Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN KASUS

PERFORASI UTERUS PADA KASUS MOLA HIDATIDOSA

Oleh:

Aldiya Jamila, S. Ked NIM. 1830912320065


Larissa Faisa, S. Ked NIM. 1830912320025
Puteri Dayana, S. Ked NIM. 1830912320040

Pembimbing:
dr. Ihya Ridlo Nizomy, M. Kes, SpOG (K)-Urogin

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
JUNI, 2021
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

DAFTAR TABEL.................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR............................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi............................................................................. 3

2.2. Epidemiologi................................................................... 3

2.3. Faktor resiko.................................................................... 4

2.4. Etiologi............................................................................ 4

2.5. Klasifikasi........................................................................ 5

2.6. Patogenesis...................................................................... 6

2.7. Manifestasi Klinis............................................................ 8

2.8. Diagnosis......................................................................... 9

2.9 Tatalaksana...................................................................... 13

2.10 Komplikasi..................................................................... 19

2.11 Prognosis........................................................................ 19

BAB III LAPORAN KASUS

3.1. Identitas…………………............................................... 20

ii
3.2. Anamnesis....................................................................... 20

3.3. Pemeriksaan Fisik........................................................... 22

3.4. Pemeriksaan Penunjang.................................................. 25

3.5. Diagnosis......................................................................... 28

3.6. Tata Laksana................................................................... 28

3.7 Laporan Operasi.............................................................. 29

3.8. Follow Up........................................................................ 30

BAB IV DISKUSI KASUS.................................................................... 46

BAB V PENUTUP.................................................................................. 56

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..... 57

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi di RS TPT.... 25

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi RSUD Ulin... 26

Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kimia Darah..................... 26

Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Urinalisa........................... 27

Tabel 3.5 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Imunoserologi.................. 27

Tabel 3.6 Hasil Pemeriksaan β HCG..................................................... 27

Tabel 3.7 Perkembangan perawatan hari ke 1-5.................................... 41

Tabel 3.8 Perkembangan perawatan hari ke 6-10.................................. 42

iv
DAFTAR GAMBAR

Tabel Halaman

Gambar 2.1 Patogenesis mola hidatidosa komplit dan parsial................ 7

Gambar 2.2 Gambaran USG mola hidatidosa........................................... 11

Gambar 2.3 Gambaran mola secara makroskopis dan mikroskopis.......... 12

Gambar 3.1 Hasil USG Pasien.................................................................. 28

Gambar 4.1 Kurva β-hCG......................................................................... 52

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perforasi uterus merupakan suatu komplikasi berpotensi serius pada

prosedur intrauterin yang jarang terjadi. 1 Perforasi uterus juga dapat terjadi pada

kehamilan mola yang biasa diakibatkan oleh mola invasif atau koriokarsinoma

dengan manifestasi klinis akut abdomen.2 Perforasi uterus berlanjut menjadi

hemoperitoneum yang diakibatkan oleh perdarahan internal sehingga

menyebabkan syok ireversibel yang selanjutnya mengakibatkan morbiditas dan

mortalitas pada pasien sehingga diperlukan diagnosis dan tatalaksana yang tepat. 2

Kontrol perdarahan segera pada perforasi uterus diperlukan untuk menghindari

histerektomi emergensi atau transfusi darah, mencegah pembentukan adhesi

peritoneal, kemungkinan nyeri panggul kronis, dan infertilitas.3

Mola hidatidosa adalah jenis penyakit trofoblas gestasional (PTG) jinak

yang ditandai dengan kegagalan perkembangan janin dan proliferasi berlebihan

pada trofoblas.4 Insiden mola hidatidosa lebih tinggi pada negara berkembang

terutama pada wanita kurang dari 20 tahun atau di atas 40 tahun, nulipara, wanita

dengan status ekonomi rendah, dan pada wanita yang kekurangan gizi protein,

asam folat, dan karoten.5 Insidensi kejadian mola hidatidosa di Amerika Serikat

dan Eropa mencapai 1-2 per 1000 kehamilan.6 Sedangkan insidensi mola

hidatidosa di Indonesia lebih tinggi yaitu mencapai 7-20 per 1000 kehamilan.7

Sekitar 15-20% kehamilan mola hidatidosa dapat berkembang menjadi

mola invasif pada jenis mola hidatidosa komplit dan kurang dari 1-5% pada mola

1
2

hidatidosa parsial.8 Mola invasif didefinisikan sebagai invasi jaringan mola ke

jaringan sekitarnya atau terjadinya metastasis dari jaringan mola ke jaringan

ekstra uterus.9 Invasi ini terjadi dengan cara ekstensi langsung atau melalui

sirkulasi vena.9 Etiologi mola invasif dari mola hidatidosa masih belum jelas

diketahui.9 Beberapa faktor risiko yang diidentifikasi adalah ras, usia ekstrim, dan

defisiensi vitamin A.9 Mola invasif lebih sering didiagnosis secara klinis

dibandingkan secara histologis.9

Dalam tulisan ini akan disajikan laporan kasus seorang wanita berusia 30

tahun dengan diagnosis perforasi uterus pada kasus mola hidatidosa. Tujuan dari

penulisan ini ditekankan pada cara mendiagnosis secara klinis mola hidatidosa,

terutama jenis mola invasif sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mencegah

mortalitas pada pasien.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mola hidatidosa adalah bentuk penyakit trofoblas gestasional (PTG) jinak

yang ditandai dengan kegagalan perkembangan janin dan proliferasi berlebihan

pada trofoblas.4 Sekitar 15-20% kehamilan mola hidatidosa dapat berkembang

menjadi mola invasif pada jenis mola hidatidosa komplit dan kurang dari 1-5%

pada mola hidatidosa parsial.9 Mola invasif adalah mola hidatidosa yang

menginvasi jaringan miometrium atau jaringan sekitarnya dan dapat bermetastasis

ke jaringan ekstra uterine.9 Mola invasif ditandai dengan adanya vili korialis atau

gelembung mola yang terletak di antara miometrium.10

2.2 Epidemiologi

Etnis merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya mola hidatidosa,

dimana prevalensi meningkat pada ras Asia, Hispanik, Amerika dan India. 6

Insidensi kejadian mola hidatidosa di Amerika serikat dan Eropa relatif konstan

sekitar 1-2 per 1000 kehamilan.6 Sedangkan insidensi mola hidatidosa di

Indonesia mencapai 7-20 per 1000 kehamilan.7 Insiden mola hidatidosa lebih

tinggi pada negara berkembang terutama pada wanita kurang dari 20 tahun atau di

atas 40 tahun, nulipara, memiliki riwayat mola hidatidosa sebelumnya, wanita

dengan status ekonomi rendah, dan pada wanita yang kekurangan gizi protein,

asam folat, dan karoten.5,6

3
4

2.3 Faktor risiko

Mola hidatidosa dapat terjadi pada semua wanita dalam masa reproduksi.

Penelitian menunjukkan kelompok umur yang mempunyai risiko lebih tinggi

untuk mendapat mola hidatidosa yaitu mereka yang hamil di usia dibawah 20

tahun dan diatas 35 tahun. Bahkan menurut Pritchard dan Smalbraak, pada usia

diatas 40 tahun, insidennya 4 – 10 kali dari mereka yang berusia 20 – 40 tahun.10

Di samping umur, faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap

kejadian mola hidatidosa. Insidensi mola hidatidosa meningkat pada wanita yang

memiliki defisiensi protein, asam folat, histidine, dan B caroten.10

WHO Scientific Group 1983 berkesimpulan selain usia dan gizi riwayat

obstetrik juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian mola hidatidosa. Kejadian

mola hidatidosa meningkat pada wanita yang pernah mendapat mola hidatidosa

sebelumnya dan kehamilan kembar. 10

Faktor risiko lain adalah genetik dimana menurut hasil penelitian

sitogenetik Kajii et al dan Lawler et al, menunjukkan bahwa pada kasus mola

hidatidosa lebih banyak ditemukan kelainan Balance Translocation dibandingkan

dengan populasi normal (4,6% dan 0,6%). Ada kemungkinan pada wanita dengan

kelainan sitogenetik lebih banyak mengalami gangguan proses miosis berupa

nondisjunction sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau intinya tidak

aktif. 10

2.4 Etiologi

Walaupun mola hidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam, namun

sampai sekarang penyebab dari mola hidatidosa belum diketahui. Oleh karena itu,
5

pengetahuan tentang faktor risiko menjadi penting agar dapat menghindari

terjadinya mola hidatidosa, seperti tidak hamil pada usia kurang dari 20 dan lebih

dari 35 tahun serta memperbaiki keadaan gizi terutama pada wanita usia

produktif. 10

2.5 Klasifikasi

Menurut FIGO (The International Federation of Gynecology and

Obstetrics) tahun 2018, Penyakit Trofoblas Gestasional (PTG) secara

histopatologi terbagi menjadi dua yaitu jenis pra-maligna dan jenis maligna.

Pembagiannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 15

Tabel 2.1 Pembagian PTG secara histopatologi15

Pra- Maligna Maligna

Mola hidatidosa komplit Mola Invasif

Mola hidatidosa parsial Koriokarsinoma

Placental Site Trophoblastic Tumor


(PSTT)
Tumor epitheloid trofoblastik

Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis, yaitu mola hidatidosa komplit dan

mola hidatidosa parsial. 10

1. Mola hidatidosa komplit

Pada mola hidatidosa komplit seluruh vili korialis mengalami degenerasi

hidropik sehingga sama sekali tidak ditemukan unsur janin. Secara makroskopis

MHK mempunyai gambaran yang khas, yaitu berbentuk kista atau gelembung

gelembung gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai 2-3 cm,

berdinding tipis, kenyal, berwarna putih berisi cairan seperti asites atau edema.
6

Apabila ukurannya kecil tampak seperti telur katak, tetapi apabila ukurannya

besar, tampak seperti serangkaian buah anggur yang bertangkai, sehingga mola

hidatidosa komplit disebut juga sebagai kehamilan anggur.10

2. Mola hidatidosa parsial

Pada mola hidatidosa parsial hanya sebagian dari vili korialis mengalami

degenerasi hidropik sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin akan

tergantung kepada luasnya plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin

biasanya tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim, walaupun dalam

kepustakaan ada yang melaporkan tentang kasus mola hidatidosa parsial yang

janinnya dapat hidup sampai aterm.

2.6 Patogenesis

Mola hidatidosa berkembang dari hasil fertilisasi kromosom yang

abnormal.6 Mola hidatidosa dibagi menjadi dua yaitu mola hidatidosa komplit dan

parsial.8 Mola hidatidosa komplit terdiri dari kromosom diploid yang hanya

mengandung DNA paternal sehingga bersifat androgenetik. 6 Hal ini terjadi karena

satu sel sperma haploid melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang tidak

membawa gen maternal atau inaktif kemudian menggandakan kromosomnya

setelah tahap miosis.6 Fertilisasi juga dapat terjadi pada dua sperma yang akan

membentuk 46XX atau 46XY heterozigot yang disebut juga fertilisasi dispermi. 6

Mola hidatidosa komplit lebih sering terjadi dan ditandai dengan tidak adanya

bagian janin.8

Mola hidatidosa parsial memiliki kariotipe triploid yaitu 69XXX, 69XXY,

atau yang lebih jarang, 69XYY, yang berkembang dari dua haploid paternal pada
7

dispermi yang membuahi haploid maternal. Zigot dengan kromosom triploid

dapat berkembang menjadi embrio namun dalam kondisi letal yang. Walaupun

dapat berkembang, janin akan mengalamo restriksi pertumbuhan yang berat,

anomali kongenital yang multipel ataupun keduanya.6

Gambar 2.1 Patogenesis mola hidatidosa komplit (A) dan parsial (B)6
Para pakar menganggap bahwa secara patologi anatomi, tidak ada

perbedaan antara mola hidatidosa komplit dan invasif, hanya saja pada mola

invasif vili korialisnya mempunyai daya penetrasi yang berlebih, sehingga dapat

menembus miometrium maupun perimetrium. 10

Pada mola invasif, vili korialis yang ada di miometrium memiliki dua

kemungkinan. Pertama akan direabsorpsi oleh tubuh sehingga akan hilang sama

sekali dan penderita sehat kembali. Kedua, vili tersebut berkembang lagi menjadi

gelembung mola. Apabila dilakukan pemeriksaan USG akan tampak gambaran

khas vesikuler diantara otot otot miometrium. Apabila jumlah gelembung makin

banyak, ruang miometrium tidak bisa menampungnya lagi sehingga dapat terjadi
8

perforasi. Kemungkinan arah perforasi ada tiga, yang paling sering, arahnya ke

perimetrium sehingga menyebabkan perdarahan intraabdominal, apabila letaknya

lebih ke bawah, perforasi dapat pula terjadi kearah parametrium, perforasi bisa

juga menuju ke arah cavum uteri, sehingga cavum uteri terisi lagi oleh jaringan

mola dan uterus kembali membesar.10

2.7 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang biasa muncul pada kehamilan mola hidatidosa

antara lain:11,12

1. Hiperemesis

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan

kehamilan biasa yaitu mual, muntah, pusing, dan lain-lain, hanya saja derajat

keluhannya sering lebih hebat.

2. Perdarahan pervaginam

Perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-

rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermiten, sedikit-sedikit, atau

sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok hingga kematian.

3. Uterus yang lebih besar dari usia kehamilan

Perkembangan dari jaringan mola hidatidosa lebih pesat sehingga

menyebabkan uterus lebih besar dari usia kehamilan. Ada pula kasus-kasis

yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya belum

dikeluarkan. Dalam hal ini dapat dipertimbangkan kemungkinan jenis dying

mole.
9

4. Preeklampsia

Klinisi harus melakukan tes urin pada kehamilan dengan wanita yang

memiliki gejala sebelumnya untuk mendeteksi adanya preeklampsia.

Preeklampsia pada mola biasa terjadi pada kehamilan yang lebih muda dari

kehamilan biasa.

Gejala dan tanda yang lebih sering muncul pada kehamilan mola adalah

perdarahan pervaginam yang ireguler, tes kehamilan yang positif, dan hasil USG

yang mendukung. Sedangkan gejala yang jarang terjadi antara lain hiperemesis,

perbesaran uterus yang berlebihan, hipertiroid, preklampsia onset dini, dan

distensi abdomen yang disebabkan oleh kista lutein. 11 Umumnya kista lutein

dapat menyertai mola hidatidosa baik unilateral maupun bilateral dan dapat

menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan.12

Pada mola invasif, gejala yang sering muncul adalah perdarahan

pervaginam yang persisten setelah evakuasi kehamilan mola. Selain itu, pada

mola invasif juga dapat ditemukan kista teka lutein yang persisten dan subinvolusi

uterus.13 Mola invasif dapat melakukan penetrasi ke jaringan miometrium yang

dapat menyebabkan perforasi uterus dan perdarahan intraperitoneal.14

2.8 Diagnosis

Diagnosis mola hidatidosa dapat ditegakkan berdasarkan:10

1. Anamnesis

a. Adanya riwayat telambat haid (amenorea)

b. Adanya perdarahan per vaginam

c. Perut merasa lebih besar dari lamanya amenorea


10

d. Walaupun perut besar, tidak merasa adanya gerakan janin

2. Pemeriksaan fisik

Pada kasus mola hidatidosa, pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan

adalah uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda

pasti kehamilan seperti detak jantung janin, balotemen, atau gerakan anak.

3. Laboratorium

Kadar β-hCG pada kasus kehamilan mola biasanya lebih tinggi dari

normal.10 Monitoring kadar hCG dapat dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan neoplasia trofoblastik gestasional. Kriteria diagnosis FIGO untuk

diagnosis postmolar neoplasia trofoblastik gestasional antara lain:15

 Kadar hCG yang plateau pada empat kali pemeriksaan selama 3 minggu atau

lebih yaitu pada hari 1, 7, 14, dan 21.

 Terjadi kenaikan hCG selama tiga minggu berturut-turut dengan pengukuran

minimal 2 minggu atau lebih yaitu pada hari 1, 7, 14.

 Diagnosis histologis menunjukkan gambaran koriokarsinoma.

Jika terdapat salah satu pemeriksaan memenuhi kriteria diagnosis, maka

dapat dilakukan investigasi untuk mencari kemungkinan metastasis dengan

pemeriksaan foto rontgen thoraks, USG abdomen, dan CT scan.15

4. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis mola hidatidosa sering ditegakkan pada trimester pertama

dengan pemeriksaan USG, sehingga komplikasi seperti hiperemesis gravidarum,

preeklamsia, dan hipertiroidisme lebih jarang terjadi. Gambaran khas sarang lebah

pada pemeriksaan USG mola hidatidosa komplit jarang ditemukan terutama pada
11

trimester pertama. Pada pemeriksaan USG mola hidatidosa komplit biasanya tidak

ditemukan adanya bagian janin, penampilan kistik plasenta, dan kantung

gestasional yang berubah bentuk yang mungkin tampak seperti aborsi spontan.15

Gambar 2.2 Gambaran USG mola hidatidosa.6


Diagnosis pasti dari kehamilan mola dapat ditentukan oleh pemeriksaan

Patologi Anatomi. Mola hidatidosa komplit secara mikroskopis akan tampak

sebagai stroma vili korialis yang edematus tanpa vaskularisasi disertai hiperplasi

dari sel sito dan sel sinsitiotrofoblas. Beberapa pakar menganggap jika pada

pemeriksaan PA ditemukan proliferasi sel-sel trofoblas yang berlebihan, maka

kemungkinan terjadinya keganasan lebih besar. Sedangkan pada mola hidatidosa

parsial ditemukan gambaran khas vili korialis dari berbagai ukuran dengan

degenaris hidropik, kavitasi dan hiperplasi trofoblas; scalloping yang berlebihan

dari vili; inklusi stroma trofoblas yang menonkol; dan ditemukan jaringan

embrionik atau janin.10


12

Gambar 2.3 Gambaran mola hidatidosa secara makroskopis (A) dan secara
mikroskopis (B).6
Sedangkan untuk diagnosis mola invasif sulit dibuat secara klinis kecuali

bila penderita datang dalam keadaan darurat yaitu bila seorang wanita yang

pernah mendapat mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan akut abdomen

yang disebabkan oleh perforasi kearah perimetrium. Biasanya penderita

mengeluhkan nyeri yang berat, anemis, dan tidak jarang dalam keadaan syok.

Dalam keadaan ini diagnosis memang mudah dibuat tetapi secara prognostik

sering tidak menguntungkan karena seringkali prosedur histerektomi harus

dilakukan walaupun pada wanita muda dengan paritas rendah. Bila tidak hati-hati

dalam melakukan anamnesis penderita mola invasif yang masuk dalam keadaan

darurat sering disangka sebagai kehamilan ektopik terganggu.10

Pada kasus tanpa keadaan akut abdomen seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, mola invasif dapat dicurigai bila ditemukan hal-hal sebagai berikut: 10

1. Anamnesis

a. Adanya riwayat mola hidatidosa komplit sebelumnya dalam rentang waktu

yang tidak terlalu lama.

b. Adanya riwayat perdarahan tidak teratur pasca evakuasi.


13

c. Perut terasa membesar.

2. Pemeriksaan fisik

Uterus sub involusi disertai perdarahan

3. Laboratorium

Kadar β-hCG tetap tinggi atau ada distorsi pada kurva regresi.

4. USG

Tampak gambaran vesikuler di antara otot-otot miometrium. Kadang-

kadang dengan USG dapat pula ditentukan adanya ancaman perforasi (impending

perforation). Gambaran USG yang khas ini dapat dianggap patognomonis

sehingga dapat dianggap sebagai diagnosis kerja.

5. Patologi Anatomi

Diagnosis pasti ditentukan berdasarkan hasil PA dimana ditemukan vili

korialis di antara otot-otot miometrium.

2.9 Tata laksana

Tata laksana dari kehamilan mola terdiri dari 4 tahap, yaitu:10

1. Perbaikan keadaan umum

Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum

penderita harus distabilkan terlebih dahulu tergantung pada bentuk penyulitnya.

Penderita dapat diberikan:

a. Transfusi darah, untuk mengatasi hipovolemik

b. Antihipertensi/konvulsi, seperti pada hipertensi/preeklampsia/eklampsia.

c. Obat antitiroid, bekerja sama dengan bagian Penyakit Dalam.


14

Untuk kepentingan prognostik dan persiapan tindakan selanjutnya,

diperlukan pemeriksaan:

a. Hemopoetik lengkap

b. Fungsi hepar, ginjal, dan lain-lain.

c. T3, T4, dan TSH

d. Foto toraks

e. Persiapan operasi (kalau perlu)

f. Konsul bagian lain

g. Kadar β-hCG untuk menentukan nilai prognostik

2. Evakuasi jaringan

Mola hidatidosa komplit adalah suatu bentuk kehamilan patologis yang

sering disertai dengan penyulit sehingga harus dievakuasi secepat mungkin. Ada

dua cara evakuasi, antara lain:10

1) Kuret Vakum (KV)

Sebelum tindakan KV, perlu persiapan sebagai berikut:

1. Infus Dekstrosa 5% + Uterotonika

2. Narkoleptik: Pethidin 50 mg + Valium 5-10 mg IV

Tindakan KV dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Langsung: Bila gelembung mola sudah keluar dan KU stabil

2. Dengan persiapan: Bila gelembung mola belum keluar

Pukul 20.00: pasang laminariastifft + tampon vagina

Pukul 08.00: infus dekstrosa 5%+uterotonika 1 < V


15

Setelah KV, dinding uterus dibersihkan dengan kuret tajam. Untuk PA,

diambil jaringan yang melekat pada dinding uterus. Laporan harus mencakup:

jumlah jaringan, darah, diameter gelembung, ada tidaknya bagian janin. Kuret

hanya satu kali dan kuret selanjutnya harus ada indikasi.10

2) Histerektomi Totalis (HT)

a. Hanya untuk golongan risiko tinggi yaitu umur >35 tahun dengan

jumlah anak cukup, sebagai tindakan profilaksis terhadap terjadinya

keganasan di uterus.

b. Dilakukan dengan jaringan mola in toto, atau beberapa hari

pascakuret. Kalau dilakukan in toto harus hati-hati karena dapat

mengenai pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan yang

banyak terutama pada uterus di atas 20 minggu.

c. Jika terdapat kista lutein ukuran berapapun, tidak perlu diangkat

karena akan mengecil sendiri. Cukup lakukan dekompresi jika kista

lutein mengakibatkan gangguan.

Pada kasus mola invasif, penderita dapat diobati secara konservatif hanya

dengan kemoterapi berdasarkan gambaran klinis, laboratoris, dan USG atau

berdasarkan hasil PA yang jaringannya diambil bukan dari uterus melainkan dari

tempat metastasis seperti vagina atau vulva. Indikasi pemberian kemoterapi pada

mola invasif adalah wanita muda dengan paritas rendah atau yang masih

memerlukan fungsi reproduksi, tidak ada tanda-tanda ancaman perforasi uterus,

dan uterus kurang dari 14 minggu.10


16

Operasi pada mola invasif dapat dilakukan jika disertai gejala perdarahan

akut akibat perforasi uterus. Operasi juga dianjurkan bila pada USG ditemukan

gambaran ancaman perforasi dengan uterus di atas 14 minggu terutama bila

wanita tersebut sudah tidak memerlukan fungsi reproduksinya. Jenis operasi yang

dilakukan tergantung kepada beberapa hal. Prosedur histerektomi sedapat

mungkin dihindari pada wanita usia muda. Bila terjadi perforasi ke arah

peritoneum dan kavum uteri sehingga terjadi perdarahan intraabdominal dan

uterus membesar lagi karena terisi gelembung mola, maka evakuasi jaringan

dilakukan bersamaan dengan laparatomi dengan melakukan pengisapan melalui

daerah perforasi. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil uterus sehingga

perdarahan lebih mudah dikontrol. Selanjutnya dilakukan histerorafi dan

sterilisasi. Dengan cara ini penderita tidak boleh hamil lagi karena bahaya ruptur

uteri pada saat kehamilan, di samping itu, fungsi menstruasi masih dapat

dipertahankan.10

3. Profilaksis

Profilaksis pada mola hidatidosa dapat dilakukan dengan dua cara, antara

lain:10

a. Histerektomi totalis

b. Kemoterapi diberikan pada golongan rrisiko tinggi yang menolak atau

tidak bisa dilakukan HT, atau pada wanita muda dengan hasil PA yang

mencurigakan.

Caranya:
17

1. Metotreksat (MTX) 20 mg/hari secara intramuskular karena profilaksis

dengan tablet MTX dianggap tidak bermanfaat. Asam folat 10 mg 3

kali sehari sebagai antidotum MTX. Dan pemberian Cursil 35 mg 2 kali

sehari sebagai hepatoprotektor. Obat-obat ini diberikan selama 5 hari

berturut-turut.

2. Aktinomisin D 1 flakon sehari selama 5 hari berturut-turut. Tidak

diperlukan antidotum maupun hepatoprotektor.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa bila keganasan yang muncul

walaupun sudah diberikan profilaksis sitostatika akan lebih sukar untuk diobati

dan obat sitostatika yang diberikan memberikan efek samping yang

membahayakan. Oleh karena itu, banyak pakar yang tidak setuju dengan

pemberian profilaksis ini. Dengan follow up yang baik, kita dapat membuat

diagnosis keganasan secara dini sehingga kemoterapi yang diberikan dapat

mengobati secara efektif.10

4. Follow up

Tujuan dari follow up dari kasus mola hidatidosa ada dua:10

a. Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal, baik

anatomis, laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus, turunnya

kadar β-hCG dan kembalinya fungsi haid.

b. Untuk menentukan adanya tranformasi keganasan, terutama pada tingkat

yang sangat dini.


18

Follow up dapat dilakukan selama satu tahun dengan jadwal 2 minggu

sekali pada 3 bulan pertama, 1 bulan sekali pada 3 bulan kedua, dan 2 bulan sekali

pada 6 bulan terakhir. Hal-hal yang perlu dicatat selama follow up antara lain:10

a. Keluhan penderita terutama perdarahan, batuk, dan sesak nafas.

b. Pemeriksaan ginekologis, terutama adanya tanda-tanda subinvolusi.

c. Kadar β-hCG, terutama jika ditemukan ada tanda-tanda distorsi dari kurva

regresi yang normal.

Bila dalam tiga kali pemeriksaan berturut-turut ditemukan salah satu dari

tanda-tanda di atas, maka penderita harus dirawat kembali untuk pemeriksaan

yang lebih intensif. Follow up dihentikan jika sebelum satu tahun penderita hamil

normal kembali, atau sebelum setahun tidak ditemukan tanda-tanda yang telah

disebutkan sebelumnya.10

Selama follow up, pasien disarankan untuk tidak hamil terlebih dahulu

karena akan menimbulkan salah interpretasi akibat kadar β-hCG yang meningkat

kembali. Jenis kontrasepsi yang disarankan adalah kondom. Jika kadar β-hCG

atau haid normal kembali, dapat disarankan menggunakan pil kombinasi. Bila pil

kontrasepsi diberikan sebelum β-hCG normal, kemungkinan terjadinya keganasan

lebih besar. Jangan menggunakan IUD atau preparat progesteron jangka panjang

karena dapat menyebabkan gangguan perdarahan yang bisa menyerupai salah satu

tanda transformasi keganasan.10

Follow up pada kasus mola invasif yang mendapatkan kemoterapi harus

diawasi selama satu tahun untuk melihat kemungkinan kekambuhan. Jadwal dan

cara pemantauannya tidak berbeda dengan follow up mola hidatidosa. Jika mola
19

invasif masih dalam stadium I, penderita tidak perlu mendapat kemoterapi

melainkan hanya diawasi selama satu tahun seperti pada kasus mola hidatidosa

biasa.10

2.10 Komplikasi

Menurut penelitian Abdullahi, et al pada tahun 2018, perdarahan

merupakan komplikasi paling banyak pada kasus mola hidatidosa. 16 Sekitar 8,8%

kasus dapat berkembang menjadi koriokarsinoma dimana pada 5,9% kasus

dilakukan subtotal histerektomi akibat perdarahan yang tidak terkontrol. 16

Komplikasi lainnya yang dapat terjadi yaitu anemia, preeklampsia, dan

hipertiroid.17 Tingkat kematian pada mola invasif adalah sebesar 15% yang biasa

diakibatkan oleh perdarahan, emboli, ataupun komplikasi dari operasi.17

2.11 Prognosis

Risiko kekambuhan setelah satu kehamilan mola menurut penelitian cukup

rendah yaitu sekitar 0,6%-2%, meskipun akan meningkat setelah kehamilan mola

yang berturut-turut.15 Mutasi pada NLRP7 dan KHDC3L telah dilaporkan pada

wanita dengan kehamilan mola berulang.15 Mola hidatiform biasanya bersifat

jinak, karena hanya 10-20% kasus yang akan berkembang menjadi neoplasia

gestasional trofoblastik setelah prosedur kuretase. 18 Risiko neoplasia gestasional

trofoblastik setelah normalisasi β-hCG biasanya kurang dari 1%.18

Prognosis mola invasif sangat baik karena memiliki derajat keganasan

yang rendah asalkan masa akutnya dapat segera ditanggulangi. Pengawasan

wanita dengan riwayat mola invasif yang hamil harus lebih hati-hati terutama
20

pada kehamilan tua sehingga harus dilakukan pemeriksaan USG secara serial

untuk melihat kemungkinan adanya locus minoris resistensi yang bisa

menimbulkan ruptur uteri spontan pada kehamilan.10


BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : Ny. R

Umur : 30 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Sutoyo S Gg. Rahayu Ujung Jalur I, Banjarmasin

MRS tanggal : 13 April 2021

3.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada pasien tanggal 13 April 2021.

3.2.1 Keluhan utama :

Nyeri perut hebat

3.2.2 Riwayat penyakit sekarang :

Pasien kiriman dari TS Sp. OG RS TPT dengan diagnosis Susp.

Choriocarcinoma ke kamar bersalin RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 13

April 2021 pukul 14.00 WITA. Pasien datang dengan keadaan telah diberikan RL

20 tpm, Inj Ketorolac, Misoprostol 2 tablet pervaginam, direncanakan untuk

kuretase atas indikasi mola hidatidosa, namun karena pasien mengeluhkan nyeri

20
21

perut hebat disertai penurunan keadaan umum pasien dirujuk ke RSUD Ulin

Banjarmasin.

Saat ini pasien mengeluhkan nyeri perut hebat sejak 14 jam SMKB,

memberat sejak 6 jam SMKB, pasien merasa lemas, perdarahan pervaginam (-);

Riwayat keputihan (+) gatal (+), berbau (-) sejak 3 bulan SMKB; Demam (-);

Nyeri BAK (-); BAB normal; Mual (+), muntah (+) 1 kali berisi makanan.

Sebelumnya, pada tanggal 1 Februari 2021 pasien memeriksakan diri ke

praktek dokter spesialis kandungan karena mengeluhkan mual muntah yang hebat

dan test pack positif, setelah di USG dokter mengatakan hamil anggur dan

dijadwalkan untuk kuretase. Pada tanggal 4 Februari 2021 pasien dilakukan

kuretase di RS TPT atas indikasi mola hidatidosa, jaringan tidak dilakukan

pemeriksaan histopatalogi, pasien disarankan untuk cek βHCG secara rutin,

namun karena merasa tidak ada gejala dan terbentur biaya pasien tidak

memeriksakannya. Setelah kuretase, pasien mengaku keluar flek terus menerus

selama 15 hari berwarna hitam yang muncul sedikit-sedikit. Pasien mengaku nyeri

perut serta mual muntah, lalu melakukan test pack dan hasilnya positif. Pada

tanggal 9 April 2021 ia datang ke praktek dokter spesialis dan dikatakan hamil

anggur lagi, sehingga dijadwalkan untuk kuretase kedua.

Riwayat penyakit dahulu:

Tidak ada riwayat operasi sebelumnya. Tidak ada riwayat keganasan, hipertensi,

diabetes mellitus, asma dan alergi.

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada keluhan mola hidatidosa, keganasan, hipertensi, DM, dan asma.
22

3.2.3 Riwayat Haid:

HPHT : November 2020.

Menarche usia 13 tahun. Siklus haid teratur 28 hari. Lama haid rata-rata 5-7 hari.

Haid biasanya menghabiskan 3-4 kali ganti pembalut per hari.

3.2.4 Riwayat perkawinan:

I = 2009 (3 bulan) → cerai

II = 2010 – 2015 → cerai

III = 2016 (2 bulan) → cerai

IV = 2019 – 2020 → cerai

V = 2020 – Sekarang

3.2.5 Riwayat obstetri:

P1A1

Tahun Tempat Keha- Anak


No Persalinan Penyulit
Lahir Lahir milan JK Berat Keadaan
Bidan Ke-1 Spontan
9 bulan 2600 Hidup
1. 2011 Praktek belakang - L
gr 10 tahun
Mandiri kepala
4/2/ Mola
2. RS TPT Kuretase
2021 Hidatidosa

3.2.6 Riwayat kontrasepsi:

Pil KB → Stop 1 tahun yang lalu.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit berat, terdapat tanda anemis, tidak

didapatkan ikterik, sianosis dan dispneu

Kesadaran : Compos mentis, GCS 4-5-6


23

Tanda vital :

Tekanan darah : 102/75 mmHg

Nadi : 88 kali/menit

Laju nafas : 20 kali/menit

Suhu : 36,8oC

Kulit : Turgor kulit baik, Kelembapan cukup

Kepala/leher :

Kepala : Bentuk normal

Mata : Mata tidak cekung, konjungtiva pucat,

sklera tidak ikterik, palpebra tidak edem, pupil

isokor, refleks cahaya baik.

Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari

telinga, tidak ada gangguan pendengaran.

Hidung : Bentuk normal, tidak tampak deviasi septum, tidak

ada sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan

cuping hidung.

Mulut :Bibir dan mukosa pucat, bibir tidak kering,

perdarahan gusi tidak ada, tidak ada trismus, tidak

ada pembesaran atau radang pada tonsil, lidah tidak

ada kelainan.

Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran

kelenjar getah bening dan tiroid, tidak ada

pembesaran JVP.
24

Thoraks :

Paru

Inspeksi : bentuk normal, gerakan dada simetris, tidak ada

retraksi

Palpasi : fremitus vocal simetris, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : sonor

Auskultasi : bronkovesikuler, tidak ada ronkhi atau wheezing.

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : tidak teraba thrill.

Perkusi : batas jantung normal, ICS IV LMK kiri

dan ICS II LPS kanan.

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada.

Abdomen

Inspeksi : tegang

Auskultasi : bising usus normal

Palpasi : terdapat nyeri tekan di seluruh kuadran

Perkusi : timpani

Ekstremitas

Atas : Akral hangat, tidak ada edema, gerak normal,

tidak ada nyeri gerak

Bawah : Akral hangat, tidak ada edema, gerak normal,

tidak ada nyeri gerak


25

Gizi

BB: 56 kg TB 147 cm BMI: 25.9 (Overweight)

3.3.2 Status Ginekologi

Lingkar perut 85 cm

Inspeksi : Abdomen terlihat cembung. Vulva/vagina fluxus

tidak ada, fluor tidak ada.

Palpasi : TFU sulit dievaluasi

Vaginal Toucher : Portio = menutup licin, nyeri goyang (+)

Cavum uteri = AF, sedikit membesar

Adneksa D/S = massa (-), parametrium lemah

Cavum douglas = menonjol

Rectal Toucher : TSA (+) Normal, Mukosa licin

PP Test (+)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium di RS TPT

12 April 2021 13 April 2021


Hasil Lab
(23.55 WITA) (11.50 WITA)
Hemoglobin 12,4 7,8
Lekosit 10.400 18.900
Hematokrit 35 21
Trombosit 292.000 259.000
GDS 85
βHCG 77786
26

Tabel 3.2 Pemeriksaan Laboratorium Hematologi

22 April
13 April 2021 14 April 2021 20 April 2021
Hasil Lab 2021
(14.56 WITA) (05.23 WITA) (22.12 WITA)
(08.12)
Hemoglobin 7,7 8,8 8,7 12,0
Leukosit 27,6 20,4 13,4 14,7
Eritrosit dalam
2,74 3,09 3,05 batas
normal
Hematokrit 23,5 26,9 26,6 35,9
Trombosit dalam batas dalam batas
501.000 654.000
normal normal
RDW-CV dalam
dalam batas
14,6 14.3 batas
normal
normal
MCV dalam
dalam batas dalam batas dalam batas
batas
normal normal normal
normal
MCH dalam
dalam batas dalam batas dalam batas
batas
normal normal normal
normal
dalam
MCHC 32,8 32,7 32,7 batas
normal

Tabel 3.3 Pemeriksaan Laboratorium Kimia Darah

Hasil Lab 13 April 2021 14 April 2021 20 April 2021

HATI DAN PANKREAS


dalam batas dalam batas
SGOT
normal normal
dalam batas dalam batas
SGPT
normal normal
dalam batas
Albumin 2,7 2,8
normal
FAAL LEMAK DAN JANTUNG
LDH 237 236
GINJAL
dalam batas
Ureum 141
normal
dalam batas
Kreatinin 3,3
normal
dalam batas
Asam urat 109
normal
27

Tabel 3.4 Pemeriksaan Laboratorium Urinalisa

Hasil Lab 13 April 2021


pH 7.0
Warna Kuning
Bilirubin Negatif
Darah Samar Negatif
Glukosa Negatif
Keton Negatif
Protein albumin Negatif
Nitrit Negatif
Urobilinogen 0,1
Lekosit Negatif
SEDIMEN URIN
Lekosit 0-1
Eritrosit 0-1
Epithel 1+
Kristal Negatif
Silinder Negatif
Bakteri Negatif

Tabel 3.5 Pemeriksaan Laboratorium Imuno-Serologi

Hasil Lab 20 April 2021


REPRODUKSI
βHCG 13066,71
TIROID
FT3 2,54
FT4 12,69
TSHs 0,473

Tabel 3.6 Hasil pemeriksaan β HCG

Tanggal Hasil β HCG


12 April 2021 (RS TPT Banjarmasin) 77.786
20 April 2021 (Tulip 2B RSUD Ulin) 13.066,71
28 April 2021 (Poliklinik RSUD Ulin) 16.794,31
05 Mei 2021 Pasien tidak kontrol ke Poli
11 Mei 2021 Pasien tidak kontrol ke Poli
28

B. Pemeriksaan USG

Interpretasi:

VU Tampak balon kateter

Gambar 3.1 Hasil USG Pasien

Uterus AF, floating 8.6x4.5x4.7 cm

Tampak gambaran hipohiperechoic di dalam intraabdomen, diluar cavum uteri.

Tampak gambaran free fluid pada cavum douglas dan cavum vesicouterina.

Tampak gambaran free fluid yang minimal pada Morrison’s pouch.

Kesan: Gambaran menyokong Hematocele

3.5 Diagnosis

Abdominal Pain ec KET Kronis (Hematocele) + susp. internal bleeding + Anemia

(Hb 7,7) + Hipoalbumin (2,7) + leukositosis (27600)

3.6 Tata Laksana

- IVFD RL 500 cc/8 jam

- Oksigenasi 3 lpm

- Pasang foley catheter

- Inj Ceftriaxone 2x1 gr IV

- Sedia darah 2 kolf WB + 2 kolf PRC, Transfusi PRC s/d HB ≥ 10 gr/dl

Atas pertimbangan akut abdomen ec internal bleeding: Laparatomi eksplorasi cito


29

3.7 Laporan Operasi

Selasa, 13 April 2021 Pukul 19.55

1. Pasien tidur terlentang dalam pengaruh GA

2. Dilakukan aseptic dan antiseptic dengan providone iodine 10% pada lapang

operasi, dipersempit dengan duk steril

3. Dilakukan insisi midline 10 cm diperdalam lapis demi lapis s/d cavum

abdomen terbuka

4. Didapatkan perdarahan lama (stolsel) + 2500cc, perdarahan baru + 1000cc

5. Pada eksplorasi didapatkan: - tampak perforasi uteri bagian corpus posterior

dengan ukuran 4x2 cm dengan perdarahan aktif

- Tuba d/s, ovarium d/s dbn

- Tampak uterus bicornu

6. Diputuskan dilakukan Histerorafi

7. Dilakukan pemasangan torniquet pada arteri uetrina dengan foley catheter

8. Dilakukan penjahitan uterus pada bagian perforasi menggunakan benang PGA

No.0

9. Dilakukan kontrol perdarahan → perdarahan (-), pencucian dengan PZ 500cc

10. Dilakukan pemasangan uphill drain pada cavum abdomen dengan fiksasi

dibagian kulit abdomen

11. Evaluasi perdarahan ulang → perdarahan (-)

12. Cavum abdomen ditutup lapis demi lapis s/d kulit

13. Perdarahan lama + 2500cc dan perdarahan baru + 1000 cc

14. Operasi selesai


30

3.8 Follow Up

Tanggal 13 April 2021 (Pukul 22.45)

Telah dilakukan histerorafi atas indikasi perforasi uteri

S) Nyeri luka post operasi belum terasa, flatus (-), pusing (+), mual (-), muntah (-)

O) Status Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tidak terdapat anemia, ikterik ,cyanosis, dispneu

Tekanan Darah : 126/62 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Laju Nafas : 91 x/menit

Suhu : 36.1oC

SpO2 : 97% tanpa support O2

Skala nyeri :-

Lingkar perut : 89 cm

cor/pulmo dalam batas normal

Status obstetri : tidak ada fluxus pada vulva/vagina

Produksi drain :-

Produksi urin : inisial 100 cc

A) Post histerorafi ai perforasi uterus (H0) ec susp. Mola invasif dd iatrogenik

P) Tatalaksana post operasi:

- IVFD RL 500 cc/8 jam + 4 amp oksitosin 20 tpm sd 24 jam post op

- Injeksi ceftriaxone 1 gram/ 12 jam IV

- Injeksi metronidazole 500mg/8 jam IV


31

- Injeksi Asam traneksamat 1000 mg/ 8 jam IV

- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam IV

- Cek DR 6 jam post operasi

- Monitor keluhan/ TTV/ Fluxus/ lingkar perut

Tanggal 14 April 2021 (Pukul 06.00)

S) Nyeri luka post operasi (+), flatus (-), pusing (-), mual (-), muntah(-)

O) Status Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tidak terdapat anemia, ikterik ,cyanosis, dispneu

Tekanan Darah : 126/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Laju Nafas : 20 x/menit

Suhu : 36.8oC

SpO2 : 98% tanpa supp O2

Skala nyeri : 5-6

Lingkar perut : 89 cm

cor/pulmo dalam batas normal

Status obstetri : tidak ada fluxus pada vulva/vagina

Produksi drain : 50 cc/8 jam

Produksi urin : 400 cc/8 jam

A) Post histerorafi ai perforasi uterus (H0) ec susp. Mola invasif dd iatrogenik

P) IVFD RL 500 cc/8 jam -> drip oxytocin 4 amp – 20 tpm sd 24 jam post op

Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam IV (H1)


32

Injeksi metronidazole 500 mg/ 8 jam IV

Injeksi asam tranexamat 500 mg/ 8 jam IV

Injeksi ketorolac 30 mg/ 8 jam IV

Obs KU/kel/TTV/flx/lingkar perut

Rawat luka H3 (17/04/2021)

Tanggal 15 April 2021 (Pukul 06.00 wita)

S) Nyeri luka post operasi (<), flatus (+), pusing (-), mual (-), muntah(-)

O) Status Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tidak terdapat anemia, ikterik ,cyanosis, dispneu

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Laju Nafas : 21 x/menit

Suhu : 36.6oC

SpO2 : 98% tanpa support O2

Skala nyeri :4

Lingkar perut : 88,5 cm

cor/pulmo dalam batas normal

Status obstetri : tidak ada fluxus pada vulva/vagina

Produksi drain : 100 cc/24 jam

Produksi urin : 600 cc/24 jam

A) Post histerorafi ai perforasi uterus (H1) ec susp. Mola invasif dd iatrogenik

P) IVFD RL 500 cc/8 jam


33

Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam IV (H2)

Injeksi metronidazole 500 mg/ 8 jam IV (H2)

Injeksi asam tranexamat 500 mg/ 8 jam IV

Injeksi ketorolac 30 mg/ 8 jam IV

Obs KU/kel/TTV/flx/lingkar perut

Rawat luka H3 (17/04/2021)

FU hasil BNO

Mobilisasi bertahap

Tanggal 16 April 2021 (Pukul 06.00 wita)

S) Nyeri luka post operasi (<), flatus (+), pusing (-), mual (-), muntah(-)

O) Status Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tidak terdapat anemia, ikterik ,cyanosis, dispneu

Tekanan Darah : 127/78 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Laju Nafas : 20 x/menit

Suhu : 36.8oC

SpO2 : 98% tanpa support O2

Skala nyeri :4

Lingkar perut : 88 cm

cor/pulmo dalam batas normal

Status obstetri : tidak ada fluxus pada vulva/vagina

Produksi drain : 200 cc/24 jam


34

Produksi urin : 900 cc/24 jam

A) Post histerorafi ai perforasi uterus (H2) ec susp. Mola invasif dd iatrogenik

P) IVFD RL 500 cc/8 jam

Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam IV (H3)

Injeksi metronidazole 500 mg/ 8 jam IV (H3)

PO Asam mefenamat 3x500 mg

PO Asam tranexamat 3x500 mg

Obs KU/kel/TTV/flx/ligkar perut

Rawat luka H3 (17/04/2021)

FU Hasil BNO

Tanggal 17 April 2021 (Pukul 06.00 wita)

S) Nyeri luka post operasi (<), flatus (+), pusing (-), mual (-), muntah(-)

O) Status Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tidak terdapat anemia, ikterik ,cyanosis, dispneu

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Laju Nafas : 20 x/menit

Suhu : 36.6oC

SpO2 : 99% tanpa support O2

Skala nyeri :4

Lingkar perut : 88 cm

cor/pulmo dalam batas normal


35

Status obstetri : tidak ada fluxus pada vulva/vagina

Produksi drain : 150 cc/24 jam

Produksi urin : 1100 cc/24 jam

A) Post histerorafi ai perforasi uterus (H3) ec susp. Mola invasif dd iatrogenik

P) IVFD RL 500 cc/8 jam

Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam IV (H4)

Injeksi metronidazole 500 mg/ 8 jam IV (H4)

PO Asam mefenamat 3x500 mg

PO Asam tranexamat 3x500 mg

Obs KU/kel/TTV/flx/ligkar perut

Rawat luka hari ini

Mobilisasi bertahap

Tanggal 18 April 2021 (Pukul 06.00 wita)

S) Nyeri luka post operasi (<), flatus (+), pusing (-), mual (-), muntah(-)

O) Status Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tidak terdapat anemia, ikterik ,cyanosis, dispneu

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 78 x/menit

Laju Nafas : 20 x/menit

Suhu : 36.3oC

SpO2 : 99% tanpa support O2

Skala nyeri :3
36

Lingkar perut : 87,5 cm

cor/pulmo dalam batas normal

Status obstetri : tidak ada fluxus pada vulva/vagina

Produksi drain : 150 cc/24 jam

Produksi urin : 1300 cc/24 jam

A) Post histerorafi ai perforasi uterus (H4) ec susp. Mola invasif dd iatrogenik +

Anemia (HB 8,8) + Hipoalbumin (2,7)

P) IVFD RL 500 cc/8 jam

Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam IV (H5)

Injeksi metronidazole 500 mg/ 8 jam IV

PO Asam mefenamat 3x500 mg

PO Asam tranexamat 3x500 mg

Obs KU/kel/TTV/flx/ligkar perut

Observasi drain, jika produksi drain (-) atau < 50 cc/24 jam → aff drain

Tanggal 19 April 2021 (Pukul 06.00 wita)

S) Nyeri luka post operasi (<), flatus (+), pusing (-), mual (-), muntah(-)

O) Status Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tidak terdapat anemia, ikterik ,cyanosis, dispneu

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Laju Nafas : 18 x/menit

Suhu : 36.4oC
37

SpO2 : 98% tanpa support O2

Skala nyeri :3

Lingkar perut : 87,5 cm

cor/pulmo dalam batas normal

Status obstetri : tidak ada fluxus pada vulva/vagina

Produksi drain : ± 100 cc/24 jam serous hemoragic

Produksi urin : 1400cc/24 jam

A) Post histerorafi ai perforasi uterus (H5) ec susp. Mola invasif dd iatrogenik +

Anemia (HB 8,8) + Hipoalbumin (2,7)

P) IVFD RL 500 cc/8 jam

Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam IV (H6)

Injeksi metronidazole 500 mg/ 8 jam IV (H6)

PO Asam mefenamat 3x500 mg

PO Asam tranexamat 3x500 mg

Obs KU/kel/TTV/flx/ligkar perut

Mobilisasi bertahap

Observasi drain, jika produksi drain (-) atau < 50 cc/24 jam → aff drain

Aff folley catheter

Tanggal 20 April 2021 (Pukul 06.00 wita)

S) Nyeri luka post operasi (-), flatus (+), pusing (-), mual (-), muntah(-)

O) Status Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tidak terdapat anemia, ikterik ,cyanosis, dispneu


38

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Laju Nafas : 18 x/menit

Suhu : 36.7oC

SpO2 : 98% tanpa support O2

Skala nyeri :-

Lingkar perut : 87 cm

cor/pulmo dalam batas normal

Status obstetri : tidak ada fluxus pada vulva/vagina

Produksi drain : ± 50 cc/24 jam serous hemoragic

A) Post histerorafi ai perforasi uterus (H6) ec susp. Mola invasif dd iatrogenik +

Anemia (HB 8,8) + Hipoalbumin (2,7)

P) IVFD RL 500 cc/8 jam

Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam IV (H7)

Injeksi metronidazole 500 mg/ 8 jam IV (H7)

PO Asam mefenamat 3x500 mg

PO Asam tranexamat 3x500 mg

Observasi drain, jika produksi drain (-) atau < 50 cc/24 jam → aff drain

Cek faal tiroid dan kadar βHCG hari ini

Tanggal 21 April 2021 (Pukul 06.00 wita)

S) Nyeri luka post operasi (-), flatus (+), pusing (-), mual (-), muntah(-)

O) Status Umum

Kesadaran : Compos mentis


39

Tidak terdapat anemia, ikterik ,cyanosis, dispneu

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Laju Nafas : 20 x/menit

Suhu : 36.7oC

SpO2 : 98% tanpa support O2

Skala nyeri :-

Lingkar perut : 87 cm

cor/pulmo dalam batas normal

Status obstetri = tidak ada fluxus pada vulva/vagina

Produksi drain = < 50 cc/24 jam serous hemoragic

A) Post histerorafi ai perforasi uterus (H7) ec susp. Mola invasif dd iatrogenik +

Anemia (HB 8,8) dalam koreksi + Hipoalbumin (2,7)

P) IVFD RL 500 cc/8 jam

Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam IV (H8)

Injeksi metronidazole 500 mg/ 8 jam IV (H8)

PO Asam mefenamat 3x500 mg

PO Asam tranexamat 3x500 mg

Aff drain

Transfusi PRC sd Hb ≥ 10 g/dl

Konsul IPD

Cek β HCG perminggu (27/04/2021)


40

Tanggal 22 April 2021 (Pukul 06.00 wita)

S) Nyeri luka post operasi (-), flatus (+), pusing (-), mual (-), muntah(-), BAB (+)

O) Status Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tidak terdapat anemia, ikterik ,cyanosis, dispneu

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Laju Nafas : 18 x/menit

Suhu : 36.6oC

SpO2 : 98% tanpa support O2

Skala nyeri :-

Lingkar perut : 85 cm

cor/pulmo dalam batas normal

Status obstetri : tidak ada fluxus pada vulva/vagina

A) Post histerorafi ai perforasi uterus (H8) ec susp. Mola invasif dd iatrogenik +

Anemia (HB 12,0) terkoreksi + Hipoalbumin (2,8)

P) Venflon

PO Asam mefenamat 3x500 mg

PO Asam tranexamat 3x500 mg

BLPL

Cek β HCG perminggu (27/04/2021)

Resep pulang :

PO Cefixime 2x200mg
41

PO Sulfa ferosus 2x300mg

PO Asam mefenamat 3x500mg

Jawaban TS IPD:

- Untuk hipertiroid subklinis tidak ada tata laksana khusus

- USG Tiroid

- Follow up per poliklinik

Tabel 3.7 Perkembangan perawatan pasien hari ke 1-5

APRIL 2021
SOAP 13 14 15 16 17
Subjektif
Nyeri luka post operasi - + < < <
Flatus - - + + +
Pusing + - - - -
Mual - - - - -
Muntah - - - - -
Nyeri perut - - - - -
BAK - - - - -
BAB - - - - -
Objektif
Tekanan darah (mmHg) 126/62 126/70 110/80 127/78 110/70
Nadi (kali/menit) 91 80 80 84 92
Respirasi (kali/menit) 22 20 21 20 20
Suhu (kali/menit) 36,1 36,8 36,6 36,8 36,6
SpO2 (%) tanpa supp
97% 98% 98% 98% 99%
O2
Skala nyeri - 5-6 4 4 4
Lingkar perut (cm) 89 89 88,5 88 88
Fluxus (+/-) - - - - -
Drain (cc)/24 jam - 50cc/8jam 100 200 150
Folley catheter (cc)/ 400cc/8
Inisial 100cc 600cc 900cc 1100cc
24jam jam
Assesment
Abdominal
Pain ec KET
Kronis
(Hematocele)
+ susp
internal
bleeding +
Anemia (Hb
42

7,7) +
Hipoalbumin
(2,7) +
leukositosis
(27600)

Post histerorafi ai perforasi uterus ec susp.


Mola invasif dd iatrogenik + Anemia (Hb
8,8) + Hipoalbumin (2,7)
Plan
IVFD RL 500 cc/8 jam + + + + +
drip oxytocin 4 amp – + (sampai
20 tpm sd 24 jam post + pukul - - -
op 13.00)
Injeksi ceftriaxone 1
+ + + + +
gram/12 jam IV
Injeksi metronidazole
+ + + + +
500 mg/ 8 jam IV
Injeksi asam
tranexamat 500 mg/ 8 + + + - -
jam IV
Injeksi ketorolac 30
+ + + - -
mg/ 8 jam IV
Venflon
PO Asam mefenamat
+ +
3x500 mg
PO Asam traneksamat
+ +
3x500 mg
Drain + + + + +
Folley catheter + + + + +
Obs
KU/kel/TTV/flx/lingkar + + + + +
perut

Tabel 3.8 Perkembangan perawatan pasien hari ke 6-10

APRIL 2021
SOAP 18 19 20 21 22
Subjektif
Nyeri luka post operasi - - - - -
Flatus + + + + +
Pusing - - - - -
Mual - - - - -
Muntah - - - - -
Nyeri perut - - - - -
BAK spontan - - + + +
BAB - - - - +
43

Objektif
Tekanan darah (mmHg) 110/80 126/70 110/80 127/78 110/70
Nadi (kali/menit) 78 80 80 84 92
Respirasi (kali/menit) 20 20 21 20 20
Suhu (kali/menit) 36,3 36,8 36,6 36,8 36,6
SpO2 (%) tanpa supp
99% 98% 98% 98% 99%
O2
Skala nyeri 3 3 - - -
Lingkar perut (cm) 87,5 87,5 87 87 85
Fluxus (+/-) - - - - -
Drain (cc)/24 jam 150 100 50 - -
Folley catheter (cc)/
1300cc 1400cc - - -
24jam
Assesment
Post histerorafi ai perforasi uterus ec susp.
Mola invasif dd iatrogenik + Anemia (Hb
8,8) + Hipoalbumin (2,7)
Post
histerorafi ai
perforasi
uterus (H8)
ec susp.
Mola
invasif dd
iatrogenik +
Anemia (HB
12,0)
terkoreksi +
Hipoalbumin
(2,8)

Plan
IVFD RL 500 cc/8 jam + + + + +
drip oxytocin 4 amp –
20 tpm sd 24 jam post - - - - -
op
Injeksi ceftriaxone 1
+ + + + -
gram/12 jam IV
Injeksi metronidazole
+ + + + -
500 mg/ 8 jam IV
Injeksi asam
tranexamat 500 mg/ 8 - - - - -
jam IV
Injeksi ketorolac 30
- - - - -
mg/ 8 jam IV
Venflon +
PO Asam mefenamat
+ + + + +
3x500 mg
44

PO Asam traneksamat
+ + + + +
3x500 mg
Drain + + + - -
Folley catheter + + - - -
Obs
KU/kel/TTV/flx/lingkar + + + + +
perut

Tanggal 27 April 2021 Pukul 10.00 wita (Poliklinik RSUD Ulin)

S) Nyeri luka post operasi (-)

O) Status Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tidak terdapat anemia, ikterik ,cyanosis, dispneu

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 98 x/menit

Laju Nafas : 20 x/menit

Suhu : 36.5oC

cor/pulmo dalam batas normal

VT : Portio = tertutup, licin, fluxus (-)

CU = agak membesar

AD D/S= massa (-)

CD = tak ada kelaianan

Pemeriksaan Penunjang

- HCG (28/04/2021) = 16794,31 mIU/ml

- Hasil Patologi Anatomi (28/04/2021) = Mola hidatidosa

- USG Transvaginal

VU = Kosong
45

Uterus = I. 8,69 cm x 4,14 cm x 2,48 cm. EL (+) 0,3cm. Tampak gambaran

hipohiperechoic dan vaskularisasi penuh corpus anterior

II. Uterus ukuran lebih kecil 3,5cm x 1,7 cm x 2,49 cm. EL (+) 0,3cm.

Kesan: Rudimenter

CD = tampak free fluid

AP D/S = Tak ada kelainan

Kesan = Uterus unicornuet non communicating

A) P1A1 + Post Histerorafi ai perforasi uterus (H16) + Riwayat kuretase 2 bulan

yang lalu ai mola hidatidosa + Gestasional Trofoblastik Neoplasma (Susp. Mola

Invasif Stage I) + Uterus Unicornuate Non communicating

P) Cek β HCG 1 minggu lagi (5 Mei 2021)


BAB IV
DISKUSI KASUS

Pada laporan kasus ini dibahas sebuah kasus perempuan usia 30 tahun

dengan diagnosis P1A1 post histerorafi atas indikasi perforasi uterus riwayat

kuretase 2 bulan yang lalu atas indikasi mola hidatidosa dengan gestasional

trofoblastik neoplasma (Susp. mola invasif grade I) dan uterus unicornuate non

communicating. Pasien dirawat di ruang tulip II B RSUD Ulin Banjarmasin sejak

tanggal 13 April 2021 sampai tanggal 22 April 2021.

Pasien merupakan kiriman dari Rumah Sakit TPT dengan diagnosis

suspek Choriocarcinoma direncanakan untuk kuretase namun karena penurunan

keadaan umum dan riwayat kejang 1 kali, pasien dirujuk ke RSUD Ulin

Banjarmasin

Saat datang ke RSUD Ulin Banjarmasin pasien mengeluhkan nyeri perut

hebat sejak 14 jam SMKB memberat sejak 6 jam SMKB, pasien merasa lemas,

disertai mual dan muntah 1 kali berisi makanan. Riwayat keputihan gatal namun

tidak berbau sejak 3 bulan SMKB, riwayat perdarahan pervaginam, demam, nyeri

BAK disangkal, BAB normal. Sebelumnya, 2 bulan yang lalu pasien

memeriksakan diri ke praktek dokter spesialis kandungan karena mengeluhkan

mual muntah yang hebat dan test pack positif, setelah di USG dokter mengatakan

hamil anggur, 3 hari kemudian dilakukan kuretase di RS TPT namun jaringan

tidak dilakukan pemeriksaan histopatalogi, pasien disarankan untuk cek βHCG

secara rutin, namun karena merasa tidak ada gejala dan terbentur biaya pasien

tidak memeriksakannya.

46
47

Setelah kuretase, pasien mengaku keluar flek terus menerus selama 15 hari

berwarna hitam yang muncul sedikit-sedikit. Pasien mengaku nyeri perut serta

mual muntah, lalu melakukan test pack dan hasilnya positif kemudian pasien

datang ke praktek dokter spesialis dan dikatakan hamil anggur lagi, sehingga

dijadwalkan untuk kuretase kedua (4 hari SMKB). .

Mola hidatidosa adalah bentuk penyakit trofoblas gestasional (PTG) jinak

yang ditandai dengan kegagalan perkembangan janin dan proliferasi berlebihan

pada trofoblas.4 Mola hidatidosa dapat berkembang menjadi mola invasive. Mola

invasif adalah mola hidatidosa yang menginvasi jaringan miometrium atau

jaringan sekitarnya dan dapat bermetastasis ke jaringan ekstra-uterin.9

Dari anamnesis pasien berumur 30 tahun dimana mola hidatidosa dapat

terjadi pada semua wanita dalam masa reproduksi. Penelitian menunjukkan wanita

dengan umur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 mempunyai risiko lebih

tinggi untuk mendapat mola hidatidosa. Wanita yang berusia diatas 40 tahun,

berisiko 4 – 10 kali lipat menderita mola hidatidosa dari mereka yang berusia 20 –

40 tahun.10 Selain itu dikatakan pasien memiliki riwayat mola hidatidosa 2 bulan

sebelumnya dan sempat dilakukan kuretase. Menurut WHO (1983) kejadian mola

hidatidosa juga meningkat pada wanita yang pernah mendapat mola hidatidosa

sebelumnya.10

Setelah dilakukan kuretase pasien disarankan untuk cek βHCG secara

rutin, namun karena merasa tidak ada gejala dan terbentur biaya pasien tidak

memeriksakannya. Insidensi mola hidatidosa meningkat pada wanita dengan

status ekonomi rendah.6


48

Faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian mola hidatidosa.

Insidensi mola hidatidosa meningkat pada wanita yang memiliki defisiensi

protein, asam folat, histidine, dan β-karoten. 10 Faktor risiko lain adalah genetik,

dimana menurut penelitian pada kasus mola hidatidosa lebih banyak ditemukan

kelainan Balance Translocation dibandingkan dengan populasi normal (4,6% dan

0,6%), ada kemungkinan, pada wanita dengan kelainan sitogenetik lebih banyak

mengalami gangguan proses meosis berupa nondisjunction, sehingga lebih banyak

terjadi ovum yang kosong atau intinya tidak aktif. 10 Etnis merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya mola hidatidosa, dimana prevalensi meningkat pada

ras Asia, Hispanik, Amerika dan India.

Pasien merupakan kiriman dari spesialis obstetrik dan ginekologi yang

sebelumnya direncanakan untuk kuretase atas indikasi mola hidatidosa namun

dirujuk karena penurunan keadaan umum setelah pemberian misoprostol. Pasien

mengeluhkan nyeri perut hebat disertai mual dan muntah 1 kali berisi makanan.

Sebelumnya pasien memiliki riwayat mola hidatidosa 2 bulan yang lalu dan

sempat dilakukan kuretase.

Pada pasien ini terjadi tanda tanda akut abdomen berupa nyeri perut hebat

yang disebabkan adanya perforasi uterus sehingga mengakibatkan perdarahan

intrabdominal. Perforasi uterus yang terjadi kemungkinan diakibatkan oleh mola

invasif. Pada mola invasif, vili korialis yang ada di miometrium memiliki dua

kemungkinan. Pertama akan direabsorpsi oleh tubuh sehingga akan hilang sama

sekali dan penderita sehat kembali. Kedua, vili tersebut berkembang lagi menjadi

gelembung mola. Apabila jumlah gelembung makin banyak, ruang miometrium


49

tidak bisa menampungnya lagi sehingga dapat terjadi perforasi. Kemungkinan

arah perforasi ada tiga, yang paling sering, arahnya ke perimetrium sehingga

menyebabkan perdarahan intraabdominal, apabila letaknya lebih ke bawah,

perforasi dapat pula terjadi kearah parametrium, perforasi bisa juga menuju ke

arah cavum uteri, sehingga cavum uteri terisi lagi oleh jaringan mola dan uterus

kembali membesar.10

Diagnosis mola invasif sulit dibuat secara klinis kecuali bila penderita

datang dalam keadaan darurat yaitu bila seorang wanita yang pernah mendapat

mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan akut abdomen yang disebabkan

oleh perforasi kearah perimetrium. Biasanya penderita mengeluhkan nyeri yang

berat, anemis, dan tidak jarang dalam keadaan syok.10

Mola invasif dapat dicurigai bila ditemukan adanya riwayat mola

hidatidosa komplit sebelumnya dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama, dari

anamnesis pasien mengatakan pernah mengalami hamil anggur 2 bulan yang lalu

dan sempat dilakukan kuretase. Pasien mengatakan setelah dilakukan kuretase

pertama terdapat flek flek kecoklatan yang keluar dari lubang kemaluan. Menurut

teori pada mola hidatidosa invasif terjadi perdarahan tidak teratur pasca evakuasi.

Gejala lain dari mola invasif yaitu perut terasa membesar namun tidak ada

gerakan janin, keluhan tersebut disangkal oleh pasien.

Dua bulan setelah mengalami mola hidatidosa pasien mengaku nyeri perut

serta mual muntah, lalu melakukan test pack dan hasilnya positif kemudian pasien

datang ke praktek dokter spesialis dan dikatakan hamil anggur lagi, sehingga

dijadwalkan untuk kuretase kedua yaitu 4 hari sebelum masuk kamar bersalin.
50

Gejala yang lain pada kehamilan mola hidatidosa antara lain, tes

kehamilan positif, keluhan hyperemesis yaitu mual, muntah, pusing, dan lain-lain,

namun derajat keluhan sering kali lebih berat.11,12

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan nyeri tekan abdomen di seluruh

kuadran dengan tinggi fundus uteri sulit dievaluasi karena tidak teraba. Tidak

ditemukan fluxus pada inspeksi vulva/vagina dan pada pemeriksaan vaginal

toucher ditemukan portio yang menutup dengan nyeri goyang portio, cavum uteri

sedikit membesar, dan cavum douglas yang menonjol. Pada USG tampak

gambaran hipohiperechoic didalam intraabdomen diluar cavum uteri dan tampak

gambaran free fluid pada cavum douglas dengan gambaran menyokong

hematocele. Setelah dilakukan laparotomi ditemukan perforasi uteri pada bagian

corpus posterior dengan ukuran 4x2 cm dengan perdarahan aktif.

Pemeriksaan fisik dan USG yang ditemukan pada pasien ini tidak khas

pada kasus kehamilan mola karena sudah terjadi perforasi uterus. Pada kasus mola

hidatidosa, pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan adalah uterus yang lebih

besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda pasti kehamilan seperti

detak jantung janin, balotemen, atau gerakan anak. 10 Pada pemeriksaan USG

hanya ditemukan gambaran hematocele dan tidak ditemukan gambaran khas

sarang lebah serta bagian janin. Gambaran khas sarang lebah pada pemeriksaan

USG mola hidatidosa komplit jarang ditemukan terutama pada trimester

pertama.15 Pada USG juga tidak ditemukan gambaran vesikuler di antara otot-otot

miometrium.10 Pada pemeriksaan USG mola hidatidosa komplit biasanya tidak

ditemukan adanya bagian janin.15


51

Jaringan yang diambil pada saat operasi laparatomi diperiksakan ke bagian

Patologi Anatomi dan didapatkan pada sediaan tampak proliferasi jaringan vili

korialis yang mengalami degenerasi hidrofik dengan taburan sel radang dan tidak

tampak tanda ganas. Sehingga diagnosis pasti dari kasus ini dapat ditetapkan

sebagai mola hidatidosa. Tetapi hasil dari pemeriksaan ini tidak menjelaskan

apakah vili korialis ditemukan di antara otot-otot miometrium seperti yang biasa

ditemukan pada pemeriksaan Patologi Anatomi mola invasif.10

Pada saat datang pasien memiliki kadar β-HCG setinggi 77.786 mIU/ml.

Pada pemeriksaan post laparatomi, kadar β-HCG pasien menurun menjadi 13.066

mIU/ml dan pada pemeriksaan ketiga kadar β-HCG sedikit meningkat menjadi

16.794 mIU/ml. Pada kasus ini terjadi distorsi dari kurva regresi yang normal

pada minggu ke-3 sehingga dicurigai terjadi keganasan. Pada kasus mola

hidatidosa, kadar β-HCG akan menurun secara perlahan setelah jaringan mola

dievakuasi sampai akhirnya tidak terdeteksi lagi dengan rata-rata waktu yang

diperlukan 12 minggu.10 Pasien kemudian tidak datang ke poli lagi untuk kontrol

pada minggu ke-4 dan ke-5.


52

Gambar 4.1 Kurva β-hCG

Mola invasif pada kasus ini masih berada pada stadium 1. Mola invasif

yang termasuk dalam neoplasia trofoblastik gestasional terbagi menjadi 4 stadium

yang dijabarkan sebagai berikut:19

a. Stadium 1: Tumor hanya terbatas di uterus

b. Stadium 2: Kanker menyebar ke sekitar uterus seperti ovarium, tuba fallopi,

vagina, dan/atau ligamen penyokong uterus

c. Stadium 3: Kanker bermetastasis ke paru-paru

d. Stadium 4: Kanker bermetastasis ke organ lain selain paru-paru

Tata laksana dari kehamilan mola terdiri dari 4 tahap, yaitu perbaikan

keadaan umum, evakuasi jaringan, profilaksis, dan follow up. Pada kasus mola

invasif, penderita dapat diobati secara konservatif hanya dengan kemoterapi

berdasarkan gambaran klinis, laboratoris, dan USG atau berdasarkan hasil PA.

Pada saat pasien datang ke RSUD Ulin, pasien langsung diberikan

penatalaksanaan berupa infus RL 20 tpm, oksigenasi 3 lpm, pemasangan foley

catheter, injeksi ceftriaxone 2x1 gram intravena, serta sedia darah 2 kolf whole
53

blood dan 2 kolf packed red cell untuk transfusi agar HB ≥10 g/dl. Hal ini sudah

sesuai dengan teori yang mengatakan penatalaksanaan awal untuk pasien dengan

mola hidatidosa ialah perbaikan keadaan umum dengan cara transfusi darah, untuk

mengatasi hipovolemik, memberikan obat sntihipertensi/konvulsi pada pasien

dengan tekanan darah tinggi, serta obat antitiroid jika ada indikasi.

Setelah keadaan umum pasien membaik, pasien segera dilakukan operasi

laparatomi eksplorasi. Saat operasi, didapatkan perdarahan lama ±2500cc,

perdarahan baru ±1000cc, serta tampak perforasi uteri bagian corpus posterior

dengan ukuran 4x2 cm disertai perdarahan aktif, sehingga diputuskan untuk

dilakukan histerorafi. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bila terjadi

perforasi ke arah peritoneum dan kavum uteri sehingga terjadi perdarahan

intraabdominal, maka evakuasi jaringan dilakukan bersamaan dengan laparatomi

dengan melakukan pengisapan melalui daerah perforasi. Hal ini dimaksudkan

untuk memperkecil uterus sehingga perdarahan lebih mudah dikontrol, yang

selanjutnya dapat dilakukan histerorafi dan sterilisasi. Dengan cara ini pasien

tidak boleh hamil lagi karena bahaya ruptur uteri pada saat kehamilan selanjutnya,

namun fungsi menstruasi masih dapat dipertahankan.10

Jenis operasi yang dilakukan tergantung kepada beberapa hal. Dapat

dilakukan kuret vakum dan histerektomi totalis. Namun histerektomi totalis hanya

untuk golongan risiko tinggi yaitu umur >35 tahun dengan jumlah anak cukup,

sebagai tindakan profilaksis terhadap terjadinya keganasan di uterus. Operasi

pada mola invasif dapat dilakukan jika disertai gejala perdarahan akut akibat

perforasi uterus. Operasi juga dianjurkan bila pada USG ditemukan gambaran
54

ancaman perforasi dengan uterus di atas 14 minggu terutama bila wanita tersebut

sudah tidak memerlukan fungsi reproduksinya.

Profilaksis pada mola hidatidosa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

histerektomi totalis dan kemoterapi. Histerektomi tidak dilakukan pada pasien ini

karena usia ≤35 tahun serta paritas yang masih rendah. Kemoterapi profilaksis

juga tidak langsung diberikan pada pasien ini karena ada pendapat yang

mengatakan bahwa bila keganasan yang muncul walaupun sudah diberikan

profilaksis sitostatik, akan lebih sukar untuk diobati. Obat sitostatika yang telah

diberikan akan menyebabkan efek samping yang membahayakan.10

Indikasi pemberian kemoterapi pada mola invasif adalah wanita muda

dengan paritas rendah atau yang masih memerlukan fungsi reproduksi, tidak ada

tanda-tanda ancaman perforasi uterus, dan uterus kurang dari 14 minggu.10

Follow up pada pasien dilakukan selama 8 hari post operasi histerorafi.

Pada saat follow up selalu dievaluasi mengenyai nyeri luka post operasi, nyeri

perut, perdarahan, serta ada tidaknya keluhan lain. Setelah keluar dari rumah sakit,

pasien dijadwalkan kontrol rutin di Poliklinik RSUD Ulin untuk dilakukan

evaluasi kadar βHCG. Sesuai teori, follow up pasien dengan mola hidatidosa dapat

dilakukan selama satu tahun dengan jadwal 2 minggu sekali pada 3 bulan pertama,

1 bulan sekali pada 3 bulan kedua, dan 2 bulan sekali pada 6 bulan terakhir.

Follow up dihentikan jika sebelum satu tahun penderita hamil normal

kembali, atau sebelum setahun tidak ditemukan tanda-tanda yang telah disebutkan

sebelumnya. Follow up pada kasus mola invasif yang mendapatkan kemoterapi

harus diawasi selama satu tahun untuk melihat kemungkinan kekambuhan. Jadwal
55

dan cara pemantauannya tidak berbeda dengan follow up mola hidatidosa. Jika

mola invasif masih dalam stadium I, penderita tidak perlu mendapat kemoterapi

melainkan hanya diawasi selama satu tahun seperti pada kasus mola hidatidosa

biasa.10

Saat pasien datang dengan keadaan akut abdomen, mola hidatidosa yang

didapatkan pada pasien sudah memberikan komplikasi berupa perforasi uterus dan

anemia. Pada saat post operasi histerorafi, pasien sudah tidak ada mengeluhkan

nyeri dan perdarahan, kadar hemoglobin pada pasien pun berangsur normal.

Namun pasien harus terus melakukan kontrol rutin ke rumah sakit karena sekitar

8,8% kasus dapat berkembang menjadi koriokarsinoma dimana pada 5,9% kasus

dilakukan subtotal histerektomi akibat perdarahan yang tidak terkontrol. 16

Komplikasi lainnya yang dapat terjadi yaitu anemia, preeklampsia, dan

hipertiroid.17 Tingkat kematian pada mola invasif adalah sebesar 15% yang biasa

diakibatkan oleh perdarahan, emboli, ataupun komplikasi dari operasi.17

Prognosis mola invasif sangat baik karena memiliki derajat keganasan

yang rendah asalkan masa akutnya dapat segera ditanggulangi. Pengawasan

wanita dengan riwayat mola invasif yang hamil harus lebih hati-hati terutama

pada kehamilan tua sehingga harus dilakukan pemeriksaan USG secara serial

untuk melihat kemungkinan adanya locus minoris resistensi yang bisa

menimbulkan ruptur uteri spontan pada kehamilan.10


BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus perempuan berusia 30 tahun rujukan dari

RS TPT Banjarmasin dengan diagnosis Susp. Choriocarcinoma. Pasien datang

dengan keluhan utama nyeri perut hebat disertai penurunan keadaan umum.

Pasien segera dilakukan prosedur laparatomi eksplorasi dan ditemukan perforasi

pada uterus. Penyebab dari keluhan pasien diketahui diakibatkan oleh mola invasif

yang didukung oleh anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pasien dirawat di ruang Cempaka RSUD Ulin Banjarmasin sejak tanggal 13 April

2021 sampai tanggal 22 April 2021 dan diperbolehkan pulang pada hari

perawatan ke-9. Pemantauan perkembangan penyakit pasien dilanjutkan dengan

rawat jalan di Poli Kandungan RSUD Ulin Banjarmasin.

Pasien dengan riwayat mola hidatidosa berulang memiliki risiko untuk

menjadi mola invasif sehingga harus dilakukan investigasi terlebih dahulu

sebelum melakukan tata laksana karena dua kasus tersebut memiliki terapi yang

berbeda. Penegakkan diagnosis mola invasif sejak dini harus dilakukan guna

menghindari terjadinya perforasi uterus pada pasien sehingga morbiditas dan

mortalitas dapat dicegah.

56
DAFTAR PUSTAKA

57

Anda mungkin juga menyukai