Anda di halaman 1dari 2

Anak Desa

Di sebuah desa nan jauh di sana hiduplak sebuah keluarga dalam gubuk
kecil yang terbuat dari bambu dan beratapkan rumput kering yang serba kekurangan
dalam mengarungi kehidupan untuk sekedar mengisi perut. Tiap hari keluarga itu
hanyalah mengharapkan hasil dari buruh tani kecil dengan hasil yang didapat sangat
pas-pasan dalam memenuhi kebutuhan sekeluarga. Ayahnya bernama pak Paimo
dengan bentuk badan yang sedang dengan rambut lurus. Mirah (sang ibu) dengan
penuh sabar mendampingi suami (pak Paimo) serta mengurus putranya yang semata
wayang bernama Arya yang kini telah berusia 12 tahun, adalah usia yang baru saja
menamatkan bangku sekolah dasar.
Ditengah kelulusan siswa seorang anak buruh tani yang serba pas-pasan itu kini
ternyata mendapat hasil yang sangat cemerlang. Dengan prestasi yang tinggi jauh dari
teman-temannya, semua ini dilakukannya dengan rajin belajar. setiap pulang sekolah.
Semua pelajaran yang telah didapat dari bangku sekolah tak ketinggalan sesampai di
rumah selalu dipelajarinya kembali. Begitu juga dengan pelajaran yang akan
disampaikan oleh guru untuk hari esoknya ia selalu tak pernah ketinggalan untuk
membuka kembali, walaupun dengan apa adanya yang dimiliki oleh orang tuanya.
Tak ada pekerjaan lain yang dilakukan oleh Arya selain belajar dan membantu orang
tua di sela-sela waktu senggangnya. Semua ini karena sudah menjadi cita-cita si Arya
yang ingin menunjukkan bahwa dirinya walaupun anak seorang buruh tani namun
yakin bahwa dirinya juga tak ketinggalan belajar dengan anak-anak yang mempunyai
ekonomi di atasnya. Sifat rajin belajar dan selalu berdoa kepada Alloh itulah yang
dilakukannya selesai sholat lima waktu.
Suatu ketika Arya ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi atau
SMP. Namuh dia selalu berfikir dan bertanya dalam hati " Apakah aku bisa ya
melanjutkan sekolah di SMP , padahal orang tuaku kan tidak mempunyai biaya untuk
aku melanjutkan ke SMP ?, perasaan itu selalu dia pendalam dalam hati dan tak
disampaikan kepada orang tuanya karena dia tahu betul bahwa orang tuanya tidak
mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah ke SMP. Arya merasa sedikit
mempunyai rasa sedih bila ia melihat teman-temannya yang bisa melanjutkan sekolah
sedangkan dirinya tidak tahu bagaimana nasibnya nanti.
"Arya, anakku,..... janganlah kamu merasa sedih nak bila tidak bisa melanjutkan
sekolah ke SMP, ayah memahami maksud dan keinginan nak Arya kok. Semua ini
adalah salah bapak. Bapak merasa tidak mampu lagi menyekolahkan mu karena hidup
kita begini adanya " (kata sang ayah dengan nada sedih sambil meneteskan air mata
kesedihan karena melihat anaknya tidak melanjutkan sekolah). "Orang tua mana yang
tak ingin melihat anaknya melanjutkan sekolah yang lebih tinggi yang merupakan
kebanggan orang tua nak, maafkanlah ayah nak ".
"Benar kata ayahmu nak Arya,...kita memang tidak punya apa-apa yang dapat
kita pergunakan untuk membiayai sekolahmu nanti bila kamu melanjutkan sekolah di
SMP nak" (sahut ibu dengan nada lemah lembut dan penuh kesabaran sambil mengelis
dada tanda kesedihan dalam dirinya)
Mendengar kata-kata kedua orang tuanya itu si Arya lalu terdiam diri. Dalam
hatinya membenarkan dan mau menerima keadaan orang tuanya apa yang baru saja
disampaikan oleh kedua orang tuanya tadi. Kemudian ia mencoba memberanikan diri
untuk menyampaikan maksudnya.
"Ayah, Ibu, maafkan Arya....ya, Arya juga memahami keadaan kita semua ini.
Ayah dan ibu memang tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah saya. Oleh
karena itu saya mohon maaf kalau saya terlalu merepotkan ayah dan ibu. Dan saya
juga walaupun tidak melanjutkan sekolah ke SMP ya...gak apa-apa kok. Saya
memahami dan menerima keadaan kita ini. Semua telah digariskan oleh Alloh kok.
Biarlah saya akan membantu ayah dan ibu dirumah saja", kata Arya dengan nada
lembut yang disampaikan kepada kedua orang tuanya.
Hari telah larut malam dalam keadaan sunyi senyap dan tak terdengar suara
apapun juga. Udara di luar terasa lebih dingin dan kabut pun mulai turun. Keluarga
pak Paimo di tengah-tengah dalam tidur yang lelap tiba-tiba terbangun dari tidurnya.
Dilihatnya jam telah menunjukkan kira-kira pukul 03.00 wite. Perlahan
mereka bangun kemudian menuju tempat air dan langsung ia berwudhu yang seperti
biasanya sering dilakukan oleh keluarga pak Paimo untuk selalu mengerjakan sholat
malam (tahajud) yang juga diikuti oleh istri dan anaknya. Mereka bertiga dalam satu
keluarga secara berjamaah melaksanakan sholat yang dipimpin oleh ayahnya sebagai
imam.
Dalam sholat tahajud mereka memohon kepada Alloh bahwa dalam hidup
mereka yang selalu bersyukur akan segala rahmat dan karunia dari Alloh yang telah
mereka terima dengan senang hati tanpa ada rasa sedih." Kemiskinan hidup di dunia
bukanlah berarti bahwa sama dengan kemiskinan yang diterima dalam hidup di
akhirat kelah. Kita boleh miskin harta hidup di dunia ini karena hidup di dunia ini
hanyalah sementara. Tapi kalau kita rajin beribadah dalam menjalankan kewajiban
kita kepada Alloh, insya Alloh kita nanti di akhirat akan merasa hidup lebih tenang.
Dalam hidup ini hendaknya kita selalu menjalaninya dengan kebenaran, kejujuran,
dan dengan seadil-adilnya. Kita selalu memberikan rasa sopan dan santun kita kepada
sesama manusia, menjauhkan sejauh-jauhnya rasa sombong dan dengki yang ada
dalam diri kita. Bahkan kita harus berbuat baik sesama manusia. Yang penting jangan
ada rasa untuk menyakiti sesama manusia dalam hidup ini ". Kata-kata semacam
inilah yang selalu ditanamkan oleh pak Paimo kepada putranya yang bernama Arya
selesai melaksanakan sholat.
Keluarga pak Paimo memang terkenal keluarga yang rajin menjalankan ibadah
sholat. Selain itu juga mereka suka menolong sesama orang walaupun dalam
kehidupan yang serba pas-pasan. Semua ini dilakukannya dengan rasa ikhlas.

Anda mungkin juga menyukai