bahwa mereka menggunakan pengajaran berbasis SSI untuk seluruh
kurikulum.
Siswa juga merasa bahwa hasil pembelajaran dengan SSI relevan untuk masa
depan mereka, dalam beberapa kasus lebih relevan daripada kasus lainnya . Namun,
salah satu masalah yang menghalangi penggunaan SSI adalah tidak cukup waktu untuk
banyak waktu untuk umpan balik dan latihan. Akibatnya, waktu kelas tidak digunakan
secara efektif (Altas & Mede, 2021). Oleh karena itu, tren pendidikan terbaru fokus
pada pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang memungkinkan siswa untuk
lingkungan belajar yang mendorong mereka untuk berpartisipasi, berpikir kritis, dan
memecahkan masalah. Dalam beberapa dekade terakhir, terjadi perubahan besar dalam
Perubahan ini memungkinkan guru untuk mengalokasikan lebih banyak waktu untuk
(Alsowat, 2016).
kehidupan manusia di era society 5.0. Semua aktivitas sehari-hari manusia dipengaruhi
oleh pengaruh yang paling signifikan terjadi pada bagian pendidikan, yaitu aktivitas
i
pelajaran dan bahkan berinteraksi secara digital dengan aplikasi yang mendukung untuk
belajar dengan efektif dan mudah diakses. Sudah jelas bahwa aplikasi digital ini
digunakan sebagai alat atau media untuk memediasi dan memudahkan manusia untuk
terutama yang berkaitan dengan pembelajaran daring. Tentu saja, aplikasi-aplikasi ini
membuat lebih mudah bagi dosen untuk membuat konten pembelajaran dan mengelola
kelas mereka. Begitu pula dengan mahasiswa yang dapat menyimpan pelajaran dengan
aman dan dapat mengaksesnya kapan saja. Dosen dan mahasiswa dapat memilih
berbagai aplikasi digital yang dapat membantu mereka mengembangkan, membuat, dan
saluran YouTube, blog, vlog, atau situs web, dan mereka juga dapat menggunakan
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari rumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui:
C. Manfaat Penelitian
mudah diterapkan.
ii
Perguruan tinggi
1. Khairani Astri, E., Siburian, J., & Hariyadi, B. (2022). Pengaruh Model Project Based
Learning terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Berkomunikasi Peserta Didik: (The
Effect of Project Based Learning Model on Student’s Critical Thinking and Communication
2. https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/biotek/article/view/28581/16419
i
Menurut Mohamed Noh et al., (2017) bahwa Peran flipped
1
Beberapa penelitian yang membahas terkait keterampilan berpikir kritis yang telah
Beberapa hasil penelitian yang mengkaji keterampilan berpikir kritis di Indonesia telah
dilakukan. Penelitian Fuad et al. (2017) menunjukkan bahwa 96 peserta didik SMP di Kediri
memiliki nilai rata-rata sebesar 21.89 dengan kategori rendah. Penelitian Fauzi (2019)
menunjukkan bahwa 89 peserta didik di Kota Malang masih rendah pada seluruh jenjang
kelas. Selain itu, Ridho et al. (2019) menunjukkan bahwa 27 peserta didik di Batang, Jawa
Tengah sebesar 35.2 dengan kategori rendah. Keterampilan berpikir kritis dalam setiap
indikatornya menunjukkan bahwa 31% peserta didik mampu membuat penjelasan dasar,
61% peserta didik mampu membangun keterampilan dasar, 17% peserta didik mampu
lebih lanjut, serta 20% mampu membuat strategi dan teknik solusi pemecahan masalah.
2
3
Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang menghasilkan sumber daya
manusia yang berpeluang besar untuk mencapai potensi yang tinggi dalam prestasi
akademiknya. Berdasarkan penelitian dalam berbagai bidang seperti sosial-sains diketahui
bahwa peserta didik yang lulus dari berbagai sekolah di berbagai negara tidak memiliki
kemampuan untuk bersaing pada skala global karena tidak memiliki kemampuan untuk berpikir
secara kritis (Frijters et al., 2008)
Perguruan tinggi
Perguruan tinggi perlu menyiapkan kompetensi lulusan sesuai dengan dunia kerja
sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas. Untuk menghasilkan sumber daya
unggul, lulusan tidak hanya memiliki kemampuan hard skill tetapi juga kemampuan
soft skills. Bahkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harvard
University,Carnegie Foundation dan Stanfird Research Center, Mengatakan bahwa
“soft skill bertanggung jawab sebesar 85% bagi kesuksesan karir seseorang,
sementara hanya 15% disematkan kepada hard skill (Yanti, 2021, https://ojs.stit-
syekhburhanuddin.ac.id/index.php/mauizhah/article/view/68/65).
literasi digital. Diperkirakan dalam 20 tahun ke depan, 90% dari seluruh pekerjaan
akan membutuhkan penggunaan teknologi digital sehingga mahasiswa perlu
beradaptasi dengan teknologi baru. Namun, belum banyaknya peneliti yang
mengembangkan penelitian mengenai literasi digital.
Diperkirakan dalam 20 tahun ke depan, 90% dari seluruh pekerjaan akan membutuhkan
penggunaan teknologi digital.
Banyak perusahaan yang kesulitan merekrut orang-orang yang memiliki keterampilan digital.
4
Untuk hidup, belajar dan bekerja dalam masyarakat digital, siswa tidak hanya akan
mengembangkan keterampilan digital yang dibutuhkan oleh perusahaan saat ini, tetapi juga
kepercayaan diri dan keterampilan yang lebih dalam untuk memajukan karir mereka dan
beradaptasi serta beradaptasi dengan teknologi baru.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Andreas (2018) yang menyimpulkan
kompetensi soft skills lulusan perguruan tinggi belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dunia
kerja.
Menurut Mathew, S. M., & Reddy, J. K. (2018). Soft skills of secondary level teachers.
International Journal of Research, 7, 374-378. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/329154117 ,
Bahkan hasil penelitian penelitian yang dilakukan oleh Harvard University, Carnegie Foundation
dan Stanford Research Center, Amerika Serikat mengatakan bahwa “soft skill bertanggung jawab
sebesar 85% bagi kesuksesan karir seseorang, sementara hanya 15% disematkan kepada hard
skill.
Untuk menyusun narasi latar belakang dari penelitian "Pengembangan Model Peer Instruction
Flip Based Socio Scientific Issue Learning (PIF-SSI) Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir
6
Kritis dan Argumentasi Ilmiah Mahasiswa pada Pembelajaran Biologi", Anda dapat
menggunakan narasi berikut:
Dalam memahami kehidupan dan fenomena alam, biologi memegang peranan penting,
menyediakan landasan bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi dan memecahkan masalah
kehidupan nyata. Dengan meningkatnya kompleksitas isu sosiosaintifik seperti perubahan iklim,
bioetika, dan keamanan pangan, pembelajaran biologi tidak lagi hanya tentang menghafal konsep,
melainkan membutuhkan pengembangan keterampilan berpikir kritis dan argumentasi ilmiah.
Keterampilan ini esensial untuk menganalisis informasi, mengevaluasi bukti, dan membuat
keputusan berdasarkan penalaran ilmiah.
Namun, tantangan muncul dalam pendidikan biologi saat ini, di mana metode pengajaran
tradisional seringkali tidak mencukupi untuk mengaktifkan potensi penuh berpikir kritis dan
argumentasi ilmiah mahasiswa. Kesenjangan ini mengindikasikan perlunya paradigma
pembelajaran yang lebih interaktif dan aplikatif, yang mampu mengintegrasikan konsep biologis
dengan isu sosial dan ilmiah yang relevan.
Model Peer Instruction (PI) dan Flipped Learning menawarkan solusi potensial, dengan PI
memfasilitasi diskusi antar peer yang mendalam dan Flipped Learning memungkinkan eksplorasi
konten di luar kelas, memaksimalkan waktu tatap muka untuk pembelajaran yang berfokus pada
siswa. Penggabungan kedua metode ini dalam model Peer Instruction Flip Based Socio Scientific
Issue Learning (PIF-SSI) dirancang untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan
argumentasi ilmiah mahasiswa. Melalui model ini, mahasiswa diharapkan dapat lebih aktif terlibat
dalam pembelajaran, merenungkan dan mendebatkan isu-isu biologis kontemporer dalam konteks
yang lebih luas dan multidisiplin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menguji efektivitas model PIF-SSI dalam
konteks pembelajaran biologi, dengan harapan bahwa ini akan memperkaya literatur pendidikan
biologi dan menawarkan wawasan baru dalam metodologi pengajaran. Dengan meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan argumentasi ilmiah, mahasiswa biologi akan lebih siap
menghadapi tantangan global yang kompleks, memberikan kontribusi yang berarti bagi
masyarakat dan ilmu pengetahuan.
7
Dalam era global yang ditandai dengan pertumbuhan pengetahuan yang cepat dan perubahan
sosial yang dinamis. Mahasiswa diharapkan tidak hanya memahami teori dan prinsip sains, tetapi
juga mampu menerapkannya dalam konteks sosial dan etis yang lebih luas. Munculnya isu
sosiosaintifik, seperti perubahan iklim, keamanan pangan, dan etika dalam bioteknologi, menuntut
pendidikan sains yang dapat mengintegrasikan pembelajaran ilmiah dengan pemahaman sosial
yang mendalam.
Namun, tantangan muncul dalam praktik pendidikan sains saat ini, sistem pendidikan yang
dominan sering kali menekankan pada penghapalan fakta dan konsep daripada penerapan
8
keterampilan berpikir kritis dan argumentasi dalam konteks nyata, kurangnya integrasi antara
teori dan praktik, serta minimnya konteks pembelajaran yang berhubungan dengan isu-isu global
nyata. Hal ini menyebabkan kurangnya kesiapan mahasiswa dalam menghadapi masalah
kompleks dan dinamis di luar lingkungan akademis.
Model Peer Instruction Flip Based Socio Scientific Issue Learning (PIF-SSI) diusulkan sebagai
inovasi pendidikan untuk mengatasi kesenjangan ini. Model ini merupakan integrasi dari metode
peer instruction, yang meningkatkan interaksi dan diskusi peer-to-peer; flipped classroom, yang
memaksimalkan pemanfaatan waktu kontak di kelas untuk aktivitas pembelajaran yang
mendalam; serta pendekatan socio-scientific issues (SSI), yang melibatkan siswa dalam
pembelajaran berbasis masalah nyata yang relevan secara sosial dan ilmiah. Model ini
menekankan pengembangan berpikir kritis dan argumentasi ilmiah, membekali mahasiswa untuk
menghadapi tantangan kompleks di era modern.
Dalam era global yang ditandai dengan pertumbuhan pengetahuan yang cepat dan
perubahan sosial yang dinamis. Mahasiswa diharapkan tidak hanya memahami teori dan prinsip
sains, tetapi juga mampu menerapkannya dalam konteks sosial dan etis yang lebih luas.
Munculnya isu sosio saintifik, seperti perubahan iklim, keamanan pangan, dan etika dalam
bioteknologi, menuntut pendidikan sains yang dapat mengintegrasikan pembelajaran ilmiah
dengan pemahaman sosial yang mendalam.
Namun, tantangan muncul dalam praktik pendidikan sains saat ini, di mana sistem
pendidikan yang sering kali menekankan pada penghapalan fakta dan konsep daripada penerapan
keterampilan berpikir kritis dan argumentasi dalam konteks nyata, kurangnya integrasi antara
teori dan praktik, serta minimnya konteks pembelajaran yang berhubungan dengan isu-isu global
9
nyata. Hal ini menyebabkan kurangnya kesiapan mahasiswa dalam menghadapi masalah
kompleks dan dinamis di luar lingkungan akademis.
Model Peer Instruction Flip Based Socio Scientific Issue Learning (PIF-SSI) diusulkan
sebagai inovasi pendidikan untuk mengatasi kesenjangan ini. Model ini merupakan integrasi dari
metode peer instruction, yang meningkatkan interaksi dan diskusi peer-to-peer, flipped
classroom, yang memaksimalkan pemanfaatan waktu tatap muka di kelas untuk aktivitas
pembelajaran yang mendalam, serta pendekatan socio-scientific issue (SSI), yang melibatkan
mahasiswa dalam pembelajaran berbasis masalah nyata yang relevan secara sosial dan ilmiah.
Dengan memfokuskan pada isu sosiosaintifik, penelitian ini tidak hanya meningkatkan kesadaran
mahasiswa tentang implikasi ilmiah dan sosial dari sains tetapi juga memperkuat keterampilan
kritis dan argumentatif mereka, yang vital dalam menghadapi tantangan global.
Penelitian ini bertujuan mengembangkan model pembelajaran yang tidak hanya
meningkatkan pengetahuan sains, tetapi juga memfasilitasi pengembangan keterampilan kognitif
tingkat tinggi, serta berpikir kritis dan argumentasi ilmiah, sehingga mahasiswa tidak hanya
memahami teori tetapi juga dapat menerapkannya dalam konteks nyata dan isu-isu yang
memerlukan pertimbangan etis dan ilmiah.
10