Anda di halaman 1dari 15

PERBEDA’AN FIQIH DAN USHUL FIQIH

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Ushul Fiqih

Oleh :
Kelompok 1

Jemmy Artika : 23102006


Yoli Desriani : 23102083
Eri Yeni Oktaviana : 23102053

Dosen Pengampu :
Dr.H.Suhefri M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN (STAI-PIQ)
SUMATRA BARAT
1445 H/2024 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendaknya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penulis mengucap syukur kepada
Allah SWT. atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul ” Ushul
Fiqih “ ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah ilmu Pendidikan islam .

Semoga Makalah ini dapat menjadi wawasan dan memberikan manfaat bagi pembaca dan
juga penulis. Kami sadar bahwa terselesaikan makalah ini dibuat juga atas bantuan serta dukungan
dari berbagai pihak. Kami hanyalah manusia biasa, tentu kami menyadari bahwa masih ada
kekurangan pada makalah yang kami buat. Mungkin dari segala bahasa, pengetikan ataupun materi
yang kami tampilkan. Untuk itu kami mengharapkan berbagai macam kritik serta saran dari para
pembaca agar dapat dijadikan bahan evaluasi untuk membantu makalah kedepannya.

Padang , 18 april 2024

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 2
A. Pengertian Fiqih dan Ushul Fiqih ........................................................................................................ 2
B. Perbedaan Ushul Fiqih dan Fiqih ........................................................................................................ 3
C. Hubungan Ushul Fiqih dan Fiqih ......................................................................................................... 3
D. Tujuan Mempelajari Ushul Fiqih ......................................................................................................... 4
E. Sejarah Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqih ...................................................................................... 4
BAB III KESIMPULAN ................................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ushul fiqih adalah pengetahuan mengenai berbagai kaidah dan Bahasa yang
menjadi sarana untuk mengambil hukum – hukum syara’ mengenai perbuatan manusia
mengenai dalil – dalilnya yang terinci. Ilmu ushul fiqih dan ilmu fiqih adalah dua hal yang
tidak bisa dipisahkan. Ilmu ushul fiqih bisa diumpamakan seperti sebuah pabrik yang
mengolah data-data dan menghasilkan sebuah produk yaitu ilmu fiqih.
Ilmu ushul fiqih bersamaan munculnya dengan ilmu fiqih meskipun dalam
penyusunannya ilmu fiqih dilakukan lebih dahulu dari ushul fiqih. Sebenarnya keberadaan
fiqih harus didahului oleh ushul fiqih, karena ushul fiqih itu adalah ketentuan atau kaidah
yang harus diikuti mujahid pada waktu menghasilkan fiqihnya. Namun dalam perumusan
ushul fiqih datang belakangan.

B. Rumusan Masalah
a. Apa itu fiqih dan ushul fiqih ?
b. Bagaimana perbedaan antara fiqih dan ushul fiqih ?
c. Bagaimana perkembangan fiqih dan ushul fiqih ?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dan maksud dari fiqih dan ushul fiqih
b. Memahami perbedaan yang ada antara fiqih dan ushul fiqih
c. Serta mengetahui perkembangan fiqih dan ushul fiqih

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih dan Ushul Fiqih


1. Fiqih
Kata fiqih adalah Bahasa arab yang berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang
bermakna mengerti dan memahami. Secara definitif, fiqih berarti “ ilmu tentang hukum-
hukum syar’I yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili”.
Dalam defenisi ini, fiqih diibaratkan ilmu karena fiqih itu semacam ilmu pengetahuan.
Fiqih adalah apa yang dapat dicapai oleh mustahid dengan zhanNya, sedangkan ilmu tidak
bersifat zhanni seperti fiqih. Namun karena zhan dalam fiqih ini kuat, maka ia mendekati
kepada ilmu karenanya dalam defenisi ini ilmu digunakan juga untuk fiqih.
Fiqih merupakan ilmu yang diperoleh melalui ra’yu dan ijtihad dengan
menggunakan observasi dan penyelidikan manusia. Oleh karena itu, fiqih tidak sama
dengan syari’at sebab fiqih merupakan hasil pemikiran manusia, sedangkan syariat adalah
wahyu Allah SWT dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Sengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya fiqih dapat dipahami
dari empat sudut pandang. Pertama fiqih merupakan ilmu tentang syara’. Kedua fiqih
mengkaji hal-hal yang bersifat amaliyah furu’iyah ( praktis dan bersifat cabang ). Ketiga
pengetahuan tentang hukum syara’ yang didasarkan pada dalil tafsili yakni AL-Qur’an dan
Sunnah. Kemmpat fiqih digali dan ditentukan melalui penalaran dan istidlal ( pernarikan
kesimpulan ) mujtahid.
2. Ushul fiqih
Pengertian ushul fiqih bisa diliat dari dua sudut pandang, yakni dari sisi kebahasaan
( etimologi ) dan dari sisi istilah ( terminology ). Secara Bahasa ushul fiqih merupakan
rangkaian dari dua kata, yaitu kata ushul dan fiqih. Kata ushul sendiri merupakan jama’
dari kata shal yang bila dilihat dari kajian kebahasaan memiliki beberapa makna, antara
lain :
a. Bermakna dalil, hal ini terlihat dari ungkapan para ahli fiqih
ُ‫سنَّة‬ ُ َ ‫ال ِة اْلكِتا‬
ُّ ‫ب َو ال‬ َ ‫ص‬َّ ‫ب ال‬ ْ َ ‫اْأل‬
ِ ‫ص ُل فی ُو ُج ْو‬
Artinya : “ dalil kewajiban shalat adalah Al-Qur’an dan Hadist “

2
b. Bermakna kaidah kuliyyah ( kaidah universal ), contohnya
ُ ُ ‫ص ٌل ِم ْن أ‬
‫ص ْو ِل الش َِّر ْيعَة‬ ْ َ ‫ار أ‬
َ ‫الَ ض ََر َر َوالَ ِض َر‬
Artinya : “ ungkapan tidak membahayakan dan merugikan baik pada diri sendiri
maupun orang lain “ adalah kaidah universal syari’ah.
Lafadz ushul pada kalimat diatas bermakna kaidah universal.

Jadi yang dimaksud dengan ushul fiqih adalah dalil-dalil fiqih, seperti Al-Qur’an,
Sunnah , ijma’ qiyas dan lain-lain.

B. Perbedaan Ushul Fiqih dan Fiqih


Dari uraian defenisi diatas bisa diketahui perbedaan yang jelas antara ushul fiqih
dan fiqih. Kalua fiqih hanya berbicara tentang hukum-hukum dari suatu perbuatan
manusia, sedangkan ushul fiqih bicara tentang metode dan proses cara membuat hukum itu
sendiri.
Bisa dilihat dari aplikasinya, fiqih akan menjawab pertanyaan “ apa hukum dari
suatu perbuatan “, sedangkan ushul fiqih akan menjawab pertanyaan “ bagaimana cara atau
proses menemukan hukum yang digunakan sebagai jawaban permasalahan yang di
pertanyakan tersebut “

C. Hubungan Ushul Fiqih dan Fiqih


Antara ilmu ushul fiqih dan fiqih sama hal nya seperti hubungan ilmu manthiq
dengan filsafat, bahwa manthiq merupakan kaedah berfikir yang memelihara akal agar
tidak ada kerancuan dalam berfikir. Demikian juga ushul fiqih merupakan kaidah yang
memelihara fuqaha agar tidak terjadi kesalahan di dalam mengistimbatkan ( menggali )
hukum.
Ushul fiqih merupakan ilmu yang secara garis besar mengkaji cara-cara
mengistinbath ( menggali hukum ). Sekalipun ushul fiqih muncul setelah fiqih, tetapi
secara teknis , terlebih dahulu para ulama menggunakan ushul fiqih untuk menghasilkan
fiqih. Artinya sebelum ulama menetapkan suatu perkara itu haram, ia telah mengkaji dasar-
dasar yang menjadi alasan perkara itu diharamkan. Hukum haram nya disebut dengan fiqih,
dan dasar-dasarnya sebagai alasan disebut ushul fiqih.
3
Kemudian tujuan dari ushul fiqih itu sendiri adalah untuk mengetahui jalan dalam
mendapatkan hukum syara’ dan cara-cara untuk mengistinbathkan suatu hukum dari dalil-
dalilnya. Dengan menggunakan ushul fiqih itu, seseorang dapat terhindar dari jurang taklid.

D. Tujuan Mempelajari Ushul Fiqih


Menurut Khudhari Beik dalam kitab ushul fiqih merinci tujuan ushul fiqih sebagai
berikut :
1. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid, agar mampu
menggali hukum syara’ secara tepat
2. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ melalui metode yang
dikembangkan oleh para mujtahid, sehingga dapat memecahkan berbagai persoalan
baru yang muncul.
3. Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil hukum.
Ushul fiqih menjadi tolak ukur validasi kebenaran sebuah ijtihad.
4. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang mereka
gunakan.
5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang
digunakan dalam berijtihad, sehingga para peminat hukum islam dapat melakukan
tarjih ( penguatan ) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan
pendapatnya.
Jadi disini ilmu ushul fiqih memberi pengetahuan kepada umat islam tentang
system hukum dan metode pengambilan hukum itu sendiri. Dengan demikian umat
aislam diharapkan terhindar dari taqlid atau ikut pada pendapat seseorang tanpa
mengetahui dalil dan alasan-alasan yang tepat.

E. Sejarah Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqih


1. Sejarah Perkembangan Fiqh
Perkembangan Fiqh dari awal sampai sekarang dapat dibedakan menjadi beberapa
periode sebagai berikut :
a) Periode Rasulullah
Yaitu periode insya dan takwin (pertumbuhan dan perkembangan) yang
berlangsung selama 22 tahun dan beberapa bulan, yaitu terhitung sejak dari

4
kebangkitan Rasulullah tahun 610 M sampai dengan kewafatan beliau pada tahun
632 М.
Sejarah pertumbuhan hukum Islam dimasa Rasulullah berdasarkan wahyu
yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril
dengan cara berangsur-angsur yang dimulai dari Mekah dan diakhiri di Madinah.
Kalau belum turun ayat Al-Qur'an mengenai sesuatu masalah, maka Nabi
nengadakan ijtihad yang mendalam, sehingga akhirnya ijtihad beliau sesuai dengan
dngan ayat Al-Qur'an, yang diturunkan kemudian. Berarti ijtihad Rasul dan
Sunnahnya tidak ada yang brlawanan dengan wahyu Allah. Di samping Nabi
sendiri adalah sebagai sumber hokum, sebab segala sesuatu yang dilakukan Nabi
adalah contoh yang baik bagi ummatnya.
Suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa Nabi telah berbuat sehubungan
dengan turunnya ayat-ayat Quran yang mengandung hukum (ayat-ayat hukum).
Tidak semua hukum itu memberikan penjelasan yang mudah dipahami untuk
kemudian dilaksanakan secara praktis sesuai dengan kehendak Allah SWT. Nabi
memberikan penjelasan dengan ucapan, perbuatan dan pengakuannya yang
kemudian disebut Sunnah Nabi. Apabila Penjelasan dari Nabi yang berbentuk
Sunnah itu merupakan ayat-ayat hukum, maka apa yang dikemukakan Nabi itu
dapat disebut fiqh namun lebih tepat disebut Fiqh Sunnah.
Sunnah Nabi berbunyi:
"Sesungguhnya aku menetapkan hukum berdasarkan apa-apa yang lahir,
dan kamu minta penyelesaian permusuhan kepadaku. Barangkali seseorang
diantaramu lebih lihai dalam berperkara dibandingkan yang lainnya. Siapa yang
aku putuskan untuknya sesuatu yang berkenaan dengan harta orang lain,
janganlah dimakan. Sesungguhnya aku memberikan kepadanya potongan api
neraka."
Riwayat tersebut menunjukan bahwa Nabi sendiri terkadang memutuskan
perkara yang mungkin tidak betul secara materil. Hal ini bearti tindakan itu semata
didasarkan kepada itijihadnya, bukan dari wahyu.
Dalam kenyataannya memang beliau pernah beritijihad untuk memahami
dan menjalankan wahyu Allah dalam hal-hal yang memerlukan penjelasan Nabi
5
yang sebagaiannya dibimbing oleh wahyu. Dalam hal-hal yang tidak mendapat
koreksi dari Allah, maka hal itu muncul sebagai Sunnah Nabi yang wajib ditaati.
b) Periode Sahabat
Yaitu periode tafsir dan takmil (penjelasan dan penyempurnaan) yang
berlangsung selama 90 tahun kurang lebihnya, yaitu terhitung mulai kewafatan
Rasulullah pada tahun 11 Hsampai dengan akhir abad pertama Hijriah (101 H atau
632-720 H).
Dengan wafatnya Nabi Rasulullah Saw, maka sempurnalah turunya ayat-
ayat Al- Quran dan Sunnah Nabi, juga dengan tersendirinya sudah terhenti. Karena
hal ini maka persoalan hokum atau fiqh pada masa sahabat dikembalikan kepada
Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Di masa sahabat penganut Islam telah bertambah
banyak dan daerahnya telah bertambah luas. Pada tempat-tempat yang baru
memeluk agama Islam itu terjadi berbagai masalah. Untuk menyelesaikan masalah
itu para sahabat kembali ke Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Untuk kembali kepada Al-
Qur'an itu bukanlah hal sulit untuk mereka, karena Al-Qur'an merupakan hafalan
bagi mereka. Dimasa Al-Qur'an sudah dibukukan. Sedangkan kembali kepada
hadits Nabi memang agak sulit, karena hadits belum diseleksi dan dibukukan, dan
sulit untuk mebedakan hadits yang benar-benar dari Nabi dan mana pula yang
merupakan hadits palsu buatan manusia.
Apabila masalah Fiqh tidak dijumpai penyelesaiannya dalam Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi maka para sahabat mengadakan ijtihad yang mendalam. Dan hasil
ijtihad para sahabat dapat dipercaya dan menjadi sumber hokum syara atau Fiqh
Islam. Bila pada masa Nabi proses penetapan fiqh disebut pembinaan fiqh, maka
pada masa sahabat disebut periode pengembangan fiqh.
c) Periode Tadwin (pembukuan)
Yaitu periode pembukuan dan munculnya mujtahid dan zaman
perkembangan serta kedewasaan hokum yang berlangsung selama 250 tahin, yaitu
terhitung mulai tahun 100 H sampai 350 H (720-961 M).
Pada saat ini adalah zaman kemajuan di bidang hukum Islam. Ini
disebabkan banyaknya masalah-masalah hukum yang harus diselesaikan yang
terjadi pada beberapa daerah Islam yang telah menjadi luas itu. Para tabiin-tabiin
6
dimasa ini banyak yang berijtihad, sehingga mereka menjadi mujtahid-mujtahid
besar dalam Islam. Diantara mujtahid-mujtahid yang terkenal itu adalah:
1) Imam Abu Hanifah, seorang alim keturunan Persia yang terkenak sebagai
Ahli Al Ra'yu yaitu banyak mendasarkan pendapat kepada ujian pikiran,
karena banyak di Basrah mendapat hadits shahih.
2) Imam Malik ibn Anas terkenal sebagai ahli hadits (Akl-al-hadits) karena
dimadinah hadits Nabi banyak dikumpulkan pada ahli hadits. Disamping
Al-Qur'an, hadits beliau ambil sebagai dasar fiqhnya.
3) Imam Muhammad ubn Idris Al Syafei, beliau adalah pendiri Mazhab Imam
Syafe'i.
4) Imam Ahmad ibn Hambali, beliau terkenal sebagai ahli hadits dan
merupakan pendiri Mazhab Hambali.
d) Periode Taqlid
Yaitu periode kebekuan dan statis yang berlangsung mulai masa
pertengahan abad empat hijriah (351 H) dan hanya Allah yang mengetahui kapan
periode ini berakhir. Hal ini berari sebagai penutupan periode ijtihad atau periode
tadwin (pembukuan). Mula-mula masa kemunduran dalam bidang kebudayaan
Islam, kemudian berhentilah perkembangan hukum Islam atau Fiqh Islam.
Taqlid merupakan menerima hokum yang dikumpulkan oleh seorang
mujtahid dan memandang pendapat mereka seolah-olah nash Syara. Jadi Taqlid itu
menerima saja pendapat seseorang mujtahid sebagai nash hukum Syara'. Dalam
periode Taqlid ini kegiatan para ulama Islam banyak mempertahankan ide dan
mazhabnya masing-masing.
Taqlid telah meresap di dalam jiwa mereka dan ruh Taqlid. Sebab-sebab
timbulnya periode Taqlid ini adalah sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab
Kallaf dalam kitabnya Khulusul Tarikh Al Tasyri Al Islami, yang intinya
disebutkan sebagai berikut:
1) Terbagi-baginya Daulah Islamiyah ke dalam sejumlah kerajaan-kerjaan yang
saling bermusuhan para raja-rajanya, penguasanya dan rakyatnya.

7
2) Sesudah terpecahnya para iman mujtahid dalam periode ketiga menjadi
beberapa golongan dan masig-masing golongan memiliki suatu aliran hokum
tersendiri.
3) Sesudah umat Islam mengaturkan pengaturan perundang-undangan dan
mereka tidak meletakkan peraturan yang menjamin, seperti dibenarkan
mujtahid kecuali dipandang ahli untuk itu.
4) Bahwasanya sudah tersebar luas di kalangan para ulama berbagai penyakit
moral yang menghalangi mereka dari ketinggian derajat ijtihad. Di kalangan
mereka sudah merata penyakit saling menghasut dan egoisme.
Ijtihad ulama yang bukan mujtahid akhirnya membawa kemunduran dan
kekacauan di bidang Fiqh Islam. Orang-orang pad amasa itu kembali kepada
tradisional, bukan kepada Al-Qur'an dan Sunnah. Ulama yang mujtahid tidak
menutup ijtihad, tapi karena besarnya pengaruh taqlid tersebut akhirnya
menimbulkan paham statis dalam hukum Islam yang pengaruhnya masih ada
dirasakan sampai saat ini di kalangan masyarakat Islam.
2. Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh
Adapun Ushul Fiqh, tidaklah tumbuh kecuali pada abad kedua hijriah, karena pada
abad pertama hijriah, ilmu tersebut belum diperlukan dimana Rasulullah SAW berfatwa
dan menjatuhkan keputusan menurut ajaran Al-Qur'an yang diwahyukan kepadanya dan
menurut Sunnah yang diilhamkan kepadanya. Kalau ada yang bertanya: "Dahulu mana
ushul fiqh dan fiqh?" tentu tidak mudah menjawabnya. Pertanyaan demikian sama dengan
pertanyaan mengenai mana yang lebih dahulu: ayam atau telur.
Musthafa Said al-Khin memberikan argumentasi bahwa ushul fiqh ada sebelum
fiqh. Alasannya adalah bahwa ushul fiqh merupakan pondasi, sedangkan fiqh merupakan
bangunan yang didirikan di atas pondasi. Karena itulah sudah tentu ushul fiqh ada
mendahului fiqh. Kesimpulannya, tentu harus ada ushul fiqh sebelum adanya fiqh.
Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, seluruh permasalahan ilmu figh
dikembalikan kepada Rasul. Namun terdapat juga beberapa usaha-usaha dari beberapa
Sahabat yang menggunakan pendapatnya dalam menentukan keputusan hukum. Mereka
melakukannya dengan cara mencari jawabannya di dalam Al-Qur'an, kemudian hadits. Jika
dari kedua sumber hukum tersebut tidak ditemukan, maka mereka dapat berijtihad. Pada
8
dasarnya, beberapa Sahabat nabi tersebut sudah menggunakan Ushul Fiqh secara teori
tetapi ushul fiqh pada saat itu belum menjadi suatu nama keilmuan tertentu.
Setelah wafatnya Rasulullah, maka yang berperan besar dalam pembentukan
hukum islam adalah para Sahabat Nabi. Pada masa ini para Sahabat banyak melakukan
ijtihad ketika suatu masalah tidak dijumpai di dalam Al-Qur'an dan hadits. Pada saat
berijtihad, para sahabat telah menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh meskipun belum
dirumuskan dalam suatu disiplin ilmu.
Pada masa tabi'in, metode istinbat menjadi semakin jelas dan meluas disebabkan
tambah meluasnya daerah islam sehingga banyak permasalahan baru yang muncul. Para
tabi'in melakukan ijtihad di berbagai daerah islam. Di Madinah, di Irak dan di Basrah. Titk
tolak para ulama dalam menetapkan hukum bisa berbeda, yang satu melihat dari suatu
maslahat, sementara yang lain menetapkan hukumnya melalui Qiyas. Dari perbedaan
dalam mengistinbatkan hukum inilah, akibatnya muncul tiga kelompok ulama, yaitu
Madrasah Al-Irak, Madrasah Al-Kaufah yang lebih dikenal dengan sebutan Madrasah Al-
Ra'yu dan Madrasah Al-Madina dikenal dengan sebutan Madrasah Al-Hadits. Namun pada
masa ini ilmu ushul fiqh masih belum terbukukan.
Masa Imam-imam Mujtahid sebelum Imam Syafi'l, pada periode ini, metode
pengalihan hukum bertambah banyak, dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-
kaidah istinbat hukum dan teknis penerapannya. Imam Abu Hanafiah an-Nu'man (80-
150H), pendiri mazhab hanafi. Dasar-dasar istinbatnya yaitu: Kitabullah, sunah, fatwa
(pendapat Sahabat yang disepakati), tidak berpegang dengan pendapat Tabi'in, qiyas dan
istihsan. Demikian pula Imam Malik bin Anas (93-179H). pendiri mazhab Maliki. Di
samping berpegang kepada Al-Qur'an dan sunah, beliau juga banyak mengistinbatkan
hukum berdasarkan amalan penduduk Madinah. Pada masa ini. Abu hanifah dan Imam
Malik tidak meningalkan buku ushul figh. Orang yang pertama kali menghimpun kaidah
yang bercerai-berai di dalam suatu himpunan, ialah Imam Abu Yusuf pengikut Abu
Hanifah, seperti yang telah disebutkan oleh Ibnu Nadim alam al-Fihrosat (sebuah catatan
kaki). Namun apa yang dia tulis itu tidak sampai kepada kita.

Sedangkan Orang yang pertamakali mengadakan kodifikasi kaidah-kaidah dan


bahasa-bahasan ilmu ini, sehingga merupakan kumpulan tersendiri secara tertib
9
(sistematis) dan masing-masing kaidah itu dikuatkan dengan dalil dan keterangan yang
mendalam, ialah Imam Muhammad bin Idris al-Syafe'i. Dalam kodifikasi itu telah ditulis
kitab Risalab Ushuliyah yang telah diriwayatkan oleh pengikutnya, al-Robi al-Murodi.
Kitab itulah sebagai kita kodifikasi yang pertama kali dalam ilmu ini dan itulah satu-
satunya yang sampai kepada kita sepanjang pengetahuan kita. Karena itu populernya di
kalangan para ulama, bahwa pendasar ilmu Ushul Fiqh adalah Imam Syafe'i.
Usahanya itu diikuti oleh tiga orang ulama yang termasyhur diantaranya:
a) Abul Hassan Muhammad bin Alal Bashariy As Syafe'l bukunya bernama Al-
Mu'tamad.
b) Abu Ali Abdul Malik bin Abdullah An Naisaburiy yang dikenal degan Imam
Harmaini, dengan bukunya Al-Burhan.
c) Abu Hamid Al-Ghazaliy, dengan buklunya AL-Mushtasfa.
Selanjutnya ulama-ulama ini diiringi pula oleh ulama lainnya utuk membuat karya
sedangkan karnyanya itu bukan bersifat kutipan, tetapi masing-masing mereka
mengemukakan pendapat mereka kadang-kadang tidak sesuai dengan pendapat-pendapat
para ulama sebelumnya. Para ulama itu adalah: Murid Imam Syafe'l, mereka membuat satu
cara terpenting tertentu untuk menerapkan dalil-dalil hukum yang dibuatnya sendiri tanpa
mengacuhkan dan mencari persesuaian dengan furu-furu mazhab sebelumnya atau
menyalahinya.
Dan yang lain adalah dari murid-murid Hanafi, cara menyusunnya adalah dengan
mengusahakan untuk menyesuaikan furu-furu Mazhab, yang mereka susun itu dengan.
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan suatu undang-undang, maka mereka berusaha
untuk menyesuaikannya, tetapi sungguhpun begitu sekarang kita lihat kenyataannya Ushul
Hanafiyah dipenuhi dengan furu' yang banyak.

10
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan materi diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa sejarah


perkembangan Fiqh Islam terbagi dalam beberapa periode yaitu periode Rasulullah, periode
Sahabat, periode Tadwin dan periode Taqlid. Di dalam perkembangannya Figh Islam berpedoman
pada Al-Qur'an, Sunnah Rasul dan terkadang dengan Ijtihad yang dilakukan untuk memperoleh
jalan keluar dari sebuah masalah. Sedangkan perkembangan Ushul Fiqhi juga terbagi dalam
beberapa periode seperti yang telah dikemukakan diatas. Ushul Fiqh telah ada pada masa 2 H.
Dimana dalam perkembangannya muncullah beberapa ulama besar yang membuat beberapa buku
tentang Ilmu Ushul Fiqh,

11
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Al-Majid al-Syarfi, Al-Islam al-Hadasah, cet. Ke-3, Tunisia: Dar Al-Janub li Al-
Nasyr, 1998.

Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Uhsul Fiqh Semarang: Dina Utama: 1994.

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1 , Jakarta: Logos Wacana Ilmu: 1997.

Yudian Wahyudi, Ushul Fiqh Versus Hermeneutika Membaca Islam Dari Kanada Dan
Amerika, Yogyakarta: Pesantren Newesea Press, 2007.

HAMKA, Ayahku, Jakarta: Umminda, 1982.

Hasbi Ash-shiddieqy, Dinamika dan elastisitas Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1976.

hhtp://biografi.blogsome.com.

hhtp://dolla.blogsome.com.

Nasrun Harun Ushul Fiqh 1 ,Jakarta: Logos Wacana Ilmu: 1997.

Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf


Paramadina, 1992.

Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqih Indonesia Penggagas dan Gagasannya, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 1997.

12

Anda mungkin juga menyukai