Anda di halaman 1dari 16

BAB I

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN

A. Pendahuluan

Modul pembelajaran ini membahas peran Muhammadiyah dalam bidang


pendidikan, fokus pada faktor-faktor yang melatarbelakangi gerakan ini, cita-cita
pendidikan Muhammadiyah, bentuk-bentuk dan model pendidikan yang
diterapkan, serta pemikiran dan praksis pendidikan Muhammadiyah. Selain itu,
kita juga akan mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh Muhammadiyah
dalam upaya revitalisasi pendidikan.

Gerakan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan muncul sebagai


tanggapan terhadap kejumudan keberagamaan dan terpuruknya pendidikan
masyarakat Indonesia pada saat itu. Pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad
Dahlan, prihatin dengan kondisi umat Islam yang mengalami ketiga penyakit
kronis: kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Gerakan ini lahir untuk
membebaskan bangsa Indonesia dari kondisi tersebut, dengan membentuk
manusia muslim yang baik budi pekerti, alim dalam agama, luas dalam
pandangan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat.

Muhammadiyah memiliki cita-cita dalam pendidikan, yang merupakan


bagian integral dari visi dan misinya. Cita-cita ini melibatkan pembentukan
karakter pribadi muslim yang memiliki akhlak, kemandirian individu, berjiwa
sosial, dan kesediaan hidup bermasyarakat. Pendidikan Muhammadiyah bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya melalui dakwah,
dengan pendidikan sebagai salah satu sarana utama.

Muhammadiyah melakukan pembaharuan pendidikan dengan


menggabungkan sistem pondok pesantren dan pendidikan Barat. Model ini
diimplementasikan dalam sekolah dan madrasah, dengan menggunakan fasilitas
modern seperti meja, kursi, dan papan tulis. Pendidikan Muhammadiyah juga
menekankan pendidikan holistik, yang menciptakan peserta didik dengan
kepribadian utuh, berakhlak mulia, dan berguna bagi masyarakat.
Pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, mendorong penyempurnaan
pendidikan akal melalui pengajaran Ilmu Mantiq. Pendidikan Muhammadiyah
berfokus pada penyadaran fungsi dan peran manusia dalam menerapkan Islam
yang sebenarnya, mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan, dan
mengembangkan sikap toleran terhadap kemodernan. Pemikiran ini tercermin
dalam praktek pengajaran Muhammadiyah, yang menggabungkan ilmu agama dan
umum.

Muhammadiyah dihadapkan pada tantangan kualitas dan relevansi


pendidikan, terutama dalam aspek filosofis, manajemen dan kepemimpinan, serta
problem birokratis. Revitalisasi pendidikan Muhammadiyah memerlukan
perubahan dalam visi dan misi, manajemen dan kepemimpinan yang efektif, serta
penanganan problem birokratis. Pendidikan Muhammadiyah perlu memperkuat
inti nilai dan keyakinan, memperbaiki sistem manajemen dan kepemimpinan,
serta mengatasi hambatan birokratis dalam organisasinya.

Dengan memahami faktor-faktor sejarah, cita-cita, bentuk pendidikan,


pemikiran pendidikan, serta tantangan dan revitalisasi Muhammadiyah dalam
pendidikan, diharapkan modul ini dapat memberikan pemahaman mendalam
kepada peserta pembelajaran tentang peran dan kontribusi Muhammadiyah dalam
mengembangkan sistem pendidikan di Indonesia.

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Mengetahui dan memahami Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan


secara bermakna yang dapat menjelaskan aspek “bagaimanakah” gerakan
Muhammadiyah dalam Pendidikan dan peran “apa” Muhammadiyah dalam
Pendidikan.

Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Mampu menjelaskan gerakan Muhammadiyah dalam pendidikan dan dapat


memahami gerakan Muhammadiyah dalam Pendidikan.
Pokok-Pokok Materi

1. Faktor yang melatarbelakangi gerakkan muhammadiyah dibidang


pendidikan
2. Cita-Cita Pendidikan Muhammadiyah
3. Bentuk-Bentuk dan Model Pendidikan Muhammadiyah
4. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhammdiyah
5. Tantangan dan Revitalis Pendidikan Muhammadiyah

B. Sub Pokok Bahasan


1. Faktor yang Melatarbelakangi Gerakkan Muhammadiyah Dibidang
Pendidikan

Kejumudan keberagamaan serta terpuruknya pendidikan masyarakat


Indonesia merupakan beberapa sebab kelahiran Muhammadiyah. Faktor yang
melatarbelalakangi gerakan Muhammadiyah dibidang pendidikan adalah faktor
internal dalam diri K.H. Dahlan sendiri yang sangat prihatin dengan melihat
kondisi rill yang dialami umat Islam pada saat itu. Ada tiga penyakit kronis umat
Islam pada saat itu, yakni kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan (“Matan
Keyakinan Dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (Mkchm),” 2020).

Di tengah kondisi bangsa Indonesia yang mengalami keterpurukan,


muncul anak bangsa dari keturunan Kyai yang cerdas dan memiliki pemikiran
modern, yaitu KH. Ahmad Dahlan yang lahir sebagai seorang pejuang yang
berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari keterbelakangan dan
ketermarjinalan. Usaha yang dilakukan Ahmad Dahlan adalah mendirikan
organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912 M di kota pelajar Yogyakarta
(“Matan Keyakinan Dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (Mkchm),” 2020).

Muhammadiyah sebagai pelopor pembaharuan pendidikan Islam di


Indonesia. Semua hasil jerih payah K.H. Ahmad Dahlan dapat dirasakan
manfaatnya hingga saat ini. Keterkaitan Muhammadiyah dengan dunia pendidikan
terasa begitu spesial dan unik (Harianto, 2018). Muhammadiyah merupakan
organisasi di luar pemerintahan yang memiliki lembaga pendidikan dan
pengajaran terbesar di Indonesia. Pembaharuan pendidikan meliputi dua segi,
yaitu segi cita-cita dan teknik pengajaran. Dari segi cita-cita yang dimaksud K.H.
Ahmad Dahlan ialah ingin membentuk manusia muslim yang baik budi pekerti,
alim dalam agama, luas dalam pandangan dan faham masalah keduniaan, dan
bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat meja, kursi dan papan tulis, tidak
lagi duduk di lantai (Ilham & Syamsuddin, 2021).

K.H.Ahmad Dahlan memiliki ide-ide pembaruan yang signifikan untuk


kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia. Sejak tahun 1905, ia telah banyak
melakukan dakwah dan pengajian yang berisi faham baru dalam Islam dan
menitik beratkan pada segi amaliyah. Menurutnya, Islam adalah agama amal,
suatu agama yang mendorong umatnya untuk banyak bekerja dan melakukan
sesuatu yang bermanfaat(Rohani, 2021). Salah satu upaya dalam rangka
memutuskan lingkaran syetan tersebut adalah dengan pencerdasan. Pencerdasan
bisa terwujud melalui jalur pendidikan. Akibat ketidakcerdasan dengan arti
seluas-luasnya, sikap dan perilaku keberagamaan umat Islam saat itu belum
rasional. Akibatnya keberagamaan menjadi tidak rasional tersebut yang
menyebabkan banyak ajaran Islam dicampuradukkan dengan takhayyul, bidah dan
khurafat serta tumbuh suburnya sikap taklid Semua itu telah menggiring umat
Islam kepada kondisi kehilangan elan vital dan semangat hidup. Kondisi social
umat Islam seperti ini dimanfaatkan oleh penjajah kolonial Belanda dan fasisme
Jepang agar nusantara tetap berada dalam cengkramannya (“Matan Keyakinan
Dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (Mkchm),” 2020).

Kondisi yang sangat memperihatinkan di atas dijawab oleh KH. Ahmad


Dahlan dengan mendirikan sekolah sebelum mendirikan organisasi
Muhammadiyah. Pada tahun 1911, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah
dengan muridnya yang hanya sepuluh orang. Saat itu Ahmad Dahlan sendiri
sebagai pengajar Ilmu agama dan Sumarsono Mestoko dan teman-temann
pemerintah bersedia membantu mengajarkan beberapa ilmu umum tahun 1986.
Atas dasar semangat kontribusi dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,
Muhammadiyah sebagai organisasi pun didirikan setahun kemudian . Sekolah
tersebut bernama “Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah” yang berada di rumah
beliau sendiri dalam ruang tamunya yang hanya berukuran 2,5 X 6 M (“Matan
Keyakinan Dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (Mkchm),” 2020).

Adapun alasan lain K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah


untuk memiliki sekolah sendiri yang dikelola dengan baik dan didukung oleh
organisasi yang bersifat permanen. Bidang pendidikan dalam organisasi
Muhammadiyah merupakan amal usaha yang paling strategis dalam mewujudkan
cita-cita Muhammadiyah. Selain itu, pendidikan merupakan salah satu variabel
kehidupan yang memiliki daya pengaruh sangat signifikan dalam menentukan
perkembangan dan tingkat kemajuan individu, masyarakat, dan bangsa.
Pendidikan juga memiliki peranan sangat besar dalam merekayasa masa depan
umat (Harianto, 2018).

2. Cita-Cita Pendidikan Muhammadiyah

Dalam buku "Indonesia Berkemajuan" ditegaskan, bahwa Muhammadiyah


sebagai kekuatan nasional sejak awal berdirinya pada tahun 1912 telah berjuang
dalam pergerakan kemerdekaan dan melalui para tokohnya terlibat aktif
mendirikan Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus
1945 (Hanipudin, 2020).

Berbicara Cita-cita pendidikan Muhammadiyah berarti menjelaskan Visi


dan Misi Pendidikan Muhammadiyah. Bagi Muhammadiyah pendidikan
merupakan suatu hal sangat penting dan memiliki kedudukan yang sangat
strategis dalam mencapai suatu maksud dan tujuan Muhammadiyah, yaitu
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Tujuan itu bisa dicapai dengan melaksanakan
dakwah, salah satunya melalui pendidikan. Cita-cita pendidikan adalah terbentuk
karakter pribadi muslim yang memiliki akhlak, kemandirian individu dan berjiwa
sosial, sebagaimana K.H. Ahmad Dahlan pernah mengatakan bahwa suatu nilai
dasar pendidikan yang perlu dipertegas dan dilaksanakan untuk membangun
bangsa yang besar adalah (“Matan Keyakinan Dan Cita-Cita Hidup
Muhammadiyah (Mkchm),” 2020):

a) Pendidikan Akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia


yang baik berdasarkan Alquran dan Sunnah.
b) Pendidikan individu yaitu usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu
yang utuh, yang berkeseimbangan antara perkembangan mental dan
jasmani, keyakinan dan intelek, perasaan dan akal, dunia dan akhirat.
c) Pendidikan sosial yaitu usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan
keinginan hidup bermasyarakat.
Semangat yang ditunjukkan Muhammadiyah yang lahir untuk
mementingkan pendidikan dan pengajaran yang berdasarkan Islam, baik
pendidikan di sekolah/madrasah ataupun pendidikan dalam masyarakat. Maka
tidak heran sejak berdirinya Muhammadiyah membangun
sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dan mengadakan tabligh- tabligh, bahkan
juga menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah yang berdasarkan Islam (Ilham
& Syamsuddin, 2021).

Usaha pembaharuan Muhammadiyah secara ringkas dapat dibagi ke dalam


tiga bidang garapan, yaitu: bidang keagamaan, pendidikan, dan kemasyarakatan.
Fungsi pendidikan dalam Muhammadiyah, sebagaimana diungkapkan oleh
Qomari Anwar, yakni (Ilham & Syamsuddin, 2021);

a) Pertama, sebagai ibadah dan sarana dakwah Muhammadiyah amar ma


'ruf nahi munkar.
b) Kedua, sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlangsung sepanjang hayat. Ketiga, sebagai upaya
mencerdaskan bangsa.
c) Dan yang terakhir dan cukup penting kiranya adalah sebagai sarana
kaderisasi Muhammadiyah sendiri
3. Bentuk-Bentuk dan Model Pendidikan Muhammadiyah
Menurut KH. Ahmad Dahlan, Pendidikan adalah upaya strategis untuk
menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pola pemikiran
yang dinamis. Dalam hal ini tampak pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang
mencoba melakukan pembaharuan pendidikan agar tidak statis, namun harus
berfikir kritis dan dinamis sehingga umat Islam bisa keluar dari pembodohan yang
dilakukan oleh kolonial belanda dan Jepang.

KH. Ahmad Dahlan melakukan pembaharuan dengan cara


menggabungkan sistem pendidikan Islam yakni sistem pondok pesantren dengan
pendidikan Barat yang keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga
baik. Dua model pendidikan tersebut, diharapkan melahirkan anak didik yang
berkepribadian utuh, berakhlak mulia dan berguna bagi masyarakat. KH. Ahmad
Dahlan menerapkan sistem penggabungan tersebut ke dalam sekolah dan
madrasah, seperti sarana fisik, bangku, meja dan papan tulis di samping
administrasi dan organisasi lebih tertib sebagaimana yang diselenggarakan di
sekolah-sekolah pemerintah.

Wirjosukarto dalam bukunya Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran


oleh Pergerakan Muhammadiyah menjelaskan bahwa teknik pengajaran
Muhammadiyah adalah sebagai berikut (Ilham & Syamsuddin, 2021):

a) Cara belajar dan mengajar dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah


dibandingkan pendidikan tradisional lebih modern dan sistem klasikal
seperti yang dilakukan oleh pendidikan barat.
b) Bahan pelajaran di lembaga pendidikan tradisional hanya mengajarkan
agama saja, sedangkan di Muhammadiyah diajarkan ilmu umum dan
agama.
c) Rencana pelajaran dalam pendidikan Muhammadiyah sudah mengatur
kurikulum dengan baik, sehingga efisiensi pembelajaran bisa terjamin
baik.
d) Pengasuh dan guru di lembaga pendidikan Muhammadiyah terdapat guru
agama dan guru umum dibandingkan dengan lembaga tradisional hanya
memiliki guru agama saja yang berpengalaman dibidangnya.
e) Hubungan guru dan murid terlihat lebih akrab dan suasana yang
menyenangkan dibandingkan dengan lembaga pendidikan tradisional yang
lebih lebih bersifat otoriter.
Selain pembaharuan dalam pendidikan formal, Muhammadiyah telah
memperbaharui bentuk pendidikan tradisional non formal yaitu pengajaran.
Semula pengajian dilakukan dimana orang tua atau guru privat mengajar anak
kecil membaca Al-Qur‟an dan beribadah. Oleh Muhammadiyah diperluas dan
pengajian disistematikan ke dalam bentuk juga isi pengajian diarah pada masalah-
masalah kehidupan sehari-hari umat Islam. Begitu pula Muammadiyah telah
berhasil mewujudkan bidang-bidang bimbingan dan penyuluhan agama dalam
masalah-masalah yang diperlukan dan mungkin bersifat pribadi. Seperti
mempelopori mendirikan Badan Penyuluhan Perkawinan di kota-kota besar.
Dengan penyelenggaraan pengajian dan nasihat yang bersifat pribadi tersebut,
dapat ditunjukkan bahwa Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia
(Ilham & Syamsuddin, 2021). Adapun konsep pendidikan Muhammadiyah dalam
pengajarannya berupa pendidikan holistik. Pendidikan yang menekankan lahirnya
peserta didik yang memiliki kepribadian mandiri, memiliki penghayatan hidup
damai, senantiasa menekankan pada kebajikan dan reflektif serta memiliki sifat
jujur yang alami tidak dibuat-buat (Akhmad, 2020).

Berdasarkan data terbaru (profil Muhammadiyah) amal usaha


Muhammadiyah di bidang pendidikan berjumlah 5.797 buah, merupakan angka
yang cukup fantastis untuk sebuah lembaga pendidikan yang dinaungi dalam satu
payung organisasi dengan rincian: 1132 Sekolah Dasar, 1769 Madrasah
Ibtidaiyah, 1184 Sekolah Menengah Pertama, 534 Madrasah Tsanawiyah, 511
Sekolah Menengah Atas, 263 Sekolah Menengah Kejuruan, 172 Madrasah
Aliyah, 67 Podok Pesantren, 55 Akademi, 4 politeknik, 70 Sekolah Tinggi dan 36
Universitas yang tersebar di seluruh Indonesia (Ilham & Syamsuddin, 2021).

Disamping itu dari berbagai universitas dan sekolah tinggi


Muhammadiyah di seluruh Indonesia tersebut, setidaknya saat ini tercatat lebih
300 ribu orang merupakan mahasiswa universitas Muhammadiyah dan jumlah ini
merupakan 10 persen dari jumlah total keseluruhan mahasiswa Indonesia. Ini
artinya perguruan tinggi Muhammadiyah sudah dipercaya oleh masyarakat luas
dan tentunya dinilai berkualitas. Bahkan menurut saat ini ada lima universitas
Muhammadiyah di Indonesia yang jumlah mahasiswanya di atas 10 ribu orang
dan untuk Sumatera terdapat di Sumatera Utara dan Sumatera Barat dengan
jumlah mahasiswa masing-masing 12 ribu dan 10 ribu orang. Sementara untuk
pulau Jawa terdapat di universitas Muhammadiyah Malang dan Yogyakarta dan
lainnya. Pada sisi yang lain, meski Muhammadiyah organisasi Islam, universitas
Muhammadiyah di Indonesia ini tidak hanya menerima orang-orang yang
beragama Islam, melainkan juga dari agama lain. Sebagai contoh di universitas
Muhammadiyah Kupang, jumlah mahasiswa nonmuslim mencapai 75 persen
lebih (Ilham & Syamsuddin, 2021).

4. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhammadiyah

Pendidikan KH. Ahmad Dahlan adalah penyadaran fungsi dan peran


manusia dalam hal menerapkan Islam yang sebenar benarnya, terintegrasinya
antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan, mengembangkan sikap toleran dan
terbuka kepada hal kemodernan. Hal ini sebagaimana disampaikan KH. Ahmad
Dahlan melalui KH. Ibrahim (“Matan Keyakinan Dan Cita-Cita Hidup
Muhammadiyah (Mkchm),” 2020):

“Agama Islam itu kami misalkan laksana gayung yang sudah rusak
pegangannya dan rusak pula kalengnya, sudah sama bocor dimakan karat,
sehingga tidak dapat digunakan pula sebagai gayung. Oleh karena itu, kita umat
Islam, perlu menggunakan gayung tersebut, tetapi tidak bisa dipakai karena
gayung itu sudah sangat rusak. Sedang kami tidak memiliki alat memperbaikinya,
tetapi tetangga dan kaum di sekitarku hanya yang memegang dan mempunyai
alat tersebut, mereka tidak mengetahui dan tidak menggunakan dan tidak bisa
memperbaiki gayung yang kami butuhkan itu. Maka, perlulah kami mesti berani
meminjam untuk memperbaikinya. Siapakah tetangga dan kawan-kawan di
sekitar kami itu? Ialah mereka kaum cerdik pandai dan mereka terpelajar yang
mereka itu tidak memahami agama Islam. Padahal mereka pada dasarnya
merasa dan mengakui bahwa pribadinya itu muslim juga. Karena banyak mereka
itu memang daripada keturunan kaum muslimin malah ada yang keturunan
Pengulu dan Kyai terkemuka. Tetapi, karena mereka melihat umat Islam pada
umumnya dalam keadaan krisis dalam segala- galanya, mereka tidak ingin
menjadi umat yang bobrok. Oleh karena itu dekatilah mereka dengan cara yang
sebaik-baiknya, sehingga mereka mengenal kita dan mengenal mereka. Sehingga,
perkenalan kita timbal balik sama-sama memberi dan sama-sama menerima.”

KH. Ahmad Dahlan juga menekankan penyempurnaan pendidikan akal


sebagai berikut: “Setinggi-tingginya pendidikan akal ialah pendidikan dengan
Ilmu Mantiq ialah suatu ilmu yang membicarakan suatu yang cocok dengan
kenyataan sesuatu itu. Dan ilmu tersebut harus dipelajari. Sebab tidak ada
manusia yang mengetahui berbagai nama dan bahasa jika tidak ada yang
mengajarinya, demikian juga orang yang mengajar itu mendapatkan ilmu dari
guru mereka dan seterusnya.”

Paparan di atas menunjukkan bahwa pendidikan Islam yang ditawarkan


KH. Ahmad Dahlan memiliki beberapa tujuan, yaitu: pertama, mewujudkan
generasi yang baik budi. Kedua, alim dalam ilmu agama dan luas pandangan
dengan menguasi ilmu pengetahuan umum. Ketiga, berkomitmen untuk berjuang
demi kepentingan masyarakat dan umat Islam. Aktivitas pendidikan yang
dilakukan KH. Ahmad Dahlan adalah mengajarkan agama Islam kepada para
siswa Kweekschool serta merintis kelompok pengajian di Kauman dan sekitarnya.
Kelompok pengajian yang cukup terkenal adalah Fathul Asrar wa Miftahus
Sa’adah (FAMS), Sapa Tresna, dan wa al-Aṣri. KH. Ahmad Dahlan merintis
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah tahun 1911, setahun sebelum
Muhammadiyah berdiri. Sekolah itu dilaksanakan di sebuah rumah K.H. Ahmad
Dahlan. Media pembelajaran yang dipakai adalah dengan mengadopsi model
pendidikan Barat, di mana proses pembelajaran itu dilengkapi dengan fasilitas
meja, kursi, papan tulis dan alat peraga. Muatan materi ilmu agama seperti bahasa
Arab, Adab, Tarikh Anbiya dan Islam, khusnul Khat, Fiqh, Tauhid, Al- Qur’ān al-
Karim, Tafsir Alquran, dan Hadis. Sedangkan ilmu umum seperti ilmu hitung,
ilmu hayat, berhitung, menulis dan menggambar.

5. Tantangan dan Revitalis Pendidikan Muhammadiyah

Permasalahan yang lain dan dihadapi Muhammadiyah sebagaimana


pendidikan nasional umumnya adalah persoalan kualitas dan relevansi. Persoalan
suatu pendidikan khusus yang dihadapi Muhammadiyah adalah (“Matan
Keyakinan Dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (Mkchm),” 2020):

1) Problem filosofis Kekuatan pendidikan


Muhammadiyah bukan padakondisi yang terlihat dan dukungan finansial,
melainkan pada yang tidak terlihat seperti core belief, core value, visi dan
misinya. Kekuatan visi dan misi bersumber dari core belief dan core values yang
berasal dari sebuah keyakinan dan kekuatan keyakinan muncul dari filsafat.
Filsafat inilah yang berfungsi sebagai kekuatan moral, pemberi motivasi, pemberi
arah dan suatu etos pengembangan. Kelemahan yang terbesar pendidikan
Muhammadiyah terdapat pada Visi dan Misi yang menyebabkan tidak fokus pada
pengembangan, arah yang jelas, kekuatan dari dalam yang menggerakan dan nilai-
nilai yang menjadi pedoman bersama.

2) Problem manajemen dan kepemimpinan


Berbagai penelitian menunjukan bahwa sekolah yang berkualitas biasanya
dikelola dengan sistem manajemen dan kepemimpinan yang bagus. Kondisi
pendidikan yang beragam corak dapat mengindikasikan kepada keragaman pola
manajemen dan kepemimpinan yang beragam pula. Dalam konteks otonomi
daerah dan era keterbukaan sebagaimana pada masa kini, pendidikan
Muhammadiyah perlu merespon cepat dan cerdas dengan menerapkan otonomi di
tingkat sekolah yang berbasis (school-based- manajement) berdasarkan pada
pendidikan yang berbasis pada potensi masyarakat.

3) Problem birokratis
Setelah pemerintah menerapkan kebijakan otonomi daerah yang dibarengi dengan
otonomi pendidikan di tingkat pemerintah kabupaten dan kota sampai pada
tingkat sekolah. Pendidikan khusus di Muhammadiyah tampaknya masih
menghadapi problem birokratis di tingkat internal Muhammadiyah itu sendiri.
Problem birokratis tersebut antara lain; Sentralistik, Birokratis, Hubungan
pimpinan persyarikatan terutama Majelis Dikdasmen dengan pimpinan amal
usahanya (kepala sekolah atau lainnya) seringkali bersifat dilematis, Organisasi
Muhammadiyah yang bercorak modernis, Sebagian besar pendidikan
Muhammadiyah masih menghadapi siklus negative.

C. Soal-Soal

1. Apa yang menjadi faktor internal dalam diri K.H. Dahlan yang
melatarbelakangi gerakan Muhammadiyah dibidang pendidikan?

a. Kemiskinan

b. Kebodohan

c. Keterbelakangan

d. Semua jawaban benar

e. Hanya a dan b benar

2. Kapan Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan?

a. 1910

b. 1912

c. 1920

d. 1925

3. Apa yang menjadi cita-cita pendidikan Muhammadiyah?

a. Pembentukan karakter pribadi muslim

b. Kemandirian individu
c. Kesediaan hidup bermasyarakat

d. Semua jawaban benar

e. Hanya a dan b benar

4. Model pendidikan Muhammadiyah menggabungkan sistem pendidikan apa?

a. Pondok pesantren dan Taman Siswa

b. Pondok pesantren dan pendidikan Barat

c. Sekolah formal dan informal

d. Madrasah dan pesantren

5. Apa yang menjadi tujuan utama pendidikan Muhammadiyah menurut KH.


Ahmad Dahlan?

a. Mewujudkan generasi yang baik budi

b. Membentuk manusia muslim yang alim dalam agama

c. Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat

d. Semua jawaban benar

e. Hanya a dan b benar

6. Bagaimana Muhammadiyah merespon kebijakan otonomi di tingkat sekolah?

a. Tidak merespon

b. Menerapkan otonomi berbasis sekolah

c. Menolak otonomi

d. Bergantung pada kebijakan pemerintah

7. Apa yang menjadi permasalahan utama Muhammadiyah dalam bidang


pendidikan?

a. Kurangnya dukungan finansial


b. Problem birokratis

c. Kualitas dan relevansi pendidikan

d. Semua jawaban benar

e. Hanya b dan c benar

8. Apa yang menjadi pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang pendidikan akal?

a. Pendidikan harus dilakukan dengan menggunakan ilmu mantiq

b. Ilmu mantiq tidak penting dalam pendidikan

c. Pendidikan harus bersifat statis

d. Ilmu mantiq hanya cocok untuk ilmu agama

9. Berapa jumlah amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan berdasarkan


data terbaru?

a. 3,543

b. 4,876

c. 5,797

d. 6,312

10. Apa yang menjadi inti dari tantangan revitlisasi pendidikan Muhammadiyah?

a. Kelemahan finansial

b. Problem birokratis

c. Kurangnya minat masyarakat

d. Semua jawaban benar

e. Hanya b dan c benar

D. Referensi
Akhmad, F. (2020). Implementasi Pendidikan Karakter dalam Konsep Pendidikan
Muhammadiyah. Al-Misbah (Jurnal Islamic Studies), 8(2), 79–85.
https://doi.org/10.26555/almisbah.v8i2.1991
Hanipudin, S. (2020). PENDIDIKAN ISLAM BERKEMAJUAN DALAM
PEMIKIRAN HAEDAR NASHIR. INSANIA : Jurnal Pemikiran Alternatif
Kependidikan, 25(2), 305–320. https://doi.org/10.24090/insania.v25i2.4194
Harianto, E. (2018). Empat Pilar Pendidikan Muhammadiyah. 128 Prosiding
Konferensi Nasional Ke- 7 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan
Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah (APPPTMA), 7, 128–131.
http://www.appptma.org/wp-content/uploads/2019/08/16.-Empat-Pilar-
Pendidikan-Muhammadiyah.pdf
Ilham, I., & Syamsuddin, I. P. (2021). PENDIDIKAN ISLAM: Telaah Sejarah
Sosial Keagamaan dan Modernisasi Pendidikan Muhammadiyah. TAJDID:
Jurnal Pemikiran Keislaman Dan Kemanusiaan, 5(2), 199–216.
https://doi.org/10.52266/tadjid.v5i2.704
Matan Keyakinan Dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (Mkchm). (2020). In
Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. Lembaga
Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta Alamat: Gedung Mas Mansyur D2, Kampus
Terpadu UMY, Jalan Lingkar Selatan Tamantirto Kasihan Bantul
Yogyakarta Indonesia 55183.
Rohani, I. (2021). Gerakan Sosial Muhammadiyah. Tarbawi Ngabar: Jurnal of
Education, 2(1), 41–59. https://doi.org/10.55380/tarbawi.v2i1.90

Anda mungkin juga menyukai