Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karya Ilmiah Sejenis
Karya ilmiah sejenis sebelum nya dengan tugas akhir ini bisa di lihat pada
Tabel 1.

Tabel 1 Karya Ilmiah Sejenis Sebelumnya

No. Tahun Nama Penulis Judul Karya Ilmiah dan Obyek yang di
Penulis teliti
1. 2020 Geraldi Hernawan Perencanaan Sitem Pemanfaatan
Pemanfaatan Air Bekas limbah air
Pada Tower Cordova bekas.
Proyek Apartemen
Urbantown Karawang
2. 2018 Fitri Meilisa Perancangan Sistem Merencanakan
Kusuma Waedani Sprinkler dan Hidran sistem sprinkler
dan Ghina Febriani Pada Gedung B dan hidran
Khairunnisa Sekretariat Badan gedung yang
Pendidikan dan sesuai
Pelatihan Keuangan – peraturan.
Jakarta Selatan
3. 2017 Tomi Suroto Sistem Pemadam Perencanaan
Kebakaran (fire sistem proteksi
Protection) Pada Gedung kebakaran pada
Hotel Sahid Raya bangunan hotel
Yogyakrta
Karya tulis ilmiah yang penulis pilih di Tabel 1 sebagai referensi karena
memiliki kesamaan pada topik bahasannya yaitu pemanfaatan air hujan. Sedangkan
untuk perbedaannya sendiri yaitu dari jenis pemanfaatannya. Untuk karya ilmiah
yang pernulis kerjakan, air hujan akan dimanfaatkan untuk kebutuhan sistem
proteksi kebakaran aktif.

2.2. Sistem Proteksi Kebakaran


2.2.1 Pengertian Sistem Proteksi Kebakaran
Sistem proteksi kebakaran dibagi menjadi dua yaitu:

1. Sistem proteksi kebakaran aktif memerlukan beberapa bentuk respon untuk


mengaktifkannya. Sistem proteksi kebakaran aktif dibagi menjadi dua jenis
yaitu dire detectors dan fire supressant.

4
a) Fire detector (pendeteksi api) berfungsi untuk mengidentifikasi
keberadaan aoi dengn memetakan beberapa indicator. Indikator tersebut
bisa melalui perubahan tempratur, asap atau api.
b) Fire suppressant (penekanan api) berperan aktif memadamkan atau
mengendalikan kebakaran.
2. Sistem proteksi kebakaran pasif merupakan material pendukung yang bersifat
menghambat proses kebakaran. Material ini dipasang Sebagian dari tatanan
bangunan, contohnya sebagai tambahan dinding, pintu dan lantai tahan api.

2.2.2 Pengertian Kebakaran


Menurut National Fire Protection Association (NFPA), kebakaran adalah
suatu peristiwa oksidasi yang melibatkan tiga unsur yang harus ada, yaitu: bahan
bakar yang mudah terbakar, oksigen yang ada dalam udara, dan sumber energi atau
panas yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda, cedera bahkan kematian.
Secara umum, kebakaran dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang
disebabkan oleh timbulnya api yang tidak terkendali dimana unsur-unsur yang
membentuknya terdiri dari bahan yang mudah terbakar, oksigen dan sumber panas
yang membentuk suatu reaksi oksidasi dan berakibat menimbulkan kerugian
material.
2.2.3 Klasifikasi Bahaya Kebakaran
Menurut SNI 03-1735-2000, klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan
ditentukan berdasarkan fungsi yang dimaksudkan di dalam perencanaan,
pelaksanaan, atau perubahaan yang diperlukan pada bangunan. Klasifikasinya
adalah sebagai berikut.
1. Kelas : Bangunan hunian biasa.

2. Kelas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian.

3. Kelas 3 : Bangunan hunian di luar bangunan kelas 1 atau 2.

4. Kelas 4 : Bangunan hunian campuran.

5. Kelas 5 : Bangunan kantor.

6. Kelas 6 : Bangunan perdagangan.

7. Kelas 7 : Bangunan penyimpanan/gudang.

5
8. Kelas 8 : Bangunan laboratorium/industri/pabrik.

9. Kelas 9 : Bangunan umum.

a. Kelas 9a : bangunan perawatan kesehatan.

b. Kelas 9b : bangunan pertemuan.

10. Kelas 10 : Bangunan atau struktur yang bukan hunian.

11. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus.

12. Bangunan yang penggunaannya insidentil.

13. Klasifikasi jamak.

2.2.4 Hidran Gedung


Hidran merupakan pemadam api tetap yang menggunakan media pemadam air
bertekanan yang dialirkan melalui pipa-pipa dan slang. Perancangan dan
pemasangan hidran dalam gedung harus sesuai dengan SNI 03-1735-2000.
Berdasarkan penggunaannya, hidran dalam gedung dibedakan menjadi 3 jenis,
yaitu:
a. Hidran kelas I: Menggunakan slang berdiameter 2,5", penggunaannya
diperuntukan untuk petugas pemadam kebakaran dan orang-orang yang terlatih.
b. Hidran kelas II: Menggunakan slang berdiameter 1,5", penggunaannya
diperuntukan untuk penghuni gedung dan orang-orang yang belum terlatih.
c. Hidran kelas III: Menggunakan slang berdiameter 2,5" dan 1,5",
penggunaannya diperuntukan untuk semua orang berdasarkan kesesuaian
ketika kebakaran terjadi.

Hidran sendiri terdiri dari dua jenis yaitu:

a) Hidran pillar ditempatkan di luar bangunan (outdoor) hidran ini dapat di


sambungkan dengan selang menuju kendaraan pemadam kebakaran sebagai
sumber air untuk mobil pemadam kebakaran serta dapat di gunakan untuk
melakukan pemadaman di sekitar lokasi kebakaran. Berdasarkan SNI 03-1735-
2000 (Standar Nasional Indonesia) dan NFPA (National Fire Protection
Association), penempatan hidran pillar di tentukan berdasarkan lokasi, jarak

6
penempatan hidran umumya yaitu 35 – 38 meter antara hidran pillar satu dan
hidran lainya, serta mudah di temukan dalam keadaan darurat. Hidran siamase
yang berfungsi untuk menyalurkan air dari mobil pemadam kebakaran menuju
sistem pemadam api gedung. Siamese connerction merupakan komponen
penunjang dalam fire hidran sistem. Berfungsi untuk menunjang pasokan air.
jika air pada reservoir sudah tidak mencukupi, hidran Siamese connection
bertugas menyaluarkan air dari mobil pemadam kebakaran menuju reservoir
gedung.
b) Hidran box ditempatkan di dalam gedung (indoor) dimana selang pemancar air
dan nozzle pemancar telah diletakkan biasanya dalam box merah dan dapat juga
di sambungkan dengan sistem hidran sehingga dapat ditarik ke lokasi kebakaran
untuk membantu pemadaman api. Sistem hidran yang ada pada suatu lokasi
baik hidran pillar maupun hidran box adalah bagian terakhir dari sistem hidran
yang dapat digunakan saat terjadi kebakaran. Alat ini memiliki sistem instalasi
yang terhubung dengan komponen pendukung seperti pompa dan selang
pengalir air.

Penempatan hidran harus pada lokasi mudah terlihat dan mudah dijangkau
serta dapat mencapai seluruh daerah apabila sewaktu waktu terjadi kebakaran
perbedaan antara hidran pillar dan hidran box adalah dari penempatanya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentang


Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan, kebutuhan untuk hidran gedung dapat ditentukan.

Ketentuan kebutuhan hidran gedung dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Ketentuan Kebutuhan Hidran Gedung.

Kelas Bangunan Kebutuhan Hidran


Kelas 1 dan kelas 10 Tidak dipersyaratkan
Kelas 2, 3, 4 dan 9a 1 buah per 1000 m2
Kelas 5, 6, 7, 8 dan 9b 1 buah per 800 m2
Sumber: SNI 03-1735-2000.

7
Menurut SNI 03-1745-2000, bangunan pendidikan diklasifisikasikan sebagai
bangunan kelas 9b Pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa kebutuhan hidran untuk
bangunan kelas 9b adalah 1 buah per 800 m2. Oleh karena itu, untuk menghitung
kebutuhan hidran dalam satu lantai dapat digunakan persamaan:

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖
Σ Hidran = 800𝑚2

2.2.5 Sprinkler
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3989-2000 tentang tatacara
perencanaan dan pemasangan sistem sprinkler otomatik untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung, sprinkler merupakan suatu sistem instalasi
pemadam kebakaran yang di pasang secara tetap/permanen di dalam bangunan
yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di
tempat mula terjadi kebakaran.
Sprinkler merupakan titik pengeluaran saluran air ataupun gas bertekanan yang
di pasang menyumbat (plug) bagian ujungnya. Plug ini berfungsi menahan aliran
air dan bekerja mengeluarkan air saat suhu disekitar nya mencapai titik leleh
tertentu. Plug ini bisa juga merupakan sensor yang peka temperatur (heat-senitive).

Plug ini terdapat 2 jenis yang digunakan untuk sprinkler kebakaran, yaitu:

a) Fusible alloy di sebut juga link atau fusible metal, yaitu panduan metal yang
akan meleleh pada suhu rendah, (di bawah suhu 150 ºC atau 302 ºF).
b) Heat-sensitive Glass Bulb atau bola kaca peka panas, yaitu bola kaca yang akan
pecah apabila adanya kenaikan suhu tertentu yang menyebabkan terjadinya
reaksi cairan di dalam bola kaca tersebut.
1. Ketentuan Umum Perancangan Sprinkler
Terdapat beberapa ketentuan umum dalam perancangan sprinkler menurut SNI
03-3898-2000 yang harus dipenuhi. Ketentuan perancangan sprinkler untuk
bangunan kantor dengan sistem bahaya kebakaran ringan diantaranya:
a. Kepadatan pancaran
Kepadatan pancaran direncanakan sebesar 2,22 mm/menit per empat kepala
sprinkler dengan daerah kerja maksimum diperkirakan seluas 84 m2.
b. Kapasitas aliran dan tekanan

8
Penyediaan air harus mampu mengalirkan air dengan kapasitas 28 liter/menit
dengan tekanan 2,2 kg/cm2.
2. Penempatan dan letak kepala sprinkler
a. Luas lingkup maksimum tiap kepala sprinkler adalah 20 m2.
b. Jarak maksimum antar kepala sprinkler adalah 4,6 m (lihat Gambar 1).
c. Jarak kepala sprinkler yang terujung dengan dinding adalah ½ dari jarak
yang direncanakan antara kepala-kepala sprinkler dalam satu deretan (lihat
Gambar 1)
d. Jarak antara dinding dan kepala sprinkler tidak boleh melebihi 2,3 m.

Gambar 1 Standar Penempatan Kepala Sprinkler


Sumber: SNI 03-3898-2000
S = perencanaan penempatan kepala sprinkler pada pipa cabang
D = jarak antara deretan kepala sprinkler
3. Perhitungan jumlah kepala sprinkler

Jumlah kepala sprinkler dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
Σ Sprinkler = Luas Lingkup tiap Kepala 𝑆𝑝𝑟𝑖𝑛𝑘𝑙𝑒𝑟

9
4. Tingkat suhu kepala sprinkler

Pada bagian kepala sprinkler terdapat tangkai berwarna yang menunjukan


kepekaan terhadap suhu. Tingkat kepekaan terhadap suhu pada kepala sprinkler
ditunjukan pada Tabel 3.

Tabel 3 Tingkat Kepekaan Terhadap Suhu

Tingkat suhu untuk jenis sambungan lebur (oC) Warna Tangkai


68 / 74 Tanpa warna
93 / 100 Putih
141 Biru
182 Kuning
227 Merah
Tingkat suhu untuk jenis glass bulb (oC) Warna Cairan
57 Jingga
68 Merah
79 Kuning
93 Hijau
141 Biru
182 Ungu
203 / 260 Hitam
Sumber: SNI 03-3989-2000
Ketentuan pemilihan tingkat suhu kepala sprinkler sebagai berikut:
a) Tidak boleh kurang dari 30oC di atas suhu ruangan.
b) Kepala sprinkler dalam ruangan tersembunyi.
c) Kepala sprinkler yang digunakan untuk melindungi peralatan masak jenis
komersial atau yang dipasang dalam dapur harus lebih dari 30oC tingkat
suhu tinggi.
5. Perhitungan diameter pipa sprinkler

Ukuran diameter pipa sprinkler dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 ini
mengikuti peraturan pada “Panduan Sistem Sprinkler untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan dan Gedung” yang diterbitkan Departemen Pekerjaan
Umum.

10
Tabel 4 Ukuran Diameter Pipa Sprinkler

No Pipa Cabang Ukuran Jumlah Maksimum Kepala


Nominal Sprinkler yang dijinkan
Pipa pada Pipa Cabang
A Pipa cabang pada ujung sistem.
32 2
Susunan cabang tunggal 40 4
1
dengan 2 kepala sprinkler.
50 8
>65 >16
32 3
40 6
2 Susunan lain.
50 9
>65 >18
Sumber: SNI 03-3989-2000

6. Kapasitas Pancaran Kepala Sprinkler


Perhitungan kapasitas pancaran tiap kepala sprinkler, berlaku persamaan
berikut:
Q = k √𝑃
Dimana:
Q = Kapasitas pancaran tiap kepala sprinkler (liter/menit)
K = konstanta yang ditentukan oleh ukuran nominal lubang kepala sprinkler
Seperti pada Tabel 6.
P = Tekanan air dikepala sprinkler kg/cm2
Ukuran nominal lubang kepala sprinkler untuk masing-masing sistem
bahaya kebakaran, seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Ukuran Lubang Kepala Sprinkler

Ukuran Nominal
No. Klasifikasi Bahaya Kebakaran Lubang Kepala
Sprinkler (mm)
1 Sistem bahaya kebakakaran ringan 10
2 Sistem bahaya kebakakaran sedang 15
3 Sistem bahaya kebakakaran berat 20
Sumber: SNI 03-3989-2000

Sedangkan untuk konstanta “k” ketiga ukuran lubang kepala sprinkler di atas
seperti Tabel 6.

11
Tabel 6 Konstanta “k”

Ukuran Nominal Lubang Kepala


No. Konstanta “k”
Sprinkler (mm)
1 10 57 ± 5%
2 15 80 ± 5%
3 20 115 ± 5%
Sumber: SNI 03-3989-2000
2.3. Kebutuhan Air
2.3.1. Kebutuhan Air untuk Sistem Sprinkler
Bangunan sekolah termasuk ke dalam bahaya kebakaran ringan. Berdasarkan
aturan yang tertulis pada SNI 03-3989-2000, penyediaan air sprinkler untuk bahaya
kebakaran ringan harus mampu mengalirkan air dengan kapasitas 28 liter/menit dan
bertekanan 2,2 kg/cm2.

Setiap sistem sprinkler otomatis harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya


satu jenis sistem penyediaan air yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan
berkapasitas cukup, serta dapat diandalkan setiap saat. Air yang digunakan tidak
boleh mengandung serat atau bahan lain yang dapat mengganggu bekerjanya
sprinkler. Pemakaian air asin tidak diijinkan, kecuali bila tidak ada penyediaan air
lain pada waktu terjadinya kebakaran dengan syarat harus segera dibilas dengan air
bersih.

2.3.2. Kebutuhan Air untuk Sistem Hidran


Berdasarkan SNI-03-1735-2000, laju aliran minimum untuk pipa tegak yang
terjauh dan dihitung secara hidraulik adalah 379 liter/menit atau 100 GPM (Gallon
Per Minute). Aliran tambahan tidak dipersyaratkan bila terdapat lebih dari 1 (satu)
pipa tegak. Sistem ini harus menyediakan kotak selang ukuran 38,1 mm (1,5 inci)
untuk memasok air. Pasokan air harus cukup dan memenuhi kebutuhan sistem
sekurang-kurangnya selama 45 menit. Tekanan miminum untuk sambungan slang
adalah 4,5 bar (65 psi) dan tekanan maksimumnya 6,9 bar (100 psi).

2.4. Suplai Air


2.4.1. Pengertian Hujan
Terdapat beberapa definisi hujan menurut para ahli yaitu:

12
a) Menurut Bambang Triatmojo, “Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi
uap air yang berasal dari alam yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi
lainnya adalah salju dan es. Hujan berasal dari uap air di atmosfer, sehingga
bentuk dan jumlahnya di pengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, suhu
dan tekanan atmosfer. Uap air tersebut akan naik ke atmosfer sehingga
mendingin dan terjadi kondensasi menjadi butir-butir air dan krital-kristal es
yang akhirnya jatuh sebagai hujan.”
b) Menurut Alam (2011) menyatakan bahwa, “Hujan adalah peristiwa turunnya
butir butir air dari langit ke permukaan bumi akibat terjadi nya kondensasi.
Hujan di ukur sebagai tinggi air yang jatuh dipermukaan bumi yang datar dalam
periode waktu tertentu.”
c) Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Menyatakan bahwa
“hujan adalah suatu bentuk presipitasi atau endapan dari cairan atau zat padat
yang berasal dari kondensasi yang jatuh dari awan menuju permukaan bumi.
Namun tidak semua air hujan mampu sampai ke permukaan bumi, karena
sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering.”

Air hujan merupakan suatu peristiwa sampainya air dalam bentuk cair yang
dicurahkan dari atmosfer menuju permukaan bumi. Hal ini merupakan uap air yang
terkandung dalam awan bertambah banyak sampai pada keadaan dimana awan
tidak lagi mampu menampung uap air tersebut, setelah itu air akan jatuh Kembali
ke permukaan bumi. Siklus air hujan dapat dilihat pada Gambar 2.

13
Gambar 2 Siklus Hidrologi
Sumber: Google Image
Air hujan merupakan air buangan yang berasal dari atap, halaman dan
sebagainya yang dikumpulkan disatu tempat dan dapat dimanfaatkan menjadi air
bersih non konsumtif.

2.4.2. Pemanenan Air Hujan


Pemanenan air hujan merupakan salah satu upaya dalam pengurangan
penggunaan air bersih, salah satu nya dengan cara menampung kembali air hujan
pada bak penampung khusus untuk air hujan untuk digunakan kembali.
Pemanfaatan kembali air hujan atau meresapkan air hujan langsung ke tanah dapat
menjadi salah satu cara menanggulangi banjir dan kekeringan. Metoda yang
digunakan untuk penampungan air hujan adalah dengan memanfaatkan atap
bangunan, air hujan yang tertahan di atap bangunan akan ditampung pada bak
penampungan air hujan. Setelah melalui proes penyaringan air hujan di masukan
ke dalam tangki kemudian dialirkan menggunakan pompa, air hujan di dalam tangki
dapat dimanfaatkan kembali sebagai sumber air untuk hidran dan sprinkler.

2.5. Analisa Hidrolika


2.5.1. Curah Hujan
Curah hujan adalah tinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang
datar, tidak menguap, tidak mengalir dan tidak meresap. Data curah hujan di

14
Indonesia dapat dikumpulkan oleh beberapa lembaga diantaranya, badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Pusat Statitik (BPS),
Dinas Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, dan juga beberapa instalasi lainya.
Pada tugas akhir ini data curah hujan yang digunakan adalah data hujan stasiun
Geofisika Bandung dengan periode pengamatan data 2012 sampai dengan 2021 (10
tahun). Untuk menghitung debit air hujan di perlukan perhitungan volume air hujan.
Volume air hujan yang ditangkap selama musim penghujan menurut SNI 03-6381-
2000 dapat di hitung dengan rumus berikut:
𝑆=𝐴𝑥ℎ𝑥𝐶

dimana:

S : Volume ketersedian air hujan (𝑚3 /tahun)

A : Luas area penangkapan air hujan (m2)

h : Curah hujan rata-rata dalam 10 tahun (m)

𝐶 : Koefisien limpasan (runoff), diambil 0,70 untuk penutup atap

Koefisien aliran C dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Koefisien Aliran C.

Jenis Daerah Koefisien Kondisi Permukaan Koefiien


Aliran Aliran
Daerah perdagangan Jalan aspal
Kota 0,70-0,95 Aspal dan beton 0,75-0,95
Sekitar kita 0,50-0,70 Batu bata dan batako 0,70-0,85
Daerah permukaan Atap rumah 0,70-0,85
Satu rumah 0,30-0,50 Halaman berumput, 0,50-0,10
Banyak rumah, terpisah 0,40-0,60 tanah pasir
Banyak rumah, rapat 0,60-0,75 0,10-0,15
Permukiman, pinggiran Data, 2 % 0,15-0,20
kota 0,25-0,40 Curam, 7% atau lebih
apartement 0,50-0,70

Daerah industry Halaman berumput,


tamah pasir padat
Ringan 0,50-0,80 Datar, 2 % 0,13-0,17
padat 0,60-0,90 Rata-rata, 2-7% 0,18-0,22

15
Jenis Daerah Koefisien Kondisi Permukaan Koefiien
Aliran Aliran
Lapangan, kuburan dan 0,10-0,25 Curam, 7% atau lebih 0,25-0,35
jalan sejenisnya

Halaman, jalan kereta 0,20-0,35


api dan sejenisnya

Lahan tidak terpelihara 0,10-0,30


Sumber: Schwab, et.al 1981, aryad 2006.

2.5.2. Debit Aliran


Debit aliran diukur dalam volume zat cair tiap satuan waktu, maka satuaya
yaitu (𝑚3 /𝑠).

𝑄 = 𝐴 𝑥 𝑣 (𝑚3 /𝑠)
Dimana:
𝑄 : Laju Aliran Volume (𝑚3 /𝑠)
𝐴 : Luasan Penampang Aliran (𝑚3 )
𝑣 : Kecepatan Aliran Fluida (𝑚/𝑠)
Dari persamaan tersebut dapat diketahui pada kecepatan aliran, sehingga dapat
mengontrol kecepatan aliran pada pipa yang digunakan dengan kecepatan aliran
pada pipa aliran (𝑣) rencana yaitu sebesar 0,3 – 3 𝑚/𝑑𝑒𝑡.

2.5.3. Hilang Tinggi Tekanan


Kehilangan tinggi tekanan adalah hilangnya kemampuan kerja aliran fluida
akibat gesekan saat melalui jaringan pipa. Klasifikasi hilang tinggi tekanan dibagi
dua yaitu:

1. Hilang Tinggi Tekanan Besar (Mayor Losses)

Merupakan kehilangan tinggi tekanan akibat adanya gesekan sepanjang pipa.


Salah satu cara untuk menghitung hilang tinggi tekanan akibat gesekan dilakukan
dengan menggunakan persamaan Hazen Williams.

10,666𝑄 1,85
𝐻𝑙 = 𝐶 1,85 𝑑4,85
𝐿

16
Dimana:

Hl = Kerugian gesekan dalam pipa (m)

𝑄 = Laju aliran dalam pipa (m3/s)

L = Panjang pipa (m)

d = Diameter pipa (m)

𝑐 = Koefisien kekasaran pipa Hazen – Willams

kecepatan aliran minimum dalam pipa inlet maupun outlet menurut National
Fire Protection Association adalah sebesar 3 m/detik.

Nilai C Koefisien kekasaran pipa Hazen – Willams seperti pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai (C) Koefisien Hazen-Williams.

Jenis Pipa C
Pipa baru: kuningan, tembaga, timah hitam, besi tuang, galvanis, baja
(dilas atau ditarik) baja atau besi dilapisi semen 140
Pipa asbes-semen (selalu ”licin” dan sangat lurus).
Pipa baja baru (lurus tanpa perlengkpan, dilas atau ditarik), pipa tuang baru
(biasanya angka ini yang dipakai), pipa tua: kuningan, tembaga, timah
130
hitam
Pipa PVC-keras
Pipa dengan lapisan semen yang sudah tua, pipa keramik yang masih baik 110
Pipa besi tuang atau pipa baja yang sudah tua 100
Sumber: “Perencanaan dan Pemeliharaan Sistem Plambing”, (Soufyan &
Morimura, 2005).

2.5.4. Hilang Tinggi Tekanan Kecil (Minor Losses)


Merupakan kehilangan tinggi tekanan akibat adanya aksesoris pipa, seperti
belokan, ekspansi dan perlengkapan pipa lainnya (fitting dan valve). Perhitungan
hilang tinggi tekanan kecil dilakukan dengan rumus:
𝑣2
Hf = K2𝑔

Dimana:

HL = Kehilangantekanan (m)
K = Koefisien hilang tinggi tekan, dapat dilihat padaTabel 9

17
v = Kecepatan gravitasi (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2).

Tabel 9 Standar Koefisien Kerugian Tinggi Tekan (K) untuk Peralatan Bantu

Peralatan Bantu Kerugian Tinggi Tekan (K)


Angle Valve 5,0
Gate Valve 0,19
Check Valve 2,5
Strainer 0,19
Flexible Joint 10
Tee Standart 0,9
Cross Standart 2,7
Sumber: Deputi Urusan Tata Bangunan dan Lingkungan Departement
Pemukiman dan Wilayah.

2.6. Perancangan Kebutuhan Instalasi


2.6.1. Perancangan Pipa
Sebelum menentukan diameter pipa terlebih dahulu dilakukan perhitungan dan
perancangan gambar diagram isometrik. Hal ini bertujuan untuk mengetahui jalur,
debit aliran air serta panjang pipa. Kerugian gesekan setiap satuan Panjang (h/I) di
sebut gradien hidrolik dinyatakan dalam “ I “ dan laju aliran dinyatakan “ 𝑄 “
(soufyan dan morinura, 1999), sehingga dapat di peroleh menggunakan rumus
Hazen-Wiliams:

𝑄 = (1,67)(𝑐)(𝑑2,63 )(𝑖 0,54 )(1000)


Dimana:
𝑄 : Laju aliran air (liter/menit)
𝑐 : Koefisien kecepatan aliran
𝑑 : diameter dalam Pipa (m)
𝑖 : Gradien hidraulik
Kesimpukan kerugian gesekan pada aliran dalam pipa dapa dilihat pada Tabel
10.

18
Tabel 10 Kesimpulan kerugian gesekan pada aliran dalam pipa.

No Nozel/Slang Aliran Katup outlet


Perhitungan (gmp) (L/menit) (psi) (bar)
1 1 250 946 123 8,5
Kombinasi nozel 2 2 inci
dengan Panjang slang 150
1
ft dan diameter slang 2 2
inci.
2 1 250 946 73 5
Lubang halus 2 2 dengan
1 1
ujung 1 inci dan slang 2
8 2
inci dengan Panjang 150 ft.
3 1 250 946 149 10,3
Kombinasi nozel 12 inci
dengan slang 100 ft per
1
nozel, 2 2 inci TY, dan
1
slang 2 2 inci Panjang 50
ft.
4 Sama seperti perhitungan 250 946 139 9,6
no.3 dengan dua slang
3
diameter 14 inci dan
Panjang 100 ft.
5 Sama seperti perhitungan 250 946 120 8,3
no.3 dengan dua slang
diameter 2 inci dan Panjang
slang 100 ft.
6 1 200 757 136 9,4
Kombinasi nozel , 1 2
dengan Panjang slang 150
ft dan diameter slang 2 inci.
7 Sama seperti perhitungan 200 757 168 11,6
no.6 dengan slang diameter
3
, 1 inci.
4
Sumber: “SNI 03-1735-2000- tata perencanaan dan pemasangan sistem pipa
tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung”.

2.6.2. Reservoir (Tandon Air)


Reservoir atau tandon air merupakan tempat penampungan air pada sistem
penyediaan air dan berfungsi untuk menyeimbangkan antara debit produksi dan
debit pemakaian air.

19
Tendon air ini sangat penting karena berfungsi menyuplai air di setiap hidran
box yang berada di setiap lantai gedung. Kapaitas reservoir pada bangunan
bertingkat ini tergantung dari luasan gedung nya sendiri, tendon air ini di desain
untuk mampu memasok air pemadam kebakaran.

1. Reservoir Bawah
Digunakan untuk pengaliran air ke atas maupun ke bawah. Rumus untuk
menghitung kapasitas reservoir/tandon air adalah:

𝑽 = 𝑺𝟐 × 𝑻
Dengan:
V : Volume reservoir
S : Sisi tangki (m)
T : Tinggi tangki (m)

2.6.3. Pompa
Instalasi pompa kebakaran harus di pasang sesuai dengan:

1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang


Persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan.
2. SNI 03-6570-2001, tentang Instalasi Pompa Yang Dipasang Tetap Untuk
Proteksi Kebakaran.

Untuk menjaga tekanan didalam pipa dan mengalirkan air pada saat terjadinya
kebakaran, digunakan pompa untuk sprinkler dan hidran yang masing-masing
terdiri dari 3 pompa yang dipasang secara paralel, yaitu:

1. Electric Pump

Disebut juga pompa utama yang berfungsi untuk mengalirkan air dengan
tekanan yang stabil saat terjadi kebakaran dan bekerja secara otomatis apabila
sprinkler pecah dan hidran digunakan. Electric Pump jenis Centrifugal dapat dilihat
pada Gambar 3.

20
Gambar 3 Electric Pump
Sumber: Google Image
2. Diesel Pump

Digunakan sebagai cadangan dan akan berfungsi saat pompa utama mati di
sebabkan karena listrik yang disuplai PLN padam atau karena berbagai hal maka
pompa ini dapat digunakan. Diesel Pump dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diesel Pump


Sumber: Google Image

21
3. Jockey Pump

Pompa ini memiliki head tinggi dengan kapasitas yang kecil. Pengaturan
tekanan dilakukan dengan manometer tekanan, yang dipasang pada tiap satu
rangkaian pada masing-masing lantai. Pompa ini berfungsi sebagai penjaga atau
mempertahankan tekanan dalam pipa agar tetap berada dalam batas yang
direncanakan. Penurunan tekanan bisa diakibatkan oleh kebocoran pada instalasi
pipa, seperti contoh dalam sambungan pipa. Jockey Pump dapat dilihat pada
Gambar 5.

Gambar 5 Jockey Pump.


Sumber: Google Image.

Total head pompa (Pump Dischange Pressure) merupakan kemampuan


tekanan maksimum pada titik kerja pompa, sehingga pompa tersebut mempu
mengalirkan air dari satu tempat ke tempat lainnya. Untuk menentukan kapasitas
pompa, sebelumnya perlu dilakukan perhitungan terhadap head pompa.
Perhitungan head pompa ini dilakukan dengan menggunakan persamaan:

𝑃
Hpompa = HHisap + HA + HL + 𝑌

Dimana:

HHisap = Head hisap pompa

HA = Beda tinggi (m)

HL = Kehilangan tekanan (headloss) (m)

𝑃
𝑌
= Head tekanan (m)

22

Anda mungkin juga menyukai