Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK

PERKEMBANGAN INDIVIDU DAN PERKEMBANGAN EMOSI

Tugas ini untuk memenuhi Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik

Dosen Pengampu : Rien Anitra, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh :

Aldo 11308505210004

Putri Nurrany 11308505210096

Ramadhandi 11308505210099

DEPARTEMEN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SINGKAWANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Perkembangan Individu dan Perkembangan Emosi” untuk memenuhi tugas mata
kuliah Perkembangan Peserta Didik .

Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk


menambah wawasan pembaca serta memiliki pemahaman berkaitan dengan
pembelajaran Perkembangan Individu dan Perkembangan Emosi. Penulis
menyadari bahwa makalaah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu
penulis menyampaikan permohonan maaf serta mengharapkan kritik dan saran
pembaca, akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Individu.............................................................................3
B. Perbedaan Individu Peserta Didik.....................................................3
C. Karakteristik Individu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan...6
D. Pengertian Emosi.................................................................................7
E. Bentuk-Bentuk Emosi.........................................................................8
F. Karakteristik Perkembangan Emosi Remaja...................................8
G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Remaja................................................................................................10
H. Upaya Mengembangkan Emosi Remaja dan Implikasinya Bagi
Pendidikan.........................................................................................13

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN..................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Perkembangan dapat diartikan perubahan yang progresif dan kontinyu
dari mulai masa konsepsi sampai meninggal. Remaja termasuk kedalam
individu yang banyak mengalami masalah pertumbuhan dan
perkembangan khususnya menyangkut dengan penyesuaian diri terhadap
tuntutan lingkungan dan masyarakat serta orang dewasa. Masalah yang
sering terjadi pada perkembangan intelektual dan emosional remaja
adalah ketidakseimbangan antara keduanya.
Pembelajaran kadang tidak selalu disukai oleh peserta didiknya,
sehingga banyak tujuan pembelajaran yang tidak tercapai. Ini
dilatarbelakangi oleh kurangnya pemahaman dari sang pendidik akan
perkembangan emosi dan jiwa peserta didiknya, khususnya remaja.
Sebab, dalam usia remaja perubahan emosi dan psikologis sangat pesat
sekali. Gejala- gejala emosi para remaja seperti perasaan sayang. marah,
takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus
asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik.
Sebagai pendidik mengetahui setiap aspek tersebut dan hal yang
lain merupakan sesuatu yang terbaik sehingga perkembangan remaja
sebagai peserta didik berjalan dengan normal tanpa ada mengalami
gangguan dan dapat menentukan keberhasilan individu tersebut dalam
rangka pencapaiannya menjadi manusia yang ideal. Atas dasar itulah,
makalah ini akan membahas mengenai proses perkembangan individu.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan individu?
2. Apa saja perbedaan individu peserta didik?
3. Bagaimana karakteristik individu dan implikasinya terhadap
pendidikan?
4. Apa yang dimaksud dengan perkembangan emosi?
5. Apa saja bentuk-bentuk emosi?
6. Bagaimana karakteristik perkembangan emosi remaja?
7. Bagaimana upaya mengembangkan emosi remaja dan
implikasinya bagi pendidikan?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian perkembangan individu
2. Mengetahui apa saja perbedaan individu peserta didik
3. Mengetahui bagaimana karakteristik individu dan implikasinya
terhadap pendidikan
4. Mengetahui pengertian perkembangan emosi
5. Mengetahui apa saja bentuk-bentuk emosi
6. Mengetahui bagaimana karakteristik perkembangan emosi remaja
7. Mengetahui bagaimana upaya mengembangkan emosi remaja dan
implikasinya bagi pendidikan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Individu
Sebagai organisme yang sedang tumbuh dan berkembang, peserta
didik dipandang sebagai individu yang berbeda antara satu dengan yang
lainya. Secara etimologi, istilah individu berasal dari kata latin “indi-
viduum”, yang berarti tidak dapat dibagi, persorangan atau pribadi. Dalam
Bahasa Inggris, individu berasal dari kata “in” dan “divided”. Kata “in”
salah satunya mengandung pengertian “tidak”, sedangkan “divided”
artinya “terbagi”. Jadi, individu artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan.
Menurut Zakiah Deradjat dalam Desmita (2012), individu adalah manusia
perseorangan yang memiliki pribadi/jiwa sendiri, dimana dengan
kekhususan jiwa tersebut menyebabkan individu yang satu berbeda dengan
individu yang lain.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa manusia sebagai
makhluk individual yang berarti bahwa manusia itu merupakan pribadi
yang tidak dapat dibagi atau tidak dapat dipisahkan dari jiwa dan raganya,
rohani dan jasmaninya serta memiliki tingkah laku yang berbeda dengan
manusia lainnya.
B. Perbedaan Individu Peserta Didik
Setiap anak adalah unik, karena setiap anak memiliki penampilan,
kemampuan, tempramen, minat dan sikap yang berbeda-beda. Sebagai
pribadi yang unik, individu memiliki sifat-sifat atau karakteristik yang
menjadikannya berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan inilah yang
disebut dengan perbedaan individual (individual differences).
Secara umum, perbedaan individual dapat dibedakan menjadi dua
cara, yaitu perbedaan secara vertikal dan perbedaan secara horizontal.
Perbedaan vertikal adalah perbedaan individu dalam aspek jasmaniah,
seperti: bentuk, tinggi, besar, kekuatan, dan sebagainya. Sedangkan
perbedaan horizontal adalah perbedaan adalah perbedaan individu dalam

3
aspek mental, seperti: tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi,
tempramen, dan sebagainya. Berikut ini adalah uraian dari beberapa aspek
perbedaan individual peserta didik.
1. Perbedaan Fisik-motorik
Perbedaan individual dalam fisik tidak hanya terbatas pada aspek-
aspek yang teramati oleh pancaindra, seperti: bentuk atau tinggi badan,
warna kulit, warna mata atau rambut, jenis kelamin, nada suara atau bau
keringat, melainkan juga mencakup aspek-aspek fisik yang tidak dapat
diamati melalui pancaindra, tetepi hanya dapat diketahui setelah dilakukan
pengukuran, seperti usia, kekuatan badan atau kecepatan lari, golongan
darah, pendengaran, pengelihatan dan sebagainya.
Perbedaan aspek fisik juga dapat dilihat dari kesehatan peserta
didik, seperti kesehatan mata yang berkaitan langsung dengan penerimaan
materi pelajaran di kelas. Misalnya, akan ditemui adanya peserta didik
yang mengalami gangguan penglihatan, seperti: rabun jauh, rabun dekat,
rabun malam, buta warna, dan sebagainya.
2. Perbedaan Integelensi
Secara umum integelensi dapat dipahami sebagai kemampuan
untuk beradaptasi dengan situasi yang baru secara cepat dan efektif,
kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, dan
kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajarinya dengan
cepat.
Setiap peserta didik memiliki integelensi yang berbeda, ada anak
yang memiliki integelensi tinggi, sedang dan rendah. Untuk mengetahui
tinggi rendahnya integelensi peserta didik, para ahli telah mengembangkan
instrumen yang dikenal dengan "tes integelensi" yang kemudian lebih
populer dengan istilah Intelligence Quotient, disingkat IQ.
Dengan adanya perbedaan integelensi pada peserta didik, maka
guru di sekolah akan menghadapi anak-anak yang cerdas, anak yang dapat
berfikir kreatif dan abstrak, anak yang dapat menyelesaikan masalah.
Tidak hanya anak yang cerdas, guru juga akan menghadapi anak-anak

4
yang kurang cerdas, sangat lambat dan bahkan hampir tidak mampu
mengatasi suatu masalah yang mudah sekalipun.
3. Perbedaan Kecakapan Bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat
penting dalam proses belajar di sekolah. Menurut Desmita (2012),
kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan
buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang bermakna,
logis, dan sistematis.
Kemampuan berbahasa anak berbeda-beda, ada anak yang dapat
berbicara dengan lancar, singkat dan jelas, tetapi ada pula anak yang
gagap, berbicara berbelit-belit dan tidak jelas. Kemampuan kecakapan
berbahasa pada anak ini sangat dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti
factor kecerdasan, pembawaan, lingkungan, fisik, terutama organ bicara,
dan sebagainya.
4. Perbedaan Psikologis
Perbedaan individual peserta didik juga terlihat dari aspek
psikologisnya. Ada anak yang mudah tersenyum, ada anak yang gampang
marah, ada yang berjiwa sosial, ada yang sangat egoistis, ada yang
cengeng, ada yang pemalas, ada yang rajin, ada yang pemurung, dan
sebagainya.
Dalam proses pendidikan di sekolah, perbedaan aspek psikologis
ini sering menjadi persoalan, terutama aspek psikologis yang menyangkut
masalah minat, motivasi dan perhatian peserta didik terhadap materi
pelajaran yang disajikan guru.
Persoalan psikologis memang sangat kompleks dan sangat sulit
dipahami secara tepat, sebab menyangkut apa yang ada di dalam jiwa dan
perasaan peserta didik. Guru dituntut untuk mampu memahami fenomena-
fenomena psikologis peserta didik yang rumit tersebut.
Salah satu cara yang mungkin dilakukan dalam menyelami aspek
psikologis peserta didik ini adalah dengan melakukan pendekatan kepada
peserta didik secara pribadi. Guru harus menjalin hubungan yang akrab

5
dengan peserta didik, sehingga mereka mau mengungkapkan isi hatinya
secara terbuka. Dengan cara ini memungkinkan guru dapat mengenal siapa
sebenarnya peserta didik sebagai individu, apa keinginan-keinginannya,
kebutuhan-kebutuhan apa yang ingin dicapainya, masalah-masalah apa
yang tengah dihadapinya, dan sebagainya. Dengan mendekati dan
mengenal peserta didik secara mendalam, guru pada gilirannya dapat
mencari cara-cara yang tepat untuk memberikan bimbingan dan
membangkitkan motivasi belajar mereka.
C. Karakteristik Individu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Karakteristik individu adalah keseluruhan kelakuan dan
kemampuan yang ada pada individu sebagai hasil dari pembawaan dan
lingkungannya. Dalam menjelaskan karakteristik-karakteristik individu,
baik dalam hal fisik, mental maupun emosional ini biasanya digunakan
istilah nature dan nurture.
Menurut Desmita (2012), Nature (alam, sifat dasar) adalah
karakteristik individu atau sifat khas seseorang yang dibawa sejak kecil
atau yang diwarisi sebagai sifat pembawaan, sedangkan nurture
(pemeliharaan, pengasuhan) adalah faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi individu sejak dari masa pembuahan sampai selanjutnya.
Adanya karakteristik individu yang dipengaruhi oleh faktor
bawaan dan lingkungan tersebut jelas membawa implikasi terhadap proses
pendidikan disekolah. Dalam hal ini, proses pendidikan di sekolah harus
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik secara individu. Ini berarti
bahwa di dalam proses belajar mengajar, setiap individu peserta didik
memerlukan perlakuan yang berbeda, sehingga strategi dan usaha
pelaksanaannya pun akan berbeda-beda dan bervariasi.
Pada umumnya, pada jam pelajaran yang sama, guru mengajarkan
bahan pelajaran yang sama dengan cara yang sama, sehingga perbedaan
individu tersebut sama sekali diabaikan. Menurut R. Ibrahim dan Nana
Syaodih S (2003), pengajaran yang bersifat klasikal ini dapat
disempurnakan dengan cara-cara sebagai berikut:

6
1. Dalam mengajar, hendaknya guru menggunakan metode atau
strategi belajar mengajar yang bervariasi. Sebab dengan variasi
tersebut diharapkan beberapa perbedaan kemampuan anak dapat
terlayani.
2. Hendaknya digunakan alat atau media pengajaran. Penggunaan
media atau alat-alat pengajaran dapat membantu siswa-siswa yang
mempunyai kelemahan tertentu. Anak yang kemampuan abstraknya
kurang, dapat dibantu dengan alat peraga yang konkrit. Sementara
anak yang pendengarannya kurang, dapat diabntu dengan
penglihatan.
3. Hendaknya guru memberikan bahan pelajaran tambahan kepada
anak-anak yang pandai, untuk mengimbangi kepandaiannya. Bahan
tambahan tersebut dapat berupa bahan bacaan, soal-soal yang harus
dipecahkan dan sebagainya.
4. Hendaknya guru memberikan bantuan atau bimbingan khusus
kepada anak-anak yang kurang pandai atau lambat dalam belajar.
Bantuan atau bimbingan dapat diberikan pada jam pelajaran
ataupun di luar jam pelajaran.
5. Pemberian tugas-tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan
kemampuan anak.
D. Pengertian Emosi
Pada hakekatnya, setiap individu mempunyai emosi. Dari awal
memulai hari sampai waktu tidur dimalam hari. Emosi timbul dari setiap
pengalaman yang dirasakan atau perasaan yang khas terhadap suatu hal
dan berdampak pada tingkah laku setiap individu. Menurut Daniel
Goleman dalam Asrori (2005), mendefinisikan emosi yang merujuk
kepada makna yang paling harfiah yang diambil dari “Oxford English
Dictionary” yang memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-
luap.

7
Dengan demikian, emosi dapat diartikan sebagai reaksi yang
timbul karena suatu rangsanggan sehingga menyebabkan perubahan
tingkah laku individu yang ditandai dari perasaan yang khas dan
mengandung kemungkinan untuk meletus.
E. Bentuk-Bentuk Emosi
Meskipun emosi itu sedemikian kompleksnya, namum menurut
Daniel Goleman dalam Asrori (2005), mengidentifikasi beberapa
kelompok emosi, yaitu:
a. Amarah; didalamnya meliputi beringas, mengamuk, benci,
jengkel, kesal hati, terganggu, tersinggung, bermusuhan, tindak
kekerasan, dan kebencian patologis.
b. Kesedihan; didalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram,
melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan
depresi.
c. Rasa takut; didalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir,
waswas, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, panik, dan fobia.
d. Kenikmatan; didalamnya meliputi bahagia, gembira, ringan, puas,
riang,senang, terhibur, bangga, rasa terpenuhi, dan girang.
e. Cinta; didalamnya meliputi penerimaan, persahabatan,
kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran,
dan kasih sayang.
f. Terkejut; didalamnya meliputi takjub, terpesona, dan terpana.
g. Jengkel; didalamnya meliputi hina, jijik,, muak, mual, benci, tidak
suka, dan mau muntah.
h. Malu; didalamnya meliputi rasa bersalah, kesal hati, menyesal,
hina, aib, dan hati hancur lebur.
Dari deretan daftar emosi tersebut, berdasarkan temuan penelitian
Paul Ekman dari University of California di San Francisco, ternyata ada
bahasa emosi yang dikenal oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia, yakni
emosi yang diwujudkan dalam bentuk ekspresi wajah yang didalamnya
mengandung emosi takut, marah, sedih, dan senang.

8
F. Karakteristik Perkembangan Emosi Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke
masa dewasa. Pada masa ini remaja mengalami perkembangan mencapai
kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Karena berada pada masa
peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, maka status remaja
agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya.
Secara garis besar, masa remaja dapat dibagi ke dalam empat
periode , yaitu periode pra remaja, remaja awal, remaja tengah, dan remaja
akhir. Adapun karakteristik untuk setiap periode ada sebagaimana
dipaparkan berikut ini.
1. Periode Praremaja
Selama periode ini terjadi gejala-gejala yang hampir sama antara
remaja pria maupun wanita. Perubahan fisik belum tampak jelas, tetapi
pada remaja putri biasanya memperlihatkan penambahan berat badan yang
cepat sehingga mereka merasa gemuk. Gerakan-gerakan mereka mulai
menjadi kaku. Perubahan ini disertai sifat kepekaan terhadap rangsangan
dari luar dan respon mereka biasanya berlebihan sehingga mereka mudah
tersinggung dan cengeng tetapi juga cepat merasa senang, atau bahkan
meledak-ledak.
2. Periode Remaja Awal
Pada periode ini perkembangan fisik yang semakin tampak, adalah
perubahan fungsi alat kelamin. Karena perubahan alat semakin nyata,
remaja seringkali mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan itu. Akibatnya, tidak jarang mereka cenderung
menyendiri sehingga merasa terasing, kurang perhatian dari orang lain,
atau bahkan merasa tidak ada orang yang mau mempedulikannya. Kontrol
terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka cepat marah dengan cara-cara
yang kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya. Perilaku seperti ini
sesungguhnya terjadi karena adanya kecemasan terhadap dirinya sendiri
sehingga muncul dalam reaksi yang kadang-kadang tidak wajar.
3. Periode Remaja Tengah

9
Tanggung jawab hidup yang harus semakin ditingkatkan oleh
remaja, yaitu mampu memikul sendiri juga menjadi masalah tersendiri
bagi mereka. Karena tuntutan peningkatan tanggung jawab tidak hanya
datang dari orang tua atau anggota keluarganya tetapi juga dari masyarakat
sekitarnya. Akibatnya,remaja seringkali ingin membentuk nilai-nilai
mereka sendiri yang mereka anggap benar, baik, dan pantas untuk
dikembangkan di kalangan mereka sendiri. Lebih-lebih jika orang tua atau
orang dewasa di sekitarnya ingin memaksakan nilai-nilainya agar dipatuhi
oleh remaja tanpa disertai dengan alasan yang masuk akal menurut
mereka.
4. Periode Remaja Akhir
Selama periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang
dewasa dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang
semakin dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan masyarakat mulai
memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka. Interaksi
dengan orang tua juga menjadi lebih bagus dan lancar karena mereka
sudah memiliki kebebasan penuh serta emosinya pun mulai stabil. Pilihan
arah hidup sudah semakin jelasdan mulai mampu mengambil pilihan dan
keputusan tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana meski belum bisa
secara penuh. Mereka juga mulai memilih cara-cara hidup yang dapat
dipertanggungjawabkan terhadap dirinya sendiri, orang tua dan
masyarakat.
G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja
perkembangan emosi remaja pada umumnya tampak jelas pada
perubahan tingkah lakunya.. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak
dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang
ada pada individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat
beberapa tingkah laku emosional, misalnya: agresif, rasa takut yang
berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti-diri seperti: melukai
diri sendiri, memukul-mukul kepala sendiri, dan sejenisnya. Ada sejumlah

10
faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja yaitu sebagai
berikut:
1. Perubahan Jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan
yang sangat cepat dari anggota tubuh memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan emosi remaja. Pada taraf permulaan, pertumbuhan ini
hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan
postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbanagan tubuh ini
sering mempunyai akibat yang tak terduga pada perkembangan emosi
remaja. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan kondisi tubuh
seperti itu, lebih- lebih jika perubahan tersebut menyangkut perubahan
kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat. Hormon-hormon tertentu
mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga
dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja dan seringkali
menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.
2. Perubahan Pola Interaksi dengan Orang Tua
Pola interaksi orang tua dengan anak, termasuk remaja, sangat
bervariasi. Ada yang pola interaksinya menurut apa yang dianggap terbaik
oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat memaksakan
kehendak, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan
penuh cinta kasih. Perbedaan pola interaksi orang tua seperti ini dapat
berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja. Cara
memberikan hukuman, misalnya, ketika dulu masih anak-anak, orang tua
bisa memukul jika anak berbuat nakal tetapi pada saat remaja cara-cara
semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara
remaja dengan orang tuanya. Dalam konteks ini Gardner (1992)
mengibaratkan dengan kalimat: "Too Big To Spank" yang maknanya
bahwa remaja itu sudah terlalu besar untuk dipukul.
3. Perubahan Interaksi Dengan Teman Sebaya
Faktor yang sering mendatangkan masalah emosi pada masa
remaja adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis. Pada masa

11
remaja tengah biasanya remaja benar-benar mulai jatuh cinta dengan
lawan jenisnya. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi juga tidak
jarang menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaja jika tidak
diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa.
Oleh sebab itu, tidak jarang orang tua justru merasa tidak gembira atau
bahkan cemas ketika anak remajanya jatuh cinta. Gangguan emosional
yang mendalam dapat terjadi ketika cinta remaja tidak terjawab, ditolak,
atau karena pemutusan hubungan cinta sepihak sehingga banyak
mendatangkan kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri.
4. Perubahan Pandangan Luar
Faktor penting yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi
remaja selain perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja itu
sendiri adalah pandangan dunia luar dirinya. Ada sejumlah perubahan
pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional
dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut: Sikap dunia luar terhadap remaja
sering tidak konsisten. Kadang- kadang mereka dianggap sudah dewasa,
tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar
sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih dianggap anak kecil
sehingga berakibat timbulnya kejengkelan pada diri remaja. Kejengkelan
yang mendalam dapat berubah menjadi tingkah laku emosional
5. Perubahan Interaksi dengan Sekolah
Pada masa anak-anak, sebelum menginjak masa remaja, sekolah
merupakan suatu tempat pendidikan yang amat diidealkan oleh mereka.
Para guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka
karena selain tokoh intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi
para peserta didiknya. Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak lebih
percaya, lebih patuh, bahkan lebih takut kepada guru ketimbang kepada
orang tuanya. Posisi guru semacam ini sangat strategis bila digunakan
untuk pengembangan emosi anak melalui penyampaian nilai-nilai luhur,
positif dan konstruktif. Namun demikian, tidak jarang terjadi bahwa
dengan figure sebagai tokoh tersebut guru memberikan ancaman-ancaman

12
tertentu kepada para peserta didiknya. Peristiwa smacam ini sering tidak
disadari oleh guru bahwa dengan ancaman-ancaman itu sebenarnya hanya
akan menambah permusuhan saja dari anak-anak setelah anak-anak
tersebut menginjak masa remaja. Cara-cara seperti ini akan memberikan
stimulus negatif bagi perkembangan emosi anak.
H. Upaya Mengembangkan Emosi Remaja dan Implikasinya Bagi
Pendidikan
Upaya yang dilakukan dalam pendidikan untuk mengembangkan
emosi remaja agar dapat berkembang ke arah memiliki kecerdasan
emosional adalah dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan yang di
dalamnya mengandung materi. Menurut Daniel Goleman dalam Asrori
(2005), intervensi edukatif untuk mengembangkan emosi remaja agar
dapat memiliki kecerdasan emosi adalah dengan "Self-science
Curriculum", yaitu sebagaimana dipaparkan berikut ini:
a. Belajarlah mengembangan kesadaran diri: caranya adalah
mengamati diri Anda dan mengenali perasaan-perasaan Anda;
menghimpun kosata kata untuk mengungkapkan perasaan;
memahami hubungan antara pikiran, perasaan, dan reskai
emosional.
b. Belajarlah mengambil keputusan pribadi: caranya adalah
mencermati tindakan-tindakan dan akibat-akibatnya; memahami
apa yang menguasai suatu keputusan, pikiran, atau perasaan;
menerapkan pemahaman ini ke masalah- masalah yang cukup
berat, seperti masalah seks dan obat terlarang.
c. Belajarlah mengelola perasaan: caranya adalah memantau
pembicaraan sendiri untuk menangkap pesan-pesan negatif yang
terkandung di dalamnya; menyadari apa yang ada di balik perasaan
(misalnya: sakit hati yang mendorong amarah); menemukan cara-
cara untuk menangani rasa takut dan cemas, amarah, dan
kesedihan.

13
d. Belajarlah menangani stress: caranya adalah mempelajari
pentingnya berolah raga, perenungan yang terarah, dan metode
relaksasi.
e. Belajar berempati: caranya adalah memahami perasaan dan
masalah orang lain dan berpikir dengan sudut pandang orang lain;
menghargai perbedaan perasaan orang lain mengenai sesuatu.
f. Belajarlah berkomunikasi: caranya adalah berbicara mengenai
perasaan secara efektif yakni belajar menjadi pendengar dan
penanya yang baik; membedakan antara apa yang dilakukan atau
yang dikatakan seseorang dengan reaksi atau penilaian Anda
sendiri tentang sesuatu; dan mengirimkan pesan dengan sopan dan
bukannya mengumpat.
g. Belajarlah membuka diri: caranya adalah menghargai keterbukaan
dan membina kepercayaan dalam suatu hubungan; mengetahui
kapan situasinya aman untuk mengambil risiko membicarakan
tentang perasaan Anda sendiri.
h. Belajarlah mengembangkan pemahaman: caranya adalah
mengidentifikasi pola-pola dalam kehidupan emosional Anda dan
reaksi-reaksinya, mengenali pola-pola serupa pada orang lain.
i. Belajarlah menerima diri sendiri: caranya adalah merasa bangga
dan memandang diri sendiri dari sisi yang positif, mengenali
kekuatan dan kelemahan diri Anda; dan belajar mampu untuk
menertawakan diri Anda sendiri.
j. Belajarlah mengembangkan tanggungjawab pribadi. caranya adalah
belajar rela memikul tanggungjawab: mengenali akibat-akibat dari
keputusan dan tindakan Anda: dan menindaklanjuti komitmen yang
telah dibuat dan disepakati.
k. Belajarlah mengembangkan ketagasan: caranya adalah dengan
mengunngkapkan keprihatinan dan perasaan Anda tanpa rasa
marah atau berdiam diri.

14
l. Belajar dinamika dinamika kelompok: caranya adalah mau
bekerjasama; memahami kapan dan bagaimana memimpin,
memahami kapan harus mengikuti.
m. Belajarlah menyelesaikan konflik: caranya adalah memahami
bagaimana melakukan konfrontasi secara jujur dengan orang lain,
dengan orang tua, atau dengan guru; memahami contoh
penyelesaian menang-menang (win-win solution) untuk
merundingkan atau menyelesaikan suatu persilisihan.

15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Manusia sebagai makhluk individual yang berarti bahwa manusia itu
merupakan pribadi yang tidak dapat dibagi atau tidak dapat dipisahkan dari jiwa
dan raganya, rohani dan jasmaninya serta memiliki tingkah laku yang berbeda
dengan manusia lainnya. Perbedaan individual dapat diuraikan dari beberapa
aspek seperti perbedaan fisik-motorik, perbedaan integelensi perbedaan
kecakapan bahasa, dan perbedaan psikologis. Setiap individu mempunyai emosi
sebagai reaksi yang timbul karena suatu rangsanggan sehingga menyebabkan
perubahan tingkah laku individu yang ditandai dari perasaan yang khas dan
mengandung kemungkinan untuk meletus.

16
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, R. dan Nana Syaodih S. (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.

Asrori. (2005). Perkembangan Peserta Didik. Malang: Wineka Media.

Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

17

Anda mungkin juga menyukai