Disuatu perkampungan hiduplah keluarga kecil yang amat bahagia, tampak
keharmonisan didalam keluarganya. Ya dia adalah keluarga pak Bara. Pak Bara adalah seorang pengusaha sukses yang sudah dikenal di kampungnya, beliau adalah salah satu tokoh penting di kampungnya. Beliau amat terkenal sebab bisa menjaga keharmonisan yang ada dalam keluarganya meskipun beliau adalah orang yang sangat sibuk. Pak Bara memiliki istri dan putra sematawayangnya. Putranya diberi nama Gading. Gading adalah orang yang sangat rendah hati terhadap sesama, ia memliki sikap sopan dan santun, hingga ia sangat di sayangi oleh orang orang disekitarnya. Gading kini berada di bangku SMA. Ia sekolah di SMA Cakrawala, sekolah ini adalah salah satu sekolah yang sangat baik di daerahnya. Gading terkenal juga dengan anak yang pintar, dia sering mengikuti berbagai macam lomba dan olimpiade untuk mewakili sekolah bahkan mewakili kotanya. Dia memliki paras yang begitu menawan hinggan menjadi pujaan disekolahnya. Ia juga tidak pelit dalam membagi ilmunya kepada orang lain, dia sangat menghormati orang orang yang lebih tua bahkan lebih muda darinya. Tidak tidak pernah dipanggil oleh guru BP kecuali untuk permasalahan lombanya. Tidak sama dengan remaja pada umumnya, ia lebih suka menyendiri daripada berkumpul kumpul yang tidak jelas tujuannya. Suatu malam keluarga pak Bara tengah menikmati makan bersama, ditengah kegiatan itu dimulailah perbincangan oleh ayang gading “nak, bagaimana dengan sekolahmu?”, gading pun menjawab “lancar dan baik baik saja ayah”, ayah “kini kau sudah berada di kelas 12 nak, ayah ingin kau tidak salah pilih dalam mengambil kuliahmu….”, “ayah ingin kau mejadi seorang pengusaha seperti ayah dan melanjutkan bisnis yang sudah ayah bangun ini nak” Gading “ tapi aku tak ingin menjadi seorang pengusaha ayah, aku ingin menjadi seorang dokter ayah” ayah Gading yang mendapat penolakan dan pembatahan anaknya pun terkejut dengan jawaban anaknya itu. “ayah ingin kau melakukan yang terbaik untuk ayah dan ibumu nak, kami sudah tua, butuh waktu lama untuk kau mendapatkan gelar doktermu itu nak”. Gading diam, lalu ibunya menyambung ucapan ayahnya “nak, benar apa yang dikatakan ayahmu, cobalah kau pertimbangkan lagi keputusan mu nak”. “ aku selalu mendengarkan perkataan ayah dan ibu, coba tolonglah hargai keputusanku yang satu ini yah, bu.. aku ingin menggapai cita citaku, aku ingin melanjutkan hidupku mejadi seorang dokter”. Ayahnya pun diam dan pergi meninggalkan makan malam itu, ibu gading “ nak, ayahmu juga keras kepala sama seprti mu, jika tidak ada yang mengalah diantara kalian, maka permasalahan ini akan semakin panjang nak, ibu beri kau kesempatan sekali lagi untuk memikir ini dengan baik baik nak, sebelum hal lain terjadi” ucap ibu gading dan menyusul ayah gading meninggalkan makan malam. Gading yang sangat bimbang menjadi bingung apa yang akan ia lakukan lagi, dan bagaiman cara membuat ayahnya mengerti bahwa ia ingin menjadi dokter, hanya dokter saja yang ia inginkan. Esoknya Gading yang sedang mengikuti lomba kimia tingkat kota sangat tidak focus dalam mengerjakan soal demi soal akibat mengingat perkataan ayah dan ibunya semalam. Ia sangat tidak ingin menjadi seorang pengusaha, ia sudah sejak lama mendambakan menjadi seorang dokter. Tapi kalau ia menolak permintaan ayah dan ibunya pasti kedua orangtuanya akan kecewa kepadanya. Dia kehilangan fokusnya mengerjakan ujian lomba itu, dia tak lagi memikirkan lomba itu sampai tibalah di penghujung acara perlombaan, namun sangat disayangkan, ia gagal dalm perlombaab itu. Ia bertambah kebingungan atas dirinya sekarang, kenapa ia tidak mampu dalam mengerjakan soal itu, dia takut guru pembimbing dan seolahnya kecewa padanya. “ kenapa kau tak mampu untuk menyelesaikan soal itu nak?, padahal soal sola itu sudah kita bahas di bimbingan nak, apakau baik baik saja?” ucap guru pembimbing Gading. Gading yang sudah kecewa dengan dirinya hanya bisa menjawab “maaf bu, aku hanya ttidak focus tadi, maafkan aku telah mengecawakan kalian bu” ucap gading dengan lesu. Untuk pertama kalinya ia tidak juara dalam mengikuti perlombaan ini, ia kecewa dengan dirinya, ia merasa bersalah terhadap dirinya yang tidak focus. Beberapa hari setelelah makan malam waktu itu Gading tak lagi memiliki semangat hidup, sebab banyak beban pikiran yang ditanggungnya, ia takut melangkah dan mengambil keputusan yang salah. Disatu sisi ada permintaan kedua orangtuanya yang harus ia turuti, disisi lain ada cita cita yang ingin ia capai. Ayahnya juga adalah orang yang keras kepala dan sangat susah untuk diajak berdiskusi. Ia pernah menjelaskan pada ayahnya tentang mengapa Ia ingin menjadi seorang dokter, tapi ayahnya tetap bersikukuh dengan keputusan yang dibuatnya untuk Gading. Ayahnya ingin yang terbaik untuk Gading, tapi ayahnya tidak bertanya dahulu kepada Gading tentang yang terbaik untuknya, tidak mengerti bagaimana dan apa yang Gading inginkan, ayahnya sangat egois terhadap diri Gading, bahkan setiap keputusan yang ada dalam hidup Gading selalu ditentang oleh ayahnya. Sebulan berlalu, kini adalah waktunya Gading untuk mendaftar ke kampus impiannya, selama sebulan tersebut ia selalu cekcok dengan ayahnya masalah jurusan yang akan diambilnya di perkuliahannya. Gading tidak tahan dengan ayahnya yang selalu menuntutnya menjadi yang ayahnya inginkan. Pak Bara “ nak, kali ini dengarkanlah ayah mu nak, ingat nak ayah hanya merestui engkau untuk menjadi pengusaha nak, tidak akan ayah restui engkau menjadi seorang dokter nak” ucap ayahnya dengan nada tinggi, gading yang sudah muak dengan pembahasan ayahnya pun mengeluh “ayah tolong hargai keputusan ku kali ini, aku tak akan menjadi pengusaha ayah, aku hanya ingin menjadi dokter, hanya dokter ayah, jangan ayah turuti ego ayah selalu, tolong pikirkan juga bagaimana aku besok jika aku tidak punya bakat dibidang bisnis ayah, tolong hargai keputusanku ayah sekali ini tolong lah ayah” ucap Gading sambil menangis dan memohon pada ayahnya, namun ayahnya tetap lah ayahnya yang keras kepala dan memaksakan kehendak. Gading juga sama keras kepalaya, ia tetap memilih kedokteran, kini tak lagi ada keharmonisan di dalam rumah pak Bara, hanya terdengar suara marah marah, emosi dan mencekam didalam rumah tersebut. Akibat seringnya marah marah dan emosi pak Bara di bawak kerumah sakit, ia divonis dokter mendapat serangan jantung yang membuatnya belum sadarkan diri selama satu minggu ini. Ia dirawat inap di rumah sakit dengan penuh intensif. Gading frustasi dengan masalah yang dihadapinya, ia merasa bersalah tak mendengarkan perkataan ayahnya, ia merasa ayahnya terkena serangan jantung akibat dirinya. Kini Gading hanya mengharapkan kesembuhan ayahnya, ia berjanji akan menuruti semua yang ayahnya katakan dan inginkan. Kini sudah dua minggu pak Bara di rawat, kondisi kesehatan beliau semakn memburuh, dia juga terkena serangan stroke yang mengakibatkan ia tak bisa berjalan, dan tak bisa lurus dalm berbicara. Tubuhnya dipenuhi oleh alat alat medis yang sangat banyak. Gading yang melihat itu hanya bisa menangis dan berharap kepada Tuhan agar ayahnya bisa sembuh dan melanjutkan aktivitas seperti biasanya. Harapan Gading sirna saat dokter mengatakan “kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi nyawa pak Bara tak bisa ditolong maaf kan kami nak” mendengar hal tersebut runtuh semua semangat dalam hidup Gading, ia merasa kehilangan separuh jiwa dan raganya ia sangat frustasi sekarang, ia menangis sambal bersimpuh dihadapan ayahnya yang masih terbujur kaku denga perlatan medis yang masih melekat ditubuhnya ia sangat menyesal benar benar menyesal terhadap perilakunya kepada ayahnya. Ia tak mengerti lagi bagaimana cara meminta maaf pada ayahnya, ia seperti kehilangan dirinya sendiri, ayahnya meninggalkan dirinya. Kini rumahnya penuh dengan karangan bunga dari orang orang kenalan ayahnya, ia menjadi orang yang sangat kusut dan tak punya arah hidupnya. Proses pemakaman Pak Bara dimulai tangisan pecah dari ibunya Gading dan juga Gading, bagaimana ia bisa menjalankan hidup tanpa adalagi ayahnya. Ia ikut menganarkan ayahnya kedalam peristirahatan terakhir ayahnya, ia tak bisa menahan tangisannya, tapi ia harus bangkit ia harus bangkit demi ibunya. Ia akan menerima pemerintahan terakhir ayahnya. Gading memutuskan untuk kuliah di jurusan manajmen bisnis, ia ingin mengikuti permintaan terakhir ayahnya yang ingin ia menjadi seorang pengusaha, ia belajar dengan sungguh untuk bisa menjadi seorang pengusaha, tapi Gading sangatlah terpukul dengan kemaian ayahnya, ia masih sering menangis dan pergi kekuburan ayahnya, ia benar benar menyesal terhadap dirinya sendiri, kini tinggalah kenangan saja, ayahnya sudah pergi meninggalkan dia, dan ibunya juga sakit sakitan, Gading tak tau lagi harus berbuat apa yang ada dibenaknya hanyalah penyesalan saja. 4 tahun berlalu, kini Gading sudah lulus dan meraih predikat cumlaude. Ia berhasil membanggakan ibunya, ia berharap ayahnya juga bangga disana, ia kini hanya berdoa agar ayahnya selalu melindungi ia dan ibunya ia berterimaksih kepada ibunya karena selalu ada untuknya. Dia kini menjadi penerus ayahnya menjadi seorang pengusaha, benar kata orang apabila kita melakukan sesuatu dengan restu orang tua maka akan dipermudah urusan kita. Itulah kini yang dirasakan oleh Gading, ia sangat bersyukur atas ibunya.