Pemantauan Terapi Obat
Pemantauan Terapi Obat
Disusun Oleh :
Veisy Dianty Lengkey, S.Farm
2243700389
FAKULTAS FARMASI
PORGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2023
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................. 3
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 4
1.3. Tujuan .......................................................................................................................................... 5
1.4. Manfaat ........................................................................................................................................ 5
1.4.1. Bagi Pasien............................................................................................................................ 5
1.4.2. Bagi Mahasiswa .................................................................................................................... 5
1.4.3. Bagi Puskesmas .................................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................... 6
2.1. Definisi Diabetes Melitus ............................................................................................................ 6
2.2. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 ........................................................................................... 6
2.3. Klasifikasi Diabetes Melitus ........................................................................................................ 7
2.4. Diagnosis Diabetes Melitus ......................................................................................................... 8
2.5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus ............................................................................................... 8
2.5.1. Terapi Non Farmakologi ....................................................................................................... 9
2.5.2. Terapi Farmakologi ............................................................................................................. 10
2.6. Penatalaksanaan DM Tipe 2 ...................................................................................................... 12
2.7. Pengelolaan DM Tipe 2 dengan komorbid ................................................................................ 13
2.7.1. Dislipidemia ........................................................................................................................ 14
2.7.2. Hipertensi ............................................................................................................................ 15
2.7. Pemantan Terapi Obat (PTO) .................................................................................................... 15
2.7. DRP ............................................................................................................................................ 16
BAB III DESKRIPSI KASUS ............................................................................................................ 18
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................................... 22
4.1. Pelayanan Farmasi Klinik .......................................................................................................... 23
4.2. Pembahasan Hasil PTO.............................................................................................................. 24
4.3. Drug Related Problem................................................................................................................ 26
BAB V PENUTUP............................................................................................................................... 28
5.1. Kesimpulan ................................................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi akibat adanya kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Perkeni,
2015). DM adalah penyakit kronis yang kompleks dan membutuhkan perawatan medis
berkelanjutan dengan berbagai strategi pengurangan risiko di luar kontrol glukosa dalam
darah. DM dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan baik
sehingga butuhnya edukasi manajemen diri pasien dan dukungan untuk mencegah
komplikasi akut dan mengurangi risiko komplikasi jangka panjang (ADA, 2019).
Menurut Kementerian Kesehatan RI, upaya efektif untuk mencegah dan mengendalikan
diabetes harus difokuskan pada faktor-faktor risiko disertai dengan pemantauan yang
teratur dan berkelanjutan dari perkembangannya karena faktor resiko umum penyakit tidak
menular di Indonesia relatif masih tinggi, yaitu 33,5% tidak melakukan aktivitas fisik, 95%
tidak mengkonsumsi buah dan sayuran dan 33,8% populasi usia di atas 15 tahun
merupakan perokok berat (DepKes RI, 2018).
Drug Related Problem (DRP) adalah setiap peristiwa atau keadaan yang melibatkan
terapi obat yang menghalangi atau berpotensi menghalangi pasien mencapai hasil yang
optimal dari perawatan medis. Salah satu bentuk dari DRP adalah interaksi obat
(Parthasarathi dkk, 2005).
Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Kegiatan tersebut
mencakup pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat
yang tidak dikehendaki (ROTD), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. PTO
harus dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada periode
tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui. Seleksi pasien yang
mendapatkan terapi obat adalah yang memiliki resep polifarmasi, kompleksitas penyakit
dan penggunaan obat serta respons pasien yang sangat individual meningkatkan
munculnya masalah terkait obat.
Oleh karena itu berdasarkan data yang diatas maka penulis ingin melakukan
Pemantauan Terapi Obat (PTO) pada salah satu pasien DM tipe II di Puskesmas
Penjaringan.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan edukasi dan informasi mengenai
pengobatan DM Tipe 2 yang baik dan benar.
Klasifikasi Deskripsi
Tipe 1 Destruksi sel beta pancreas, umumnya berhubungan dengan
defisiensi insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relative sampai yang dominan efek sekresi
insulin disertai resistensi insulin
Diabetes melitus Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga
gestasional kehamilan, dimana sebelum kehamilan tidak didapatkan
diabetes.
Tipe spesifik yang - Sindroma diabetes monogenic (diabetes neonatal,
berkaitan dengan maturity onset diabetes of the young (MODY)
penyebab lain - Penyakit eksokrin pancreas (fibrosis kistik,
pankreatitis)
- Disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya
penggunaan glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau
setelah transplantasi organ)
2.4. Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah dan HbA1c.
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
glucometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adan glucosuria. Berbagai
keluhan dapat ditemukan pada pasien DM. kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila
terdapat keluhan seperti :
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dL 2-jam setelah tes toleransi glukosa oral (TTGO)
dengan beban glukosa 75 gram
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan fisik klasik atau krisis
hiperglikemia
Atau
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
national glycohaemoglobin standardization program (NGSP) dan diabetes control and
complications trial assay (DCCT)
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tada dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri
tersebut dapat dilakukan setelah mendapat pelatihan khusus.
Pilihan terapi farmakologis untuk diabetes melitus tipe 2 harus disesuaikan dengan
karakteristik dan kebutuhan pasien, termasuk faktor risiko tambahan, komorbiditas,
preferensi, dan tingkat kontrol gula darah yang diinginkan. Penggunaan terapi
kombinasi dan penyesuaian dosis obat juga dapat dilakukan untuk mencapai kontrol
gula darah yang optimal. Penting untuk berkonsultasi dengan tenaga medis yang
berkompeten untuk menentukan rencana pengobatan yang tepat sesuai dengan
kondisi pasien.
3. Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai
dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat
antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alas an klinis dan
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, maka dapat diberikan kombinasi tiga obat
oral. Terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat anti-hiperglikemia oral.
2.7.1. Dislipidemia
Gambar 3.
Rekomendasi pemberian statin pada pasien diabetes
Sasaran terapi :
2.7.2. Hipertensi
- Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan setiap kali kunjungan pasien. Diagnosis
hipertensi bila dalam beberapa kali pemeriksaan dan pada hari berbeda terdapat
peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.
- Farmakologi :
a. Pemberian terapi obat antihipertensi harus mempertimbangkan proteksi terhadap
kardiorenal, efek samping obat dan kebutuhan pasien
b. Pasien dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dapat diberikan terapi farmakologis
secara langsung, umumnya cukup dengan pemberian monoterapi, namun bila
target terapi tidak tercapai dapat diberikan terapi kombinasi.
c. Pada pasien dengan tekanan darah ≥ 160/100 mmHg maka langsung diberikan
terapi antihipertensi kombinasi.
d. Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai. Tekanan
darah yang terkendali setelah satu tahun pengobatan, dapat dicoba menurunkan
dosis secara bertahap. Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.
Tujuan PTO :
Kriteria pasien :
Kegiatan :
2.7. DRP
DRP adalah singkatan dari Drug-Related Problems atau masalah terkait obat dalam
konteks penggunaan obat dalam praktek klinis. DRP adalah konsep yang sering ditemukan
dalam penelitian dan jurnal farmasi dan kedokteran untuk mengidentifikasi dan
menggambarkan masalah yang terkait dengan penggunaan obat. Beberapa contoh DRP
yang umum meliputi :
p s s m p s s m p s s m p s s m p s s m p s s m
Oral
Amlodipine 1x1 √ √ √ √ √ √
10 mg
Vitamin 1x1 √ √ √ √ √ √
b12
Kalsium 1x1 √ √ √ √ √ √
laktat
Simvastatin 1x1 √ √ √ √ √ √
Metformin 2x1 √ √ √ √ √ √ √
GG 100 mg √ √ √
CTM √ √ √
Topikal
Miconazole Prn √ √ - √ √ - - -
cream
Salep 2-4 prn - √ √ - - - -
F. Kesesuaian Terapi
No. Nama Tanggal BB Diagnosa Terapi Aturan Data
Pasien/No. Lahir Obat Pakai Subjektif
RM/tgl dan
masuk Objektif
1. Ny K/ 25 50 Hipertensi Amlodipine 1x1 TD :
7000xxxxxx/ Agustus kg 10 mg 137/71
06/07/2022 1959
DM Metformin 2x1 286
Kolesterol Simvastatin 1x1 273
G. Kesesuaian Dosis
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien. Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk :
Faktor usia mempengaruhi penurunan pada semua tubuh tidak terkecuali dengan endokrin.
Penambahan usia menyebabkan kondisi resistensi pada insulin yang berakibat tidak
stabilnya level gula darah (Isnaini, 2018). Maka usia seseorang sangat erat kaitannya
dengan terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka
prevalensi DM dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Hal tersebut terjadi karena
penurunan fungsi tubuh yang berdampak pada gangguan intoleransi glukosa karena sel
beta mengalami penurunan dalam memproduksi insulin atau bahkan resistensi insulin
(Bigelow & Freeland, 2019).
Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan sampel pada salah satu pasien lansia di
puskesmas penjaringan dengan diagnose utama yaitu DM, Hipertensi serta kolesterol.
Pasien tersebut mendapatkan terapi kronis secara rutin tiap bulannya dengan mendapatkan
obat diagnose utama yaitu metformin, amlodipine, dan simvastatin.
Pasien juga mengalami penyakit komorbid kolesterol, terapi obat yang didapatkan pasien
ialah gol. Statin yaitu simvastatin. Target LDL < 55 mg/dL pada diabetes yang disertai
dengan penyakit kardiovaskular (kelompok resiko ekstrim), dan bias dilihat bahwa pasien
merupakan pasien lansia, yang memiliki resiko tinggi. Berdasarkan hasil laboratorium pun
didapati kada koleseterol dari pasien masih sering tinggi, sehingga untuk pengobatan
kolesterolnya harus lebih dipantau.
Pemantauan terapi obat pada pasien ini yang mendapatkan kombinasi obat simvastatin,
amlodipine, metformin, kalsium laktat, dan vitamin B12 dapat melibatkan beberapa aspek
yang perlu diperhatikan.
1. Simvastatin:
- Pemantauan kadar lipid : Pemeriksaan kadar lipid secara berkala dilakukan
untuk memantau respons pengobatan dan menentukan kebutuhan penyesuaian
dosis.
2. Amlodipine:
- Pemantauan tekanan darah: Pengukuran tekanan darah rutin dilakukan untuk
memantau efektivitas amlodipine dalam mengendalikan tekanan darah.
- Pemantauan denyut jantung: Jika pasien mengalami gejala yang berkaitan
dengan gangguan irama jantung, pemantauan denyut jantung dan
elektrokardiogram (EKG) mungkin diperlukan.
3. Metformin:
- Pemantauan fungsi ginjal: Sebelum memulai terapi, evaluasi fungsi ginjal perlu
dilakukan dan pemantauan fungsi ginjal secara berkala dianjurkan karena
metformin diekskresikan melalui ginjal.
- Pemantauan kadar glukosa darah: Pengukuran kadar glukosa darah rutin
membantu memantau kontrol gula darah pasien dan mengevaluasi respons
terhadap metformin.
4. Kalsium laktat:
- Pemantauan kadar kalsium: Jika pasien memiliki riwayat gangguan
metabolisme kalsium, pemantauan kadar kalsium darah dapat diperlukan
untuk memastikan keseimbangan kalsium yang tepat.
5. Vitamin B12:
- Pemantauan status vitamin B12: Jika pasien memiliki faktor risiko defisiensi
vitamin B12 atau gejala yang berkaitan, pemantauan status vitamin B12
melalui tes darah dapat diperlukan.
Selain itu, pemantauan ,mutu obat lain yang digunakan pasien juga dapat dilakukan
sesuai dengan kebutuhan, seperti pemantauan efek samping yang mungkin timbul dari
penggunaan obat-obatan tersebut.
Pada pasien yang mendapatkan obat simvastatin, amlodipine, metformin, vitamin B12,
dan kalsium laktat untuk pengobatan diabetes melitus, terdapat beberapa potensi Drug-
Related Problems (DRP) yang mungkin terjadi. Berikut adalah beberapa contoh DRP yang
dapat muncul pada penggunaan obat-obatan tersebut :
- Interaksi obat :
Simvastatin memiliki potensi interaksi dengan amlodipine. Kombinasi kedua obat ini
dapat meningkatkan risiko efek samping seperti miopati atau rabdomiolisis.
Pemantauan terhadap efek samping ini perlu dilakukan.
Metformin dapat berinteraksi dengan amlodipine dan simvastatin, namun risiko
interaksi obat pada kombinasi ini umumnya rendah. Tetap perlu memantau respons
pasien terhadap pengobatan dan adanya efek samping yang mungkin muncul. (Q Yang
dkk, 2010)
- Efek samping :
Simvastatin dapat menyebabkan efek samping seperti mialgia (nyeri otot), gangguan
hati, dan gangguan otot lainnya. Pasien perlu dipantau secara rutin untuk
mengidentifikasi adanya efek samping ini.
Amlodipine dapat menyebabkan efek samping seperti edema perifer, palpitasi, dan
flushing. Jika pasien mengalami efek samping ini, perlu dievaluasi dan mungkin perlu
penyesuaian dosis atau penggantian obat.
Metformin dapat menyebabkan efek samping gastrointestinal seperti mual, muntah,
dan diare. Jika efek samping ini signifikan, penyesuaian dosis atau pemilihan obat
alternatif mungkin diperlukan. (Renda dkk, 2008)
Vitamin B12 dan kalsium laktat jarang menyebabkan efek samping yang signifikan.
Namun, jika pasien mengalami gejala yang mencurigakan setelah mengonsumsi obat
ini, perlu dievaluasi lebih lanjut.
- Keberlanjutan pengobatan :
DRP juga dapat terkait dengan keberlanjutan pengobatan, terutama dalam hal
kepatuhan pasien dalam mengambil obat sesuai dengan jadwal dan dosis yang
ditentukan. Pemantauan kepatuhan pasien secara rutin dan edukasi yang tepat dapat
membantu mengatasi masalah ini. (Prentice dkk, 2013)
4.4. Rekomendasi
Untuk meningkatkan efektifitas terapi, maka dilakukan pemantauan terapi obat (PTO).
Selain itu dalam upaya pencapaian terapi yang optimal, dilakukan konseling terkait
pengobatan pasien seperti memberikan informasi pada pasien tentang penggunaan dari
masing-masing obat tersebut. Seperti obat simvastatin harus diminum sekali sehari pada
malam hari sebelum tidur, untuk amlodipine diminum sekali sehari pada pagi hari sesudah
makan, dan metformin diminum pagi dan sore setelah makan. Kemudian memberikan
pengetahuan kepada pasien pola hidup yang sehat, mengatur pola makan yang baik agar
gula darah pasien terkontrol, tidak merokok, olahraga dan memantau kadar gula darah
secara teratur, serta saat meminum obat yang diresepkan oleh doker, pasien tidak
dianjurkan meminum obat, herbal, atau supplemen lain yang dapat menyebabkan
terjadinya interaksi obat di dalam tubuh pasien.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dengan adanya pemantauan terapi obat (PTO), diharapkan dapat menjadi acuan
Apoteker dalam melakukan praktik profesi terutama dalam pelayanan farmasi klinik di
puskesmas dalam upaya memperoleh terapi yang maksimal dan efek samping obat yang
minimal.
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa PTO dapat ditarik kesimpulan bahwa Ny.S
didiagnosa diabetes melitus dengan hipertensi dan kolesterol dan menggunakan banyak
obat yang harus terus dipantau agar tidak terjadi reaksi yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. (2019). Classification and diagnosis of diabetes. Standards
of medical care in diabetes care, 42(1),13-28.
Bigelow, A., & Freeland, B., (2019). Type 2 diabetes care in the elderly. The Journal for
Nurse Practitioners, 13 (3), 181–186.
Black J.M & Hawks J. 2009. Medical-Surgical Nursing: Clinical Management for Positive
Outcomes. 8th Ed. Singapore: Saunders Elsevier
De Jager J, Kooy A, Lehert P, et al. Long term treatment with metformin in patients with type
2 diabetes and risk of vitamin B-12 deficiency: randomised placebo controlled trial.
BMJ. 2010;340:c2181.
Departemen Kesehatan RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2009. Pedoman Pemantauan Terapi Obat.
Feinstein, J., Dai, D., Zhong, W., Freedman, J., & Feudtner, C. (2015). Potential drug – drug
interactions in infant, child and adolescent patients in childrens’s hospitals. Pediatrics.
2(9), 135-100.
Ignatavicius D.D & Workman M.L. 2006. Medical Surgical Nursing: Critical Thinking for
Collaborative Care. 5th Ed. St.Louis: Saunders Elsevier
Irwan, D. (2010). Prevalensi dan faktor resiko kejadian diabetes mellitus tipe 2 di daerah
urban indonesia. Depok : FKM UI.
Isnaini, N. (2018). Faktor risiko mempengaruhi kejadian diabetes melitus tipe dua. Jurnal
Keperawatan dan Kebidanan Aisyiyah. 4(1), 59-68.
Katulanda P, Priyanga R, Ranil J, Gidwin RC, Rezvi S, David RM. 2012. The Prevalence,
Patterns and Predictors of Diabetic Peripheral Neuropathy in a Developing Country,
Diabetology & Metabolic Syndrome
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Diabetes melitus penyebab kematian nomor 6 di dunia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Riset kesehatan dasar risekdas 2018. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kurniawan. (2010). Diabetes melitus tipe 2 pada usia lanjut. Kedokteran Indonesia. 60(12),
582.
PB PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia, 2021.
Prentice RL, Pettinger MB, Jackson RD, et al. Health risks and benefits from calcium and
vitamin D supplementation: Women's Health Initiative clinical trial and cohort study.
Osteoporos Int. 2013;24(2):567-580.
Renda F, Mura P, Finco G, Ferrazin F, Pani L. Gastrointestinal tolerability of extended-
release metformin tablets compared to immediate-release metformin tablets: results of
a retrospective cohort study. Clin Ther. 2008;30(2):386-396.
Ropper A.H, Samuels M.A, Klein J.P. 2005. Adams and Victor’s Principles of Neurology.
New York: McGraw-Hill
Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. 2003. Kedokteran Klinis [online] (6th Ed). Jakarta: EGC.
Saddique, A. A. (2021). Development of clinical pharmacy services at King Khalid Univesity
Hospital and its impact on the quality of healthcare provided. Saudi Pharmaceutical
Journal, 20(3), 273-7.
Utami, M. G. (2013). Analisis Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral pada Pasien di Instalasi
Rawat Jalan Askes Rumah Sakit Dokter Soedarso Pontianak Periode Januari – Maret
2013. Skripsi, tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran, Pontianak.
World Health Organization. (2016). Diabetes fakta dan angka.WHO.
Yang Q, Zhang Z, Gregg EW, et al. Simvastatin use and the risk of rhabdomyolysis in patients
with diabetes. Diabetes Care. 2010;33(1):e57.