Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan era globalisasi dan perubahan gaya hidup manusia
dapat berdampak pada pergeseran pola penyakit. Di Indonesia, selama
beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan pada angka kesakitan dan
kematian. Dalam mengatasi berbagai macam jenis penyakit, berbagai tindakan
dilakukan mulai dari tindakan ringan (konservatif) hingga tindakan
pembedahan (operatif). Pembedahan atau operasi adalah tindakan invasif
dengan membuka bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan, lalu
dilakukan perbaikan dan diakhiri dengan penutupan melalui hecting atau
penjahitan luka (Murdiman et al., 2019).
Diperkirakan sekitar 11% dari beban penyakit di dunia berasal dari
keadaan penyakit yang ditangani melalui pembedahan. Berdasarkan World
Health Organization (WHO), melaporkan kasus tindakan pembedahan
mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 10% dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2021 tindakan operasi mencapai 1,7 juta jiwa dan 37%
diperkirakan merupakan tindakan bedah laparatomi (Sutiono, 2021). Pada
tahun 2017 hingga 2018, terjadi peningkatan jumlah kasus tindakan operasi
laparotomi yaitu dari 90 juta pasien meningkat hingga 98 juta pasien post
operasi laparotomi di seluruh rumah sakit di dunia (Darmawidyawati et al.,
2022).
Menurut data National Emergency Laparatomy Audit (NELA) tahun
2017, tercatat bahwa di Inggris dan Wales sekitar 30.000 tindakan operasi
laparotomi dilakukan setiap tahunnya. WHO (2010), juga menyatakan bahwa
dalam sepuluh tahun terakhir dari tahun 2006 hingga 2010 tercatat jumlah
angka pembedahan laparotomi di Amerika Serikat telah meningkat sebesar
50% yakni sebesar 31,1% (WHO, 2010 dalam Yadi et al., 2018). Pada tahun
2021 jumlah pasien post laparatomi meningkat menjadi 98 juta pasien
(Subandi, 2021). Laparatomi di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara
kasus pembedahan lainnya. Berdasarkan data Riskesdas (2021) angka kejadian
laparatomi di Sumatera Barat berjumlah 1.409 pasien. Berdasarkan data rekam
medik ICU di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada tahun 2023 telah
menangani pasien post operasi laparotomi.
Laparotomi adalah suatu prosedur pembedahan mayor atau tindakan
pembedahan dengan cara membuka dinding abdomen atau perut melalui
sayatan dengan tujuan mencapai bagian abdomen yang bermasalah (kanker,
hemoragi, perforasi, dan obstruksi) (Darmawidyawati et al., 2022). Menurut
Eka Putri (2022), tindakan pada pembedahan melewati 3 tahap yaitu meliputi
pre operasi, intra operasi, dan post operasi. Post operasi merupakan tahap
setelah dilakukan pembedahan dimana pasien akan dipindahkan ke ruang
pemulihan (ruang rawat inap/ruang intensive) dan berakhir hingga evaluasi
selanjutnya (Utami & Khoiriyah, 2020). Pada pasien pasca bedah mayor
seperti laparotomi memerlukan pemantauan intensif di ruang ICU (Intensive
Care Unit) untuk mencegah terjadinya komplikasi yang parah.
Berdasarkan prevelensi dan masalah diatas maka penulis berkeinginan
untuk melakuka asuhana keperawatan gawat darurat pada Tn. J diruang ICU
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi dengan diagnosa Post Laparascopy
Appendectomy + ADHE Siolisis A/I Appendisitis + ADHESI Intestinal (POD
1).

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Tn. J
dengan Post Laparascopy Appendectomy + ADHE Siolisis A/I
Appendisitis + ADHESI Intestinal (POD 1) diruangan ICU RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit laparotomi
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien post operasi
laparotomi.
c. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien
post operasi laparotomi.
d. Maasiswa mampu menentukan perencanaan intervensi intervensi
keperawatan pada pasien post operasi laparotomi
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien
post operasi laparotomi.
f. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasi pada pasien post
operasi laparotomi

C. Manfaat
1. Manfaat Bagi Rumah Sakit
Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat bermanfaat
dan dapat dijadikan acuan dalam memberikan asuhan keperawatan
terutama diruangan ICU pada pasien post op laparotomi.
2. Manfaat Bagi Pendidikan
Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan acuan dan referensi diperpustakaan yang bermanfaat
bagi institusi dan mewujudkan peningkatan mutu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar medis appendicitis


a) Definisi
Operasi perut darurat paling sering disebabkan oleh radang
usus buntu, peradangan akut di kuadran kanan bawah perut.
Meskipun dapat dialami oleh semua kelompok usia, apendisitis
paling sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun (Walter, 2021).
Usus buntu bisa disebabkan saluran cacing ataupun usus
buntu yang terjadi infeksi. Infeksi ini mungkin menimbulkan
kesulitan jika pembedahan ditunda. Penyebab utama peradangan
akut kuadran kanan bawah adalah radang usus buntu. Meskipun
dapat dialami oleh semua kelompok usia, apendisitis paling
sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun (Bom et al., 2021)
Apendisitis adalah peradangan yang disebabkan oleh
infeksi usus buntu atau saluran cacing. “Lampiran” sebenarnya
adalah sekum. Infeksi ini dapat menyebabkan peradangan parah
yang memerlukan pembedahan segera untuk menghindari
konsekuensi serius (Moris et al., 2021).
Ketiga kriteria di atas menunjukkan bahwa apendisitis
adalah peradangan yang disebabkan oleh oklusi lumen.
Apendisitis merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen akut.
Apendisitis terjadi dalam jangka waktu yang bervariasi. Semakin
lama apendisitis dibiarkan maka resiko komplikasi yang
ditimbulkan akan semakin besar.

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Appendiks


1. Anatomi Appendisitis

Gambar 2.1
Anatomi Appendiks

Apendiks vermiformis adalah struktur otot dan limfoid


berbentuk tabung. 3-5 inci (8-13 cm) adalah panjang usus
buntu berbentuk cacing. Ia menempel pada permukaan
posteromedial sekum 2,5 cm di bawah sambungan iliocaecal
dan bebas di tempat lain. Lumennya melebar di bagian distal
dan menyempit di bagian proksimal (Moris et al., 2021).
Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah
abdomen di region iliaca dextra. Pada titik McBurney di
sepertiga bagian bawah, menghubungkan tulang iliaka
anterior superior dan umbilikus ke dinding perut anterior
(Téoule et al., 2020).
Pada apendiks posisi yang normal adalah apendiks
yang terletak pada dinding abdomen di bawah titik Mc.
Burney. Untuk menentukan titik Mc.Burney caranya adalah
dengan menarik garis semu dari umbilikal kanan ke anterior
superior iliac spina kanan dan 2/3 dari garis tersebut
merupakan titik Mc Burney.

2. Fisiologi Appendiks
Setiap hari, usus buntu menghasilkan 1-2 cc lendir.
Lendir sering mengalir ke sekum dari lumen. Patologi usus
buntu melibatkan penyumbatan lendir pada usus buntu. IgA
merupakan imunoglobulin sekreator GALT yang terletak di
sepanjang sistem pencernaan, termasuk usus buntu.
Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT
(Gut Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran pencerna termasuk apendiks ialah IgA.
Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh (Gil et al.,
2023).

2.1.2 Etiologi Appendisitis


Penyumbatan lumen merupakan faktor predisposisi paling
umum terjadinya apendisitis (Snyder et al., 2018). Biasanya
sumbatan disebabkan oleh:
1. Hiperplasia folikel limfoid penyebab paling umum.
2. Lumen apendiks mempunyai phaecolith.
3. Benda asing seperti biji-bijian.
4. Penyempitan lumen akibat fibrosis yang disebabkan oleh
peradangan.
5. Kebanyakan infeksi usus besar disebabkan oleh E. Coli dan
Streptococcus.
6. Ada lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Kebanyakan
orang berusia 15-30 tahun. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan jaringan limfoid.
7. Tergantung pada bentuk lampiran:
a. Lampiran yang terlalu panjang.
b. Lampiran kecil.
c. Penonjolan jaringan limfoid lumen apendiks
d. Anomali katup dasar usus buntu.

2.1.3 Patofisiologis
Kotoran atau feses dapat menyumbat lumen sehingga
menyebabkan radang usus buntu (Bessoff & Forrester, 2020).
Hipotesis ini sesuai dengan temuan epidemiologi yang
menunjukkan bahwa radang usus buntu berhubungan dengan
buruknya asupan serat. Apendisitis dimulai dengan iritasi
mukosa. Peradangan ini menyebar ke lapisan submukosa
dan otot serta serosa (peritoneum). Peritonitis lokal terjadi
akibat pembentukan cairan eksudat fibrinopurulen pada
permukaan serosa dan menyebar ke usus atau dinding perut.
Mukosa kelenjar nekrotik terkelupas ke dalam lumen,
yang berisi nanah. Usus buntu tanpa aliran darah menjadi
nekrotik atau gangren ketika arteri mengalami trombosis.
Segera, perforasi akan meluas ke peritoneum. Jika omentum
menutupi lubang tersebut, maka akan terbentuk abses.

2.1.4 Manifestasi Klinis


1. Biasanya demam ringan dan nyeri kuadran kanan bawah
2. Muntah mual
3. Anoreksia, malaise
4. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
5. Spasme otot
6. Konstipasi, diare
2.1.5 Pathway

Appendicitis

operasi

Post op Laparatomi

Luka Insisi Anestesi

Peristaltik usus
Kerusakan Pintu Masuk

Distensi Abdomen
Ujung Syaraf Resiko Infeksi

Mual Muntah
Pelepasan Prostgladin

Risiko Hipovolumia
Spinal Cord

Cortex Serebri Nyeri

Nyeri Akut Gangguan mobilitas Fisik


2.1.6 Penatalaksanaan Medis
Perawatan radang usus buntu pasca operasi memerlukan pemantauan
tanda-tanda vital untuk pendarahan internal, syok, hipertermia, dan masalah
pernapasan. Klien berbaring telentang. Pelanggan dalam keadaan baik jika
tidak terjadi gangguan dalam waktu 12 jam. Puasa dilanjutkan sampai
fungsi usus membaik.
Pada fase lanjutan dari Appendisitis yang sudah memberat dan tidak
ditangani dalam waktu lama biasanya akan menyebabkan perforasi
appendiks merupakan apendiks gangren yang pecah akibatnya nanah
memasuki usus, mengakibatkan peritonitis yang luas. Fase ini, laparotomi,
yaitu teknik bedah yang mencakup sayatan pada dinding perut hingga ke
rongga perut, sering dilakukan untuk menentukan asal mula
ketidaknyamanan perut. (Fugazzola et al., 2020).

2.1.7 Komplikasi
1. Perforasi apendiks
Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, jadi amati dengan
cermat. Gejala perforasi diantaranya leukositosis, malaise, demam, ileus,
abses lokal ataupun kuadran kanan dinding perut terjadi spasme otot,
nyeri meningkat. Diagnosis pasti jika klien mengalami perforasi dengan
peritonitis generalisata atau perkembangan abses sejak kedatangannya.
2. Peritonitis
Pembedahan untuk menutup lubang mengobati peritonitis umum.
Tumor di kuadran kanan bawah menonjol ke arah rektum atau vagina
jika terjadi abses usus buntu.

3. Dehidrasi
4. Sepsis
5. Elektrolit drah tidak seimbang

6. Pneumoni (Bom et al., 2021)

2.2 Konsep Laparatomi


2.2.1 Pengertian Laparatomi
Laparotomi merupakan operasi signifikan mencakup sayatan dinding
perut untuk mengangkat organ yang sakit. Laparotomi dilakukan untuk
radang usus buntu, perforasi, hernia inguinalis, kanker lambung, usus besar,
dan rektum, penyumbatan usus, radang usus kronis, kolesistitis, dan
peritonitis (Cherif et al., 2023). Dokter mendiagnosis dan melaporkan
laparotomi sebagai sayatan perut. Laparotomi membuka lapisan perut
(Bosley et al., 2023). Bedah laparotomi adalah metode sayatan perut yang
digunakan dalam bedah pencernaan dan kebidanan (Cherif et al., 2023).
Laparotomi digunakan untuk herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepatoektomi, splenotomi, operasi usus buntu,
hemoroidektomi, dan fistulotomi. Laparotomi digunakan untuk operasi
rahim, tuba falopi, dan ovarium, termasuk histerektomi, eksenterasi
panggul, dan mutualo-koforektomi bilateral (Iacobellis et al., 2016).

2.2.2 Jenis Sayatan pada Laparatomi


Terdapat 4 jenis sayatan operasi laparatomi (Coletta et al., 2016):
1. Potongan garis tengah
Sayatan di tengah perut atau sejajar dengan umbilikus.

2. Paramedian
Sayatan perut, ± 2,5 cm dari garis tengah dan panjang ± 12,5 cm.
3. Sayatan transversal pada perut bagian atas.
Terutama sayatan sisi atas seperti kolesistotomi dan splenektomi.
4. Sayatan melintang di perut bagian bawah.
Sayatan melintang bawah dibuat ± 4 cm di atas tulang belakang iliaka
anterior, sering kali dilakukan selama operasi usus buntu.

2.2.3 Jenis Laparatomi


Jenis pembedahan yang dilakukan dengan laparatomi (Coletta et
al., 2016), yaitu:
1. Apendiktomi
Pembedahan untuk mengangkat apendiks yang mengalami
peradangan atau infeksi, jika dilakukan segera dapat mengurangi
risiko perforasi. Operasi usus buntu dapat dilakukan secara laparoskopi
atau dengan anestesi umum atau tulang belakang dengan sayatan perut
bagian bawah.
2. Sectio Caesarea
Operasi caesar melibatkan pemotongan dinding rahim untuk
melahirkan janin (Zhu et al., 2019). Section caesarea dapat dibagi
menjadi dua tipe, yaitu section caesarea ismika ataupun serviks rendah
dengan sayatan segmen bawah rahim dan tradisional ataupun korporal
dengan sayatan korpus uterus memanjang.

3. Herniotomi
Kantung hernia dibebaskan sampai ke leher, kantong dibuka, dan
diperiksa isinya. Jika adhesi kendor, dilakukan reposisi. Kantong hernia
dijait dan ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
4. Gastrektomi
Pembedahan pada tukak peptik akibat perforasi atau perdarahan
dengan tujuan mengurangi sekresi dari asam lambung.
5. Splenoktomi
Pemotongan pada limpa akibat trauma tumpul maupun trauma
tajam jika kerusakan tidak tertangani dengan splenografi.
6. Hemoroidektomi
Hemoroidektomi adalah pemotongan pada bagian hemoroid,
diindikasikan guna wasir internal serta eksternal tingkat 4, atau wasir
stadium apa pun yang saat di obati secara medis tidak responsif.
2.2.4 Indikasi Laparatomi
Indikasi seseorang akan dilakukan tindakan pembedahan laparatomi
adalah (Morris et al., 2023):
1. Trauma tajam pada perut/pecahnya hati
2. Peritonitis
3. Pendarahan internal pada sistem pencernaan
4. Penyumbatan usus kecil dan besar
5. Massa perut
Selain itu, bagian kebidanan dan ginekologi sering melakukan
laparotomi seperti operasi caesar.

2.2.5 Komplikasi Laparatomi


Ventilasi paru-paru yang buruk, penyakit kardiovaskular (hipertensi,
aritmia jantung), masalah keseimbangan cairan dan elektrolit, dan nyeri
merupakan komplikasi laparotomi yang umum (Bosley et al., 2023).
Sementara menurut Jitowiyono 2012, komplikasi nyeri adalah sebagai
berikut:
1. Tromboplebhitis
Tromboplebitis post operasi biasanya akan timbul pada hari
ke 7-14 setelah dilakukan operasi. Jika darah terpisah dari dinding
vena dan memasuki sirkulasi, hal ini dapat menyebabkan emboli pada
paru-paru, hati, atau otak. Ambulasi dini dan latihan kaki pasca operasi
membantu mencegah tromboflebitis (Kaneko et al., 2021).
2. Infeksi luka
Infeksi luka operasi biasanya terjadi 36–46 jam setelahnya. Bakteri
menyebabkan infeksi. Bakteri gram positif dan staphylococcus aurens
menyebabkan infeksi. Stafilokokus juga menyebabkan nanah. Yang
paling penting dilakukan untuk menghindari terinfeksinya luka tersebut
adalah perawatan luka yang benar dengan menggunakan aseptik dan
antiseptik (Morris et al., 2023).
3. Dehidensi luka atau eviserasi
Tepi luka terbuka setelah dehidrasi. Organ dalam keluar melalui
sayatan selama pengeluaran isi luka. Infeksi, penutupan luka yang tidak
tepat setelah operasi, dan tekanan pada dinding perut akibat muntah dan

batuk dapat menyebabkan luka pecah atau keluarnya isi perut (Zhu
et al., 2019).
4. Cedera Saraf
Cedera pada dinding abdomen dapat menimbulkan nyeri
kronik, kehilangan sensasi atau kelemahan pada bagian dinding otot.
Cedera dapat terjadi ketika saraf terpotong saat insisi, terjerat dengan
sutura saat penutupan atau tertekan atau teregang dengan instrument
bedah (Munasinghe et al., 2022).

2.2.6 Penatalaksanaan Post Operasi Laparatomi


Pasien laparotomi mendapatkan perawatan pasca operasi. Perawatan
pasca laparotomi bertujuan untuk mengurangi komplikasi, mempercepat
penyembuhan, mengembalikan fungsi pasien atau memenuhi kebutuhannya
semaksimal mungkin, mempertahankan konsep diri, mempersiapkan pasien
untuk keluar, dan memulihkan fungsi fisik. Pasien memerlukan pernapasan
dalam, batuk, dan gerakan awal (Nguyen & Lotfollahzadeh, 2023).
Berkomunikasi dengan pasien dengan prinsip komunikasi terapeutik
untuk mengurangi kecemasan dan mengajarkan teknik non farmaologis
untuk mengurangi nyeri pasien merupakan hal yang perlu dilakukan
perawat post operasi (Coletta et al., 2016).

2.2.7 Dampak Laparatomi


Pada bedah laparatomi terdapat beberapa jenis sayatan tergantung
dari indikasi dan area operasi. Dimana luka dari pembedahan (insisi)
tersebut juga berpengaruh terhadap timbulnya nyeri. Pada luka operasi
dengan insisi subcostal, tingkat nyeri yang dirasakn lebih rendah dibanding
dengan luka operasi dengan insisi midline. Sementara pada insisi arah
transversal akan menyebabkan rusaknya saraf intercostalis minimal
(Suzuki et al., 2022). Nyeri post operasi laparatomi tersebut merupakan
nyeri noniseptif perifer yang timbul karena adanya stimulus yang mengenai
kulit, otot, jaringan ikat, dan lain-lain (Bessoff & Forrester, 2020).

2.3 Konsep Teori Asuhan Keperawatan

a) PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer (Primary Suervey)
A : Airway (Jalan Nafas) + Kontrol Servikal
1. Pasien terpasang intubasi
2. Terdapat secret/sputum di paru-paru
3. Suara nafas tidak normal seperti gurgling, snoring
B : Breathing (Pernafasan)
1. Observasi adanya pernafasan efektif
2. Periksa warna kulit
3. Identifikasi pola pernafasan tidak normal
4. Observasi adanya penggunaan otot bantu nafas

C : Circulation (Sirkulasi)
1. Observasi denyut nadi, kualitas dan karakternya
2. Observasi adanya gangguan irama jantung
3. Observasi pengisian kapiler, warna kulit dan suhu tubuh
D : Disability (Susunan Saraf Pusat)
1. Tingkat kesadaran pasien menurun
2. Cek respon pupil pasien
3. Observasi sistem neurologi menurun
E : Exposure (Kontrol Lingkungan)
Buka baju penderita lihat kemungkinan cedera yang timbul tetapi cegah
hipotermi/kedinginan
b. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan- keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara head to toe dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1. Kepala : terdapatnya perdarahan, sakit kepala,
wajah tidak simetris
2. Mata : perubahan pupil/penglihatan kabur,
diplopia, fotophobia, kehilangan
sebagian lapang pandang
3. Telinga : kesulitan mendengar
4. Hidung : kesulitan mencium bau
5. Mulut dan : kesulitan mengecap, kesulitan
Tenggorokan mencerna/menelan makanan,
6. Paru-paru - Perubahan pola napas (apnea yang
diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi stridor, tersedak
- Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi
nafas
- Ronki, mengi positif
7. Jantung - Perubahan tekanan darah
(menurun/meningkat
- Denyut nadi (bradikardi, tachi kardi,
irama tidak teratur)
- TD naik, TIK naik
8. Abdomen : Penurunan peristaltic usus
9. Muskuloskletal : hemiparesis/kelemahan salah satu sisi
tubuh, tidak mampu
mandi/mengenakan pakaian/makan/ke
toilet secara mandiri, dan kekuatan otot
menurun
10. Integumen : kulit tampak picat, turgor kulit buruk
jika kekurangan cairan
11. Genetalia dan : inkotinensia urin sementara karena
Anus konfusi, ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural,
terkadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang

b) DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas

2. Gangguan pertukaran gas d.d ketidaksimbangan ventilasi perfusi

3. Resiko infeksi d.d efek prosedr invasif

4. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis. prosedur operasi)

5. Resiko hypovolemia d.d efek agen farmakologis

6. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot


c) INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Rencana Keperawatan (SIKI)


Keperawatan
(SDKI)
1. Bersihan jalan nafas Bersihan Jalan Nafas (L.01001) Penghisapan jalan nafas (I.01020)
tidak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
dibuktikan dengan selama ..., maka diharapkan bersihan jalan - Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan
sekresi yang tetahan nafas meningkat dengan kriteria hasil:
- Auskultasi suara napas sebelum dan setelah dilakukan penghisapan
ditandai dengan 1. Produksi sputum menurun
(D.0149) - Monitor status oksigenasi (Sao, dan SvO₂), status neurologis (status mental, tekanan
2. Mengi menurun intrakranial, tekanan perfusi serebral) dan status hemodinamik (MAP dan irama
3. Wheezing menurun jantung) sebelum, selama dan setelah tindakan
- Monitor dan catat wama, jumlah dan konsistensi sekret
Terapeutik
- Gunakan teknik aseptik (mis. gunakan sarung tangan, kaca mata atau masker, jika perlu)
- Gunakan prosedural steril dan disposibel
- Gunakan teknik penghisapan tertutup, sesuai indikasi
- Pilih ukuran kateter suction yang menutupi tidak lebih dari setengah diameter ETT
Lakukan penghisapan mulut, nasofaring, trakea dan/atau endotracheal tube (ETT)
- Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi (100%) paling sedikit 30 detik sebelum dan
setelah tindakan
- Lakukan pengisapan lebih dari 15 detik
- Lakukan pengisapan ETT dengan tekanan rendah (80-120 mmHg)
- Lakukan penghisapan hanya di sepanjang ETT untuk meminimalkan invasif
- Hentikan pengisapan dan berikan terapi oksigen jika mengalami kondisi-kondisi seperti
bradikardi, penurunan saturasi
- Lakukan kultur dan uji sensitifitas sekret, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan melakukan teknik napas dalam, sebelum melakukan penghisapan di
nasothacheal
- Anjurkan bermapas dalam dan pelan selama insersi kateter suction
2. Gangguan Respons Ventilasi Mekanik Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013)
2. pertukaran gas (L.01005) Observasi
dibuktikan dengan Setelah dilakukan intervensi - Periksa indikasi ventilator mekanik (mis. kelelahan otot napas, disfungsi neurologis,
ketidakseimbangan keperawatan selama ..., asidosis respiratorik)
ventilasi-perfusi maka diharapkan respons
- Monitor efek ventilator terhadap status oksigenasi (mis. bunyi paru, X ray paru, AGD,
ditandai dengan ventilasi mekanik
SaO, SVO₂, ETCO₂, respon subyektif pasien)
(D.0003) meningkat dengan
kriteria hasil: - Monitor kriteria perlunya penyapihan ventilator
1. FiO2 memenuhi kebutuhan - Monitor efek negatif ventilator (mis. deviasi trakea, barotrauma, volutrauma, penurunan
meniingkat curah jantung, distensi gaster, emfisema subkutan) peningkatan pernapasan (mis.
2. Tingkat kesadaran meningkat peningkatan denyut jantung atau pernapasan
3. Sturasi oksigen meningkat - Monitor gejala peningkatan tekanan darah, diaforesis, perubahan status mental)
4. Sekresi jalan nafas menurun
5. Suara nafas tambahan menurun
- Monitor kondisi yang meningkatkan konsumsi oksigen (mis. demam, menggigil, kejang,
dan nyeri)
- Monitor gangguan mokusa oral, nasal, trakea dan laring
Terapeutik
- Atur posisi kepala 45-60° untuk mencegah aspirasi Reposisi pasien setiap 2 jam, jika
perlu
- Lakukan perawatan mulut secara rutin, termasuk sikat gigi setiap 12 jam
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir sesuai kebututan
- Ganti sirkuit ventilator setiap 24 jam atau sesuai protokol
- Siapkan bag-valve mask di samping tempat tidur untuk antisipasi malfungsi mesin
- Berikan media untuk berkomunikasi (mis. kertas, pulpen)
- Dokumentasikan respon terhadap ventilator
Kolaborasi
- Kolaborasi pemilihan mode ventilator (mis, kontrol volume, kontrol tekanan atau
gabungan)
- Kolaborasi pemberian agen pelumpuh otot, sedatif, analgesik, sesuai kebutuhan
- Kolaborasi penggunaan PS atau PEEP untuk meminimalkan hipoventilasi alveolus.

3. 3. Resiko infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) Perawatan Selang (I.14568)


ditandai dengan Setelah dilakukan intervensi Observasi
(D.0142) keperawatan selama ...., - Identifikasi indikasi dilakukan pemasangan selang
maka diharapkan
- Monitor kepatenan selang
mobilitas fisik meningkat
dengan kriteria hasil : - Monitor jumlah, warna, dan konsistensi drainase selang
(L.05042) - Monior kulit disekitar iinsersi selang (mis. Kemerahan dan kerusakan kulit)
1. Demam menurun
2. Kemerahan menurun Terapeutik
3. Nyeri menurun - Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah perawatan selang
4. Bengkak menurun
- Berikan selang yang cukup panjang untuk memaksimalkan mobilisasi
- Kosongkan kantung penampung sesuai indikasi
- Sambungkan selang dengan alat penghisap, jika perlu
- Ganti selang secara rutin sesuai indikasi
- Lakukan perawatan kulit pada daerah insersi selang
- Motivasi pningkatan aktivitas fisik secara berahap
- Klem selang saat mobilisasi
- Berikan dukungan emosional

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan selang
- Ajarkan cara perawatan selang
- Ajarkan cara mengenali tanda-tanda infeksi
4. Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan Setelah dilakukan intervensi Observasi
dengan agen keperawatan selama ...., - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kulaitas nyeri, intensitas
pencedera fisik maka diharapkan nyeri, skala nyeri.
(Prosedur oprasi). menurun dengan kriteria - Identifikasi respon nyeri non-verbal.
(D.0077) hasil: - Identivikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri.
1. Keluhan nyeri menurun.
2. Meringis menurun.
3. Sikap protektif menurun. Terapeutik
4. Gelisah menurun. - Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
5. Frekuensi nadi membaik. - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri.
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
- Jelaskan strategi meredakan nyeri.
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik bila perlu.
5. Risiko hipovolemia Status cairan (L.0328) Manajemen hypovolemia (I.03116)
ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
efek agen keperawatan selama ...., - Periksa tanda dan gejala hipovolemia.
farmakologis maka diharapkan - Monitor intake dan output cairan.
(D.0034) status cairan membaik Terapeutik
dengan kriteria hasil: - Berikan asupan cairan oral.
1. Kekuatan nadi meningkat. Edukasi
2. Membrane mukosa lembab - Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
3. Frekuensi nadi membaik. - Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak.
4. Tekanan darah membaik. Kolaborasi
5. Turgor kulit membaik - Kolaborasi peberian cairan IV.
6. Gangguan Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan mobilisasi (I.05173)
Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan Observasi
(D.0054) keperawatan selama ...., - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
maka diharapkan - Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi.
mobilitas fisik membaik Terapeutik
dengan kriteria hasil: - Fasilitasi melakukan pergerakan, bila perlu
1. Pergerakan ekstremitas - Libatkan keluarga untuk membantu pasien.
meningkat Edukasi
2. Kekuatan otot meningkat - Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
3. Nyeri menurun - Anjurkan melakukan mobilisasi dini
4. Kecemasan menurun
5. Kelemahan fisik menurun
d) IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tindakan yang telah direncanakan dalam rencana
keperawatan, tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi, pelaksanaan keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya dan perencanaan ini disesuaikan dengan masalah yang
terjadi. Dalam pelaksanaan keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu tindakan
mandiri, tindakan observasi, tindakan health education, tindakan kolaborasi (Tarwoto
& Wartonah, 2010).

e) EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan menggunakan teknik S.O.A.P pada klien dengan
tuberculosis paru bila menemukan masalah baru menggunakan S.O.A.P.I.E.R evaluasi
meliputi evaluai / catatan perkembangan yang dialami oleh klien setelah diberikan
implementasi keperawatan (Mitayani, 2013).
BAB III
TINJAUAN KASUS

f) PENGKAJIAN
I. DATA DEMOGRAFI
Nama Initial : TN. J
Tempat/Tanggal Lahir : Pincuran Puti/1 Januari 1959
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jalan Birugo Indah, Aur Birugo 13
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Minang
Tanggal Masuk RS : 19-04-2024
Tanggal Pengkajian : 23-04-2024
Sumber Informasi : Istri
Keluarga terdekat yang dapat dihubungi
Nama : Ny. Y
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jalan Birugo Indah, Aur Birugo 13

II. STATUS KESEHATAN SAAT INI


Alasan/Keluhan : Penurunan kesadaran post op laparascopy
Faktor Pencetus : Keluarga mengatakan pasien nyeri perut, kembung, BAB
hitam, pasien pernah dirawat di rumah sakit Yarsi seminggu
yang lalu dan lalu keluarga langsung membawa pasien ke
RSAM.
Lamanya Keluhan : Pasien sudah menjakani hari rawatan yang ke 7 hari
Faktor yang Memperberat : Keterlambatan bagi keluarga untuk membawa pasien
ke pelayanan kesehatan
Upaya yang Dilakukan Untuk Mengatasi : Keluarga mengatakan pasien tidak ada
mengalami penurunan kesadaran, saat itulah keluarga baru
membawa pasien ke rumah sakit
Diagnosa Medis : Post Laparascopy Appendectomy + ADHE Siolisis A/I
Appendisitis + ADHESI Intestinal (POD 1) Tanggal : 24-04-2024

III. PENGKAJIAN PRIMER


1) A : Airway (Jalan Nafas) + Kontrol Servikal
1. Pasien terpasang ETT
2. Terdapat secret pada mulut dan trakeostomi
3. Terdapat bunyi nafas tambahan ronkhi
Masalah Keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif

2) B : Breathing (Pernafasan)
1. RR pasien : 14x/mnt
2. Pasien terpasang Ventilator
3. Bunyi nafas ronkhi
Masalah Keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif

3) C : Circulation (Sirkulasi)
1. Tekanan darah : 117/79 mmHg
2. Nadi : 59 x/mnt
3. SpO2 : 95%
4. CRT : < 3 detik
5. Akral : Hangat
6. Turgor : sedang
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

4) D : Disability (Susunan Saraf Pusat)


1. GCS E0M0V0
2. Pupil : an isokor
3. Reflek cahaya : +/+

5) E :Exposure (Kontrol Lingkungan)


1. Tidak terdapat deformitas
2. Tidak terdapat krepitasi
3. Tidak terdapat laserasi
6) F : Foley Cateter
1. Pasien tampak terpasang kateter dengan ukuran 14-16 FR

7) G : Gastic Tube
1. Pasien tampak tidak terpasang NGT

8) H : Heart Monitor

IV. PENGKAJIAN SEKUNDER

Kepala
Inspeksi/Palpasi : kepala gundul dan bulat
Keluhan : tidak ada
Mata : Pupil an isokor, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis, ukuran pupil 2 mm kanan dan kiri, tidak ada
edema pada palpebral
Keluhan : tidak ada
Telinga : Tidak ada kelainan pada telinga, tidak tampak adanya
serumen maupun darah
Keluhan : Pasien belum sadar penuh, namun saat di panggil pasien
menunjukkan adanya respon
Hidung : tidak tampak pernafasan cuping hidung, tidak ada
pendarahan serta pembengkakan,
Keluhan : Tidak ada keluhan
Mulut dan : Bibir tampak pucat namun tidak sianosis, mukosa bibir
Tenggorokan kering, adanya penumpukan sekret di mulut
Leher : tidak ada pembengkakan kelenjer tiroid
Inspeksi/Palpasi : adanya penumpukan sekret di tenggorokkan, tidak
Nampak adanya pembesaran kelenjer tiroid, nadi karotis
teraba
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dada tampak simentris, tidak terdapat jejas,
luka, maupun lesi, ada penggunaan otot bantu
pernafasan, terdapat secret pada jalan nafas
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4-5, tidak teraba adanya
krepitasi, tidak terdapat edema
Perkusi : Sonor pada paru dan redup pada jantung
Auskultasi Paru : Vesikuler dan terdapat bunyi nafas tambahan yaitu ronkhi
Auskultasi Jantung : Bunyi S1 lup dan S2 dub, tidak ada bunyi tambahan pada
jantung
Pola Ventilator : Pasien terpasang ventilator
Deskripsi Ventilator : - mode ventilator/ terapi O2 : VC-SIM V
- FiO2 : 100%
- PC/PS : 12
- PEEP : 10
- VTi/VTe : 400
- Minute Volume : 6,31
- RR pasien/ senting vent : 12

Gambaran EKG : Sinus ritme (SR)


Sirkulasi
Frekuensi Nadi : 59 x/mnt
Tekanan Darah : 117/79 mmHg
Suhu : 36,50C
SpO2 : 95%
MAP : 100 mmHg
Sianosis : kulit tampak tidak ada sianosis
Pucat : kulit tampak pucat
Turgor : < 3 detik
Abdomen
Inspeksi : Tidak terdapat lesi, lebam, dan luka pada permukaan
abdomen, asites tidak ada, tidak terdapat massa, tidak
ada distensi
Auskultasi : Peristaltik usus redup
Palpasi : Tidak terdapat pembesaran hati, tidak terdapat distensi
abdomen
Perkusi : Timpani
Jenis Diet : MC 6x25 cc
Nafsu Makan : pasien belum boleh makan (puasa)
Frekuensi BAB : 1 x sehari
Konsistensi Feses : padat
Frekuensi BAK : Pasien terpasang Kateter
Volume Urin : 0 cc
Hematuri : Tidak tampak adanya hematuri
Keluhan BAK : Pasien terpasang kateter
Perdarahan : Tidak ada tampak perdarahan pervaginam
Pervaginam
Ekstremitas : Tidak ada edema, tidak ada deformitas, tidak ada
krepitasi, kekuatan otot 333 333
333 333

V. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU

Penyakit yang Pernah Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit


Dialami ileus obstruksi

Alergi Keluarga mengatakan pasien tidak ada memiliki alergi


makanan, minuman, maupun obat-obatan
Kebiasaan Keluarga mengatakan pasien ada memiliki kebiasaan
(Merokok/Kopi/Alk merokok/mengkonsumsi kopi dan tidak mengonsumsi
ohol/lain-lain) alcohol
Obat-Obatan yang Keluarga mengatakan pasien hanya mengkonsumsi obat-
Sering Digunakan obatan rumah sakit
Pola Nutrisi
Berat Badan : 60 kg
Tinggi badan : 170cm
Frekuensi Makan : pasien di puasakan
Jenis Makanan : pasien meminum susu
Makanan yang Disukai : sate
Makanan yang Tidak : ikan asin
Disukai
Nafsu Makan Dalam 6 Keluarga mengatakan pasien tidak ada mengalami
Bulan Terakhir penurunan nafsu makan dalam 6 bulan terakhir
Perubahan Berat Badan : keluarga mengatakan pasien tidak ada mengalami
6 Bulan Terakhir penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir
Pola Eliminasi
Buang Air Besar
Frekuensi : 1-2x sehari
Waktu : tidak menentu
Warna : hitam
Konsistensi : padat
Kesulitan : tidak ada kesulitan bab

Buang Air Kecil


Frekuensi : 6-7x sehari
Warna : kuning jernih
Kesulitan : tidak ada kesulitan dalam bak
Pola Tidur dan
Istirahat
Lama Tidur : 8jam/hari
Waktu : mulai jam 22.00-06.00 wib
Kesulitan dalam Hal : tidak ada kesulitan
Tidur
Pola Aktivitas dan
Latihan
Kegiatan dalam
Pekerjaan : pasien sehari-hari berjualan di pasar
Olah Raga Rutin (Jenis
dan Frekuensi) : keluarga mengatakan pasien tidak ada melakukan
Kegiatan di Waktu olahraga
Luang
Keluhan dalam : menonton tv
Beraktivitas
: tidak ada keluhan
Pola Bekerja
Jenis Pekerjaan : pedagang
Lama Bekerja : ± 40 tahun
Jadwal Kerja : pagi-sore
Jumlah Jam Kerja : 12 jam

VI. RIWAYAT KELUARGA

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

VII. DATA LABORATORIUM

Tanggal Nama Hasil Satuan Nilai


Pemeriksaan Normal
Hematologi
23-04-2024 HGB 14,3 g/dL 13,0-16,0
RBC 4,75 106/Ul 4,5-5,5
HCT 42,5 % 42,0-52,0
WBC 14,31 103/uL 5,0-10,0
PLT 247 103/uL 150-450
Kimia Klinik
23-04-2024 Kalium 3,84 mEq/l 3,5-5,5
Natrium 140,0 mEq/l 135-147
Khlorida 113,1 mEq/l 100-106
Analisis Gas Darah
23-04-2024 PH 7,345
PCO2 53,1 mmHg
PO2 102,1 mmHg
SO2 97,5 %
HCO3 29,6 mmol/L

VIII. PENGOBATAN

Nama Obat Fungsi Obat


RL Cairan infus ringer laktat digunakan
untuk menggantikan cairan yang hilang dan untuk
membantu prosedur intravena tertentu
Tromadol 1:2 Obat untuk mengatasi nyeri yang bersifat sedang hingga
berat.
Ceftriaxone 2x1 Obat untuk mengatasi penyakit akibat infeksi bakteri,
seperti gonore, meningitis, otitis media, sifilis, dan
penyakit Lyme.
Ranitidine 2x1 Untuk mengobati tukak lambung dan usus serta
mencegahnya datang kembali setelah sembuh.
Katerolac 3x1mg Obat ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang dan
berat
Ventolin 3x1mg Obat ini digunakan untuk melemaskan otot-otot
disaluran udara dan meningkatkan aliran udara ke paru-
paru
Lasix 1amp Obat ini digunakan untuk mengobati penumpukan
cairan karena gagal jantung, jaringan parut hati, atau
penyakit ginjal
ANALISA DATA

NO. DATA MASALAH ETIOLOGI


1. DS : - Bersihan jalan nafas Spasme jalan
DO : tidak efektif nafas
- Pasien masih mengalami
penurunan kesadaran koma
dengan GCS EMV
- Terpasang ventilator mode
VC-SIM V Fio2 100%,
PEEP : 10, PS : 12, RR : 12,
VT : 400
- Masih tampak adanya
penumpukan secret di mulut
dan pada pasien
- Bunyi nafas pada pasien
ronchi
- MAP :
- TTV
TD :117/79 mmHg
N : 59 x/i
S : 36,5 °C
P : 18 x/i

2. DS : - Gangguan pertukaran Ketidakseimbangan


DO : gas ventilasi-perfusi
- Pasien masih mengalami
penurunan kesadaran koma
dengan GCS EMV
- Terpasang ventilator mode
VC-SIM V Fio2 100%,
PEEP : 10, PS : 12, RR : 12,
VT : 400
- Pasien tampak pucat
- Bunyi nafas ronkhi
- SPO2 : 95 %
- Hasil AGD
 PH : 7.345
 PCO2 : 53.1 mmHg
 PO2 : 102,1 mmHg
3. DS : - Resiko infeksi Efek prosedur
DO : invasif
- Pasien tampak terpasang
ETT
- Terdapat luka insisi post
operasi di abdomen
- Pasien tampak menghindari
luka insisi
- S : 36,5 °C

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif dibuktikan dengan sekresi yang tetahan ditandai
dengan (D.0149)
2. Gangguan pertukaran gas dibuktikan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
ditandai dengan (D.0003)
3. Resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif (D.0142)
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Rencana Keperawatan (SIKI)


Keperawatan
(SDKI)
1. Bersihan jalan nafas Bersihan Jalan Nafas (L.01001) Penghisapan jalan nafas (I.01020)
tidak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi
dibuktikan dengan selama ..., maka diharapkan bersihan jalan - Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan
sekresi yang tetahan nafas meningkat dengan kriteria hasil:
- Auskultasi suara napas sebelum dan setelah dilakukan penghisapan
ditandai dengan 4. Produksi sputum menurun
(D.0149) - Monitor status oksigenasi (Sao, dan SvO₂), status neurologis (status mental,
5. Mengi menurun tekanan intrakranial, tekanan perfusi serebral) dan status hemodinamik
6. Wheezing menurun (MAP dan irama jantung) sebelum, selama dan setelah tindakan
- Monitor dan catat wama, jumlah dan konsistensi sekret
Terapeutik
- Gunakan teknik aseptik (mis. gunakan sarung tangan, kaca mata atau masker,
jika perlu)
- Gunakan prosedural steril dan disposibel
- Gunakan teknik penghisapan tertutup, sesuai indikasi
- Pilih ukuran kateter suction yang menutupi tidak lebih dari setengah diameter
ETT Lakukan penghisapan mulut, nasofaring, trakea dan/atau endotracheal
tube (ETT)
- Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi (100%) paling sedikit 30 detik
sebelum dan setelah tindakan
- Lakukan pengisapan lebih dari 15 detik
- Lakukan pengisapan ETT dengan tekanan rendah (80-120 mmHg)
- Lakukan penghisapan hanya di sepanjang ETT untuk meminimalkan invasif
- Hentikan pengisapan dan berikan terapi oksigen jika mengalami kondisi-
kondisi seperti bradikardi, penurunan saturasi
- Lakukan kultur dan uji sensitifitas sekret, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan melakukan teknik napas dalam, sebelum melakukan penghisapan di
nasothacheal
- Anjurkan bermapas dalam dan pelan selama insersi kateter suction

2. Gangguan Respons Ventilasi Mekanik (L.01005) Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013)


pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi Observasi
dibuktikan dengan keperawatan selama ..., maka - Periksa indikasi ventilator mekanik (mis. kelelahan otot napas, disfungsi
ketidakseimbangan diharapkan respons ventilasi mekanik neurologis, asidosis respiratorik)
ventilasi-perfusi meningkat dengan kriteria hasil:
- Monitor efek ventilator terhadap status oksigenasi (mis. bunyi paru, X ray
ditandai dengan 6. FiO2 memenuhi kebutuhan
paru, AGD, SaO, SVO₂, ETCO₂, respon subyektif pasien)
(D.0003) meniingkat
7. Tingkat kesadaran meningkat - Monitor kriteria perlunya penyapihan ventilator
8. Sturasi oksigen meningkat - Monitor efek negatif ventilator (mis. deviasi trakea, barotrauma, volutrauma,
9. Sekresi jalan nafas menurun penurunan curah jantung, distensi gaster, emfisema subkutan) peningkatan
10. Suara nafas tambahan pernapasan (mis. peningkatan denyut jantung atau pernapasan
menurun - Monitor gejala peningkatan tekanan darah, diaforesis, perubahan status
mental)
- Monitor kondisi yang meningkatkan konsumsi oksigen (mis. demam,
menggigil, kejang, dan nyeri)
- Monitor gangguan mokusa oral, nasal, trakea dan laring
Terapeutik
- Atur posisi kepala 45-60° untuk mencegah aspirasi Reposisi pasien setiap 2
jam, jika perlu
- Lakukan perawatan mulut secara rutin, termasuk sikat gigi setiap 12 jam
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir sesuai kebututan
- Ganti sirkuit ventilator setiap 24 jam atau sesuai protokol
- Siapkan bag-valve mask di samping tempat tidur untuk antisipasi malfungsi
mesin
- Berikan media untuk berkomunikasi (mis. kertas, pulpen)
- Dokumentasikan respon terhadap ventilator
Kolaborasi
- Kolaborasi pemilihan mode ventilator (mis, kontrol volume, kontrol tekanan
atau gabungan)
- Kolaborasi pemberian agen pelumpuh otot, sedatif, analgesik, sesuai
kebutuhan
- Kolaborasi penggunaan PS atau PEEP untuk meminimalkan hipoventilasi
alveolus.

3. Resiko infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) Perawatan Selang (I.14568)


ditandai dengan Setelah dilakukan intervensi Observasi
(D.0142) keperawatan selama ...., maka - Identifikasi indikasi dilakukan pemasangan selang
diharapkan mobilitas fisik meningkat
- Monitor kepatenan selang
dengan kriteria hasil : (L.05042)
5. Demam menurun - Monitor jumlah, warna, dan konsistensi drainase selang
6. Kemerahan menurun - Monior kulit disekitar iinsersi selang (mis. Kemerahan dan kerusakan
7. Nyeri menurun kulit)
8. Bengkak menurun
Terapeutik
- Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah perawatan selang
- Berikan selang yang cukup panjang untuk memaksimalkan mobilisasi
- Kosongkan kantung penampung sesuai indikasi
- Sambungkan selang dengan alat penghisap, jika perlu
- Ganti selang secara rutin sesuai indikasi
- Lakukan perawatan kulit pada daerah insersi selang
- Motivasi pningkatan aktivitas fisik secara berahap
- Klem selang saat mobilisasi
- Berikan dukungan emosional
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan selang
- Ajarkan cara perawatan selang
- Ajarkan cara mengenali tanda-tanda infeksi
CATATAN PERKEMBANGAN

TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
23/04/2024 1. Bersihan jalan Penghisapan jalan nafas S:-
nafas tidak efektif (I.01020) O:
Observasi - Pasien masih mengalami penurunan kesadaran koma dengan GCS EMV
- Mengidentifikasi - Terpasang ventilator mode VC-SIM V Fio2 100%, PEEP : 10, PS : 12, RR : 12,
kebutuhan dilakukan VT : 400
penghisapan - Masih tampak adanya penumpukan secret di mulut dan pada pasien
- Mengauskultasi suara - Bunyi nafas pada pasien ronchi
napas sebelum dan - MAP : 100 mmHg
setelah dilakukan - TTV
penghisapan TD :117/79 mmHg
- Memonitor status N : 59 x/i
oksigenasi (Sao, dan S : 36,5 °C
SvO₂), status P : 18 x/i
neurologis (status A : Bersihan jalan nafas cukup menurun
mental, tekanan P : Intervensi penghisapan jalan nafas di lanjutkan
intrakranial, tekanan Observasi
perfusi serebral) dan - Mengidentifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan
status hemodinamik - Mengauskultasi suara napas sebelum dan setelah dilakukan penghisapan
(MAP dan irama - Memonitor status oksigenasi (Sao, dan SvO₂), status neurologis (status mental,
jantung) sebelum, tekanan intrakranial, tekanan perfusi serebral) dan status hemodinamik (MAP
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
selama dan setelah dan irama jantung) sebelum, selama dan setelah tindakan
tindakan - Memonitor dan catat wama, jumlah dan konsistensi sekret
- Memonitor dan catat Terapeutik
wama, jumlah dan - Memilih ukuran kateter suction yang menutupi tidak lebih dari setengah
konsistensi sekret diameter ETT Lakukan penghisapan mulut, nasofaring, trakea dan/atau
Terapeutik endotracheal tube (ETT)
- Memilih ukuran kateter - Memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi (100%) paling sedikit 30 detik
suction yang menutupi sebelum dan setelah tindakan
tidak lebih dari - Melakukan pengisapan lebih dari 15 detik
setengah diameter - Melakukan pengisapan ETT dengan tekanan rendah (80-120 mmHg)
ETT Lakukan - Melakukan penghisapan hanya di sepanjang ETT untuk meminimalkan invasif
penghisapan mulut, - Menghentikan pengisapan dan berikan terapi oksigen jika mengalami kondisi-
nasofaring, trakea kondisi seperti bradikardi, penurunan saturasi
dan/atau endotracheal
tube (ETT)
- Memberikan oksigen
dengan konsentrasi
tinggi (100%) paling
sedikit 30 detik
sebelum dan setelah
tindakan
- Melakukan pengisapan
lebih dari 15 detik
- Melakukan pengisapan
ETT dengan tekanan
rendah (80-120
mmHg)
- Melakukan
penghisapan hanya di
sepanjang ETT untuk
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
meminimalkan invasif
- Menghentikan
pengisapan dan
berikan terapi oksigen
jika mengalami
kondisi-kondisi
seperti bradikardi,
penurunan saturasi
23/04/2024 2. Gangguan pola Manajemen Ventilasi S:
nafas Mekanik (I.01013) O:
Observasi - Pasien masih mengalami penurunan kesadaran koma dengan GCS EMV
- Memeriksa indikasi - Terpasang ventilator mode VC-SIM V Fio2 100%, PEEP : 10, PS : 12, RR :
ventilator mekanik 12, VT : 400
(mis. kelelahan otot - Pasien tampak pucat
napas, disfungsi - Bunyi nafas ronkhi
neurologis, asidosis - SPO2 : 95 %
respiratorik) - Hasil AGD
- Memonitor efek  PH : 7.345
ventilator terhadap  PCO2 : 53.1 mmHg
status oksigenasi  PO2 : 102,1 mmHg
(mis. bunyi paru, X A : Gangguan pola nafas menurun
ray paru, AGD, P : Intervensi manajemen ventilasi mekanik dilanjutkan
SaO, SVO₂, Observasi
ETCO₂, respon - Memeriksa indikasi ventilator mekanik (mis. kelelahan otot napas, disfungsi
subyektif pasien) neurologis, asidosis respiratorik)
- Memonitor efek - Memonitor efek ventilator terhadap status oksigenasi (mis. bunyi paru, X ray
negatif ventilator paru, AGD, SaO, SVO₂, ETCO₂, respon subyektif pasien)
(mis. deviasi trakea, - Memonitor efek negatif ventilator (mis. deviasi trakea, barotrauma,
barotrauma, volutrauma, penurunan curah jantung, distensi gaster, emfisema subkutan)
volutrauma, peningkatan pernapasan (mis. peningkatan denyut jantung atau pernapasan
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
penurunan curah - Memonitor gejala peningkatan tekanan darah, diaforesis, perubahan status
jantung, distensi mental)
gaster, emfisema - Memonitor kondisi yang meningkatkan konsumsi oksigen (mis. demam,
subkutan) menggigil, kejang, dan nyeri)
peningkatan - Memonitor gangguan mokusa oral, nasal, trakea dan laring
pernapasan (mis. Terapeutik
peningkatan denyut - Mengatur posisi kepala 45-60° untuk mencegah aspirasi Reposisi pasien
jantung atau setiap 2 jam, jika perlu
pernapasan - Melakukan perawatan mulut secara rutin, termasuk sikat gigi setiap 12 jam
- Memonitor gejala - Melakukan penghisapan lendir sesuai kebututan
peningkatan tekanan - Mendokumentasikan respon terhadap ventilator
darah, diaforesis, Kolaborasi
perubahan status - Mengkolaborasi pemilihan mode ventilator (mis, kontrol volume, kontrol
mental) tekanan atau gabungan)
- Memonitor kondisi - Mengkolaborasi penggunaan PS atau PEEP untuk meminimalkan
yang meningkatkan hipoventilasi alveolus
konsumsi oksigen
(mis. demam,
menggigil, kejang,
dan nyeri)
- Memonitor
gangguan mokusa
oral, nasal, trakea
dan laring
Terapeutik
- Mengatur posisi
kepala 45-60° untuk
mencegah aspirasi
Reposisi pasien
setiap 2 jam, jika
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
perlu
- Melakukan
perawatan mulut
secara rutin,
termasuk sikat gigi
setiap 12 jam
- Melakukan
penghisapan lendir
sesuai kebututan
- Mendokumentasikan
respon terhadap
ventilator
Kolaborasi
- Mengkolaborasi
pemilihan mode
ventilator (mis,
kontrol volume,
kontrol tekanan atau
gabungan)
- Mengkolaborasi
penggunaan PS atau
PEEP untuk
meminimalkan
hipoventilasi
alveolus
23/04/2024 3. Risiko infeksi Perawatan Selang (I.14568)
Observasi
- Identifikasi indikasi
dilakukan pemasangan
selang
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
- Monitor kepatenan
selang
- Monitor jumlah, warna,
dan konsistensi
drainase selang
- Monior kulit disekitar
iinsersi selang (mis.
Kemerahan dan
kerusakan kulit)

Terapeutik
- Lakukan kebersihan
tangan sebelum dan
sesudah perawatan
selang
- Berikan selang yang
cukup panjang untuk
memaksimalkan
mobilisasi
- Kosongkan kantung
penampung sesuai
indikasi
- Sambungkan selang
dengan alat penghisap,
jika perlu
- Ganti selang secara
rutin sesuai indikasi
- Lakukan perawatan
kulit pada daerah
insersi selang
- Motivasi pningkatan
aktivitas fisik secara
berahap
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
- Klem selang saat
mobilisasi
- Berikan dukungan
emosional

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
selang
- Ajarkan cara perawatan
selang
Ajarkan cara mengenali tanda-
tanda infeksi

24/04/2024 1. Bersihan jalan nafas Penghisapan jalan nafas (I.01020) S:-


tidak efektif Observasi O:
- Mengidentifikasi kebutuhan dilakukan - Kesadaran apatis dengan GCS EMV
penghisapan - Terpasang ventilator mode VC-SIM V Fio2
- Mengauskultasi suara napas sebelum dan 80%, PEEP : 5, PS : 12, RR : 12, VT : 400
setelah dilakukan penghisapan - Masih tampak adanya penumpukan secret
- Memonitor status oksigenasi (Sao, dan di mulut dan pada pasien
SvO₂), status neurologis (status mental, - Bunyi nafas pada pasien ronchi
tekanan intrakranial, tekanan perfusi - MAP : 97 %
serebral) dan status hemodinamik (MAP - TTV
dan irama jantung) sebelum, selama dan TD :108/77 mmHg
setelah tindakan N : 76 x/i
- Memonitor dan catat wama, jumlah dan S : 36,3 °C
konsistensi sekret P : 14 x/i
Terapeutik A : Bersihan jalan nafas cukup menurun
- Memilih ukuran kateter suction yang P : Intervensi penghisapan jalan nafas di
menutupi tidak lebih dari setengah lanjutkan
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
diameter ETT Lakukan penghisapan Observasi
mulut, nasofaring, trakea dan/atau - Mengidentifikasi kebutuhan dilakukan
endotracheal tube (ETT) penghisapan
- Memberikan oksigen dengan konsentrasi - Mengauskultasi suara napas sebelum dan
tinggi (100%) paling sedikit 30 detik setelah dilakukan penghisapan
sebelum dan setelah tindakan - Memonitor status oksigenasi (Sao, dan
- Melakukan pengisapan lebih dari 15 detik SvO₂), status neurologis (status mental,
- Melakukan pengisapan ETT dengan tekanan intrakranial, tekanan perfusi
tekanan rendah (80-120 mmHg) serebral) dan status hemodinamik (MAP
- Melakukan penghisapan hanya di dan irama jantung) sebelum, selama dan
sepanjang ETT untuk meminimalkan setelah tindakan
invasif - Memonitor dan catat wama, jumlah dan
- Menghentikan pengisapan dan berikan konsistensi sekret
terapi oksigen jika mengalami kondisi- Terapeutik
kondisi seperti bradikardi, penurunan - Memilih ukuran kateter suction yang
saturasi menutupi tidak lebih dari setengah
diameter ETT Lakukan penghisapan
mulut, nasofaring, trakea dan/atau
endotracheal tube (ETT)
- Memberikan oksigen dengan konsentrasi
tinggi (100%) paling sedikit 30 detik
sebelum dan setelah tindakan
- Melakukan pengisapan lebih dari 15 detik
- Melakukan pengisapan ETT dengan
tekanan rendah (80-120 mmHg)
- Melakukan penghisapan hanya di
sepanjang ETT untuk meminimalkan
invasif
- Menghentikan pengisapan dan berikan
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
terapi oksigen jika mengalami kondisi-
kondisi seperti bradikardi, penurunan
saturasi
24/04/2024 2. Gangguan pola nafas Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013) S:
Observasi O:
- Memeriksa indikasi ventilator mekanik - Kesadaran apatis dengan GCS EMV
(mis. kelelahan otot napas, disfungsi - Terpasang ventilator mode VC-SIM
neurologis, asidosis respiratorik) V Fio2 80%, PEEP : 5, PS : 12, RR :
- Memonitor efek ventilator terhadap 12, VT : 400
status oksigenasi (mis. bunyi paru, X - Pasien tampak pucat
ray paru, AGD, SaO, SVO₂, ETCO₂, - Bunyi nafas ronkhi
respon subyektif pasien) - SPO2 : 93 %
- Memonitor efek negatif ventilator (mis. - Hasil AGD
deviasi trakea, barotrauma, volutrauma,  PH : 7,331
penurunan curah jantung, distensi  PCO2 : 42,5 mmHg
gaster, emfisema subkutan)  PO2 : 92,5 mmHg
peningkatan pernapasan (mis. A : Gangguan pola nafas meningkat
peningkatan denyut jantung atau P : Intervensi manajemen ventilasi mekanik
pernapasan dilanjutkan
- Memonitor gejala peningkatan tekanan Observasi
darah, diaforesis, perubahan status - Memeriksa indikasi ventilator mekanik
mental) (mis. kelelahan otot napas, disfungsi
- Memonitor kondisi yang meningkatkan neurologis, asidosis respiratorik)
konsumsi oksigen (mis. demam, - Memonitor efek ventilator terhadap
menggigil, kejang, dan nyeri) status oksigenasi (mis. bunyi paru, X ray
- Memonitor gangguan mokusa oral, paru, AGD, SaO, SVO₂, ETCO₂, respon
nasal, trakea dan laring subyektif pasien)
Terapeutik - Memonitor efek negatif ventilator (mis.
- Mengatur posisi kepala 45-60° untuk deviasi trakea, barotrauma, volutrauma,
mencegah aspirasi Reposisi pasien penurunan curah jantung, distensi gaster,
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
setiap 2 jam, jika perlu emfisema subkutan) peningkatan
- Melakukan perawatan mulut secara pernapasan (mis. peningkatan denyut
rutin, termasuk sikat gigi setiap 12 jam jantung atau pernapasan
- Melakukan penghisapan lendir sesuai - Memonitor gejala peningkatan tekanan
kebututan darah, diaforesis, perubahan status
- Mendokumentasikan respon terhadap mental)
ventilator - Memonitor kondisi yang meningkatkan
Kolaborasi konsumsi oksigen (mis. demam,
- Mengkolaborasi pemilihan mode menggigil, kejang, dan nyeri)
ventilator (mis, kontrol volume, kontrol - Memonitor gangguan mokusa oral,
tekanan atau gabungan) nasal, trakea dan laring
- Mengkolaborasi penggunaan PS atau Terapeutik
PEEP untuk meminimalkan - Mengatur posisi kepala 45-60° untuk
hipoventilasi alveolus mencegah aspirasi Reposisi pasien setiap
2 jam, jika perlu
- Melakukan perawatan mulut secara rutin,
termasuk sikat gigi setiap 12 jam
- Melakukan penghisapan lendir sesuai
kebututan
- Mendokumentasikan respon terhadap
ventilator
Kolaborasi
- Mengkolaborasi pemilihan mode
ventilator (mis, kontrol volume, kontrol
tekanan atau gabungan)
- Mengkolaborasi penggunaan PS atau
PEEP untuk meminimalkan hipoventilasi
alveolus
24/04/2024 3. Risiko infeksi Perawatan Selang (I.14568)
Observasi
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
- Identifikasi indikasi dilakukan
pemasangan selang
- Monitor kepatenan selang
- Monitor jumlah, warna, dan
konsistensi drainase selang
- Monior kulit disekitar iinsersi selang
(mis. Kemerahan dan kerusakan kulit)

Terapeutik
- Lakukan kebersihan tangan sebelum
dan sesudah perawatan selang
- Berikan selang yang cukup panjang
untuk memaksimalkan mobilisasi
- Kosongkan kantung penampung sesuai
indikasi
- Sambungkan selang dengan alat
penghisap, jika perlu
- Ganti selang secara rutin sesuai
indikasi
- Lakukan perawatan kulit pada daerah
insersi selang
- Motivasi pningkatan aktivitas fisik
secara berahap
- Klem selang saat mobilisasi
- Berikan dukungan emosional

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan selang
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
- Ajarkan cara perawatan selang
Ajarkan cara mengenali tanda-tanda infeksi

25/04/2024 1. Bersihan jalan nafas Penghisapan jalan nafas (I.01020) S : Pasien mengatakan dahak sudah mulai
tidak efektif Observasi berkuang
- Mengidentifikasi kebutuhan dilakukan O:
penghisapan - Kesadaran composmentis dengan GCS
- Mengauskultasi suara napas sebelum dan E4M6Vventilator
setelah dilakukan penghisapan - Terpasang ventilator mode SPN-CPAP,
- Memonitor status oksigenasi (Sao, dan Fio2 60%, PEEP : 7, PS : 10
SvO₂), status neurologis (status mental, - Sekret tampak berkurang
tekanan intrakranial, tekanan perfusi - Bunyi nafas vesikuler
serebral) dan status hemodinamik (MAP - MAP : 104 mmHg
dan irama jantung) sebelum, selama dan - TTV
setelah tindakan TD :130/86 mmHg
- Memonitor dan catat wama, jumlah dan N : 81 x/i
konsistensi sekret S : 36,7 °C
Terapeutik P : 15 x/i
- Memilih ukuran kateter suction yang A : Bersihan jalan nafas membaik
menutupi tidak lebih dari setengah P : Intervensi penghisapan jalan nafas di
diameter ETT Lakukan penghisapan lanjutkan dan pasien pindah keruangan HCU
mulut, nasofaring, trakea dan/atau bedah
endotracheal tube (ETT)
- Memberikan oksigen dengan konsentrasi
tinggi (100%) paling sedikit 30 detik
sebelum dan setelah tindakan
- Melakukan pengisapan lebih dari 15 detik
- Melakukan pengisapan ETT dengan
tekanan rendah (80-120 mmHg)
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
- Melakukan penghisapan hanya di
sepanjang ETT untuk meminimalkan
invasif
- Menghentikan pengisapan dan berikan
terapi oksigen jika mengalami kondisi-
kondisi seperti bradikardi, penurunan
saturasi
25/04/2024 2. Gangguan pola nafas Manajemen Ventilasi Mekanik (I.01013) S : Pasien mengatakan badan terasa lemas dan
Observasi nafas sedikit sesak
- Memeriksa indikasi ventilator mekanik O:
(mis. kelelahan otot napas, disfungsi - Kesadaran composmentis dengan GCS
neurologis, asidosis respiratorik) E4M6Vventilator
- Memonitor efek ventilator terhadap - Terpasang ventilator mode SPN-CPAP,
status oksigenasi (mis. bunyi paru, X Fio2 60%, PEEP : 7, PS : 10
ray paru, AGD, SaO, SVO₂, ETCO₂, - Pasien tampak mulai fresh
respon subyektif pasien) - Bunyi nafas vesikuler
- Memonitor efek negatif ventilator (mis. - SPO2 : 96 %
deviasi trakea, barotrauma, volutrauma, - Hasil AGD
penurunan curah jantung, distensi  PH : 7,425
gaster, emfisema subkutan)  PCO2 : 37,4 mmHg
peningkatan pernapasan (mis.  PO2 : 182,6 mmHg
peningkatan denyut jantung atau A : Gangguan pola nafas membaik
pernapasan P : Intervensi manajemen ventilasi mekanik
- Memonitor gejala peningkatan tekanan dihentikan dan pasien pindah keruangan HCU
darah, diaforesis, perubahan status bedah
mental)
- Memonitor kondisi yang meningkatkan
konsumsi oksigen (mis. demam,
menggigil, kejang, dan nyeri)
- Memonitor gangguan mokusa oral,
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
nasal, trakea dan laring

Terapeutik
- Mengatur posisi kepala 45-60° untuk
mencegah aspirasi Reposisi pasien
setiap 2 jam, jika perlu
- Melakukan perawatan mulut secara
rutin, termasuk sikat gigi setiap 12 jam
- Melakukan penghisapan lendir sesuai
kebututan
- Mendokumentasikan respon terhadap
ventilator
Kolaborasi
- Mengkolaborasi pemilihan mode
ventilator (mis, kontrol volume, kontrol
tekanan atau gabungan)
- Mengkolaborasi penggunaan PS atau
PEEP untuk meminimalkan
hipoventilasi alveolus
25/04/2024 3. Risiko infeksi Perawatan Selang (I.14568)
Observasi
- Identifikasi indikasi dilakukan
pemasangan selang
- Monitor kepatenan selang
- Monitor jumlah, warna, dan
konsistensi drainase selang
- Monior kulit disekitar iinsersi selang
(mis. Kemerahan dan kerusakan kulit)
TANGGAL Dx DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
Terapeutik
- Lakukan kebersihan tangan sebelum
dan sesudah perawatan selang
- Berikan selang yang cukup panjang
untuk memaksimalkan mobilisasi
- Kosongkan kantung penampung sesuai
indikasi
- Sambungkan selang dengan alat
penghisap, jika perlu
- Ganti selang secara rutin sesuai
indikasi
- Lakukan perawatan kulit pada daerah
insersi selang
- Motivasi pningkatan aktivitas fisik
secara berahap
- Klem selang saat mobilisasi
- Berikan dukungan emosional

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan selang
- Ajarkan cara perawatan selang
Ajarkan cara mengenali tanda-tanda infeksi

Anda mungkin juga menyukai