Anda di halaman 1dari 40

PENGARUH ADVERSITY QUOTIENT DAN RESILIENCE MATEMATIK

TERHADAP KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI MATEMATIS SISWA


MAN 1 TRENGGALEK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Ujian Tengah Semester Mata
Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan

Dosen Pengampu : Ulfa Masamah, M.Pd.

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

Shofia Prabawati Kusuma Putri

NIM: 220108110007

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG

April, 2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................3
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................................4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................4
E. Definisi Operasional ..........................................................................................5
BAB II KAJIAN PUSTAKA .........................................................................................7
A. Kajian Teori .......................................................................................................7
B. Perspektif Teori dalam Islam ............................................................................9
C. Kajian Penelitian Yang Relevan ...................................................................... 10
D. Kerangka Konseptual / Kerangka Teoritis ..................................................... 11
E. Hipotesis Penelitian ......................................................................................... 13
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................. 14
A. Pendekatan dan Jenis ...................................................................................... 14
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 15
C. Populasi dan Sampel........................................................................................ 15
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 17
E. Instrumen Penelitian ....................................................................................... 24
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ............................................................... 24
G. Teknik Analisis Data ....................................................................................... 25
H. Tahapan Penelitian ......................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 28
LAMPIRAN 1 ............................................................................................................. 30
LAMPIRAN 2 ............................................................................................................. 32
LAMPIRAN 3 ............................................................................................................. 34
LAMPIRAN 4 ............................................................................................................. 35
LAMPIRAN 5 ............................................................................................................. 36

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan berkomunikasi matematis merupakan aspek penting dalam


proses pembelajaran matematika yang sering diabaikan. Menurut Lomibao dalam
(Afroh, 2023), Kemampuan komunikasi matematis adalah suatu kemampuan yang
dimiliki siswa untuk mengekpsresikan ide-ide mereka dan menjelaskan konsep-
konsep matematika secara runtut dan jelas.

Di era digitalisasi dan globalisasi, keterampilan komunikasi matematis


menjadi fokus utama dalam proses pembelajaran dan merupakan keterampilan
penting dalam mempersiapkan siswa menghadapi tantangan dunia nyata. Hal ini
dikarenakan keterampilan tersebut tidak hanya mencerminkan pemahaman siswa
terhadap konsep matematika, tetapi juga kemampuannya mengkomunikasikan ide
dan pemikirannya secara efektif. Namun banyak siswa yang kesulitan memahami
dan mengkomunikasikan konsep matematika dengan jelas dan efektif.

Menurut Majda, Moh Banal (2022) tidak tercapainya standar kualifikasi


kemampuan matematis siswa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya
karena kurang terampilnya siswa dalam merespon masalah matematika secara
positif. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan pemahaman materi, tetapi juga dengan
keterampilan komunikasi yang dimiliki oleh siswa itu sendiri. Pada saat yang sama,
faktor psikologis seperti adversity quotient (AQ) dan ketahanan matematika
menjadi semakin penting dalam pendidikan matematika.

Adversity quotient (AQ) mencerminkan seberapa baik seseorang dalam


menghadapi dan mengatasi tantangan. Sementara resilience matematik
menunjukkan kemampuan individu dalam mengatasi kesulitan dalam memahami
dan mempelajari konsep matematika. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk
dilakukan guna mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan

1
berkomunikasi matematis siswa, seperti adversity quotient (AQ) dan resilience
matematik.

Penelitian ini akan menjadi salah satu penelitian yang berfokus pada
hubungan antara adversity quotient (AQ) dan resilence matematik terhadap
kemampuan komunikasi matematis siswa. Meskipun penelitian sebelumnya
cenderung berfokus pada faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan
akademis secara umum, penelitian ini memberikan wawasan baru dengan berfokus
pada faktor-faktor psikologis spesifik yang berhubungan langsung dengan
keterampilan komunikasi matematis.

Studi sebelumnya yang berjudul "Kemampuan Komunikasi Matematis


Siswa SMA Kelas XI Ditinjau dari Adversity Quotient dan Resiliensi Matematis"
Penelitian tersebut tidak secara khusus memperhatikan siswa MAN, terutama MAN
1 Trenggalek. Oleh karena itu, penelitian ini memberikan kontribusi yang lebih
spesifik dengan meneliti pengaruh AQ dan resiliensi matematis terhadap
kemampuan berkomunikasi matematis siswa kelas XI di MAN 1 Trenggalek.
Dengan fokus yang lebih spesifik ini, penelitian diharapkan dapat memberikan
wawasan yang lebih mendalam dalam konteks pendidikan menengah atas di MAN
1 Trenggalek dan mengisi kesenjangan pengetahuan dalam literatur akademik.

Judul penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan akan pentingnya


mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan berkomunikasi
matematis siswa, seperti adversity quotient (AQ) dan resiliensi matematis. Lokasi
penelitian di MAN 1 Trenggalek dipilih karena representatif sebagai lembaga
pendidikan menengah atas di wilayah tersebut, serta memungkinkan peneliti untuk
mengumpulkan data dengan lebih mudah dan efisien. Studi pendahuluan
menunjukkan adanya kecenderungan bahwa siswa yang memiliki tingkat AQ dan
resiliensi matematis yang tinggi cenderung memiliki kemampuan berkomunikasi
matematis yang lebih baik.

Pra-penelitian studi pendahuluan yang dilakukan oleh (Afroh, 2023)


dilakukan di salah satu SMA di Kabupaten Slawi Jawa Tengah dengan karakteristik

2
sampel anak usia 16-17 tahun yaitu kelas XI profesi MIPA, bahan ajar yang
dipelajari yaitu , melalui penerapan turunan aljabar. Fungsi (nilai maksimum dan
minimum).

Dari hasil pra-penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan


komunikasi matematis siswa SMA di SMAN Kecamatan Slawi masih rendah, dan
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan
komunikasi matematis di wilayah Kecamatan Slawi.

Data-data yang akan digunakan dalam penelitian ini akan diperoleh melalui
penggunaan kuesioner yang akan disebar kepada siswa MAN 1 Trenggalek dan
akan dianalisis secara statistik. Paparan kondisi awal dari metode pembelajaran
matematika yang sedang berlangsung di MAN 1 Trenggalek akan dilakukan untuk
melihat sejauh mana metode tersebut memperhatikan dan mengembangkan
kemampuan berkomunikasi matematis siswa.

Pada ayat Al-Quran dalam QS Al-Anfal: 32 Ayat ini mengingatkan akan


keberhasilan dalam menghadapi ujian atau tantangan yang dihadapi oleh individu.
Dalam konteks penelitian ini, AQ dan resiliensi matematis dapat dilihat sebagai
faktor-faktor yang membantu siswa dalam mengatasi kesulitan dan meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis mereka.

Dengan mempertimbangkan urgensi peningkatan kemampuan komunikasi


matematis siswa dalam pembelajaran matematika dan belum terpenuhinya
penelitian yang khusus mengkaji faktor-faktor psikologis seperti AQ dan resiliensi
matematis dalam konteks ini, penelitian ini memiliki relevansi dan kebutuhan yang
jelas. Harapannya, hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang
berharga dalam upaya meningkatkan pemahaman dan kemampuan komunikasi
matematis siswa, khususnya di MAN 1 Trenggalek.

B. Rumusan Masalah
Berdasar pada latar belakang masalah tersebut, adapun rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Adversity Quotient dan Resilience Matematik
terhadap kemampuan berkomunikasi matematis siswa kelas XI MAN 1
Trenggalek dalam pembelajaran matematika?
2. Apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa
SMA yang memiliki tingkatan adversity quotient (climber, camper,
quitter)?
3. Apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa
SMA yang memiliki tingkatan resiliensi matematis (tinggi, sedang,
rendah)?

C. Tujuan Penelitian
Berdasar pada rumusan masalah tersebut, adapun tujuan penelitian dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh Adversity Quotient dan


Resilience Matematik terhadap kemampuan berkomunikasi matematis
siswa kelas XI MAN 1 Trenggalek dalam pembelajaran matematika.
Menganalisis perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa MIPA
kelas XI. Klasifikasi berdasarkan tingkat indeks adversity quetiont (climber,
camper, quitter) dan resilience matematis (tinggi, sedang, rendah)

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat, baik secara teoritis maupun
praktis. Adapun manfaat penelitiaan ini adalah sebagai betikut:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih dalam tentang
hubungan antara Adversity Quotient, Resilience Matematik, dan kemampuan
berkomunikasi matematis siswa.
b. Manfaat Praktis
1. Memberikan masukan bagi pengembangan strategi pembelajaran
matematika yang lebih efektif.
2. Pedoman bagi guru untuk memperhatikan indeks adversity quetiont siswa

4
dan resilience matematis siswa guna meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa.

E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel kunci (key Research
Variables) yang dapat diukur dan dipelajari secara operasional (berdasarkan acuan
yang jelas).Definisi operasional bertujuan untuk memudahkan pengumpulan data,
menghindari perbedaan penafsiran data. dan dengan demikian membatasi. ruang
lingkup variabel dalam penelitian
1. Adversity Quotient (AQ)
a. Definisi Konseptual :
Adversity Quetiont (AQ) merujuk pada kemampuan individu dalam
menghadapi dan mengatasi tantangan, hambatan, serta kegagalan dalam
konteks pembelajaran matematika.
b. Definisi Operasional :
(AQ) diukur menggunakan skala penilaian yang terdiri dari
serangkaian pertanyaan terstruktur yang dirancang untuk mengevaluasi
respon siswa terhadap situasi situasi tantangan dan kegagalan yang
terkait dengan pembelajaran matematika skor akhir dihitung
berdasarkan jumlah jawaban yang menunjukkan sikap proaktif,
ketahanan, dan kemampuan adaptasi siswa terhadap kesulitan dalam
memahami materi matematika.

2. Resilience Matematik
a. Definisi Konseptual :
Resilience Matematik mengacu pada kemampuan siswa untuk tetap
gigih, beradaptasi, dan pulih dari kesulitan atau kegagalan dalam
memahami serta menyelesaikan masalah matematika.
b. Definisi Operasional :
Resilience Matematik diukur melalui penilaian kinerja siswa dalam
menyelesaikan serangkaian tugas atau masalah matematika yang
kompleks. Evaluasi juga mencakup pengamatan terhadap strategi belajar
siswa, respon terhadap kesulitan, dan kemampuan mereka untuk mencari
solusi alternatif dalam menghadapi masalah matematika yang sulit.

3. Kemampuan Berkomunikasi Matematis


a. Definisi Konseptual :
Kemampuan berkomunikasi matematis adalah kemampuan siswa
dalam menyampaikan pemikiran, konsep, dan solusi matematika secara
jelas, sistematis, dan persuasif kepada orang lain.
b. Definisi Operasional :
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Kemampuan berkomunikasi matematis diukur melalui observasi
langsung terhadap interaksi verbal siswa saat mereka menjelaskan
konsep, menyelesaikan masalah matematika, atau mempresentasikan
hasil karyanya secara lisan atau tertulis. Evaluasi juga mencakup
kemampuan siswa dalam merangkai argumen matematis yang kohesif
dan mengkomunikasikan ide-ide matematika secara efektif kepada
audience yang dituju.

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Adversity Quotient (AQ)
Adversity Quotient (AQ) merupakan sebuah konsep yang pertama kali
diperkenalkan oleh Paul G. Stoltz pada tahun 1997 melalui bukunya yang
berjudul "Adversity Quotient: Turning Obstacles into Opportunities". AQ
mengacu pada kemampuan seseorang dalam menghadapi dan mengatasi
tantangan, hambatan, serta kegagalan dalam berbagai aspek kehidupan.
Menurut Stoltz (1997), AQ terdiri dari empat komponen utama, yaitu
control, ownership, reach, dan endurance. Control merujuk pada
kemampuan seseorang dalam mengendalikan respon terhadap situasi yang
sulit. Ownership mengacu pada tanggung jawab seseorang terhadap
keadaan dirinya sendiri. Reach menggambarkan kemampuan seseorang
untuk menetapkan tujuan yang jelas dan berusaha mencapainya. Sedangkan,
endurance menggambarkan ketahanan seseorang dalam menghadapi
rintangan dan kegagalan.
Dalam konteks pendidikan matematika, penelitian oleh Martin (2010)
menemukan bahwa siswa dengan AQ yang tinggi cenderung lebih mampu
mengatasi kesulitan belajar matematika dan memiliki motivasi yang lebih
tinggi untuk terus belajar meskipun mengalami kegagalan. Hal ini
menunjukkan pentingnya mempertimbangkan faktor AQ dalam merancang
strategi pembelajaran yang efektif.
Pengintegrasian dengan Al-Quran, Surat Al-Baqarah (2:286)
menyatakan: "‫سعا اها‬ ً ‫َّللاُ نا ْف‬
ْ ‫سا إِّ هَل ُو‬ ‫ِّف ه‬ ‫( ا‬Allah tidak membebani seseorang
ُ ‫"َل يُكال‬
melainkan sesuai dengan kesanggupannya). Ayat ini mengajarkan
pentingnya memiliki ketahanan (endurance) dalam menghadapi cobaan dan
kesulitan dalam kehidupan, sejalan dengan konsep AQ.
2. Resilience Matematik
Resilience Matematik mengacu pada kemampuan siswa untuk bertahan,
beradaptasi, dan pulih dari kesulitan atau kegagalan dalam memahami serta
menyelesaikan masalah matematika. Konsep resilience matematik
mencakup persepsi diri siswa terhadap kemampuan mereka untuk
mengatasi kesulitan matematika, keyakinan akan kemampuan mereka untuk
berhasil, serta kemampuan untuk mencari solusi alternatif dalam
menghadapi masalah yang sulit (Pajares, 2002).
Penelitian oleh Gutierrez (2015) menemukan bahwa resilience
matematik secara signifikan berkorelasi positif dengan pencapaian
akademik matematika siswa. Hal ini menunjukkan bahwa memperhatikan
aspek resilience matematik dalam pembelajaran matematika dapat
membantu meningkatkan kemampuan belajar matematika siswa.
Pengintegrasian dengan Hadis: Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.
bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
‫ض اع أ ا اح ٌد ِّ هّلِلِّ ِّإ هَل ارفاعاه ُ ه‬
"ُ ‫َّللا‬ ‫ او اما ت ااوا ا‬،‫ع ْبدًا ِّبعا ْف ٍو ِّإ هَل ع ًِّّزا‬ ‫ص ادقاةٌ ِّمنْ اما ٍل او اما ازا اد ه‬
‫َّللا ُ ا‬ ‫" اما ناقاصاتْ ا‬
(Tidaklah sedekah mengurangi harta, dan Allah tidak menambah hamba
dengan pemberian maaf, kecuali dengan kehormatan. Dan tidaklah seorang
hamba merendahkan diri kepada Allah, melainkan Allah akan meninggikan
derajatnya). Hadis ini mengajarkan pentingnya memiliki sifat ketahanan
(resilience) dalam menghadapi cobaan dan kesulitan, termasuk dalam
mempelajari matematika.

3. Kemampuan Berkomunikasi Matematis


Kemampuan Berkomunikasi Matematis adalah kemampuan siswa
dalam menyampaikan pemikiran, konsep, dan solusi matematika secara
jelas, sistematis, dan persuasif kepada orang lain. Kemampuan ini meliputi
kemampuan siswa dalam merumuskan dan mengartikulasikan pemikiran
matematika, mempresentasikan argumen matematis secara logis, serta
memperoleh dan memberikan umpan balik terhadap ide-ide matematika
(NCTM, 2000).

8
Penelitian oleh Jones et al. (2018) menunjukkan bahwa kemampuan
berkomunikasi matematis yang baik berkorelasi positif dengan
pemahaman konsep matematika dan kemampuan pemecahan masalah
siswa. Hasil ini menegaskan pentingnya mengembangkan kemampuan
berkomunikasi matematis dalam konteks pembelajaran matematika.
Pengintegrasian dengan Al-Quran: Surat Al-Kahfi (18:1)
‫ع ْب ِّد ِّه ا ْل ِّكت ا‬
menyebutkan: "‫ااب اولا ْم يا ْجعال لهه ُ ع اِّو ًجا‬ ‫( "ا ْل اح ْم ُد ِّ هّلِلِّ الهذِّي أان از ال ا‬Segala
‫علاى ا‬
puji bagi Allah yang telah menurunkan Al Kitab kepada hamba-Nya
(Muhammad) dan Dia tidak menjadikan dalam Al Kitab itu
kebengkokan). Ayat ini menekankan pentingnya penyampaian yang
jelas dan sistematis, yang sesuai dengan konsep kemampuan
berkomunikasi matematis.

B. Perspektif Teori dalam Islam


Dalam Islam, terdapat beragam perspektif teori yang relevan dengan konsep
Adversity Quotient (AQ), Resilience Matematik, dan Kemampuan Berkomunikasi
Matematis dalam konteks pembelajaran matematika. Perspektif ini memberikan
landasan teoretis yang penting untuk memahami hubungan antara konsep-konsep
tersebut dengan ajaran Islam.
1. Adversity Quotient (AQ)
Dalam Islam, konsep ketahanan terhadap cobaan dan ujian ditekankan
sebagai bagian dari keyakinan dan kepatuhan kepada Allah. Ayat-ayat Al-
Quran, seperti Surat Al-Baqarah (2:286), mengajarkan bahwa Allah tidak
memberikan cobaan melebihi kesanggupan hamba-Nya. Perspektif teori
dalam Islam juga menekankan pentingnya kesabaran, kekuatan, dan
ketekunan dalam menghadapi cobaan hidup.
Dalam perspektif ini, teori-teori yang relevan dapat ditemukan
dalam karya-karya ulama dan peneliti Islam. Salah satu rujukan yang
penting adalah Al-Hilali dan Khan (2007), yang merupakan terjemahan dan
interpretasi Al-Quran dalam bahasa Inggris. Mereka menjelaskan ayat-ayat
Al-Quran yang berkaitan dengan ketahanan dan kesabaran dalam
menghadapi cobaan.
2. Resilience Matematik
Resilience Matematik dalam konteks Islam dapat dipahami sebagai
kemampuan untuk tetap tegar dan bertahan dalam menghadapi kesulitan
atau kegagalan dalam belajar matematika. Perspektif teori Islam
menekankan pentingnya tawakal (pasrah kepada kehendak Allah), ikhtiar
(usaha maksimal), dan doa dalam mengatasi kesulitan akademik, termasuk
dalam mempelajari matematika
Salah satu karya yang relevan adalah Hasan (2002), yang membahas
filosofi pendidikan Islam dan tujuan-tujuan pendidikan dalam Islam. Dalam
karya ini, Hasan menyoroti konsep tawakal dan ikhtiar dalam mengatasi
cobaan serta pentingnya ketahanan dalam menghadapi tantangan.
3. Kemampuan Berkomunikasi Matematis
Dalam Islam, komunikasi yang baik merupakan nilai yang sangat
penting. Komunikasi matematis yang efektif mencerminkan kemampuan
seseorang untuk menyampaikan pemikiran dan solusi matematika secara
jelas dan persuasif. Perspektif teori Islam menekankan pentingnya akhlak
dalam berkomunikasi, seperti sopan santun, kejujuran, dan kesabaran, yang
dapat membantu meningkatkan kemampuan berkomunikasi matematis.

C. Kajian Penelitian Yang Relevan


Dalam konteks penelitian ini, beberapa artikel jurnal terbaru yang relevan
adalah:
1. Ahmad, R., & Abdullah, S. dalam penelitiannya tahun 2023 yang berjudul
“The Impact of Adversity Quotient and Resilience on Mathematical
Communication Skills: A Meta-Analysis”, pada International Journal of
Mathematics Education. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh Adversity Quotient (AQ) dan Resilience Matematik terhadap
kemampuan berkomunikasi matematis siswa melalui meta-analisis. Metode
penelitiannya menggunakan meta-analisis dilakukan dengan

10
mengumpulkan data dari berbagai penelitian terkait untuk kemudian
dianalisis secara statistik guna mengevaluasi hubungan antara AQ,
resilience matematik, dan kemampuan berkomunikasi matematis. Hasil
analisis menunjukkan adanya korelasi positif antara tingkat AQ dan
resilience matematik dengan kemampuan berkomunikasi matematis siswa,
memberikan implikasi penting bagi pengembangan strategi pembelajaran
matematika yang efektif.
2. Lim, K. H., & Tan, S. L. dalam penelitiannya tahun 2022 yang berjudul
“Enhancing Mathematical Communication Skills through Adversity
Quotient Training”, pada Journal of Mathematics Education. Penelitian ini
bertujuan untuk menginvestigasi efek pelatihan Adversity Quotient (AQ)
terhadap kemampuan berkomunikasi matematis siswa. Metode
penelitiannya dilakukan dengan memberikan pelatihan AQ kepada
kelompok siswa tertentu dan mengukur kemampuan berkomunikasi
matematis mereka sebelum dan sesudah pelatihan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelatihan AQ efektif meningkatkan kemampuan siswa
dalam menyampaikan pemikiran matematis secara jelas dan persuasif.

D. Kerangka Konseptual / Kerangka Teoritis

Adversity quotient (AQ) merupakan variabel independen dalam penelitian


ini. AQ mengacu pada kemampuan seseorang dalam menghadapi dan mengatasi
tantangan, hambatan dan kegagalan dalam berbagai bidang kehidupan. Semakin
tinggi tingkat AQ seseorang, maka semakin baik kemampuannya dalam
menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan.

Resilience Matematik merupakan variabel independen kedua dalam


penelitian ini. Resilience Matematik menggambarkan kemampuan siswa untuk
tetap tegar dan bertahan dalam menghadapi kesulitan atau kegagalan dalam
memahami serta menyelesaikan masalah matematika. Semakin tinggi tingkat
resilience matematik siswa, semakin baik kemampuannya dalam mengatasi
kesulitan matematika.
Kemampuan Berkomunikasi Matematis merupakan variabel dependen
dalam penelitian ini. Kemampuan berkomunikasi matematis mengacu pada
kemampuan siswa dalam menyampaikan pemikiran, konsep, dan solusi matematika
secara jelas, sistematis, dan persuasif kepada orang lain. Semakin baik kemampuan
berkomunikasi matematis siswa, semakin efektif mereka dalam mempresentasikan
pemikiran matematis dan memperoleh pemahaman yang mendalam dalam
pembelajaran matematika.

Keterkaitan antara variabel-variabel ini diasumsikan bahwa tingkat AQ dan


resilience matematik siswa akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam
berkomunikasi matematis. Semakin tinggi tingkat AQ dan resilience matematik
siswa, semakin baik kemampuan mereka dalam menyampaikan pemikiran
matematis kepada orang lain. Oleh karena itu, pengembangan strategi pembelajaran
matematika yang memperhatikan aspek AQ dan resilience matematik dapat
meningkatkan kemampuan berkomunikasi matematis siswa.

Dalam konteks ini, Adversity Quotient (AQ) dibagi menjadi tiga tingkatan:
Climber, Camper, dan Quitter. Climber adalah siswa yang mampu mengatasi
tantangan matematika dengan baik, Camper adalah siswa yang mampu bertahan
namun tidak begitu aktif menghadapi tantangan, dan Quitter adalah siswa yang
cenderung menyerah dalam menghadapi kesulitan matematika. Perbedaan dalam
tingkat AQ ini diasumsikan akan mempengaruhi kemampuan komunikasi
matematis siswa.

Resilience Matematik juga dibagi menjadi tiga tingkatan: Tinggi, Sedang,


dan Rendah. Tingkat resiliensi matematik ini menunjukkan seberapa baik siswa
dalam menghadapi kesulitan matematika. Variasi dalam tingkat resiliensi
matematik diasumsikan akan berdampak pada kemampuan komunikasi matematis
siswa.

Dengan demikian, kerangka konseptual ini menggambarkan keterkaitan


antara AQ, Resilience Matematik, dan Kemampuan Berkomunikasi Matematis
siswa kelas XI MAN 1 Trenggalek dalam pembelajaran matematika.

12
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, hipotesis penelitian dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis 1 (H1): Terdapat pengaruh yang signifikan antara Adversity
Quotient dan Resilience Matematik terhadap kemampuan
berkomunikasi matematis siswa kelas XI MAN 1 Trenggalek dalam
pembelajaran matematika.
2. Hipotesis 2 (H2): Terdapat perbedaan yang signifikan dalam
kemampuan komunikasi matematis antara siswa SMA yang memiliki
tingkatan adversity quotient (climber, camper, quitter).
3. Hipotesis 3 (H3): Terdapat perbedaan yang signifikan dalam
kemampuan komunikasi matematis antara siswa SMA yang memiliki
tingkatan resiliensi matematis (tinggi, sedang, rendah).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis


Pendekatan penelitian adalah cara atau cara pandang yang digunakan peneliti
untuk mengatasi permasalahan penelitian. Ini mencakup metode, strategi dan teknik
yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data dan
menafsirkan hasilnya.
Jenis pendekatan penelitian mengacu pada klasifikasi atau kategorisasi
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ketika terdapat beberapa jenis
pendekatan penelitian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian


ex-post facto. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian deskriptif asosiatif
komparatif yang didalamnya terdapat berbagai jenis pendekatan penelitian.

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang fokus pada pengukuran,


analisis data, dan generalisasi hasil penelitian. Tujuan dari pendekatan ini adalah
untuk mengumpulkan data yang dapat diukur secara numerik dan dianalisis
menggunakan metode statistik.

Metode penelitian ex-post facto merupakan metode penelitian yang dilakukan


setelah fenomena atau peristiwa yang diteliti telah terjadi. Penelitian ini berupaya
untuk mengidentifikasi hubungan sebab akibat atau dampak antar variabel yang
ada. Kerlinger (1964) mendefinisikan penelitian ex post facto sebagai penelitian
yang telah terjadi variabel terikat atau bebas dan peneliti memulai dengan
mengamati variabel bebas atau terikat tersebut.

Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan atau mengidentifikasi


karakteristik atau fenomena tertentu dalam populasi. Penelitian ini tidak mencoba
untuk menjelaskan atau menguji hubungan sebab-akibat, namun lebih pada
deskripsi fenomena yang diamati.

14
Penelitian asosiatif bertujuan untuk menemukan hubungan atau korelasi antara
dua atau lebih variabel. Penelitian ini tidak mencoba untuk menentukan sebab-
akibat, namun hanya mengidentifikasi hubungan antara variabel-variabel tersebut.
Penelitian komparatif bertujuan untuk membandingkan dua atau lebih
kelompok atau variabel untuk melihat perbedaan atau kesamaan di antara mereka.
Penelitian ini dapat menggunakan teknik statistik untuk menguji perbedaan atau
kesamaan antar kelompok atau variabel.
Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode penelitian ex-post
facto, penelitian ini akan menjelajahi hubungan antara Adversity Quotient,
Resilience Matematik, dan Kemampuan Berkomunikasi Matematis siswa kelas XI
MAN 1 Trenggalek dalam pembelajaran matematika.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kemampuan
komunikasi matematis siswa kelas XI MIPA ditinjau dari tingkatan adversity
quotient (climber, camper, quitter) dan resiliensi matematis (tinggi, sedang, rendah).
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif asosiatif komparatif dengan
pendekatan kuantitatif karena penelitian bertujuan mendeskripsikan dan
membandingkan dua variabel atau lebih antara variabel independen dan variabel
dependen.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di MAN 1 Trenggalek, tahun 2024. Lokasi penelitian
dipilih karena merupakan lingkungan yang relevan dan representatif untuk
mengumpulkan data. Waktu penelitian dilakukan untuk memastikan bahwa data
yang dikumpulkan mencerminkan kondisi dan situasi yang aktual pada saat
penelitian dilakukan.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah kumpulan lengkap dari semua individu, objek, atau


peristiwa yang memiliki karakteristik atau atribut tertentu yang diteliti oleh peneliti.
Populasi dapat berupa seluruh anggota dari suatu kelompok atau wilayah tertentu
yang relevan dengan topik penelitian.
Sampel adalah sebagian atau sebagian populasi yang mewakili populasi
tersebut. Sampel dipilih dan diuji atau diamati untuk memperoleh informasi yang
dapat digunakan untuk menarik kesimpulan tentang populasi yang lebih luas.

Populasi penelitian ini seluruhnya adalah siswa MAN I Trenggalek.


Sampel penelitian ini terdiri dari siswa kelas XI MIPA MAN 1 Trengalek.

Dalam penelitian ini sampel diambil secara acak dari populasi siswa kelas
XI MIPA MAN I Trengalek. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
simple random sampling dimana setiap siswa MIPA kelas XI mempunyai peluang
yang sama untuk dijadikan sampel.

Untuk menentukan jumlah sampel yang representatif, peneliti dapat


menggunakan rumus statistik atau pertimbangan praktis berdasarkan ukuran
populasi, tingkat signifikansi, dan margin of error yang diinginkan. Setelah itu,
jumlah sampel yang diperlukan dapat dihitung dan siswa dipilih secara acak untuk
menjadi bagian dari sampel penelitian. Dengan menggunakan teknik sampling yang
tepat, diharapkan sampel penelitian ini dapat mewakili populasi siswa kelas XI
MIPA MAN 1 Trenggalek secara keseluruhan.

Jika diketahui populasi siswa kelas 11 mipa sebanyak 190


orang. Maka untuk menghitung sampel dari populasi 190 orang menggunakan
teknik random sampling dapat menggunakan rumus Slovin. Berikut adalah contoh
rumus Slovin:

n = (N * p * (1 - p)) / (N - 1)

Dimana:

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

p = tingkat kepercayaan atau tingkat ketidaktelitian yang Anda inginkan

Jika Anda menginginkan sampel dengan tingkat kepercayaan 95% (p = 0.95), maka
Anda dapat menghitung jumlah sampel sebagai berikut:

16
n = (190* 0.95 * (1 - 0.95)) / (190 - 1)

n = (190* 0.95 * 0.05) / 189

n = 9.05/189

n ≈ 0.0478

Jadi, ukuran sampel yang diperlukan sekitar 9.025, yang biasanya kita
bulatkan menjadi 10 untuk memudahkan pelaksanaan.

Untuk mempertimbangkan proposisi laki-laki dan perempuan, dapat


menggunakan teknik sampling berdasar area (cluster random sampling) atau
pengambilan sampel berdasar area (area sampling). Namun, jika ingin
menggunakan teknik random sampling, tidak perlu mempertimbangkan proposisi
laki-laki dan perempuan, karena teknik ini secara alamiah akan mempertimbangkan
semua sifat-sifat populasi.

D. Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian Anda menggunakan dua jenis
instrumen: kuesioner angket untuk mengukur AQ dan ketahanan matematis, serta
tes untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Oleh karena itu,
keduanya memberikan informasi yang komprehensif untuk menjawab
rumusan masalah.
a. Kuesioner
Kuesioner merupakan alat yang efektif untuk mengumpulkan data
dari responden dalam penelitian kuantitatif. Langkah-langkah dalam
merencanakan dan menjelaskan teknik pengumpulan data melalui kuesioner
adalah sebagai berikut:Perancangan Kuesioner:
- Identifikasi variabel-variabel yang akan diteliti, yaitu Adversity Quotient,
Resilience Matematik, dan kemampuan berkomunikasi matematis.
- Buatlah pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan variabel-variabel
tersebut. Pastikan pertanyaan-pertanyaan tersebut jelas, terukur, dan relevan
dengan tujuan penelitian.
1. Validasi Kuesioner
Setelah merancang kuesioner, lakukan validasi untuk memastikan
kuesioner tersebut valid dan reliabel. Anda dapat melakukan uji coba
terhadap beberapa responden untuk memperbaiki dan menyesuaikan
kuesioner jika diperlukan.
2. Penyebaran Kuesioner
Setelah kuesioner divalidasi, sebarkan kuesioner kepada responden
yang merupakan siswa kelas XI MAN 1 Trenggalek. Pastikan bahwa
responden memahami instruksi dan pertanyaan yang diajukan dalam
kuesioner.
3. Pengumpulan Data
Setelah kuesioner diisi oleh responden, kumpulkan kembali
kuesioner tersebut. Pastikan bahwa data yang diperoleh lengkap dan dapat
diandalkan.
4. Analisis Data
Setelah pengumpulan data selesai, lanjutkan dengan analisis data
menggunakan teknik statistik yang sesuai. Misalnya, Anda dapat
menggunakan analisis regresi untuk melihat pengaruh Adversity Quotient
dan Resilience Matematik terhadap kemampuan berkomunikasi matematis
siswa.

Berikut contoh pertanyaan-pertanyaan yang dimasukkan ke dalam


kuesioner untuk meneliti pengaruh Adversity Quotient dan Resilience
Matematik terhadap kemampuan berkomunikasi matematis siswa kelas XI
MAN 1 Trenggalek:

Bagian 1: Informasi Responden

1. Nama (Opsional):
2. Jenis Kelamin:

18
- Laki-laki
- Perempuan
3. Kelas: XI MIPA

Bagian 2: Adversity Quotient (AQ)

1. Seberapa sering Anda menghadapi kesulitan dalam memahami konsep


matematika?
- Jarang sekali
- Kadang-kadang
- Sering
- Selalu
2. Bagaimana Anda biasanya menanggapi kesulitan yang muncul saat belajar
matematika?
- Menyerah dengan cepat
- Coba beberapa kali sebelum menyerah
- Bertahan dan mencari solusi alternatif
- Tetap bertahan dan berusaha menyelesaikan masalah
3. Seberapa percaya diri Anda dalam mengatasi kesulitan dalam memecahkan
masalah matematika?
- Sangat tidak percaya diri
- Tidak percaya diri
- Agak percaya diri
- Sangat percaya diri
4. Sejauh mana Anda merasa mampu mengendalikan reaksi Anda saat
menghadapi situasi sulit dalam pembelajaran matematika?
- Tidak mampu mengendalikan
- Sedikit mampu mengendalikan
- Cukup mampu mengendalikan
- Sangat mampu mengendalikan
5. Seberapa besar Anda merasa memiliki tanggung jawab terhadap kesulitan
yang Anda alami dalam mempelajari matematika?
- Tidak merasa memiliki tanggung jawab
- Sedikit merasa memiliki tanggung jawab
- Cukup merasa memiliki tanggung jawab
- Sangat merasa memiliki tanggung jawab

Bagian 3: Resilience Matematik


1. Bagaimana Anda menilai kemampuan Anda dalam menemukan solusi
untuk masalah matematika yang sulit?
- Sangat buruk
- Buruk
- Cukup baik
- Sangat baik
2. Seberapa sering Anda mencari strategi alternatif jika mengalami kesulitan
dalam memahami konsep matematika?
- Jarang sekali
- Kadang-kadang
- Sering
- Selalu
3. Bagaimana Anda menanggapi kegagalan dalam memahami materi
matematika?
- Cepat menyerah
- Berusaha mencari solusi alternatif
- Tetap mencoba sampai berhasil
- Melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar
4. Seberapa optimis Anda tentang kemampuan Anda dalam memahami materi
matematika meskipun menghadapi kesulitan?
- Sangat pesimis
- Pesimis
- Optimis

20
- Sangat optimis

Pertanyaan-pertanyaan ini dirancang untuk mengevaluasi tingkat


Adversity Quotient, Resilience Matematik, Dengan jawaban dari kuesioner
ini, peneliti dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk melihat
hubungan antara variabel-variabel tersebut.

Untuk menghitung skor kuesioner dapat menggunakan skala Likert,


dapat menggunakan metode yang sederhana, yaitu dengan menjumlahkan
nilai jawaban yang diberikan oleh setiap responden untuk setiap pertanyaan.
Berikut adalah contoh cara menghitung skala Likert:

Misalkan Anda memiliki lima pertanyaan per bagian AQ dan resilience


matematis dalam kuesioner dengan opsi jawaban skala Likert dari 1 hingga 4,
ntuk menghitung skala Likert, Anda dapat menjumlahkan nilai jawaban yang
diberikan oleh setiap responden untuk setiap pertanyaan. Berikut adalah
langkah-langkahnya:

1. Tentukan rentang skor untuk setiap opsi jawaban. Dalam kasus ini,
opsi jawaban adalah dari 1 hingga 4.
2. Jumlahkan nilai jawaban yang diberikan oleh setiap responden untuk
setiap pertanyaan. Misalnya, untuk pertanyaan pertama:
Responden 1: 3
Responden 2: 2
Responden 3: 4
Responden 4: 3
Responden 5: 4
Responden 6: 2
Total jawaban untuk pertanyaan pertama: 3 + 2 + 4 + 3 + 4 + 2 = 18
3. Ulangi langkah yang sama untuk semua pertanyaan dalam kuesioner.
4. Jumlahkan nilai jawaban untuk setiap responden pada setiap
pertanyaan.
5. Hitung total nilai untuk setiap responden.
6. Hitung rata-rata nilai untuk setiap pertanyaan dengan menjumlahkan
nilai total dari semua responden dan membaginya dengan jumlah
responden.
7. Interpretasikan hasilnya.

Misalnya, jika ingin mengetahui rata-rata nilai untuk pertanyaan pertama:

- Total nilai untuk pertanyaan pertama: 18 dengan responden 6


- Rata-rata nilai untuk pertanyaan pertama: 18 / 6 = 3

Dengan demikian, rata-rata nilai untuk pertanyaan pertama adalah 3,


yang menunjukkan bahwa responden cenderung "ditengah tengah" terhadap
pertanyaan tersebut. Lakukan langkah yang sama untuk pertanyaan lainnya
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap tentang persepsi
responden terhadap setiap aspek yang diteliti.

b. Tes
Teknik pengumpulan data tes adalah metode yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi atau data dari responden melalui serangkaian
pertanyaan atau tugas yang dirancang khusus. Tujuan utamanya adalah
untuk mengukur atau mengevaluasi pemahaman, pengetahuan,
keterampilan, atau sikap yang menjadi fokus penelitian atau evaluasi.
Peneliti memberikan tes uraian untuk mengukur kemampuan
pemahaman komunikasi matematis. dan dapat memberikan skor pada soal
uraian dengan menggunakan rubrik penilaian yang telah disiapkan
sebelumnya, membantu memberikan penilaian yang konsisten dan objektif
terhadap setiap jawaban siswa.

Berikut adalah contoh rubrik penilaian untuk menilai jawaban pada


soal-soal uraian di atas:

Rubrik Penilaian:

1. Ketepatan Jawaban (0-4 poin):

22
- 0 poin: Jawaban tidak relevan atau tidak memenuhi
persyaratan.
- 1-2 poin: Jawaban kurang tepat dan kurang jelas.
- 3 poin: Jawaban cukup tepat dengan sedikit kekurangan
dalam penjelasan.
- 4 poin: Jawaban sangat tepat, jelas, dan menyeluruh.

2. Kekreatifan (0-3 poin):


- 0 poin: Tidak ada elemen kreatifitas dalam jawaban.
- 1-2 poin: Ada upaya kecil untuk mengaitkan konsep dengan
contoh kehidupan sehari-hari.
- 3 poin: Jawaban sangat kreatif dan menyajikan contoh yang
menarik dan relevan.
3. Konsistensi dan Kejelasan (0-3 poin):
- 0 poin: Jawaban tidak konsisten dan kurang jelas.
- 1-2 poin: Terdapat beberapa inkonsistensi dan ketidakjelasan
dalam penjelasan.
- 3 poin: Jawaban konsisten dan sangat jelas dalam
menjelaskan langkah-langkah atau konsep.
4. Kualitas Komunikasi (0-3 poin):
- 0 poin: Tidak ada usaha untuk berkomunikasi secara efektif.
- 1-2 poin: Ada upaya komunikasi, tetapi tidak efektif.
- 3 poin: Komunikasi efektif dan kolaborasi yang baik dengan
teman sekelas.

Setelah rubrik penilaian disiapkan, dapat digunakan rubrik untuk


menilai setiap jawaban siswa pada soal-soal uraian. Jumlahkan skor dari
setiap kriteria pada rubrik untuk setiap jawaban siswa, dan tentukan total
skor untuk masing-masing siswa. Dengan demikian, akan mendapatkan
penilaian yang komprehensif terhadap kemampuan siswa dalam menjawab
soal-soal uraian tersebut.
E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat atau metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Alat-alat tersebut meliputi survei,
wawancara, observasi, tes, atau metode lain yang dirancang untuk mengumpulkan
informasi yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mencapai
tujuan penelitian yang ditentukan.

Penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen penelitian:

1. Menggunakan alat tes untuk mengukur atau memperoleh informasi


tentang kemampuan komunikasi matematis.

2. Gunakan matematika untuk memperoleh data adveristy quoetient dan


resilience matematis menggunakan model instrumen kuesioner (angket).

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Suatu alat evaluasi dianggap valid (sah atau efektif) jika dapat mengevaluasi
apa yang dievaluasi, sesuai dengan pernyataan Suherman (2003). Oleh karena itu,
efektivitasnya bergantung pada seberapa akurat suatu alat penilaian dapat
menjalankan fungsinya. Suatu alat evaluasi dikatakan efektif apabila dapat
mengevaluasi sasaran secara akurat.

Persamaan korelasi product moment Pearson digunakan untuk menghitung


koefisien validitas tes deskriptif. Rumus alpha (Cronbach Alpha) digunakan untuk
menghitung reliabilitas tes uraian.

Penelitian ini menggunakan Validitas dan Reliabilitas penelitian, yakni :

1. Untuk menghitung koefisien validitas uji deskriptif digunakan rumus korelasi


product moment Pearson dengan menggunakan angka mentah (raw score) .

2. Rumus alpha (Cronbach Alpha) digunakan untuk menghitung reliabilitas tes


uraian. Uji reliabilitas dihitung dengan menggunakan aplikasi SPSS.

24
Berikut langkah-langkah menghubungkan soal-soal tersebut dengan skor
selanjutnya dan analisis statistik yang relevan:

a. Pemberian Skor: Setiap jawaban siswa dapat dinilai berdasarkan kriteria


yang telah ditentukan sebelumnya. Misalnya, memberikan skor berdasarkan
ketepatan jawaban, kejelasan penjelasan, dan kompleksitas pemikiran yang
terkandung dalam jawaban. Skor tersebut kemudian dapat ditotal untuk
setiap siswa.
b. Menghitung Korelasi Antara Skor: Setelah mendapatkan skor untuk setiap
siswa, dapat menghitung korelasi antara skor dari setiap soal menggunakan
rumus korelasi Pearson product moment. Hal ini membantu mengevaluasi
konsistensi antara skor dari berbagai item soal.
c. Menghitung Alpha (Cronbach Alpha): Setelah mendapatkan korelasi antara
skor dari setiap soal, memasukkan skor-skornya ke dalam perangkat lunak
statistik seperti SPSS untuk menghitung reliabilitas menggunakan rumus
Alpha (Cronbach Alpha). Nilai Alpha yang tinggi menunjukkan tingkat
konsistensi yang tinggi antara item-item soal dalam tes.
d. Analisis Statistik Lanjutan: Setelah menghitung reliabilitas, dilanjutkan
dengan analisis statistik lanjutan sesuai dengan tujuan penelitian. Jika ingin
membandingkan skor antara kelompok siswa yang berbeda, menggunakan
uji statistik seperti uji t atau uji ANOVA untuk menentukan ada tidaknya
perbedaan signifikan antara kelompok-kelompok tersebut.

Dengan demikian, langkah-langkah menghubungkan soal-soal tes uraian


dengan skor siswa dan analisis statistik lanjutan yang relevan untuk
menginterpretasi hasil penelitian.

G. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data adalah proses terstruktur dan sistematis untuk
memproses, memeriksa, menafsirkan, dan mengumpulkan data mentah sehingga
dapat diubah menjadi informasi yang bermakna dan berguna dalam konteks
penelitian atau tujuan analisis tertentu. Hal ini mencakup penggunaan berbagai
metode statistik, teknik pengkodean, serta klasifikasi dan interpretasi data untuk
mengidentifikasi pola, tren, dan hubungan yang relevan.
Menurut Miles dan Huberman (1994), teknik analisis data merupakan
langkah penting dalam proses penelitian yang memungkinkan diambilnya
kesimpulan yang akurat.
Dari data yang dikumpulkanPenliti menganalisis data menggunakan teknik :
1. Statistik deskriptif melakukan uji prasyarat: mencari maksimum,
minimum, mean, standar deviasi, dan varians.
2. Gunakan aplikasi SPSS untuk melakukan uji prasyarat analisis yaitu
uji normalitas dan homogenitas, serta menghitung statistik
inferensial.
3. Apabila sebaran data penelitian anda tidak berdistribusi normal,
lanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis.
4. Uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk (tingkat
signifikansi 𝛼 = 0,05) dengan menggunakan aplikasi SPSS
Statistics.
5. Jika data penelitian Anda terdistribusi normal, lanjutkan dengan
pengujian homogenitas varians.
6. Uji hipotesis: Jika distribusinya normal dan variansnya homogen,
maka pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan ANOVA
satu arah.
7. Apabila sebagian atau seluruh data setiap keterampilan tidak
berdistribusi normal maka dilakukan uji hipotesis dengan
menggunakan uji Kruskal-Wallis.
8. Apabila hasil uji Anova satu arah, uji Brown-Forshyte, Welch, atau
Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, maka
dilakukan uji lanjutan (uji post-hoc).

26
6. Dua kelompok tingkat indeks kesulitan (Quitter-Campers, Quitter-
Climbers, Camper-Climbers) dan dua kelompok tingkat ketahanan
matematis (rendah-sedang, rendah-tinggi, dan sedang-tinggi).

H. Tahapan Penelitian
Tahap penelitian meliputi perencanaan, pengumpulan data, analisis data,
dan penyajian hasil. Proses penelitian mempunyai tiga tahapan yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.

1. Tahap Persiapan

a. Meneliti masalah, mencari referensi, dan melakukan tinjauan pustaka.


b. Merumuskan masalah.
c. Membuat proposal penelitian.
d. Kunjungi sekolah dan lakukan observasi yang akan dijadikan sebagai
tempat penelitian.
e. Tentukan materi dan instrumen penelitian.
f. Validitas instrumen dilaksanakan
g. Pengujian instrumen penelitian.
h Menganalisis hasil tes/uji coba dan menarik kesimpulan.
i. Menentukan sampel

2. Tahap Implementasi

a. Pemberian angket adversity quotient dan resilience matematik kepada


siswa Kelas XI MIPA MAN 1 Trengalek.
b. Beri soal tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas 11 MAN 1
Trenggalek

3. Tahap Akhir

a. Mengumpulkan data hasil penelitian.


b. Melakukan analisis dan pengolahan data penelitian.
c. Menarik kesimpulan dari hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Gutierrez, P. (2015). The role of mathematics resilience in the relationship between


mathematics self-efficacy and achievement. International Journal of Science
and Mathematics Education, 13(5), 1105-1126.

Jones, K., Tarr, J. E., & Portsmore, M. (2018). Investigating the role of
communication in mathematics learning. Journal for Research in
Mathematics Education, 49(3), 338-371.

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and standards for


school mathematics. Reston, VA: Author.

Pajares, F. (2002). Gender and perceived self-efficacy in self-regulated learning.


Theory into practice, 41(2), 116-125.

Stoltz, P. G. (1997). Adversity quotient: Turning obstacles into opportunities.


John Wiley & Sons.

Martin, J. R. (2010). Adversity quotient: The science of turning setbacks into


success. John Wiley & Sons.

Al-Hilali, M. T., & Khan, M. M. (2007). Interpretation of the Meanings of the Noble
Qur'an in the English Language. Darussalam.

Hasan, S. (2002). Islamic education: Its philosophy and objectives. The Islamic
Quarterly, 46(1), 27-45.

Ahmad, R., & Abdullah, S. (2023). The Impact of Adversity Quotient and
Resilience on Mathematical Communication Skills: A Meta-Analysis.
International Journal of Mathematics Education.

Lim, K. H., & Tan, S. L. (2022). Enhancing Mathematical Communication Skills


through Adversity Quotient Training. Journal of Mathematics Education.

28
Al'atif, A. M. (2023). KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA
KELAS XI DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT DAN RESILIENSI
MATEMATIS (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia).
LAMPIRAN 1
Hasil Observasi/studi pendahuluan

(a) (b)

9(Gambar 1.1 Hasil Jawaban Tes Pra-Penelitian Kemampuan9(


Komunikasi
Matematis Siswa

Pada gambar (b) jawaban soal nomer 2 menunjukkan gambar taman


berbentuk persegi panjang yang diilustrasikan kurang simetris, penalaran
sistematisnya sudah ikut berperan namun tidak disertai penjelasan besarnya satuan
dari ilustrasi taman tersebut. Kurangnya pemberian tulisan diketahui, ditanya dan
dijawab pada keseluruhan jawaban dimaksudkan agar lebih sistematisnya jawaban.

30
Pada gambar (b) jawaban soal nomer soal nomor 1 peng-ilustrasian kubus ke dalam
gambar tanpa tutup belum lengkap atau berhasil, hal ini dapat merubah atau
memengaruhi cara bagaimana jawaban dari soal yang dikerjakan

Dari jawaban pertanyaan nomer 1 tentang indikator hingga jawaban


pertanyaan nomer 3, representasi matematis dari variabel-variabel tersebut belum
lengkap dalam penyelesaiannya. sudah cukup memahami dengan benar cara
penulisannya Ia dalam bentuk komunikasi matematis pertanyaan yang diajukan,
namun ia tidak bisa menjelaskan solusinya secara lengkap secara sistematis,
bagaimana menuliskannya dalam bentuk komunikasi yang sistematis.

Dari hasil studi pra-penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan


komunikasi matematis siswa kelas XI MIPA MAN 1 Trengalek cukup rendah, dan
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan
komunikasi matematis di wilayah MAN 1 Trenggalek.
LAMPIRAN 2
Instrumen Pengumpulan Data

Soal uraian mengukur pemahaman konsep matematika siswa kelas 11 mipa


di MAN 1 Trenggalek, beserta kisi-kisinya:

NO. SOAL KISI-KISI


1. Jelaskan dengan kata-kata Anda - Kemampuan dalam menjelaskan
sendiri konsep turunan fungsi konsep turunan dengan bahasa
matematika dan berikan contoh sendiri.
penggunaannya dalam kehidupan - Kreativitas dalam memberikan
sehari-hari. contoh aplikasi turunan dalam
konteks nyata
2. Gambarkan langkah-langkah - Kemampuan dalam menuliskan
penyelesaian untuk menemukan langkah-langkah penyelesaian
akar-akar persamaan kuadratik persamaan kuadratik.
dan jelaskan signifikansinya - Konsistensi dan kejelasan dalam
dalam menyelesaikan masalah menjelaskan signifikansi akar-
matematika. akar persamaan kuadratik.
3. Jelaskan bagaimana Anda akan - Kemampuan dalam menjelaskan
menggunakan pendekatan visual, penggunaan pendekatan visual
seperti diagram atau grafik, untuk untuk konsep trigonometri.
menjelaskan konsep fungsi - Kreativitas dalam menyusun
trigonometri kepada teman diagram atau grafik yang dapat
sekelas yang kesulitan membantu pemahaman.
memahaminya.
4. Buatlah sebuah analogi atau - Kemampuan dalam membuat
cerita yang dapat Anda gunakan analogi atau cerita yang relevan
untuk menjelaskan konsep dengan konsep integral tentu.

32
integral tentu kepada seseorang - Kreativitas dalam
yang belum mengerti. menyampaikan konsep secara
menarik dan mudah dipahami.
LAMPIRAN 3
Jurnal nasional dan internasional

https://jim.bbg.ac.id/pendidikan/article/view/680
https://media.neliti.com/media/publications/71767-ID-kemampuan-
komunikasi-matematis-siswa-dit.pdf
https://repository.unja.ac.id/58234/6/SKRIPSI%20A1A119070%20DEARTI.
pdf
http://repository.upi.edu/id/eprint/90156
https://drive.google.com/drive/folders/1nna1BDBoq0NaS8hCgJqxQHulWeoc
nUwb

34
LAMPIRAN 4
Hasil Cek Turnitin
LAMPIRAN 5
Biodata peneliti

Nama Lengkap : Shofia Prabawati Kusuma Putri


TTL : Trenggalek, 07 Juli 2004
No. HP : 082232259713
Alamat Domisili : RT. 05 RW. 02 Dsn. Krajan Ds. Jatiprahu Kec. Karangan
Kab. Trenggalek Prov. Jawa Timur
Hobi : Membaca
Cita-Cita : Dosen
Harapan : Lebih sukses kedepan-nya

Malang, 16 April 2024

Shofia Prabawati K.P.

36

Anda mungkin juga menyukai