Makalah Hijrah Nabi Muhammad Ke Madinah
Makalah Hijrah Nabi Muhammad Ke Madinah
A. LATAR BELAKANG
Sebelum kami melanjutkan tentang riwayat hijrah Nabi SAW. ke kota Madinah,
terlebih dahulu perlulah kami uraikan tentang arti hijrah di dalam Islam dan
keterangannya. Kata hijrah berasal dari bahasa Arab yang berarti meninggalkan suatu
perbuatan atau menjauhkan diri dari pergaulan atau berpisah dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Adapun artinya menurut syariat, hijrah itu ada tiga macam, yakni
sebagai berikut : Pertama, hijrah dari (meninggalkan) semua perbuatan yang dilarang
oleh Allah. Hijrah ini adalah wajib dikerjakan oleh setiap orang yang mengaku
beragama Islam. Kedua, hijrah (mengasingkan) dari pergaulan dengan orang-orang
musyrik atau orang-orang kafir yang memfitnah orang-orang yang memeluk Islam.
Ketiga, hijrah (berpindah) dari negeri atau daerah orang-orang kafir atau musyrik ke
negeri atau daerah orang-orang muslim, seperti Hijrah Nabi SAW. dan kaum muslimin
dari Mekah ke Madinah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah perjalanan Hijrah Nabi ke Madinah ?
2. Apa tanggapan Rakyat Madinah terhadap kedatangan Nabi ?
3. Bagaimana karakteristik kota Madinah (Yatsrib) ?
BAB II
PEMBAHASAN
Ketika Rasulullah SAW. Telah bertekad bulat untuk meninggalkan Mekah menuju
Madinah, turunlah ayat di bawah ini kepada beliau: (QS. Al-Isra’: 80)
Artinya: “Katakanlah: Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dan
keluarkanlah aku dengan cara keluar yang benar. Dan berilah aku dari hadhirat-Mu
kekuasan yang memberi pertolongan”. (QS. Al-Isra’: 80)
Tidak ada yang mengetahui siapa yang lebih berhak memperoleh pertolongan Allah
SWT. selain Rasulullah SAW. Walaupun begitu, kelayakannya mendapatkan bantuan
Allah tidak membuat beliau ceroboh terhadap suatu tindakan dan akibatnya.
Beliau dengan teliti dan cermat merencanakan langkah-langkah pengamanan, baik bagi
hijrah beliau sendiri maupun bagi rombongan lainnya. Menururt perhitungan beliau
sendiri, beliau tidak akan meninggalkan suatu tempat tanpa alasan yang jelas. Sudah
menjadi sifat beliau untuk mempertimbangkan sebab dan akibat dalam upayanya
meraih keberhasilan. Setelah itu, barulah beliau bertawakal kepada Allah, sebab segala
sesuatu tak mungkin terlaksana tanpa kehendak-Nya.
Hijrah Nabi Muhammad SAW. dari Mekah ke Madinah berlangsung secara wajar.
Sebelumnya beliau minta kepada Ali bin Abi Thalib r.a. dan Abu Bakar ash-Shiddiq r.
a. supaya tetap tinggal bersama beliau, sedangkan kaum muslimin yang lain diizinkan
berangkat lebih dulu ke Madinah. Ketika Abu bakar ash-Shiddiq r. a. meminta izin
kepada Rasulullah SAW. berangkat hijrah, beliau menjawab: “Jangan tergesa-gesa,
mungkin Allah akan memberikan kepadamu seorang sahabat.”
Abu Bakar merasa bahwa yang beliau maksudkan dengan sahabat adalah beliau sendiri.
Karena itu, ia lalu membeli dua ekor unta, disembunyikan dalam rumahnya dan diberi
makanan secukupnya sebagai persiapan untuk kendaraana berangkat hijrah. Mengenai
Ali bin Thalib r. a., Rasulullah telah mempersiapkannya untuk memainkan peranan
khusus dalam medan-medan berbahaya. Rasulullah SAW. telah bersepakat dengan Abu
Bakar r. a. mengenai rincian perjalanan yang akan mereka tempuh. Mereka berdua
memilih goa untuk tempat persembunyian mereka, yaitu goa di sebelah selatan yang
menghadap ke Yaman guna mengecoh para pengejarnya. Mereka juga menetapkan
beberapa orang yang perlu mereka hubungi selama berada di tempat persembunyian,
masing-masing akan diberi tugas khusus.
Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, beliau pulang dan mendapati bahwa orang-
orang Quraisy sudah mulai mengepung rumahnya. Mereka mengerahkan pemuda-
pemuda yang ditugaskan untuk membunuh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW. segera
menyuruh Ali bin Abi Thalib supaya mengenakan pakaian yang biasa dipakai tidur oleh
beliau, kemudian supaya berbaring di tempat tidur beliau. Di larut malam yang gelap
pekat, Rasulullah SAW. berhasil menyelinap keluar dari rumah dan pergi ke rumah
Abu Bakar ash- Shiddiq r.a., kemudian mereka berdua keluar melalui sebuah pintu
kecil di belakang rumah menuju Goa Tsur-sebuah goa yang sangat berjasa dalam
menyelamatkan kehidupan Risalah terakhir dan hari depan peradaban yang sempurna.
Di dalam goa itulah Risalah terakhir terlindung oleh kesunyiannya, keasingan dan
keterpencilannya.
Ketika keduanya berhenti di goa, Abu Bakar berkata: “Tetaplah di tempatmu wahai
Rasulullah, hingga aku memastikan goa ini aman untukmu.” Lalu Abu Baka masuk dan
memeriksanya. Ketika ia selesai memeriksanya, ia teringat bahwa ia belum sempat
memeriksa lubang-lubangnya. Lalu ia berkata: “Tetaplah di tempatmu, wahai
Rasulullah, sampai aku selesai memeriksanya.” Lalu ia masuk dan memeriksanya
kembali. Setelah dirasa aman, ia pun berkata: “Masuklah wahai Rasulullah!” Maka
Rasulullah SAW. pun masuk. Keduanya masuk ke dalam gua. Pada saat itu Allah
mengutus laba-laba untuk membuat sarang di antara gua dan pohon yang ada di
depannya, menutupi Rasulullah SAW. dan Abu Bakar. Allah juga memerintahkan dua
ekor merpati untuk bertelur dan mengeraminya di antara laba-laba dan pohon.
Kaum Quraisy mengikuti jejak Rasulullah SAW. Itu adalah saat-saat yang kritis dalam
sejarah kemausiaan yang panjang. Itu adalah saat yang paling menentukan. Bisa
menjadi kesengsaraan panjang tanpa akhir, atau justru menjadi kunci kebahagiaan yang
abadi. Kemanusiaan sedang menahan nafasnya, berdiri cemas, ketika para pemburu
Rasulullah SAW. sampai di mulut gua. Antara mereka dengan yang mereka cari, tidak
ada penghalang lagi jika salah satu dari mereka menengok ke bawah kakinya. Akan
tetapi Allah telah membuat penghalang antara mereka, sehingga persoalannya menjadi
rumit. Mereka melihat pada mulut gua terdapat sarang laba-laba.
Ketika kaum Quraisy kehilangan Rasulullah SAW., mereka menjanjikan hadiah seratus
ekor unta bagi siapa yang bisa membawa beliau kepada mereka. Sementara itu,
Rasulullah SAW. meneruskan perjalanan setelah berhenti di gua Tsur selama tiga
malam. Selaim Abu Bakar, Rasulullah SAW. ditemani oleh ‘Amir bin Fuhairah dan
seorang penunjuk jalan yang masih musyrik yang beliau beri upah. Si pemandu jalan
membawa mereka melewati jalan pantai. Keduanya terus mengikuti jalan pemandu
hingga sampai membawa mereka melewati jalan pantai. Keduanya terus mengikuti
jalan pemandu hingga sampai di Quba’, yang terletak di luar kota Madinah. Hari itu
adalah hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal. Itu adalah permulaan Islam (Hijrah)
A. KESIMPULAN
Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW. memberikan kesimpulan bahwa dakwah dan
akidah akan dapat melepaskan seseorang dari setiap yang dicintainya ; dari semua
kawan, pendamping, penghibur, serta segala hal yang dikasih; dari setiap yang
diutamakan, dipegang teguh dan dipatuhi, sesuai dengan watak aslinya. Sebaliknya
segala sesuatu tidak akan dapat melepaskan dakwah dan akidah dari manusia. Sejarah
dakwah dan agama telah bersanding dengan gerakan yang terkadang bersifat sendiri-
sendiri dan terkadang bersifat bersama-sama.
B. PENUTUP
Demikianlah makalah dari kami yang membahas tentang Hijrah Nabi Muhammad
SAW. ke Madinah, kami sadar bahw dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi pembahasan maupun dari segi sistematika penulisan.
Oleh karena itu saran dan kritik dari teman-teman kami masih harapkan demi
kesempurnaan makalah kami selanjutnya, semoga dapat bermanfaat dan menambah
wawasan serta khazanah ilmu pengetahuan kita. Sekian dan trima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Chalil, K.H. Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW., jakarta: Gema
Insani, 2001.
an-Nadwi, Abul Hasan ‘Ali al-Hasani, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW.,
Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2007.
[1] K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW., (jakarta:
Gema Insani, 2001), h. 419-420.
[2]Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW.,
(Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2007 ), hal. 138.
[3]Muhammad Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2003), hal. 185-189.
[4] Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW.,
(Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2007 ), hal. 188-192.
[5] Ibid, hal. 169-170.
7 Muhammad A l-Ghazaliy, Fiqhus Sirah, (Bandung: PT. Alma’arif), hal.293.
[7] K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW., (jakarta:
Gema Insani, 2001), h. 456-457.
[8] Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW.,
(Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2007 ), hal. 174-178.
[9] Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW.,
(Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2007 ), hal. 186.