Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH RESPIRASI PADA TUMBUHAN

disusun oleh :
Khairiah Ata (8106173030)
Mahasiswa Pascasarjana Biologi Unimed
Medan-2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua sel aktif melakukan respirasi sepanjang hidupnya, menyerap oksigen dan
melepaskan karbondioksida. Namun respirasi adalah lebih dari sekedar pertukaran gas-gas.
Respirasi adalah proses oksidasi reduksi yang mengoksidasi senyawa-senyawa menjadi
karbondioksida, sedangkan oksigen yang diserap direduksi menjadi air (H2O). Proses utama
respirasi adalah mobilitas senyawa organik dan oksidasi senyawa-senyawa tersebut secara
terkendali untuk menghasilkan energi bagi pemeliharaan dan perkembangan tumbuhan.
Fisiologi tumbuhan merupakan cabang biologi yang mempelajari tentang proses
metabolisme yang terjadi di dalam tubuh tumbuhan yang menyebabkan tumbuhan tersebut dapat
hidup. Laju proses-proses metabolisme ini dipengaruhi oleh (dan dapat pula tergantung pada)
faktor-faktor lingkungan mikro di sekitar tumbuhan tersebut. Fotosintesis dan respirasi
merupakan proses metabolisme dasar yang terjadi di dalam sel hidup.
Dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut tentang proses-proses yang
terjadi dalam respirasi sel tumbuhan beserta faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi.

1.2 Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi dan mempresentasikannya dalam diskusi kelas.
2. Memahami pengertian respirasi pada tumbuhan dan proses-proses yang terjadi dalam respirasi
serta faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi.

1.3 Manfaat Penulisan Makalah


Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Sebagai bahan informasi bagi penulis tentang respirasi pada tumbuhan, proses-proses yang
terjadi dalam respirasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi.
2. Sebagai bahan informasi tambahan dalam mata kuliah Fisiologi Tumbuhan.

BAB II
RESPIRASI PADA TUMBUHAN

2.1 Pengertian Respirasi dan Macam Respirasi


2.1.1. Pengertian Respirasi
Respirasi adalah suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber
energi melalui proses kimia dengan menggunakan oksigen. Respirasi bisa juga diartikan sebagai
reaksi oksidasi senyawa organik untuk menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk
aktivitas sel dan kehidupan tumbuhan seperti sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan,
perkembangan. Energi kimia yang dihasilkan dari proses respirasi adealah energi kimia dalam
bentuk ATP atu senyawa berenergi tinggi lainnya (NADH dan FADH). Respirasi juga
menghasilkan karbondioksida yang berperan pada keseimbangan karbon di alam.
Respirasi pada tumbuhan berlangsung siang dan malam karena cahaya bukan merupakan
syarat. Jadi proses respirasi selalu berlangsung sepanjang waktu selama tumbuhan hidup.

2.1.2. Macam respirasi


Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, respirasi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
1. Respirasi Aerob, yaitu respirasi yang memerlukan oksigen, penguraiannya lengkap sampai
menghasilkan energi, karbondioksida, dan uap air.
2. Respirasi Anaerob, yaitu respirasi yang tidak memerlukan oksigen tetapi penguraian bahan
organiknya tidak lengkap. Respirasi ini jarang terjadi, hanya dalam keadaan khusus.

2.1.3. Perbedaan Respirasi Aerob dan Respirasi Anaerob


Perbedaan antara respirasi aerob dan respirasi anaerob dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Respirasi Aerob : Umum terjadi pada semua makhluk hidup termasuk tumbuhan, berlangsung
seumur hidup, energi yang dihasilkan besar, tidak merugikan tumbuhan, memerlukan oksigen,
hasil akhir berupa karbondioksida dan uap air.
2. Respirasi Anaerob : Hanya terjadi dalam keadaan khusus, bersifat sementara (hanya pada fase
tertentu saja), energi yang dihasilkan kecil, jika terjadi terus menerus akan menghasilkan
senyawa yang bersifat racun bagi tumbuhan, tidak memerlukan oksigen, hasil akhirnya berupa
alkohol atau asam laktat dan karbondioksida.

2.2 Substrat Respirasi


Substrat respirasi adalah setiap bahan organik tumbuhan yang teroksidasi sebagian
(menjadi senyawa teroksidasi) atau reteduksi sempurna (menjadi karbondioksida dan uap air)
dalam metabolisme respiratoris. Umumnya substrat untuk respirasi adalah zat yang tertimbun
dalam jumlah yang relatif banyak dalam sel tumbuhan dan bukan zat yang merupakan senyawa
antara hasil dari penguraian. Hasil penguraian biasanya disebut metabolik antara.
Karbohidrat merupakan substrat utama respirasi dalam sel-sel tumbuhan dengan glukosa
sebagai molekul pertama. Substrat respirasi yang paling penting di antara karbohidrat adalah
sukrosa (disakarida= glukosa dan fruktosa) dan pati (sering terdapat dalam sel tumbuhan sebagai
cadangan karbohidrat). Dalam beberapa jaringan tumbuhan, selain karbohidrat, senyawa lain
kadang-kadang dapat menjadi substrat respirasi. Pada biji-biji tertentu, seperti jarak,
mengandung lemak yang sangat tinggi sebagai bahan cadangan yang terdapat di dalam jaringan
endosperma yang mengelilingi embrio. Selama beberapa hari pertama perkecambahan, lemak ini
akan diubah menjadi sukrosa yang selanjutnya diserap dan direspirasi oleh embrio yang sedang
tumbuh.
Pada keadaan tertentu dalam beberapa jaringan tumbuhan juga, beberapa asam organik
dapat digunakan sebagai substrat respirasi, misalnya asam organik berkerbon empat (asam malat)
yang ditimbun dalam daun tumbuhan sukulen familia Crassulaceae, asam malat ini direspirasi
menjdi karbondioksida dan air melalui mekanisme khusus; asam organik berkarbon dua (asam
glikolat), yang ditimbun dalam daun yang disinari sebagian besar tumbuhan tinggi juga dapat
digunakan untuk respirasi. Protein jarang direspirasi kecuali dalam keadaan tertentu. Protein
berperan sebagai substrat respirasi selama tahap awal perkecambahan biji yang mengandung
protein tinggi sebagai cadangan makanan. Protein akan diubah menjadi asam-asam amino yang
kemudian asam amino diubah menjadi senyawa antara respirasi karbohidrat. Dengan demikian,
asam amino direspirasi oleh jalur yang digunakan oleh respirasi glukosa.

2.3 Mekanisme Respirasi


2.3.1. Mekanisme Respirasi Aerob
Reaksi respirasi (disebut juga oksidasi biologis) suatu karbohidrat, misalnya glukosa,
berlangsung dalam empat tahapan, yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif piruvat, daur sitrat,
dan oksidasi terminal dalam rantai respiratoris.
2.3.1.1. Glikolisis
Glikolisis adalah serangkaian reaksi kimia yang mengubah gula heksosa, biasanya
glukosa, menjadi asam piruvat. Reaksi glikolisis berlangsung di dalam sitoplasme sel dan tidak
memerlukan adanya oksigen. Glikolisis dapat dibagi dalam dua fase utama, yaitu:
a. Fase Persiapan (Glukosa diubah menjadi dua senyawa tiga karbon)
Pada fase ini pertama sekali glukosa difosforilasi oleh ATP dan enzim heksokinase membentuk
glukosa-6-fosfat dan ADP. Reaksi berikutnya melibatkan perubahan gula aldosa menjadi gula
ketosa. Reaksi ini dikatalis oleh enzim fosfoglukoisomerase dan menyebabkan perubahan
glukosa-6-fosfat yang difosforilasi oleh ATP dan enzim fosfofruktokinase menghasilkan
fruktosa-1,6-difosfat dan ADP. Selanjutnya fruktosa-1,6-difosfat dipecah menjadi dua molekul
senyawa tiga karbon yaitu gliseraldehida-3-fosfat dan dihidroasetonfosfat, dengan bantuan enzim
aldolase. Dihidroasetonfosfat dikatalis oleh enzim fosfotriosa isomerase menjadi senyawa
gliseraldehida-3-fosfat. Jadi pada fase ini dihasilkan dua gliseldehida-3-fosfat. Pada fase ini tidak
dihasilkan energi tetapi membutuhkan energi 2 ATP.
b. Fase Oksidasi (Senyawa tiga karbon diubah menjadi asam piruvat)
Dua senyawa gliseraldehida-3-fosfat diubah menjadi 1,3-difosfogliserat. Reaksi ini melibatkan
penambahan fosfat anorganik pada karbon pertama dan reduksi NAD menjadi NADH2 yang
dibantu oleh enzim fosfogliseraldehida dehidrogenase. Dengan adanya ADP dan enzim
fosfogliserat kinase, asam 1,3-difosfogliserat diubah menjadi asam 3-fosfogliserat dan ATP
dibentuk. Asam 3-fosfogliserat selanjutnya diubah menjadi asam 2-fosfogliserat oleh aktivitas
enzim fosfogliseromutase. Pelepasan air dari 2-fosfogliserat oleh enzim enolase membentuk
asam fosfoenolpiruvat. Dengan adanya ADP dan piruvat kinase, asam fosfoenolpiruvat diubah
menjadi asam piruvat dan ATP dibentuk. Pada fase ini dihasilkan dua molekul asam piruvat.
Pada fase ini juga dihasilkan energi sebesar 2 NADH2 dan 4 ATP.
Untuk lebih jelas, jalur glikolisis dapat diamati pada gambar berikut ini.

Gambar 2.1. Proses Glikolisis

2.3.1.2 Dekarboksilasi Oksidatif Piruvat


Dekarboksilasi oksidatif piruvat adalah reaksi antara yang menghasilkan asetil-CoA.
Dekarboksilasi oksidatif piruvat adalah proses pengubahan asam piruvat yang dihasilkan pada
tahap akhir glikolisis menjadi senyawa asetil-CoA, yang jika direaksikan dengan asam
oksaloasetat akan masuk ke dalam siklus krebs. Reaksi berlangsung pada membran luar
mitokondria. Reaksi ini sangat kompleks dan memerlukan beberapa kofaktor dan suatu kompleks
enzim.
Langkah pertama adalah pembentukan suatu kompleks antara TPP dan piruvat diikuti
dengan dekarboksilasi asam piruvat. Pada langkah kedua, unit asetaldehida yang tertinggal
setelah dekarboksilasi, bereaksi dengan asam lipoat membentuk kompleks asetil-asam lipoat.
Asam lipoat tereduksi dan aldehida dioksidasi menjadi asam yamg membentuk suatu tioster
dengan asam lipoat. Pada langkah ketiga, terjadi pelepasan gugus asetil dari asam lipoat ke
CoASH, hasil reaksinya adalah asetil-ScoA dan asam lipoat tereduksi. Langkah terakhir, adalah
regenerasi asam lipoat dengan memindahkan elektron dari asam lipoat tereduksi ke NAD. Reaksi
terakhir ini penting agar suplai asam lipoat teroksidasi secara berkesinambungan selalu tersedia
untuk pembentukan asetil-SCoA dari asam piruvat. Pada reaksi ini dihasilkan dua molekul asetil-
CoA, energi sebanyak 2 NADH2, dan 2 CO2.
Berikut ini adalah reaksi sederhana dekarboksilasi oksidatif piruvat:

Asam piruvat + CoA + NAD+ → Asetil-CoA + CO2 + NADH + H+

Gambar 2.2. Proses Dekarboksilasi Oksidatif Piruvat

2.3.1.3 Siklus Krebs


Siklus krebs (daur asam sitrat atau daur trikarboksilat) merupakan pembongkaran asam
piruvat secara aerob menjadi karbondioksida dan air serta sejumlah energi kimia. Asetil-CoA
merupakan mata rantai penghubung antara glikolisis dan siklus krebs. Reaksi ini berlangsung di
dalam matriks mitokondria. Siklus krebs terjadi dalam 2 fase utama :
a. Fase Pembentukan Asam Sitrat
Reaksi pertama siklus krebs adalah kondensasi asetil-CoA denga asam oksaloasetat (asam
dikarboksilat berkarbon empat) membentuk asam sitrat (asam dikarboksilat berkarbon enam) dan
membebaskan koenzim A (CoSH) dengan bantuan enzim kondensasi sitrat.
b. Fase Regenerasi Asam Oksaloasetat
Hidrasi asam sirat oleh enzim akonitase membentuk asam sis-akonitat. Dengan reaksi yang
sama, asam sis-akonitat diubah menjadi asam isositrat. Reaksi berikutnya adalah asam isositrat
diubah menjadi asam oksalosuksinat dengan bantuan enzim isositrat dehidrogenase dan NAD
atau NADP yang pada akhirnya membentuk NADH2 atau NADPH2. Reaksi siklus krebs
berikutnya adalah dekarboksilasi asam oksalosuksinat membentuk asam α-ketoglutarat, dikatalis
enzim karboksilase sehingga menghasilkan CO2. Selanjutnya, asam α-ketoglutarat diubah
menjadi asam suksinil-SCoA dengan bantuan enzim α-ketoglutarat dehisrogenase dan NAD serta
CoASH. Pada reaksi ini dibentuk NADH2 dan CO2. Suksinil-SCoA diubah oleh suksinat
tiokinase menjadi asam suksinat dan CoASH. Pada reaksi tiokinase energi yang tersimpan dalam
tioester dari suksinil-SCoA digunakan untuk mengubah ADP+iP menjadi ATP. Oksidasi asam
suksinat membentuk asam fumarat dengan bantuan suksinat dehidrogenase dan FAD. Pada
reaksi ini FAD diubah menjadi FADH2. Asam fumarat mengalami hidrasi menjadi asam malat
oleh enzim fumarase. Asam malat diubah menjadi asam oksaloasetat oleh malat dehidrogenase.
Dalam proses ini NAD direduksi menjadi NADH2. Jadi regenerasi asam oksaloasetat melengkapi
siklus krebs.
Pada reaksi siklus krebs (dua asetil-CoA) dihasilkan energi sebanyak 6 NADH2, 2
FADH2, 2 ATP dan 4 CO2. Untuk lebih jelas, dapat diamati pada gambar berikut ini.

Gambar 2.3. Proses Siklus Krebs

2.3.1.4. Transpor Elektron dan Fosforilasi Oksidatif


Proses glikolisis dan siklus krebs menghasilkan energi yang tersimpan dalam bentuk
NADH dan FADH. Untuk menghasilkan ATP diperlukan sistem transpor elektron. Transpor
elektron ini berlangsung di dalam membran mitokondria sebelah dalam. Walaupun dalam reaksi
ini akan diserap O2 dan dihasilkan H2O, namun NADH dan FADH tidak dapat bereksi langsung
dengan oksigen dan molekul air tersebut. Elektron yang terlibat ditransfer melalui beberapa
senyawa perantara sebelum H2O dibentuk. Senyawa-senyawa ini membentuk sistem
pengangkutan elektron pada mitokondria. Pengangkutan elektron berlangsung mulai dari
senyawa perantara yang secara termodifikasi sulit direduksi (senyawa dengan potensial reduksi
negatif) menuju senyawa yang mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk menerima
elektron (senyawa dengan potensial reduksi yang lebih tinggi atau bahkan positif). Oksigen
mempunyai kecenderungan tertinggi untuk menerima elektron. Setiap senyawa pembawa
elektron dalam sistem ini hanya menerima elektron dari senyawa pembawa lainnya yang
letaknya berdekatan dengannya. Senyawa-senyawa pembawa elektron ini tersusun secara terbaris
pada bagian dalam membran mitokondria. Pada setiap mitokondria terdapat ribuan sistem
pengangkutan elektron.
Lintasan utama transpor elektron dimulai dengan dua elektron dan dua ion H+

dipindahkan ke NAD, sehingga direduksi menjadi NADH2. NADH2 memindahkan dua elektron

dan dua ion H+ ke suatu enzim flavin, flavin mononukleotida (FMN) atau flavin adenin

dinukleotida (FAD), sehingga mereduksi senyawa tersebut. Energi yang diperlukan untuk

mereduksi FAD kurang dari yang dilepaska oleh oksidasi NADH2 dan energi sisanya digunakan

untuk sintesis satu molekul ATP dari ADP dan iP. Selanjutnya FADH2 mereduksi suati enzim

besi yang terkait dengan gugus SH. Senyawa ini mereduksi dua molekul enzim porfirin-besi

pemindah elektron yaitu sitokrom b. Sitokrom b mereduksi senyawa fenolik menjadi kinon dan

ubiquinon; pada titik ini perlu ditambahkan ion H+ dan eklektron. Elektron dari ubiquinon

kemudian mereduksi sitokrom c, dua ion H+ meninggalkan sistem angkutan. Pada titik ini,

dibebaskan energi yang cukup untuk sintesis molekul aTP kedua untuk setiap dua elektron yang

dipindahkan. Sitokrom c mereduksi sitokrom a yang selanjutnya mereduksi sitokrom a3 dan pada

titik ini dibentuk ATP ketiga untuk setiap dua elektron yang dipindahkan.

Sitokrom a3 merupakan anggota sistem transpor elektron yang dapat bereaksi dengan

molekul oksigen. Sitokrom a dan a3 membentuk suatu asosiasi molekuler yang disebut sitokrom

oksidase yang secara kimia belum dapat dipisahkan. Dua elektron dipindahkan ke satu atom

oksigen ( O2). Ini menyempurnakan pemindahan dua elektron dari tingkat energi tinggi yang

dimiliki substrat (AH2) ke tingkat energi rendah yang terdapat dalam air. Energi yang dilepaskan

oleh oksidasi substrat disimpan dalam tiga molekul ATP yang disintesis di sepanjang proses

angkutan elektron. Untuk lebih jelasnya perhatikan

gambar berikut.
Gambar 2.4. Proses Transpor Elektron
Pembentukan ATP dalam sistem transpor elektron (rantai respiratoris) dikenal juga
sebagai fosforilasi oksidatif biologis. Proses keseluruhan oksidasi biologis mempunyai dua
fungsi yaitu menghasilkan energi dan menyediakan senyawa antara untuk sintesis. Jika dihitung
jumlah ATP yang dihasilkan dalam oksidasi biologis, dengan bahan awal adalah satu molekul
glukosa, maka akan diperoleh 38 molekul ATP.

2.3.1.5. Jalur Pentosa Fosfat


Setelah tahun 1950, mulai disadari bahwa glikolisis dan siklus krebs bukan merupakan
rangkaian reaksi satu-satunya bagi tumbuhan untuk mendapatkan energi dari oksidasi gula
menjadi karbondioksida dan air. Lintasan yang berbeda ini disebut dengan Lintasan Pentosa
Fosfat (LPF), karena terbentuk senyawa antara yang terdiri atas lima atom karbon. Lintasan ini
juga disebut sebagai Lintasan Fosfoglukonat.
Beberapa senyawa lintasan pentosa fosfat juga anggota daur calvin, tempat gula fosfat
disintesis di kloroplas. Perbedaan utama antara daur calvin dan lintasan pentosa fosfat adalah
pada lintasan pentosa fosfat gula fosfat tidak disintesis melainkan dirombak. Dalam hal ini,
reaksi pentosa fosfat serupa dengan reaksi glikolisis hanya perbedaannya lintasan pentosa fosfat
penerima elektronnya selalu NADP+, sedangkan di glikolisis penerima elektronnya adalah
NAD+. Jalur pentosa fosfat ini terjadi di dalam sitoplasma sel.
Reaksi LPF pertama melibatkan glukosa-6-fosfat, yang berasal dari perombakan pati
fosforilase di glikolisis, dari penambahan fosfat akhir pada ATP ke glukosa atau langsung dari
fotosintesis. Senyawa ini segera dioksidasi oleh glukosa-6-fosfat dehidrogenase menjadi 6-
fosfoglukono-laktona. Laktona ini secara cepat dihodrolisis oleh laktonase menjadi 6-
fosfoglukonat, kemudian senyawa ini diderkaboksilasi secara oksidatif menjadi ribulosa-5-fosfat
oleh 6-fosfoglukonat dehidrogenase. Selanjutnya ribulosa-5-fosfat oleh isomerase diubah
menjadi ribosa-5-fosfat, dan oleh epimerase diubah menjadi xilulosa-5-fosfat. Ribosa-5-fosfat
dan xilulosa-5-fosfat yang dihasilkan kemudian oleh transketolase diubah menjadi
sedoheptulosa-7-fosfat dan 3-fosfogliseraldehid (gliseraldehida-3-fosfat). Selanjutnya oleh
transsaldolase, sedoheptulosa-7-fosfat dan 3-fosfogliseraldehid diubah menjadi eritosa-4-fosfat
dan fruktosa-6-fosfat. Setelah itu xilulosa-5-fosfat dengan eritosa-4-fosfat oleh transkelotase
diubah menjadi 3-fosfogliseraldehida dan fruktosa-6-fosfat, yang merupakan senyawa antara
pada glikolisis. Jadi, LPF dapat dianggap sebagai jalur alternatif menuju senyawa yang akan
dirombak oleh glikolisis. Reaksi-reaksi ini dipicu oleh enzim isomerase, epimerase,
transketolase, dan transaldolase.
Dari jalur LPF, dua molekul NADP direduksi bagi setiap molekul CO2 yang dilepaskan
dari glukosa, yang akan menghasilkan enam molekul ATP. Jika 3-fosfogliseraldehida yang
dihasilkan LPF masuk ke jalur glikolisis dan selanjutnya ke siklus krebs, maka energi yang
dihasilkan adalah 37 ATP per molekul glukosa yang dioksidasi. Untuk lebih jelasnya dapat
diamati pada gambar berikut ini.
Gambar 2.5. Proses Jalur Pentosa Fosfat
Fungsi lintasan pentosa fosfat adalah:
1. Produksi NADPH, senyawa ini kemudian dapat dioksidasi untuk menghasilkan ATP.
2. Terbentuknya senyawa eritosa-4-fosfat, senyawa ini merupakan bahan baku essensial untuk
pembentukan senyawa fenolik seperti sianin dan lignin.
3. Menghasilkan ribulosa-5-fosfat yang merupakan bahan baku unit ribosa dan deoksiribosa pada
nukleutida pada RNA dan DNA.

2.3.4 2.3.2. Mekanisme Respirasi Anaerob


Pada kebanyakan tumbuhan dan hewan respirasi yang berlangsung adalah respirasi aerob,
namun demikian dapat saja terjadi respirasi aerob terhambat pada suatu hal, maka hewan dan
tumbuhan tersebut akan melangsungsungkan respirasi anaerob untuk dapat bertahan hidup. Pada
umumnya respirasi anaerob pada makhluk hidup hanya terjadi jika persediaan oksigen bebas ada
di bawah batas minimum. Respirasi anaerob lazim disebut sebagai fermentasi.

2.3.2.1 Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel tanpa membutuhkan oksigen. Gula
adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol,
asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lainnya dapat juga dihasilkan dari
proses fermentasi ini seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum
digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur, dan minuman
beralkohol lainnya.
Pada banyak tumbuhan yang biasa tumbuh di darat, penggenangan dalam air dalam
waktu yang lama merupakan ancaman bagi kehidupannya. Hal ini dikarenakan respirasi aerob
akan terhenti sama sekali, sehingga terjadilah respirasi anaerob yang terkadang tidak mencukupi
energi yang dibutuhkannya, dan akumulasi zat beracun akibat respirasi anaerob dalam waktu
yang lama akan mengakibatkan kematian bagi tumbuhan tersebut.
Fermentasi yang umum terjadi pada tumbuhan adalah fermentasi alkohol atau fermentasi
etanol. Pada proses fermentasi, satu molekul glukosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbondioksida. Seperti pada glikolisis, glukosa diubah menjadi asam piruvat selama
proses fermentasi. Kemudian asam piruvat diubah menjadi etanol dan karbondioksida dengan
bantuan enzim karboksilase dan alkohol dehidrogenase. Berikut ini adalah gambar proses
fermentasi etanol.

Gambar 2.6. Proses Fermentasi Etanol

2.3.2.2. Respirasi IntraMolekuler


Respirasi antar atau intramolekul terjadi sama seperti pada proses fermentasi. Respirasi
anaerob pada tumbuhan disebut juga respirasi intramolekul, mengingat, bahwa respirasi ini
hanya terjadi di dalam molekul saja.dalam respirasi anaerob, oksigen tidak diperlukan; juga di
dalam proses ini hanya ada pengubahan zat organik yang satu menjadi zat organik yang lain.
Contohnya perubahan gula menjadi alkohol, di mana pada hakikatnya hanya ada pergeseran
tempat-tempat antara molekul glukosa dan molekul alkohol.
Beberapa spesies bakteri dan mikroorganisme dapat melakukan respirasi intramolekuler.
Oksigen yang diperlukan tidak diperoleh dari udara bebas, melainkan dari suatu persenyawaan.
Contoh :
CH3CHOH.COOH + HNO3 → CH3.CO.COOH + HNO2 + H2O + Energi
(asam susu) (asam piruvat)
Respirasi anaerob dapat berlangsung pada biji-bijian seperti jagung, kacang, padi, biji
bunga matahari dan lain sebagainya yang tampak kering. Akan tetapi pada buah-buhan yang
basah mendaging pun terdapat respirasi anaerob. Hasil dari respirasi anaerob di dalam jaringan-
jaringan tumbuhan tinggi tersebut kebanyakan bukanlah alkohol, melainkan bermacam-macam
asam organik seperti asam sitrat, asam malat, asam oksalat, asam tartarat dan asam susu.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respirasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu:
1. Faktor internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh tumbuhan itu sendiri, yaitu :
a. Jumlah plasma dalam sel
Jaringan-jaringan meristematis muda memiliki sel-sel yang masih penuh dengan plasma dengan
viabilitas tinggi biasanya mempunyai kecepatan respirasi yang lebih besar daripada jaringan-
jaringan yang lebih tua di mana jumlah plasmanya sudah lebih sedikit.
b. Jumlah substrat respirasi dalam sel
Tersedianya substrat respirasi pada tumbuhan merupakan hal yang penting dalam melakukan
respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang sedikit akan melakukan respirasi dengan
laju yang rendah pula. Sebaliknya, tumbuhan dengan kandungan substrat yang banyak akan
melakukan respirasi dengan laju yang tinggi. Substrat utama respirasi adalah karbohidrat.
c. Umur dan tipe tumbuhan
Respirasi pada tumbuhan muda lebih tinggi dari tumbuhan yang sudah dewasa atau lebih tua.
Hal ini dikarenakan pada tumbuhan muda jaringannya juga masih muda dan sedang berkembang
dengan baik. Umur tumbuhan juga akan memepengaruhi laju respirasi. Laju respirasi tinggi pada
saat perkecambahan dan tetap tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif awal (di mana laju
pertumbuhan juga tinggi) dan kemudian akan menurun dengan bertambahnya umur tumbuhan.
2. Faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar sel atau lingkungan, terdiri atas:
a. Suhu
Pada umumnya dalam batas-batas tertentu kenaikan suhu menyebabkan pula kenaikan laju
respirasi. Kecepatan reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC,
namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies tumbuhan. Perlu diingat, kenaikan suhu
yang melebihi batas minimum kerja wnzim, akan menurunkan laju respirasi karena enzim
respirasi tidak dapat bekerja dengan baik pada suhu tertalu tinggi.
b. Kadar O2 udara
Pengaruh kadar oksigen dalam atmosfer terhadap kecepatan respirasi akan berbeda-beda
tergantung pada jaringan dan jenis tumbuhan, tetapi meskipun demikian makin tinggi kadar
oksigen di atmosfer maka makin tinggi kecepatan respirasi tumbuhan.
c. Kadar CO2 udara
Semakin tinggi konsentrasi karbondioksida diperkirakan dapat menghambat proses respirasi.
Konsentrasi karbondioksida yang tinggi menyebabkan stomata menutup sehingga tidak terjadi
pertukaran gas atau oksigen tidak dapat diserap oleh tumbuhan. Pengaruh hambatan yang telah
diamati pada respirasi daun mungkin disebabkan oleh hal ini.
d. Kadar air dalam jaringan
Pada umumnya dengan naiknya kadar air dalam jaringan kecepatan respirasi juga akan
meningkat. Ini nampak jelas pada biji yang sedang berkecambah.
e. Cahaya
Cahaya dapat meningkatkan laju respirasi pada jaringan tumbuhan yang berklorofil karena
cahaya berpengaruh pada tersedianya substrat respirasi yang dihasilkan dari proses fotosintesis.

f. Luka dan stimulus mekanik


Luka atau kerusakan jaringan (stimulus mekanik) pada jaringan daun menyebabkan laju respirasi
naik untuk sementara waktu, biasanya beberapa menit hingga satu jam. Luka memicu respirasi
tinggi karena tiga hal, yaitu: (1) oksidasi senyawa fenol terjadi dengan cepat karena pemisahan
antara substrat dan oksidasenya dirusak; (2) proses glikolisis yang normal dan katabolisme
oksidatif meningkat karena hancurnya sel atau sel-sel sehingga menambah mudahnya substrat
dicapai enzim respirasi; (3) akibat luka biasanya sel-sel tertentu kembali ke keadaan meristematis
diikuti pembentukan kalus dan penyembuhan atau perbaikan luka.
g. Garam-garam mineral
Jika akar menyerap garam-garam mineral dari dalam tanah, laju respirasi meningkat. Hal ini
dikaitkan dengan energi yang diperlukan pada saat garam/ion diserap dan diangkut. Keperluan
energi itu dipenuhi dengan menaikkan laju respirasi. Fenomena ini dikenal dengan respirasi
garam.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan pada bab II adalah
sebagai berikut:
1. Respirasi adalah reaksi oksidasi senyawa organik untuk menghasilkan energi. Energi ini
digunakan untuk aktivitas sel dan kehidupan tumbuhan seperti sintesis (anabolisme), gerak,
pertumbuhan, perkembangan. Energi kimia yang dihasilkan dari proses respirasi adealah energi
kimia dalam bentuk ATP atu senyawa berenergi tinggi lainnya (NADH dan FADH). Proses
respirasi selalu berlangsung sepanjang waktu selama tumbuhan hidup.
2. Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, respirasi pada tumbuhan dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu:
a. Respirasi Aerob : Umum terjadi pada semua makhluk hidup termasuk tumbuhan, berlangsung
seumur hidup, energi yang dihasilkan besar, tidak merugikan tumbuhan, memerlukan oksigen,
hasil akhir berupa karbondioksida dan uap air.
b. Respirasi Anaerob : Hanya terjadi dalam keadaan khusus, bersifat sementara (hanya pada fase
tertentu saja), energi yang dihasilkan kecil, jika terjadi terus menerus akan menghasilkan
senyawa yang bersifat racun bagi tumbuhan, tidak memerlukan oksigen, hasil akhirnya berupa
alkohol atau asam laktat dan karbondioksida.
3. Mekanisme respirasi aerob meliputi proses glikolisis, dekarboksilasi oksidatif piruvat, siklus
krebs, sistem transpor elektron dan fosforilasi oksidatif, serta jalur pentosa fosfat.
4. Mekanisme respirasi anaerob meliputi proses fermentasi dan respirasi intramolekul.

5. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi respirasi terdiri dari:


a. Faktor internal : Jumlah plasma dalam sel, jumlah substrat respirasi dalam sel, umur dan tipe
tumbuhan.
b. Faktor eksternal : Suhu, kadar oksigen dan karbondioksida di atmosfer, kadar air dalam jaringan,
cahaya, luka dan stimulus mekanik, serta pengangkutan garam-garam mineral dari dalam tanah.

3.2 Saran
Adapun saran penulis adalah perlu adanya pengkajian lebih lanjut tentang proses-proses
respirasi pada tumbuhan dan diadakannya percobaan sederhana yang spesifik untuk
membuktikan bahwa tumbuhan melakukan respirasi.

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Anna F., David C. Logan, dkk. 2006. Biology Journal: Heterogeneity of Plant Mitochondrial
Responses Underpinning Respiratory Acclimation to the Cold in Arabidopsis thaliana Leaves.
Journal Compilation, 2006, Blackwell Publishing Ltd, Plant, Cell and Environment, 29, 940-949.
(diakses pada 25 Januari 2011)

Dwijoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Gramedia.

http://www.territorioscuola.com/wikipedia/es.wikipedia.php%3Ftitle%3DCiclo_de_las_pentosas&rurl.
(diakses pada 3 Februari 2011)

Rocha, Marcio, Francisco licausi, dkk. 2010. Biology Journal: Glicolysis and the Tricarboxylic Acid
Cycle Are Linked by Alanine Aminotransferase during Hypoxia Induced by Waterlogging of
Lotus japonicas. Plant Physiology, March 2010, Vol. 152, pp. 1501-1513,
www.plantphysiol.org. (diakses pada 26 Januari 2011)

Salisbury, F. B. 1985. Plant Physiology. California: Utah State University, Wadsworth Publishing
Company, Belmot.

Santosa. 1990. Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM Press.

Sastramihardja, D., Arbayah S. 1997. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: FMIPA Biologi-ITB, Proyek
Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjend Pendidikan Tinggi, Depdikbud.

Sweetlove, Lee J., Aaron Fait, dkk. 2007. The Mitochondrion: An Integration Point of Cellular
Metabolism and signaling. Critical Review in Plant Science, 26: 17-47, 2007, Taylor & Francis
Group, LLC. (diakses pada 18 Januari 2011)
Tcherkez, Guillaume, Aline Mahe, dkk. 2009. Biology Journal: In Folio Respiratory Fluxomics Revealed
by C Isotopic Labeling and H/D Isotope Effects Highlight the Noncyclic Nature of the
Tricarboxylic Acid “Cycle” in Illiminated Leaves. Plant Physiology, October 2009, Vol. 151, pp.
620-630, ww.plantphysiol.org. (diakses pada 26 Januari 2011)

Zalbaza, Ana, Joost T. van Dongen, dkk. 2009. Biology Journal: Regulation of Respiration and
Fermentation to Control The Plant Internal Oxygen Concentration. Plant Physiology, February
2009, Vol. 149, pp. 1087-1098, www.plantphysiol.org. (diakses pada 26 Januari 2011)

Anda mungkin juga menyukai