Makalah Am Dan Khosh
Makalah Am Dan Khosh
MAKALAH
Disusun oleh:
Shalawat dan salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi agung
Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah
memperjuangkan agama Islam.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kelompok
kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
(PENYUSUN)
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan Bahasa Arab. Sebagai bahasa Al Qur’an,
Bahasa Arab memiliki berbagai macam dialek (lahjah), sehingga tidak sedikit
dijumpai lafadz yang kadang kala bisa memiliki berbagai macam arti. Dalam Al
Qur’an banyak dijumpai istilah yang biasa dipakai untuk menunjukkan makna
tertentu, seperti lafadz ‘am, khas, muthlaq, muqayyad, dan lain sebagainya.
Untuk bisa memahami dengan baik dan benar bahasa Al Qur’an tersebut,
para ulama, baik ulama ushul fiqh, ulama tafsir, ulama lughah, dan lain sebagainya,
telah mengadakan penelitian yang serius terhadap beberapa lafadz, khususnya yang
terkait dengan uslub atau gaya bahasa arab.
Hasil penelitian dari para ulama tersebut kemudian disusun menjadi
beberapa kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan untuk
memahami nash-nash Al Qur’an secara baik dan benar. Kaidah-kaidah tersebut bisa
berupa kaidah yang terkait dengan masalah kebahasaan, hukum, ilmu-ilmu Al
Qur’an, dan lain sebagainya. Dalam makalah ini kami akan mencoba untuk
membahas kaidah-kaidah kebahasaan dalam Al Qur’an, khususnya dalam hal
lafadz ‘am dan khas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, disusun rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian lafadz ‘am dan khas ?
2. Bagaimana cara mengetahui lafadz ‘am dan khas ?
3. Apa saja jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am ?
4. Apa pengertian khas dan mukhassis?
5. Bagaimana pembagian mukhassis?
6. Bagaimana Pentakhshishan sunnah dengan Al Qur’an?
2
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui pengertian lafadz ‘am dan khas.
2. Mengetahui lafadz ‘am dan khas.
3. Mengetahui jenis-jenis atau macam-macam lafadz ‘am.
4. Mengetahui pengertian khas dan mukhassis.
5. Mengetahui pembagian mukhassis.
6. Mengetahui cara Pentakhshishan sunnah dengan Al Qur’an.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Lafaz amm ini adalah menurut kepada bentuk dari suatu lafadz, di dalam
lafadz itu tersimpul, atau masuk semua jenis yang sesuai dengan lafadz itu.
Sebagaimana kita katakan al-insan (manusia, maka di dalam kata-kata al-insan ini
termasuk semua manusia yang ada di dunia ini,baik manusia itu kecil ataupun besar,
baik dia merdeka maupun dia masuk golongan budak, baik dia bebas maupun dia
terikat. Adakalanya lafadz umum itu ditentukan dengan lafadz yang telah
disediakan untuk itu, seperti lafadz “kullu, jami’u, dan lain-lain.
Maka yang dimaksud dengan ‘amm yaitu suatu lafadz yang dipergunakan
untuk menunjukkan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan pada makna itu
dengan mengucapkan sekali ucapan saja.seperti kita katakan arrijal, maka lafadz
ini meliputi semua laki-laki.2
L
4
Lafadz Insan adalah umum, yakni menunjukkan pengertian menyeluruh atas semua
orang.5
Dari sini bisa disimpulkan bahwa lafadz ‘amm atau umum ialah lafadz yang
diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafadz itu sendiri tanpa
dibatasi dengan jumlah tertentu.
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (Bogor: Litera Antar Nusa,
3
C. Macam-macam ‘Amm
“dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang
memberi rizkinya.” (QS. Hud : 6)
“Dan daripada air ,kami jadikan segala sesuatu yang hidup” (QS.Al Anbiya 30)
Di dalam masing-masing ayat tersebut terdapat ketetapan sunnah tuhan yang umum
yang tidak ditakhsiskan atau diganti. Jadi Al-‘Amm yang terdapat dalam dua ayat
tersebut, adalah pasti dalalahnya tentang keumumannya dan tidak mempunyai
kemungkinan bahwa yang dimaksud daripadanya adalah kekhususan.
7
Abdul Wahab Khalaf, 305
7
• dalam surat An-Nisa’ayat 176 :لى ُّك ِِّل َشي ٍْئ قَ ِدي ٌْر
َ عَ وهللا.
• ْ َوالَ ي.
Dalam surat Al-Kahfi ayat 49 :ظ ِل ُم َربُّكَ أَ َحدًا َ
• Dalam surat An-Nisa’ ayat 23 :علَ ْيكُ ْم ا ُ َّم َهاتُكُ ْم
َ ْ‘ح ِ ُِّر َمت
Manusia dalam pengertian nash ini adalah ‘am, yang dimaksud dengan itu khusus
orang-orang mukallaf. Karena akal itu (sebuah batasan) yang menetapkan tidak
masuknya anak kecil dan orang-orang gila. Seperti firman Allah :
“tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Baduwi yang
berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (untuk pergi berjuang)
(QS. At-Taubah : 120)
Sepintas lalu difahami bahwa ayat tersebut menunjukkan makna umum, yaitu setiap
penduduk madinah dan orang-orang sekitarnya termasuk orang-orang sakit dan
Maksud an-Nas yang pertama adalah Nu’aim bin Mas’ud, sedang An-Nas kedua
adalah Abu Sufyan. Kedua lafadz tersebut tidak dimaksudkan untuk makna
umum.kesimpulannya ditunjukkan pada ayat sesudahnya اِنَّ َما ذَا ِلكُ ْمsebab syarat
dengan ذَا ِل ُك ْمhanya menunjukkan kepada satu orang tertentu.
9
Satria Effendi, M. Zein Ushul Fiqh, 199
9
‘Amm macam ini banyak ditemukan dalam Quran sebagaimana akan dikemukakan
nanti. Contohnya, ayat 97surat ali Imran :
Lafadz khas merupakan lawan dari lafadz ‘am, jika lafadz ‘am memberikan
arti umum, yaitu suatu lafadz yang mencakup berbagai satuan-satuan yang bnyak,
maka lafadz khas adalah suatau lafadz yang menunjukan makna khusus. 11 Definisi
lafadz khas dari para ulama adalah sebagai berikut:
Khas adalah lawan kata ‘amm, karena itu tidak menghabiskan semua apa yang
pantas baginya tanpa pembatasan. Takhsis adalah mengeluarkan sebagian apa yang
10
Abdul Wahab Khalaf, 306
11
Mohammad Nor Ikhwan, Memahami Bahasa Al-qur’an,( Jogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), 185
12
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama, 1994), 299.
10
dicakup lafadz ‘amm. Dan mukhassis (yang mengkhususkan) ada kalanya muttasil,
yaitu yang antara ‘amm dan mukhassis tidak dipisah oleh sesuatu hal, dan
adakalanya munfasil, yaitu kebalikan dari muttasil13
Seperti yang dikemukakan Adib Shalih, lafadz khash adalah lafadz yang
mengandung satu satu pengertian tunggal secara tunggal atau beberapa pengertian
yang terbatas. Sedangkan Saiful Hadi mengatakan lafadz khusus adalah lafadz yang
menunjukkan arti satu atau lebih tapi masih dapat di hitung atau terbatas, seperti
14
ُ أَ ْل, َر ُجالَ ِن,ٌَر ُجل
]ف ِر َجا ٍل
Jadi yang dimaksud dengan khas ialah lafadz yang tidak meliputi
mengatakannya sekaligus terhadap dua sesuatu atau beberapa hal tanpa
menghendaki kepada batasan. 15
E. Pembagian Mukhassis
1. Istisna’ (pengecualian) seperti firman Allah : ت ث ُ َّم لَ ْم يَأْت ُ ْو ِ صنَا َ َْوالَّ ِذيْنَ يَرْ ُم ْونَ ْال ُمح
ْش َهدَا َء فَاجْ ِلد ُْوهُ ْم ثَ َمانِيْنَ َج ْلدَةً َوالَ تَ ْقبَلُ ْوا لَ ُه ْم َش َهادَةً أَبَدًا َوأُولَئِكَ هُ ُم الفا َسِ قُونَ اِالَّ الَّ ِذيْنَ تَابُوا
ُ بِأَرْ بَعَ ِة
(An-Nur : 4-5)
2. Sifat, misalnya َّي دَخ َْلت ُ ْم ِب ِهن
ْ ِمِن نِ َسائِكُ ُم الالَّت ْ ِ َو َر َبائِبُكُ ُم الالتي فlafadz ي دَخ َْلت ُ ْم
ْ ي ُحج ُْو ِركُ ْم ْ ِالالَّت
َّ بِ ِهنadalah sifat bagi lafadz nisa’ukum. Maksudnya, anak perempuan istri
telah digauliitu haram dinikahi oleh suami, dan halal bila belum
menggaulinya.
14
Saeful Hadi, Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Sabda Media, 2011), 46
15
Nazar Bakri, 195
11
3. Syarat, misalnya : َصيَّةُ ل ِْل َوا ِلدَيْنَ َواالَ ْق َربِيْن َ ض َر أَ َحدَكُ ُم ْال َم ْوتُ ا ِْن ت ََركَ َخي ًْر
ِ الو َ علَ ْيكُ ْم اِذَا َح َ كُت
َ ِب
َلى ْال ُمحْ سِ نِيْن
َ عَ ( بِال َم ْع ُر ْوفِ َحقَّاal-Baqarah : 180). lafadz(ا ِْن ت ََركَ َخي ًْرjika ia
َ َوالَّ ِذيْنَ يَ ْبتَغُ ْونَ ْال ِكت
meninggalkan harta) adalah syarat dalam wasiat. Dan َاب مِ َّما
َ ( َملَكَتْ أَ ْي َمنُكُ ْم فَكَاتِب ُْوهُ ْم ا ِْنan-Nur : 33), yakni mengetahui adanya
ًعل ِْمت ُ ْم فِ ْي ِه ْم َخيْرا
kesanggupan untuk membayar ayau jujur dan penghasilan.
4. Ghayah (batas sesuatu), seperti dalam ي َمحِ لَّه ُ ى يَ ْبلُ َغ ْال َه ْد
ْ َّ(والَ تَحْ ِلقُ ْو ُر ُؤ َسكُ ْم َحتal-
َ
ْ َ(والَ تَ ْق َرب ُْوهُنَّ َحتَّى يAl-Baqarah
Baqarah : 196) dan َط ُهرْ ن َ : 222)
5. Badal Ba’d min kull (sebagian menggantikan keseluruhan) Misalnya : َِوهلل
َطاعَ اِلَ ْي ِه َس ِب ْيال ِ اس حِ ُّج ْالبَ ْي
َ َت َم ِن ا ْست ِ َّعلَى الن َ َ َم ِن ا ْستadalah
َ (ali Imran : 97) lafadz َطاع
ِ َّالن. maka kewajiban haji hanya khusus bagi mereka yang
badal dari اس
mampu.16
Mukhassin munfasil adalah mukhassis yang terdapat di tempat lain, baik ayat, hadis,
ijma’ ataupun qiyas. Contoh yang ditakhsis oleh Quran ialah : َّطلَّقَاتُ َيت ََربَّصْنَ ِبأ َ ْنفُسِ ِهن
َ وال ُم
ٍ( ثَالَثَةَ قُ ُر ْوءal-Baqarah : 228). Ayat ini adalah ‘Amm, mencakup setiap istri yang
dicerai baik dalam keadaan hamil maupun tidak, sudah digauli maupun belum.
Tetapi keumuman ini ditakhsis oleh ayat : َّض ْعنَ َح ْملَ ُهن َ َ( وأوالَتُ االَحْ َما ِل أَ َجلُ ُهنَّ اَ ْن يat-
Thalaq : 4) dan firmannya ع َل ْي ِهنَّ مِ ْن
َ مِن قَ ْب ِل اَ ْن تَ َمس ُّْوهُنَّ فَ َما َلكُ ْم
ْ َّموهُن ْ ُ طلَّ ْقت ِ اِذَا نَكَحْ ت ُ ُم ْال ُمؤْ مِ نَا
َ ت ث ُ َّم
ٍ( ِعدَّةal-Ahzab : 49).
Contoh yang ditakhsis oleh hadis ialah ayat : ( َواَ َح َّل هللا البَ ْي َع َو َح َّر َم الِّ ِربَاal-Baqarah :
275). Ayat ini di takhsis oleh jual beli yang fasid sebagaimana disebutkan dalam
sejumlah hadis. Antara lain disebutkan dalam kitab sahih bukhari, dari ibnu umar,
ia berkata : “Rasulullah melarang mengambil upah dari air mani kuda jantan”.
Dalam sahihain diriwayatkan dari ibnu umar bahwa Rasulullah melarang jual beli
kandungan binatang yang mengandung, jual beli seekor unta sampai unta itu
16
Manna’ khalil Al-Qattan, 319
12
melahirkan, kemudian anaknya itu beranak pula. (redaksi hadis ini adalah redaksi
bukhari). Dan hadis-hadis lainnya.
Dan dari jenis riba didispensasikanlah jual beli ‘ariyah, yakni menjual
kurma basah yang masih di pohon dengan kurma kering. Jual beli ini diperkenankan
(mubah) oleh sunnah.
“Dari Abi Hurairah, Bahwa Rasulullah member keringanan untuk jual beli
‘ariyah dengan ukuran yang sama jika kurang dari lima wasaq’ (muttafaqun
‘alaihi)17
Di antara ulama ushul tidak ada perbedaan di dalam hal bahwa mentakhsis
keumuman al-Quran dengan al-Quran atau dengan as-Sunnah yang mutawattir
adalah boleh.Karena nash-nash al-Quran dan as-Sunnah yang mutawattir itu
bersifat pasti ketetapannya. Maka sebagian bisa mentakhsis sebagian yang lain.
Adapun mentakhsis al-Quran dengan as-Sunnah yang tidak mutawattir, menurut
mayoritas ulama’ ushul boleh.Mereka beralasan bahwa hal itu terjadi, dan sepakat
mengamalkannya.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Lafadz ‘am adalah lafadz yang memiliki makna umum yang di dalamnya
terdapat dua makna atau lebih..
2. Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan sedikitnya ada 6 sigat ‘Amm
3. Macam-macam ‘Amm:
18
Abdul Wahab Khalaf, 313
14
d. Ghayah
e. Badal Ba’d min kull
6. mentakhsis keumuman al-Quran dengan al-Quran atau dengan as-Sunnah
yang mutawattir adalah boleh.Karena nash-nash al-Quran dan as-Sunnah
yang mutawattir itu bersifat pasti ketetapannya. Maka sebagian bisa
mentakhsis sebagian yang lain.
DAFTAR PUSTAKA