Kelompok 2 Psikologi Kepribadian
Kelompok 2 Psikologi Kepribadian
Tinjauan Pustaka
MATA KULIAH
PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
Dosen Pengampu
Disusun Oleh
PSIKOLOGI ISLAM
TAHUN AKADEMIK
2024 M/ 1445 H
KATA PENGANTAR
Penulis
Kelompok 2
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi menjadi cabang ilmu penting, dengan perkembangan
zaman yang pesat, banyak bermunculan patologi-patologi sosial yang
memiliki dampak besar dalam perkembangan kepribadian manusia.
Dalam psikologi mempelajari Kepribadian adalah hal utama yang
dan menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa psikologi dan calon
psikolog, karena perspektif ilmu psikologi yang berfokus pada analisis
kepribadian manusia, maka memahami psikologi kepribadian menjadi
momok penting dalam tahapan-tahapan untuk menjadi seorang psikolog.
Teori-teori dalam psikologi kepribadian pun sangat banyak sekali,
dengan peran dan fungsinya masing-masing, teori-teori tersebut sangat
banyak digunakan dalam setiap penelitian yang berhubungan dengan
kepribadian. Dengan banyaknya teori yang dikemukakan oleh para ahli,
hal ini menjadi rujukan dalam mempelajari keragaman kepribadian pada
manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa teori kepribadian dari Sigmund Freud?
2. Bagaimana pandangan kepribadian Menurut Freud?
3. Apa saja struktur kepribadian menurut Freud?
4. Apa saja dinamika dalam kepribadian menurut Freud?
5. Bagaimana proses perkembangan Kepribadian Menurut Freud?
6. Apa teori kepribadian Carl Gustav Jung?
7. Bagaimana pandangan kepribadian Menurut Jung?
8. Apa saja struktur kepribadian menurut Jung?
9. Apa saja dinamika dalam kepribadian menurut Jung?
10. Bagaimana proses perkembangan Kepribadian Menurut Jung?
11. Apa teori kepribadian dari Carl Rogers?
12. Bagaimana pandangan kepribadian Menurut Rogers?
13. Apa saja struktur kepribadian menurut Rogers?
3
14. Apa saja dinamika dalam kepribadian menurut Rogers?
15. Bagaimana proses perkembangan Kepribadian Menurut
Rogers?
16. Apa teori kepribadian dari Abraham Harold Maslow?
17. Bagaimana pandangan kepribadian Menurut Maslow?
18. Apa saja struktur kepribadian menurut Maslow?
19. Apa saja dinamika dalam kepribadian menurut Maslow?
20. Bagaimana proses perkembangan Kepribadian Menurut
Maslow?
C. Batasan Masalah
Pokok pembahasan masalah ini adalah tinjauan pustaka tentang
teori kepribadian yang dikemukakan oleh 4 Ahli psikologi (Sigmund
Freud, Carl Gustav Jung, Carl Rogers, dan Abraham Maslow). Pokok-
pokok pembahasan dalam tinjauan pustaka ini meliputi, teori-teori yang
dikemukakan 4 ahli psikologi pilihan, pandangan tentang Kepribadian,
Struktur Kepribadian, Dinamika Kepribadian, dan Fase-Fase
Perkembangan.
D. Tujuan Penulisan
Adapun tinjauan pustaka ini penulis rangkum guna memenuhi
tugas kelompok pada mata kuliah psikologi kepribadian.
E. Manfaat
Besar harapan penulis kepada setiap pembaca agar makalah ini
berguna dan bermanfaat bagi kita semua, dalam mempermudah proses
pembelajaran.
4
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. SIGMUND FREUD
Sigmund Freud adalah seorang Pemikir, Ilmuwan, Dokter,
Psikolog, dan Psikoanalisis yang termasyhur, beliau merupakan perintis
Psikoanalisa yang acapkali disebut mazhab pertama dalam psikologi.
Karya dan pemikiran Freud dalam bidang psikologi sangat revolusioner
dan berpengaruh pada berbagai sendi kehidupan manusia.1
Freud memandang bahwa manusia secara Deterministic, yang
mengartikan bahwa manusia ditentukan oleh tekanan-tekanan irasional,
motivasi yang tidak disadari, dorongan biologis, dorongan naluri, dan
kejadian-kejadian psikoseksual yang dialami manusia.
Freud juga disebut sebagai bapak Psikoanalisis, dimana
pandangannya tentang manusia yang dikendalikan oleh dorongan-
dorongan alam bawah sadarnya.
a. Pandangan Kepribadian
Freud menyatakan pandangannya tentang kepribadian
manusia menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Dipengaruhi Oleh Faktor-Faktor Interpersonal Dan
Intrapsikis Manusia
Dijelaskan oleh Freud bahwasanya tingkah laku seorang
bersumber atau dipengaruhi oleh hal-hal yang berada dalam
diri individu itu sendiri atau berasal dari bawaan yang
tersimpan dalam diri manusia tersebut. Faktor atau dorongan
lain tidak terlalu dipandang memberikan pengaruh dalam
1
Hakim, M. Arief. Sigmun Freud Sang Perintis Psikoanalisa. (Ujung Berung, Bandung:
Nuansa Cendekia, 2019).
1
pembentukan kepribadian atau tingkah laku seseorang
seperti kondisi lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Selanjutnya seperti yang telah diungkapkan oleh Freud
bahwa faktor-faktor Interpesonal yang menjadi penentu bagi
tingkah laku manusia adalah hal-hal atau pengalaman yang
selama ini tersimpan dalam alam bawah sadarnya. Seperti
ungkapan yang dinyatakan Freud berikut.
“Setiap kali menemui suatu gejala kami akan
menyimpulkan bahwa aktivitas bawah sadar tertentu yang
berisi makna dari gejala tersebut sebetulnya memang berada
dalam pikiran pasien. Sebaliknya, makna tersebut harus pada
kondisi bawah sadar sebelum gejala bisa muncul. Gejala
tidak dihasilkan oleh proses sadar, tetapi segera setelah
proses bawah sadar yang terlibat berubah menjadi sesuatu
yang disadari, gejala tersebut akan hilang.”2
Pendapat yang diungkapkan Freud tersebut menjelaskan
bahwasanya seorang manusia yang dalam hal ini Freud
menjelaskan atas kondisi pasien-pasien yang ia tangani
mengatakan bahwa permasalahan-permasalahan yang
dialaminya setelah dianalisis mendalam berasal dari hal-hal
yang tersimpan dalam alam bawah sadar pasien yang tidak
disadarinya. Freud mengungkapkan terapi akan mampu
dilakukan setelah hal-hal yang tidak disadari sebelumnya
telah disadari oleh klien, barulah suatu terapi dapat
diterapkan untuk membantu klien bangkit dari masalahnya.
Hingga pada akhirnya pendapat tersebut dapat
menjelaskan alasan Freud mengatakan tingkah laku manusia
ditentukan oleh faktor Interpersonalnya, yang mana
Interpersonal merupakan faktor pemicu yang berasal dari
dalam diri individu itu sendiri. Dengan jelas bahwa manusia
dalam proses kehidupannya baik kepribadian atau tingkah
2
Sigmund Freud, “Pengantar Umum Psikoanalisis”, penerjemah Haris Setiowati,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 306.
2
lakunya akan sangat dipengaruhi oleh pengalaman-
pengalaman yang sudah tersimpan dalam dirinya bukan
dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan atau faktor lain.
Sebagaimana yang diketahui bahwa teori-teori Freud
mengenai konsep dasar manusia diperoleh sebagian besar
dari pengalamannya sendiri di masa lalu serta juga berasal
dari penelitian ilmiah yang ia lakukan pada dirinya sendiri
juga pada pasien-pasien yang ia tangani. Sehingga dengan
proses panjang yang dilalui Freud dalam mengemukakan
pendapatnya tentang manusia wajar saja memunculkan
berbagai kritik yang salah satunya menyatakan bahwa teori
Freud dirasa memandang manusia memiliki kecenderungan
atas dorongan-dorongan naluriah yang lebih ke arah negatif.
Freud mengungkapkan seorang manusia yang lahir ke dunia
ini menjadikan Insting3 sebagai sumber energi bagi
psikisnya, dan juga hasrat yang berdiam dalam
ketidaksadaran sebagai kekuatan yang mengontrol manusia,
yang menasbihkan diri sebagai yang sadar dengan kekuatan
akalnya.4
Insting merupakan kumpulan hasrat atau keinginan,
yang dalam kenyataannya insting hanya merefleksikan
sumber-sumber kepuasan badaniah atau kebutuhan-
kebutuhan. Tujuan dari Insting adalah mereduksi ketegangan
(Tension Reduction) yang dialami sebagai suatu kesenangan,
dan dalam pandangan Freud Insting dibedakan menjadi dua
3
Menurut Freud insting dalam diri manusia terdiri dari insting hidup atau disebut dengan
libido yang berarti “aku berhasrat” yang merupakan insting yang mendorong manusia
untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum serta mendorong untuk melakukan
kebutuhan seks. Serta insting mati yang merupakan suatu insting atau dorongan-
dorongan manusia untuk mati. (George
C. Boeree, “Personality Theories: melacak kepribadian anda bersama psikologi dunia”,
(Yogyakarta: Prismasophie, 2010), hlm. 36-37.)
4
Adang Hambali dan Ujam Jaenudin, “Psikologi Kepribadian Studi Atas Teori dan Tokoh
Psikologi Kepribadian”, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 52.
3
macam, yaitu Insting hidup dan Insting mati. Insting hidup
merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk
bertingkah laku secara positif atau konstruktif.
Insting ini berfungsi untuk melayani tujuan manusia
agar tetap hidup dan mengembangkan rasnya. Insting hidup
meliputi dorongan-dorongan jasmaniah seperti: seks, lapar,
dan haus. Energi yang bertanggung jawab atas Insting ini
adalah libido, yaitu bagian-bagian tubuh yang sangat peka
terhadap rangsangan seperti bibir, mulut, dubur, dan organ
seks. 5
Selanjutnya Insting mati yang merupakan motif dasar
manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang
bersifat negatif atau destruktif. Freud meyakini bahwa
manusia dilahirkan dengan membawa dorongan untuk mati.
Kenyataan manusia akhirnya mati, oleh karena itu tujuan
hidup manusia adalah mati.6
2. Manusia pada tingkah lakunya cenderung untuk memenuhi
kebutuhan biologis dan Insting-Instingnya
5
Syamsu Yusuf LN dan Achmad Juntika Nurihsian, “Teori Kepribadian”, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2008), hlm, 48.
6
Syamsu Yusuf LN dan Achmad Juntika Nurihsian, “Teori Kepribadian”, hlm, 49.
4
sesuatu yang diarahkan pada penyatuan organ-organ genital
dan aktivitas seksual.”7
7
Sigmund Freud, “Pengantar Umum Psikoanalisis”, penerjemah Haris Setiowati,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Hlm, 335.
8
Sigmund Freud, “Pengantar Umum Psikoanalisis”, penerjemah Haris Setiowati, hlm,
348.
9
Hartono Dan Boy Soedarmadji, “Psikologi Konseling”, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2014), hlm. 105-107.
5
Id (das es) adalah aspek biologis yang merupakan
struktur kepribadian paling dasar dan orisinal dikarenakan
ketika manusia lahir hanya struktur kepribadian id yang
dibawanya ketika lahir. Id tidak memiliki kontak secara
langsung dengan dunia nyata, tetapi selalu berupaya untuk
meredam ketegangan dengan cara terus memberikan
dorongan untuk memuaskan hasrat-hasrat dasar naluriah.
Hal tersebut dikarenakan satusatunya fungsi id adalah untuk
memperoleh kepuasan sehingga disebut sebagai prinsip
kesenangan (Pleasure Principle).10
6
mampu menghayati secara batiniah maupun lahiriah. Ego
menampilkan akal budi dan pikiran, selalu siap
menyesuaikan diri, dan mampu mengendalikan dorongan-
dorongan dengan menghambat dan mengendalikan prinsip
kesenangan.12
12
Dede Rahmat Hidayat, “Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian Dalam Konseling”,
(Bogor: Galia Indonesia, 2011), hlm. 28.
13
Hartono Dan Boy Soedarmadji, “Psikologi Konseling”, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2014), hlm. 106.
14
Hartono Dan Boy Soedarmadji, “Psikologi Konseling”, hlm. 106.
7
Kemudian, sebagai internalisasi standar-standar orang
tua dan masyarakat, Superego berkaitan dengan imbalan dan
hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan-perasaan
bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-
hukumannya adalah perasaan-perasaan berdosa dan rendah
diri. Superego memiliki dua Subsistem, suara hati
(Conscience) yang lahir dari pengalaman-pengalaman
mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas dan
mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya dilakukan dan
biasanya datang dari kepatuhan anak pada orang tua karena
takut kehilangan rasa cinta dan dukungan orang tua. Serta
ego ideal yang lahir dari pemaknaan tentang hal-hal baik
yang seharusnya dilakukan.15
15
Prayitno, “Konseling Pancawaskita Kerangka Konseling Eklektik”, (IKIP Padang, 1998),
hlm, 42.
8
masalah yang dialami manusia pun hanya berputar pada tiga
unsur tersebut.
b. Struktur Kepribadian
Freud menyatakan bahwa struktur kepribadian terbagi
menjadi 3 bagian (ID, Ego, dan Superego), sebagaimana
penulis jelaskan pada pembahasan sebelumnya tentang
pandangan kepribadian menurut Freud.
Ide, Ego, dan Superego sendiri dipengaruhi oleh kesadaran,
dimana kesadaran ini juga terbagi menjadi 3 tingkat (kesadaran
tersebut terdiri dari Sadar {Conscious}, Prasadar
{Preconscious}, dan Tidak Sadar {Unconscious}).
Kesadaran merupakan keadaan yang diketahui atau tampak
yang berorientasi pada realitas seperti aktivitas pekerjaan,
tugas-tugas, dsb; Prasadar merupakan batas antara kesadaran
dan ketidaksadaran yang dapat berbentuk mimpi; Sedangkan
ketidaksadaran merupakan proses yang tidak disadari namun
sangat berpengaruh pada tingkah laku yang ditandai dengan
emosi, keinginan, dan insting. Dalam ketidaksadaranlah
tersimpan segala macam konflik-konflik masa lalu dan
pengalaman baik maupun buruk.16
Berdasarkan ungkapan tersebut, juga dapat dikaitkan dengan
istilah kepribadian manusia yang diibaratkan seperti gunung es
(Icenburg). Alam sadar yang dimiliki manusia hanyalah
sebagian kecil yang memberikan pengaruh perilaku manusia,
dan sebaliknya hal-hal yang berasal dari alam bawah sadar
adalah penyebab dominan pembentukan kepribadian manusia.
Oleh karena itu, semua tindakan manusia secara tidak disadari
merupakan dorongan-dorongan yang berasal dari alam bawah
sadarnya yang berawal dari manusia yang dipengaruhi oleh
16
Adang Hambali dan Ujam Jaenudin, “Psikologi Kepribadian Studi Atas Teori dan Tokoh
Psikologi Kepribadian”, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 56.
9
peristiwa-peristiwa masa lalu kemudian tersimpan dalam alam
bawah sadarnya, sehingga ketidaksadaran dikatakan
menyimpan pengaruh terbesar bagi pembentukan kepribadian
manusia atau faktor dari timbulnya masalah-masalah manusia.
Pada intinya, manusia dikatakan tidak mampu menentukan
atau mengendalikan nasibnya sendiri karena mereka lahir
dengan dikendalikan oleh pengalaman atau peristiwa yang
dialami individu itu sendiri tanpa menimbang aspek lain seperti
lingkungan luar tinggalnya kemudian tersimpan dalam alam
bawah sadarnya tanpa disadari oleh manusia tersebut.
Dalam ungkapan lain, manusia dalam pandangan Freud
dapat dijelaskan bahwa manusia didefinisikan sebagai makhluk
yang Pesimistik, Deterministik, Mekanistik, dan makhluk yang
hanya mengutamakan dorongan naluriahnya saja karena terus
berusaha memenuhi pemuasan dorongan naluriah tersebut.17
Maksud dari manusia Pesimistik terlihat pada pendapat
Freud yang mengatakan bahwa manusia dipengaruhi oleh
pengalaman masa lampau atau masa kecil, yang dimana ketika
seseorang memiliki pengalaman masa kecil yang buruk maka
di masa depannya akan sama, karena manusia dipandang
sebagai makhluk yang lemah untuk mengubah takdirnya
melainkan hanya menerima atas apa yang telah terjadi
sebelumnya di masa lalu. Freud menjelaskan bahwa motivasi
manusia melakukan sesuatu hanyalah berasal dari alam bawah
sadar serta dorongan-dorongan seksualnya sehingga motivasi
atau dorongan lain yang berasal dari luar tidak akan
berpengaruh dalam membentuk kepribadian manusia.18
17
Triyani Pujiastuti, “Metode Psikoterapi Sufistik Abah Anom Sebuah Studi Tentang Relasi
Agama Dan Psikoterapi”, (Tangerang Selatan: Young Progressive Muslim, 2012), Hlm.
35.
18
A. L. Pervin, dkk, “Psikologi Kepribadian: Teori dan Penelitian, Edisi Kesembilan”,
(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 85.
10
Selanjutnya manusia dikatakan Deterministik karena
manusia di determinasi oleh pengalaman yang ia peroleh pada
rentan usia 1-5 tahun dengan motivasi-motivasi tak sadar serta
kebutuhan akan dorongan biologis dan naluriahnya saja. Hal
tersebut berarti bahwa manusia hanya akan terbentuk dan
melakukan sesuatu karena determinasi kekuatan irasional yang
berasal dari ketidaksadarannya. Selanjutnya manusia dikatakan
Mekanistik karena manusia dianggap sebagai makhluk yang
hanya melakukan atas apa yang telah ditakdirkan untuknya,
manusia tidak memiliki suatu kebebasan dan kekuatan untuk
mengubah nasibnya sendiri sehingga hanya menjalankan atas
apa yang telah ditakdirkan untuknya serta hanya terfokus pada
dorongan naluriahnya saja.
c. Dinamika Kepribadian
Menurut Freud, dinamika kepribadian adalah proses
pendistribusian energi psikis yang digunakan oleh (Ide, Egos,
Super Ego) pada diri manusia. Yang dimana energi ini berasal
dari sumber yang sama, dan digunakan juga untuk kebutuhan
biologis manusia yaitu makan-makanan, dan minuman yang
berfungsi untuk menambahkan energi fisik dan juga berguna
untuk energi psikis19.
Sederhananya dinamika kepribadian ini adalah hubungan
interaksi antara (Id, Ego, dan Supergo). Dimana interaksi dari 3
hal tersebut menghasilkan reaksi muncul kadang bertolak
belakang pada fisik maupun psikis, tak ayal pula interaksi
ketiganya seirama dan hanya menghasilkan reaksi yang sejalan.
19
Nouval Sevilla. (2021). Teori Psikoanalisis. Diakses dari https/:
Gramedia.com/literasi/teori/-psikoanalis. Pada tanggal 26 April 2024.
11
Freud menjelaskan tentang perkembangan kepribadian,
melalu teori psikoseksual. Dimana perkembangan ini dimulai
dari fase awal kelahiran hingga pada tahap pubertas.
Pada teori psikoseksual freud menekankan pada dorongan
dan konflik seksual pada diri manusia, karena perkembangan
seseorang hanya akan meningkat apabila dapat memenuhi
kesenangannya pada setiap fase pada umurnya.20
Berikut fase-fase perkembangan kepribadian menurut
Sigmund Freud:
1. Fase Oral (0-1atau 1,5 tahun)21
Pada tahap ini, anak mendapatkan kepuasannya
melalui mulut, oleh karena itulah kita sering melihat
anak-anak pada usia ini sering dan senang sekali
memasukkan benda-benda yang ia temui ke dalam
mulutnya.
Pada tahap ini anak-anak mencapai kepercayaan
terhadap orang lain (Ibu, Ayah, Kakak, dan keluarga
terdekat atau orang-orang terdekat lainnya) dunia, dan
diri sendiri. Sifat-sifat yang muncul pun cukup beragam
seperti: penakut, mencari perhatian, cemburu, agresif,
dan kesepian.
20
Hakim, M. Arief. Sigmun Freud Sang Perintis Psikoanalisa. (Ujung Berung, Bandung:
Nuansa Cendekia, 2019).
21
Freud. Sigmund. A General Introduction to Physcoanalysis. Diterjemahkan oleh Ira
Puspitorini, Pengantar Umur Psikoaalisis. (Temanggung, Jawa Tengah: Desa Pustaka
Indonesia. 2019).
12
mereka senang berlama-lama dalam kegiatan buang air,
dan membaui feses sendiri.
3. Fase Phalic (3-6 Tahun)
Pada fase perkembangan ini anak-anak mulai
tertarik pada alat vitalnya (kelamin) dan pada fase ini
juga anak-anak mulai tertarik kepada orang tua yang
berbeda jenis kelamin dengannya.
Fase perkembangan ketertarikan terhadap lawan
jenis pada anak-anak ini disebut sebagai: (1) Oedipus
Complex (rasa tertarik anak laki-laki terhadap ibunya),
(2) Electra Complex (ketertarikan anak perempuan
terhadap ayahnya).
Pada tahap ini juga nantinya rasa cemburu anak-
anak muncul terhadap orang tua yang sejenis kelamin
dengannya, mereka juga melakukan imitasi terhadap
orang tua yang mereka sukai.
4. Tahap Latensi (6 tahun hingga Masa Pubertas)
Pada tahap ini rasa ketertarikan seksual anak tak
lagi sebatas di dalam keluarga saja, ia mulai menyukai
orang-orang di sekitarnya, baik itu lawan jenis maupun
sejenis.
Anak-anak juga mulai belajar tentang identitas diri
dan kaitannya dengan peran seksual serta hubungan
sosial yang lebih intim terhadap orang lain.
Carl Gustav Jung lahir pada 26 Juli 1875 di Kesswil, kota kecil
dekat Danau Constance, Swiss. Carl Gustav Jung adalah anak dari
pasangan pendeta di Gereja Reformasi Swiss, Johann Paul Jung dan
Emillie Preiswerk Jung, putri seorang teolog. Keluarga ibu Jung
mempunyai tradisi Spiritualisme dan Mistisisme, dan kakeknya dari garis
ibu, Samuel Preiswerk adalah penganut okultisme dan sering berbicara
13
dengan roh orang mati.22 Hal tersebut memperlihatkan bahwasanya
sebenarnya Jung sangat memiliki minat dengan berbagai bidang yang
terkait dengan mitologi, filsafat, religi, dan penyelidikan dalam
kebudayaan peradaban kuno, ketertarikan itulah yang kemudian
mempengaruhi perkembangan penelitian Jung.
22
Wahyudi, Asis. “Carl Gustav Jung: Melihat sastra dari perspektif arketipe dan psikologi.”
(2021): 135-143.
23
Suryosumunar, J. A. Z. (2019). Konsep Kepribadian dalam Pemikiran Carl Gustav Jung
dan Evaluasinya dengan Filsafat Organisme Whitehead. Sophia Dharma: Jurnal Filsafat,
Agama Hindu, Dan Masyarakat, 2(1), 18-34.
14
prinsip-prinsip psikologi yang berbeda dengan teori Freud. Jung kemudian
mengembangkan aliran psikologi yang dia beri nama Psikologi Analistis.
a. Pandangan Kepribadian
Menurut Carl Gustav Jung, kepribadian adalah keseluruhan
pikiran, perasaan, dan tingkah laku, baik sadar maupun tidak
sadar. Kepribadian seseorang dapat dilihat secara Prospektif
dan Retrospektif. Pandangan prospektif adalah melihat
kepribadian itu ke masa depan ke arah garis perkembangan
sang pribadi di masa depan. Pandangan Retrospektif adalah
memperhatikan masa lampau sang pribadi. Menurut Jung,
dalam hidup setiap manusia selalu ada perkembangan yang
konstan dan seringkali kreatif sehingga memicu pribadi untuk
melakukan pencarian ke arah yang lebih sempurna serta
kerinduan untuk lahir kembali. Kepribadian ini berfungsi untuk
membimbing orang menyelesaikan persoalan diri dengan
lingkungannya. 24
Untuk itu, Carl Gustav Jung membagi Psyche (Jiwa) pada
tiga bagian sebagai rancangan teorinya.Teori psikologi analisis
Jung disebutkan bahwa kepribadian seseorang itu dibagi dalam
tiga tingkat kesadaran yaitu kesadaran dan ego (Consciousness
And Ego), tak sadar pribadi dan kompleks (Personal
Unconscious And Complexes), serta Tak Sadar Kolektif dan
Arkhetipe (Collective Unconscious And Arkhetipe). Ketiganya
terkait erat dengan ketidaksadaran pribadi, yang mencakup hal-
hal yang tidak sadar. Ketidaksadaran pribadi adalah seperti
pemahaman kebanyakan orang yang sadar bahwa hal tersebut
termasuk kedua memori yang mudah dibawa ke pikiran dan
orang-orang yang telah ditekan untuk beberapa alasan.
24
Rumenta, A. T. (2018). Kepribadian Manusia dalam Psikoanalisis Carl Gustav Jung
Sebagai Sumber Ide Penciptaan Hiasan Dinding dengan Pola Profile Silhouette. Jurnal
Ilmiah Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Hal 1
15
Kemudian, Jung menambahkan bagian dari jiwa yang
membuat teorinya menonjol dari yang lain, yaitu
ketidaksadaran kolektif atau dapat juga disebut sebagai
“warisan psikis”. Namun, kita tidak pernah dapat langsung
menyadari hal tersebut. Hal ini memengaruhi semua
pengalaman dan perilaku, terutama emosi kita, tetapi kita hanya
mengetahui hal tersebut secara tidak langsung, dengan melihat
pengaruh-pengaruh.25
b. Struktur Kepribadian
Struktur kepribadian diri dalam pandangan Jung terarah
pada sistem yang menyusunnya, antara lain yang terpenting
adalah: ego, ketidaksadaran pribadi, dan ketidaksadaran
kolektif. Ketiga susunan struktur kepribadian tersebut memiliki
beberapa persamaan dengan konsepsi kesadaran, prasadar, dan
ketidaksadaran dari Freud, tetapi dalam beberapa hal terdapat
perbedaan yang cukup mencolok. Berikut adalah beberapa
penjelasan dari struktur kepribadian menurut C.G Jung :26
1. Kesadaran
Kesadaran adalah pengalaman yang dialami oleh
ego. Ego adalah aspek diri yang sadar, yang terdiri dari
persepsi, ingatan, pikiran, dan perasaan yang disadari.
Ego menciptakan perasaan identitas dan kontinuitas
bagi seseorang, dan dalam perspektif individu, ego
dianggap berada dalam wilayah kesadaran.27
2. Ketidaksadaran Pribadi dan Kompleksnya
Ketidaksadaran pribadi berada di sebelah ego.
Ketidaksadaran pribadi terdiri dari pengalaman yang
pernah disadari tetapi kemudian ditekan, dilupakan atau
25
Jaenudin, U. (2015). Dinamika Kepribadian (Psikodinamik).
26
Suryosumunar, J. A. Z. (2019). Konsep Kepribadian dalam Pemikiran Carl Gustav Jung
dan Evaluasinya dengan Filsafat Organisme Whitehead. Sophia Dharma: Jurnal Filsafat,
Agama Hindu, Dan Masyarakat, 2(1), 18-34.
27
Ibid hal 25
16
diabaikan. Alam bawah sadar berisi ingatan dan impuls
masa lalu, peristiwa yang terlupakan dan berbagai
pengalaman yang tersimpan di alam bawah sadar.
Ketidaksadaran pribadi ini disebut kompleks.
Kompleks adalah kelompok atau konstelasi
perasaan, pikiran, persepsi, dan ingatan yang
terorganisir yang berada di alam bawah sadar. Misalnya,
seseorang yang kepribadiannya didominasi oleh ibunya
dikatakan memiliki Mother Complex yang kuat.
Persepsi tentang ibu membutuhkan pikiran, perasaan,
dan tindakannya, perkataan dan perasaan ibu sangat
penting bagi seseorang, dan citra ibunya memandu
pikirannya.
3. Ketidaksadaran Kolektif (Collective Unconscious)
Konsep Ketidaksadaran Kolektif atau
Transpersonal adalah salah satu aspek paling orisinal
dan kontroversial dari teori kepribadian Jung, sistem
psikis terkuat dan paling berpengaruh, dan dalam kasus
kepribadian patologis ini adalah konsep yang
mendahului ketidaksadaran diri dan pribadi.
Ketidaksadaran kolektif adalah jejak psikis yang
terbentuk selama proses evolusi manusia, akumulasi
dari pengalaman yang berulang dalam beberapa
generasi. Setiap individu memiliki ketidaksadaran
kolektif yang relatif sama. Menurut Jung, sifat universal
ketidaksadaran kolektif terhubung dengan kesamaan
struktur otak pada semua ras manusia, yang sendiri
dipengaruhi oleh evolusi universal.28
4. Arketipe
Arketipe merupakan bayangan leluhur atau kuno
yang muncul dari ketidaksadaran kolektif. Arketipe
28
Ibid hal 25
17
serupa dengan kompleks dalam hal merupakan
kumpulan gambar yang kuat dan berwarna dari
pengalaman.
Perbedaan antara Arketipe dan Kompleks terletak
pada kompleks sebagai komponen individu dari
ketidaksadaran pribadi, sementara Arketipe adalah
konsep umum yang muncul dari Ketidaksadaran
Kolektif.
Arketipe tidak dapat ada secara independen, tetapi
mereka muncul dalam berbagai bentuk, terutama dalam
mimpi, fantasi, dan ilusi.29
5. Persona
Persona adalah topeng yang dikenakan seseorang
untuk memenuhi tuntutan adat dan tradisi masyarakat
serta kebutuhan pola dasar mereka. Tujuan
menggunakan topeng adalah untuk menciptakan kesan
yang khusus pada orang lain. Seringkali digunakan
untuk menyembunyikan sifat asli seseorang.30
6. Anima dan Animus
Anima dan Animus adalah Arketipe yang
menggambarkan suatu karakteristik seksual yang hadir
di setiap pria maupun wanita. Pada tingkat fisiologis,
pria mengeluarkan hormon pria dan wanita
mengeluarkan hormon wanita, pada tingkat psikologis,
karakteristik pria dan wanita dapat ditemukan pada
kedua jenis kelamin. Jung menghubungkan arketipe sisi
feminin dari kepribadian pria dan sisi maskulin wanita.
Arketipe feminin pria disebut Anima, arketipe maskulin
wanita disebut Animus.31
7. Bayangan (Shadow)
29
Ibid hal
30
Ibid hal 26
31
Ibid hal 27
18
Bayangan mencerminkan sisi binatang dari sifat
manusia. Sebagai pola dasar, bayangan menciptakan
gagasan tentang dosa asal dalam diri kita ketika
bayangan diproyeksikan, itu menjadi iblis atau
musuh.”32
c. Dinamika Kepribadian
Jung menyatakan bahwa kepribadian atau Psyche bersifat
dinamis dengan gerak yang terus-menerus. Dinamika Psyche
tersebut disebabkan oleh Energi psikis yang oleh Jung disebut
libido. Dalam dinamika Psyche terdapat prinsip-prinsip sebagai
berikut (Alwisol, 2005: 65).33
1. Prinsip Oposisi
Berbagai sistem, sikap, dan fungsi kepribadian
saling berinteraksi dengan tiga cara, yaitu saling
bertentangan (Oppose), saling mendukung
(Compensate), dan bergabung mejnadi kesatuan
(Synthese). Menurut Jung, prinsip oposisi paling sering
terjadi karena kepribadian berisi berbagai
kecenderungan konflik. Oposisi juga terjadi antar tipe
kepribadian, ekstraversi lawan Introversi, pikiran lawan
perasaan, dan pengindraan lawan intuisi.
2. Prinsip Kompensasi
Prinsip ini berfungsi untuk menjaga agar
kepribadian tidak mengalami gangguan. Misalnya bila
sikap sadar mengalami frustrasi, sikap tak sadar akan
mengambil alih. Ketika individu tidak dapat mencapai
apa yang dipilihnya, dalam tidur sikap tak sadar
mengambil alih dan muncullah ekspresi mimpi.
3. Prinsip Penggabungan
32
Ibid hal
33
Kuntjojo, M. P. (2009). Psikologi Kepribadian. Kediri: Pendidikan Bimbingan Dan
Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri.
19
Menurut Jung, kepribadian terus-menerus berusaha
menyatukan pertentangan-pertentangan yang ada agar
tercapai kepribadian yang seimbang dan integral.
d. Fase Perkembangan
Pada fase perkembangan Carl Gustav Jung membagi
perkembangan manusia menjadi 4 tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Masa kanak-kanak
Pada fase anak-anak, Jung membagi menjadi 3 sub
tahapan:
a. Fase Anarkis (0-6 Tahun)
Pada fase ini ditandai dengan adanya kesadaran
yang kacau, serta Sporadik tertentu yang muncul
pada saat tertentu. Fase ini dicirikan dengan
kesadaran Caos dan Sporadic.
b. Fase Monarkis (6-8 Tahun)
Pada tahap ini ditandai dengan perkembangan
ego yang muncul, serta mulainya pemikiran
verbal dan logika, pada fase ini juga manusia
memandang dirinya secara objektif.34
c. Fase Dualistic (8-12 Tahun)
Dicirikan pada fase ini manusia membagi ego
menjadi dua bagian Objektif dan Subjektif. Dan
kesadaran pada manusia terus berkembang serta
kesadaran akan eksistensi diri yang menjadi
individu terpisah.
20
kanak bebas dari masalah, dan masa muda ini dimulai
dari pubertas hingga paruh baya.
3. Paruh Baya (35-40 Tahun)
Pada fase paruh baya, Jung menjelaskan bahwa
pada masa ini manusia mengalami penurunan daya
tahan, daya tarik, dan ketangkasan. Meskipun
penurunan ini dapa berpengaruh pada kecemasan hidup
namun sejatinya paruh baya ini adalah masa yang
potensial dengan aktualisasi diri yang bervariasi,
dimana pada masa ini nilai spiritual, dan nilai
materialistis menjadi seimbang.
4. Usia Senja (40 Hingga Maut)
Jung menyebutkan pada usia ini rata-rata orang akan
mencemasi soal kematiannya dibandingkan dengan
kehidupannya. Dan semua hal yang terjadi pada diri
manusia mengalami penyusutan yang cukup besar, baik
dari segi kesadaran, spiritualitas, materialistis, dan lain-
lain.
C. Carl Rogers
21
pengakuan orang lain yang berada di sekitarnya. Rogers kemudian
menemukan teori dengan pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-
tahun yang menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat.36
a. Pandangan Kepribadian
Carl Rogers, seorang Psikolog Humanistik terkemuka,
memiliki pandangan yang sangat positif tentang kepribadian
manusia. Menurut Rogers, setiap individu memiliki dorongan
bawaan untuk mencapai potensi mereka yang penuh, yang
disebut dengan aktualisasi diri.37 Aktualisasi diri ini dapat
dipengaruhi oleh pengalaman masa kanak-kanak dan dengan
proses pembelajaran, meskipun dorongannya berasal dari diri
sendiri. Dengan kata lain, setiap makhluk hidup tidak hanya
mempunyai tujuan bertahan hidup, tetapi juga meraih apa yang
terbaik. Dorongan tersebut memancing keinginan lain yang
dipaparkan oleh psikolog lain, seperti kebutuhan air, makanan,
rasa cinta, dan lainnya.
Syarat utama bagi perkembangan kesehatan psikologis
adalah pemberian kasih sayang tanpa syarat/kondisi tertentu di
masa kanak-kanak (Positive Regard). Dengan demikian,
seseorang akhirnya akan mencapai aktualisasi dirinya.
Aktualisasi diri merupakan level tertinggi dalam kesehatan
psikologis. Konsep ini, Rogers akui memang mirip seperti
prinsip Maslow, tetapi sedikit berbeda pada karakteristik
kesehatan psikologis seseorang, di mana Rogers menganggap
kesehatan psikologis mencapai sebuah tahap yang disebut
Fully Functioning.38
36
Harahap, Darwin. “Teori Carl Rogers dalam Membentuk Pribadi dan Sosial yang Sehat.”
Jurnal Al-Irsyad: Jurnal Bimbingan Konseling Islam 2.2 (2020): 321-334.
37
Amalia, L. (2016). Menjelajahi diri dengan teori kepribadian Carl R. Rogers. Muaddib:
Studi Kependidikan dan Keislaman, 3(1), 87-99.
38
Rogers, C. PSIKOLOGI HUMANISTIK. SEJARAH DAN ALIRAN PSIKOLOGI, 198.
22
Menurut Rogers (dalam Schultz & Schultz, 2016),
seseorang yang kondisi psikologisnya sehat atau fully
functioning akan memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Bersikap terbuka dan mengapresiasi segala
pengalamannya.
2. Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dalam setiap
waktu.
3. Kemampuan untuk dikendalikan oleh instingnya
daripada oleh atau pendapat orang lain.
4. Rasa kebebasan dalam pikiran dan tindakan.
5. Memiliki derajat kreativitas yang tinggi.
6. Keinginan untuk memaksimalkan potensinya secara
berkelanjutan.39
b. Struktur Kepribadian
1. Organisme
Organisme merupakan keseluruhan totalitas
individu yang meliputi pemikiran, perilaku, dan
keadaan fisik. Organisme mempunyai satu
kecenderungan dan dorongan dasar yaitu
mengaktualisasikan, mempertahankan dan
mengembangkan diri. Organisme, organisme
mengandung 3 pengertian, yaitu:
a) Makhluk hidup: organisme adalah makhluk
lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya.
Organisme adalah tempat semua pengalaman,
segala sesuatu yang secara potensial terdapat
39
ibid
23
dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi
seseorang mengenai Event yang terjadi di dalam
diri dan di dunia eksternal.
b) Realitas subyektif: Organisme menanggapi
dunia seperti yang diamati atau dialaminya.
Realita adalah medan persepsi yang sifatnya
subjektif, bukan fakta benar-salah. Realita
subyektif semacam itulah yang
menentukan/membentuk tingkah laku.
c) Holisme: organisme adalah satu kesatuan
System, sehingga perubahan pada satu bagian
akan mempengaruhi bagian lain. Setiap
perubahan memiliki makan pribadi dan
bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi,
mempertahankan, dan mengembangkan diri.40
2. Medan Fenomenal
Medan fenomena adalah seluruh pengalaman
pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia,
sebagaimana persepsi subyektifnya. Medan fenomenal
(Frame Of Reference) merupakan bagian dari seorang
individu yang tidak dapat diketahui oleh orang lain.
Bagaimana individu bertingkah laku tergantung pada
medan fenomenal tersebut. Medan fenomenal terdiri
dari pengalaman sadar (dilambangkan) dan pengalaman
tidak sadar (tidak dilambangkan). 41
3. Self
Menurut Carl Rogers The Self adalah aspek
Pengalaman Fenomenologi. Pengalaman Fenomenologi
adalah salah satu aspek pengalaman kita dalam dunia,
yaitu pengalaman sadar kita mengenai diri kita sendiri.
Self ini sebagai sebuah konstruksi yang menunjukkan
40
Al-wisol, Psikologi Kepribadian, hlm. 321
41
Fatwikiningsih, N. (2020). Teori Psikologi Kepribadian Manusia. Penerbit Andi. Hal 107
24
bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. 42 Self
mempunyai macam-macam sifat yaitu sebagai berikut :
a) Self berkembang dari Interaksi Organisme
dengan lingkungannya.
b) Self mungkin menginteraksikan nilai-nilai orang
lain dan mengamati dalam cara (bentuk) yang
tidak wajar.
c) Self mengejar (menginginkan) Consistency
(keutuhan/kesatuan, keselarasan).
d) Organisme bertingkah laku dalam cara yang
selaras (Consistency) dengan Self.
e) Pengalaman-pengalaman yang tidak selaras
dengan struktur Self diamati sebagai ancaman.
f) Self mungkin berubah sebagai hasil dari
pematangan (Maturation) dan belajar.43
c. Dinamika Kepribadian
Dinamika kepribadian menurut Rogers yaitu
kecenderungan untuk mengembangkan diri, aktualisasi diri,
dan mempertahankan diri, semua itu merupakan kebutuhan
dasar dalam sistim kepribadian individu. Kecenderungan ini
bersifat bawaan yang melibatkan perkembangan fisiologis dan
psikologis individu. Perkembangan tersebut awalnya lebih
mengarah pada perkembangan fisiologis daripada psikologis. 44
Rogers menegaskan bahwa secara alami kecenderungan
aktualisasi akan menunjukkan diri melalui rentangan luas
tingkah laku, yaitu :
1. Tingkah laku yang berakar pada proses fisiologis, termasuk
kebutuhan dasar (makanan, minuman, dan udara),
42
Harahap, D. (2020). Teori Carl Rogers dalam Membentuk Pribadi dan Sosial yang Sehat.
Jurnal Al-Irsyad: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 2(2), 321-334.
43
Fatwikiningsih, N. (2020). Teori Psikologi Kepribadian Manusia. Penerbit Andi. Hal
108-110
44
Dinar, S. E. D. (2006). KAJIAN CARL R. ROGERS TENTANG “A WAY OF BEING”.
PSYCHO IDEA, 4(1).
25
kebutuhan mengembangkan dan memerinci fungsi tubuh
serta generasi.
2. Tingkah laku yang berkaitan dengan motivasi psikologis
untuk menjadi diri sendiri.
3. Tingkah laku yang tidak meredakan ketegangan tetapi
justru meningkatkan tegangan, yaitu tingkah laku yang
motivasinya untuk berkembang dan menjadi lebih baik.45
26
Setiap pengalaman dipandang baru dan unik
yaitu berbeda dengan yang pernah terjadi serta
berkembang tanpa diawali prasangka dari harapan
sebelumnya.
3. Keyakinan Organismik (Organismic Trusting)
Individu mengambil keputusan berdasarkan
pengalaman Organismiknya sendiri, mengerjakan apa
yang “dirasanya benar” sebagai bukti kompetensi dan
keyakinan untuk mengarahkan pada perilaku yang
memuaskan.
4. Pengalaman Kebebasan (Experiental Freedom )
Pengalaman hidup bebas dengan cara yang
diinginkan atau dipilih sendiri, tanpa perasaan tertekan
atau terhambat.
5. Kreativitas (Creativity )
Kreativitas merupakan kemasakan psikologis
yang optimal. Orang yang Good Life berkemungkinan
besar untuk memunculkan produk kreatif (Idea,
Project, Action) dan hidup kreatif. Orang yang kreatif
cenderung hidup konstruktif dan adaptif dalam
memuaskan lingkungan sekaligus kebutuhannya yang
terdalam.46
D. Abraham Maslow
27
kalangan Dosen-dosen, Ilmuwan Psikolog, Psikolog, serta Mahasiswa
sangat esensial dengan sebutan psikologi Humanistik.
Psikologi Humanistik menggambarkan manusia sebagai makhluk
yang bebas yang bermartabat serta selalu bergerak ke arah aktualisasi diri
apabila lingkungan memungkinkan47. Dan sangat berbeda sekali dengan
pandangan yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam Psikoanalisis
tentang kepribadian. Freud dengan psikoanalisisnya menggambarkan
manusia sebagai bentukan dari naluri-naluri dan konflik-konflik, tingkah
laku manusia dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan tak sadar irasional.
a. Pandangan Kepribadian.
Meskipun memiliki pengalaman yang buruk namun dalam
teorinya Maslow memandang manusia dengan optimis,
memiliki kecenderungan alamiah untuk bergerak menuju ke
arah aktualisasi diri.48mengungkapkan “meskipun memiliki
kemampuan jahat dan merusak, tetapi bukan merupakan esensi
dasar dari manusia. Sifat-sifat jahat muncul dari Rasa Frustrasi
terhadap pemenuhan kebutuhan dasar.” Contohnya ketika
kebutuhan akan makanan dan tempat tinggal tidak terpenuhi,
maka untuk memenuhi kebutuhannya dilakukan dengan cara
mencuri agar dapat terpenuhinya kebutuhan tersebut.
Maslow berpendapat bahwa seseorang akan memiliki
kepribadian yang sehat, apabila ia telah mampu untuk
mengaktualisasikan dirinya secara penuh49 mengemukakan
bahwa, teori motivasi bagi Selfactualizing Person dengan nama
Metamotivation, Meta-Needs, B-Motivation, atau being values
(kebutuhan untuk berkembang).”
47
Graham, H. (2005). Psikologi Humanistik. (H. E. Rais, Ed., A. Chusairi, & I. N. Alfian,
Trans.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
48
Hidayat, D. r. (2011). Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling .
Bogor: Ghalia Indonesia.
49
Yusuf, S., & Nurihsan, J. (2011). Teori Kepribadian. Bandung: Rosda Karya.
28
Konsep aktualisasi diri yang dikemukakan oleh Abraham
Harold Maslow, sangat erat sekali dengan pemenuhan
kebutuhan, dimana pada saat seseorang telah
mengaktualisasikan dirinya, maka seseorang tersebut dapat
disimpulkan bahwa ia telah memenuhi semua kebutuhan akan
dirinya, baik itu secara lahiriah maupun batiniah.
Maslow menggambarkan manusia yang sudah
mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi
semua kebutuhannya dan melakukan apa pun yang bisa mereka
lakukan.50
Yang artinya aktualisasi diri hanya dapat dicapai ketika,
semua kebutuhan akan diri telah terpenuhi dan tercukupi,
dengan perbedaan mendasar antara D-Need (Deficiency Needs)
kebutuhan yang muncul dari pemenuhan pangan, rasa kantuk,
tidur, rasa aman dan nyaman dan lain-lain, serta B-Need (Being
Needs) kebutuhan akan memenuhi potensi diri. Dan aktualisasi
diri digambarkan secara rinci oleh Maslow dalam Hierarki
Kebutuhan.
b. Struktur Kepribadian
50
Jarvis, Matt. Psikologi Humanistik: Seri Teori Psikologi Matt Jarvis. (Jakarta:
Nusamedia, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalar Terbitan {KDT}. 2021).
29
Aktualisasi
Kebutuhan
Estetis
Kebutuhan Intelektual
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan Fisiologis
30
tinggal), dan setiap hal yang berkaitan dengan
kebutuhan biogenik.53
Kebutuhan Fisiologis sangat diutamakan karena
seseorang akan mengabaikan harga dirinya apabila
dalam kelaparan, ataupun ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan maka seseorang akan
mengabaikan hal lain, dan mendahulukan kebutuhan
biologis pada dirinya, Maslow sangat memperhatikan
detail awal dari pemberian sifat optimisnya terhadap
manusia, sehingga Kebutuhan Fisiologis adalah
kebutuhan yang sangat sakral dan tidak dapat diabaikan
sama sekali, disebabkan kebutuhan lain akan terpenuhi
apabila kebutuhan fisiologis terpenuhi.
b. Kebutuhan Rasa Aman (Safety Need)
53
Schiffman, L. G., dan Wisenblit. J. l. (2015). Consumer Behavior edisi 11. England:
Pearson Education Limited.
54
`Adziima, Mavatih F. (2021). Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Jurnal Tana
Mana. Volume. 02. No. 02. Halaman 89
31
Kebutuhan ini adalah kebutuhan akan penghargaan
dari masyarakat lingkungannya. Ini muncul karena
adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian.
Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh
masyarakat atau pimpinan di suatu perusahaan atau
kantor bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang
dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu
organisasi, semakin tinggi pula prestasinya. Prestasi dan
status di manifestasikan oleh banyak hal yang
digunakan sebagai simbol status tersebut.
e. Kebutuhan Intelektual (Intellectual Needs)
Kebutuhan manusia akan pemahaman akan ilmu
pengetahuan sehingga, manusia dapat terus berkembang
dari setiap aspek kehidupan, untuk menjadi lebih baik.
f. Kebutuhan Estetis (Aeshetic Needs)
Kecenderungan manusia yang menyukai keindahan
menjadi pokok utama dalam memenuhi kebutuhan
Estetis ini. Rasa nyaman yang didapatkan dalam
keindahan, kerapian, dan keseimbangan, hal-hal inilah
yang nantinya menjadi point terakhir sebelum seseorang
mengaktualisasikan dirinya
g. Aktualisasi Diri (Self Actualization).
Kebutuhan ini adalah kebutuhan akan aktualisasi
diri dengan menggunakan segala kemampuan,
keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai
suatu prestasi yang sangat memuaskan55.
Kebutuhan ini juga merupakan realisasi lengkap
dari potensi yang dimiliki seseorang secara penuh.
Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan
sepenuhnya dapat berbeda antara yang satu dengan
yang lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat
55
Abraham Maslow. 1993. Motivation and Personality, jld 2, terj. Nurul Imam. Jakarta: PT
Midas Surya Grafindo
32
dilakukan oleh para atasan atau pimpinan sebuah
lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan. Dengan demikian, sangat penting untuk
memuaskan kebutuhan manusia, ini dapat dilihat secara
jelas pada lembaga atau perusahaan yang modern yang
selalu memperhatikan kebutuhan bawahannya atau
karyawannya. Selain itu adalah dengan memberikan
perlindungan dan kesejahteraan kepada para
bawahannya atau karyawannya.
2. Kebutuhan Tinggi atau B-Need, (kebutuhan akan
pemenuhan potensi diri, adalah sebagai berikut:
Maslow meenyatakan bahwa orang-orang yang
mengaktualisasi diri termorivasi oleh “Prinsip hidup yang
abadi” yang ia sebut sebagai Nilai-nilai B (being values).
Nilai-nilai B ini merupakan indikator dari kesehatan
psikologis dan merupakan kebalikan dari D-needs yang
memotivasi orang-orang non-aktualisasi diri56.
Maslow menamakan nilai-nilai B-Need sebagai “meta
kebutuhan” (meta needs) untuk menunjukan bahwa nilai-
nilai ini merupakan level tertinggi dari kebutuhan.
Maslow mengemukakan terdapat tujuh belas meta
kebutuhan, yang apabila tidak terpenuhi akan menjadi meta
patologi (penyakit kejiwaan). Tujuh belas meta kebutuhan
yang juga disebut nilai-nilai B antara lain :
1) Kebenaran, dengan meta-patologinya
ketidakpercayaan, sinisme, dan skeptisisme.
56
Boeree, G. (2010). Personality Theories. (A. Q. Shaleh, Penyunt., & I. R. Musir, Penerj.)
Yogyakarta: Prisma Sophie.
33
3) Keindahan dengan meta-patologinya kekasaran,
kegelisahan, kehilangan selera, rasa suram.
34
15) Tanpa susah payah; santai; tidak tegang, dengan meta-
patologinya kelelahan, ketegangan, kecanggungan,
kejanggalan, kekakuan.
c. Dinamika Kepribadian
Menurut Maslow manusia merupakan makhluk yang tidak
pernah berada dalam kepuasan, ketika satu kebutuhan sudah
terpenuhi maka ia akan termotivasi untuk mencapai kebutuhan
di tingkat yang lebih tinggi, begitu seterusnya, sehingga
kepuasan manusia bersifat sementara57.
Berdasarkan hal tersebut Maslow mengajukan gagasan
bahwa kebutuhan yang pada manusia adalah bawaan tersusun
menurut tingkatan yang disebut dengan hierarki kebutuhan.
Dalam pandangan Maslow, susunan kebutuhan-kebutuhan
dasar yang bertingkat itu merupakan organisasi yang mendasari
motivasi manusia, yang menghasilkan dinamika kepribadian.
Dan menurut Maslow kualitas perkembangan individu
dapat dilihat dari tingkatan kebutuhan atau corak pemuasan
pada diri individu tersebut. Semakin individu cepat memenuhi
mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhannya yang tinggi,
maka individu tersebut semakin mampu mencapai
individualitas, matang dan berjiwa sehat, begitu pula
sebaliknya.
Feist dan Feist mengatakan “Pemenuhan kebutuhan
konatif, estetika, dan kognitif merupakan dasar bagi
tercapainya kesehatan fisik dan psikologis seseorang. Jika
57
Feist, Jess, dan Gregory J. Feist. Teori Kepribadian. Diterjemahkan oleh Handriatno.
Jakarta: Salemba Humanika, 2010.
35
kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka akan
mengarah pada penyakit”58.
Maslow memperkirakan bahwa rata-rata pemenuhan
kebutuhan individu dapat mencapai : fisiologis, 85% ;
keamanan, 75% ; cinta dan keberadaan, 50% ; penghargaan,
40% ; aktualisasi diri, 10%. Semakin besar kebutuhan ditingkat
rendah terpenuhi, semakin maka akan semakin besar
kemunculan kebutuhan di tingkat selanjutnya. Contohnya,
ketika kebutuhan akan cinta hanya terpenuhi sebesar 10%,
maka kebutuhan akan penghargaan mungkin tidak akan muncul
sama sekali59.
Dapat kita tari kesimpulan bahwasanya, keinginan diri akan
pemenuhan kebutuhanlah yang menjadi dinamika utama
manusia, karena hasrat dan keinginan yang selalu ingin
berlebih membuat manusia selalu mendaki puncak dan puncak,
tanpa mengenal lelah, untuk memuaskan setiap hasrat dan
keinginan hingga mencapai aktualisasi diri.
d. Fase Perkembangan
58
Feist, Jess, dan Gregory J. Feist. Teori Kepribadian. Diterjemahkan oleh Handriatno.
Jakarta: Salemba Humanika, 2010.
59
Jarvis, Matt. Psikologi Humanistik: Seri Teori Psikologi Matt Jarvis. (Jakarta:
Nusamedia, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalar Terbitan {KDT}. 2021).
60
Drs. Ujam Jaenudin, M.Si. Teori-Teori Kepribadian. (Bandung:Pustaka Setia, 2015)
36
1) Kebutuhan Fisiologi yang berhubungan dengan
biologis manusia
2) Kebutuhan akan rasa aman, nyaman dan tenteram
dari bahaya yang datang, serta hal-hal lain yang
mempengaruhi Kebutuhan Fisiologis manusia.
3) Kebutuhan Sosial (Rasa Cinta dan Kepemilikan),
rasa memiliki dan dimiliki berperan krusial bagi
perkembangan manusia, dimana hal ini membangun nilai
positif dalam hubungan sosial (keluarga, teman, kekasih,
dan lain-lain).
4) Kebutuhan Dihargai rasa akan diterima dan
diberlakukan baik di tengah masyarakat menjadi aspek
penting lainnya dalam perkembangan
5) Kebutuhan Intelektual, Kebutuhan manusia akan
pemahaman akan ilmu pengetahuan sehingga, manusia
dapat terus berkembang dari setiap aspek kehidupan, untuk
menjadi lebih baik.
6) Kebutuhan Estetis, Kecenderungan manusia yang
menyukai keindahan menjadi pokok utama dalam
memenuhi kebutuhan Estetis ini. Rasa nyaman yang
didapatkan dalam keindahan, kerapian, dan keseimbangan,
hal-hal inilah yang nantinya menjadi poin terakhir sebelum
seseorang mengaktualisasikan dirinya
7) Aktualisasi Diri dan hal inilah yang menjadi aspek
puncak dalam pemenuhan kebutuhan, pada fase ini manusia
telah mencukupkan semua kebutuhan yang ia perlukan
untuk mencapai Aktualisasi Diri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
37
Dalam Psikologi Kepribadian banyak teori-teori tentang
kepribadian manusia yang muncul, diantaranya 4 madzhab penting yang
menjadi kblat psikologi kepribadian yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
38
Sigmund Freud, “Pengantar Umum Psikoanalisis”, penerjemah Haris Setiowati,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 306.
C. Boeree, “Personality Theories: melacak kepribadian anda bersama psikologi
dunia”, (Yogyakarta: Prismasophie, 2010), hlm. 36-37.)
Adang Hambali dan Ujam Jaenudin, “Psikologi Kepribadian Studi Atas Teori dan
Tokoh Psikologi Kepribadian”, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 52.
Syamsu Yusuf LN dan Achmad Juntika Nurihsian, “Teori Kepribadian”,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm, 48.
Syamsu Yusuf LN dan Achmad Juntika Nurihsian, “Teori Kepribadian”, hlm, 49.
Sigmund Freud, “Pengantar Umum Psikoanalisis”, penerjemah Haris Setiowati,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Hlm, 335.
Sigmund Freud, “Pengantar Umum Psikoanalisis”, penerjemah Haris Setiowati,
hlm, 348.
Hartono Dan Boy Soedarmadji, “Psikologi Konseling”, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2014), hlm. 105-107. Syamsu Yusuf LN, dan
Achmad Juntika Nurihsian, Teori Kepribadian, hlm. 45.
Dede Rahmat Hidayat, “Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian Dalam
Konseling”, (Bogor: Galia Indonesia, 2011), hlm. 28. Dede Rahmat
Hidayat, “Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian Dalam Konseling”,
(Bogor: Galia Indonesia, 2011), hlm. 28.
Hartono Dan Boy Soedarmadji, “Psikologi Konseling”, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2014), hlm. 106.
Hartono Dan Boy Soedarmadji, “Psikologi Konseling”, hlm. 106.
Prayitno, “Konseling Pancawaskita Kerangka Konseling Eklektik”, (IKIP Padang,
1998), hlm, 42.
Adang Hambali dan Ujam Jaenudin, “Psikologi Kepribadian Studi Atas Teori dan
Tokoh Psikologi Kepribadian”, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 56.
Triyani Pujiastuti, “Metode Psikoterapi Sufistik Abah Anom Sebuah Studi Tentang
Relasi Agama Dan Psikoterapi”, (Tangerang Selatan: Young Progressive
Muslim, 2012), Hlm. 35.
A. L. Pervin, dkk, “Psikologi Kepribadian: Teori dan Penelitian, Edisi
Kesembilan”, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 85.
39
Nouval Sevilla. (2021). Teori Psikoanalisis. Diakses dari https/:
Gramedia.com/literasi/teori/-psikoanalis. Pada tanggal 26 April 2024.
Hakim, M. Arief. Sigmun Freud Sang Perintis Psikoanalisa. (Ujung Berung,
Bandung: Nuansa Cendekia, 2019).
Freud. Sigmund. A General Introduction to Physcoanalysis. Diterjemahkan oleh
Ira Puspitorini, Pengantar Umur Psikoaalisis. (Temanggung, Jawa
Tengah: Desa Pustaka Indonesia. 2019).Wahyudi, Asis. “Carl Gustav Jung:
Melihat sastra dari perspektif arketipe dan psikologi.” (2021): 135-143.
Suryosumunar, J. A. Z. (2019). Konsep Kepribadian dalam Pemikiran Carl Gustav
Jung dan Evaluasinya dengan Filsafat Organisme Whitehead. Sophia
Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, Dan Masyarakat, 2(1), 18-
34.Rumenta, A. T. (2018). Kepribadian Manusia dalam Psikoanalisis Carl
Gustav Jung Sebagai Sumber Ide Penciptaan Hiasan Dinding dengan Pola
Profile Silhouette. Jurnal Ilmiah Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Hal 1
Jaenudin, U. (2015). Dinamika Kepribadian (Psikodinamik).
Suryosumunar, J. A. Z. (2019). Konsep Kepribadian dalam Pemikiran Carl Gustav
Jung dan Evaluasinya dengan Filsafat Organisme Whitehead. Sophia
Dharma: Jurnal Filsafat, Agama Hindu, Dan Masyarakat, 2(1), 18-34.
Kuntjojo, M. P. (2009). Psikologi Kepribadian. Kediri: Pendidikan Bimbingan
Dan Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Drs. Ujam Jaenudin, M.Si. Dinamika Kepribadian (Psikodinamik).
(Bandung:Pustaka Setia, 2015)
C. George Boeree, Personality Teories: Melacak Kepribadian Anda Bersama
Psikologi
Dunia,(Jogjakarta: Prismasophi, 2010), hlm. 286
Harahap, Darwin. “Teori Carl Rogers dalam Membentuk Pribadi dan Sosial yang
Sehat.” Jurnal Al-Irsyad: Jurnal Bimbingan Konseling Islam 2.2 (2020):
321-334.
Amalia, L. (2016). Menjelajahi diri dengan teori kepribadian Carl R. Rogers.
Muaddib: Studi Kependidikan dan Keislaman, 3(1), 87-99.
Rogers, C. PSIKOLOGI HUMANISTIK. SEJARAH DAN ALIRAN PSIKOLOGI,
198.
40
Al-wisol, Psikologi Kepribadian, hlm. 321
Fatwikiningsih, N. (2020). Teori Psikologi Kepribadian Manusia. Penerbit Andi.
Hal 107
Harahap, D. (2020). Teori Carl Rogers dalam Membentuk Pribadi dan Sosial yang
Sehat. Jurnal Al-Irsyad: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 2(2), 321-334.
Fatwikiningsih, N. (2020). Teori Psikologi Kepribadian Manusia. Penerbit Andi.
Hal 108-110
Dinar, S. E. D. (2006). KAJIAN CARL R. ROGERS TENTANG “A WAY OF
BEING”. PSYCHO IDEA, 4(1).
Kuntjojo, M. P. (2009). Psikologi Kepribadian. Kediri: Pendidikan Bimbingan
Dan Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Fatmasari, A. E. (2019). Psikologi Kepribadian Lanjut: Jilid 1. Semarang: UNDIP
Press.
Graham, H. (2005). Psikologi Humanistik. (H. E. Rais, Ed., A. Chusairi, & I. N.
Alfian, Trans.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jarvis, Matt. Psikologi Humanistik: Seri Teori Psikologi Matt Jarvis. (Jakarta:
Nusamedia, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalar Terbitan {KDT}.
2021).
Jarvis, Matt. Psikologi Humanistik: Seri Teori Psikologi Matt Jarvis. (Jakarta:
Nusamedia, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalar Terbitan {KDT}.
2021).
Yuliana, Asnah. (2018). Teori Abraham Maslow Dalam Analisa Kebutuhan
Pemustaka, Jurnal Libraria. Volume. 06., No. 02., Halaman 351.
Schiffman, L. G., dan Wisenblit. J. l. (2015). Consumer Behavior edisi 11.
England: Pearson Education Limited.
`Adziima, Mavatih F. (2021). Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Jurnal
Tana Mana. Volume. 02. No. 02. Halaman 89
41
Abraham Maslow. 1993. Motivation and Personality, jld 2, terj. Nurul Imam.
Jakarta: PT Midas Surya Grafindo
42