Anda di halaman 1dari 38

HUBUNGAN AIR DAN TANAH

MAKALAH
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Botani
yang dibimbing oleh Dr.Eny Setyowati, MM.

Oleh
Aziza Hajir (17208153046)
Ifa Hani Nuryana (17208153049)
Beta Larasati (17208153070)

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
April 2017
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas pertama kali diucapan selain ucapan syukur kepada
ALLAH SWT dengan ucapan Alhamdulillahirrabilaalamin yang mana kita telah
diberi nikmat yang luar biasa. Dan dengan petunjuknya kita dapat menyelesaikan
makalah sesuai dengan waktunya. Shalawat serta salam tidak lupa kami ucapkan
kepada baginda nabi Muhammad SAW serta para keluarga, sahabat, tabiin dan
para pengikutnya. Dan dengan itu kita selalu menantikan syafaatnya kelak di hari
pembalasan.
Di kesempatan yang sangat baik ini kami menyusun sebuah makalah yang
berjudul Hubungan Air dan Tanah. Sebelumnya kami ucapkan terimakasih
kepada:
1. Rektor IAIN Tulungagung Dr. Maftukhin, M.Ag yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk belajar di kampus tercinta ini.
2. Dosen mata kuliah Botani Dr. Eni Setyowati, MM. yang telah memberikan
kepercayaan kepada kami untuk menyusun sebuah makalah ini.
3. Dan tidak lupa juga kepada teman-teman yang ikut membantu dalam
pembuatan makalah ini. Dengan amanat itu kami akan memberikan hasil
yang terbaik untuk makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak untuk mengevaluasi makalah ini.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semuanya.

Tulungagung, April 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II : PEMBAHASAN 3
A. Gen-gen yang terdapat pada kromososm X................................... 3
B. Gen-gen yang terdapat pada kromosom Y..................................... 7
C. Berangkai Pada Autosom............................................................... 16
D. Pindah Silang................................................................................. 20
E. Peta Kromosom.............................................................................. 33
BAB III : PENUTUP 45
A. Kesimpulan 45
B. Saran 46
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hubungan air, tanah dan tanaman tidak dapat dipisahkan karena tanah
menyimpan air yang dibutuhkan tanaman. Fungsi air bagi tanaman adalah
sebagai reagen yang penting untuk proses fotosintesis, sebagai pelarut unsur
hara dan merupakan unsur sel-sel dan jaringan tanaman (80%-90%). Selain
itu yang perlu diperhatikan bahwa agar tanaman dapat tumbuh dengan baik
diperlukan kadar air yang sesuai pada kebutuhan masing-masing tanaman.
Dan setiap tanaman memiliki nilai ambang persentase kadar air yang
berbeda-beda. Untuk itulah diperlukan adanya pengukuran kadar air dalam
tanah tempat tanaman tumbuh secara intensif untuk mengontrol pertumbuhan
tanaman tersebut.
Tanah adalah media yang kompleks. Ini terdiri dari fase padat yang
meliputi partikel mineral yang berasal dari induknya batu ditambah bahan
organik dalam berbagai tahap dekomposisi, fase cair yang meliputi air atau
larutan tanah, gas dalam kesetimbangan dengan atmosfer, dan berbagai
mikroorganisme. Fase padat, khususnya partikel mineral, adalah sumber
utama unsur hara. Dalam proses pelapukan, berbagai elemen yang dilepaskan
ke dalam larutan tanah, yang kemudian menjadi sumber langsung dari nutrisi
untuk penyerapan oleh tanaman.
Salah satu faktor terpenting pada tumbuhan adalah air. Air merupakan
materi terbesar penyusun tubuh makhluk hidup (tumbuhan, hewan, dan
manusia), yaitu sekitar 80% dari total berat tubuh makhluk hidup. Selain itu
air merupakan pelarut yang baik karena makhluk hidup berikatan sengan
partikel yang berbeda, karena daya kohesi lebih besar dari daya adesinya.
Selain air, tumbuhan juga membutuhkan tanah sebagai media tanam.
Tanah merupakan sistem dipersi tiga fase yang selalu berada dalam
keseimbangan dinamis. Ketiga fas tersebut yaitu fase padat, cair, dan gas.
Adapun struktur tanah adalah padatan, mengandung berbagai nutrisi dan
mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk melalukan proses
metabolisme.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan air dan tanah ?

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Karakteristik Fisis Tanah
Ada banyak variabel dalam karakteristik fisis tanah. Ini meliputi
tekstur tanah, struktur tanah, kerapatan lindak tanah (soil bulk density), dan
porositas tanah. Variabel-variabel ini semua mempunyai pengaruh terhadap
bagaimana tanah, air, dan udara berinteraksi.
1) Komponen tanah
Ada lima komponen yang dapat kita kategorikan sebagai komponen
tanah yaitu:
1. Mineral tanah.
Mineral tanah berasal dari batuan-batuan induk, yang oleh berbagai
macam proses mengalami penghancuran sehingga menjadi partikel-partikel
yang lebih kecil. Penghancuran batuan induk di alam dapat terjadi karena
iklim (perubahan panas dan dingin, hujan, angin), oleh aktivitas tumbuhan
pionir (lumut kerak atau lichen) atau kegiatan mekanik seperti terjadinya
gesekan-gesekan antar bantuan dan oleh adanya aktivitas manusia.
Mineral tanah dapat kita bagi menjadi pasir (kasar dan halus), debu (silt)
dan loam. Tergantung pada tekstur tanah, kemampuan tanah untuk mengikat
air dapat berbeda. Makin halus partikel tanah akan makin kuat anak tersebut
dalam kemampuan mengikat airnya.1
1. Organik tanah.
Bahan organik didalam tanah berasal dari tumbuhan dan hewan-hewan
yang telah mati, yang setelah mengalami penghancuran dan pembusukan oleh
serangga dan mikroba, komponen organiknya akan masuk ke dalam tanah dan
merupakan bagian dari tanah tersebut. Kadar bahan organik didalam tanah
sangat bervariasi, dari murai kurang lebih 95% pada tanah gambut sampai 0%
pada tanah di padang pasir. Tanah pertanian yang ideal harus mengandung
bahan organik sekitar 15%. Untuk mengetahui kandungan bahan organik
yang ada dalam tanah, dapat dilakukan dengan membakar tanah (terlebih
dahulu dikeringkan) pada suhu yang tinggi, sehingga seluruh bahan organik
yang terurai menjadi H2O dan CO2. Berat yang hilang dari tanah yang kering
tadi adalah bahan organik yang dikandung oleh tanah tersebut.

1
Benyamin Lakitan, Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2008) hal.43-52

3
Salah satu bentuk bahan organik yang penting di dalam tanah adalah
humus. Humus ini sangat halus, tersusun oleh selulosa dan lignin, berbentuk
koloida dengan kapasitas imbibisi yang tinggi serta membuat fisik tanah
menjadi baik.
2. Air dan larutan tanah.
Air dalam tanah merupakan komponen yang penting bagi kehidupan
tumbuhan yang tumbuh di atasnya. Air dalam tanah berkisar mulai dari
kurang sekali sampai jenuh dengan air. Di dalam air tanah biasanya terlarut
banyak mineral dan senyawa lainnya, yang secara keseluruhan disebut larutan
tanah dan merupakan sumber nutrisi bagi tumbuhan.
3. Atmosfer tanah.
Udara yang mengisi rongga rongga antar partikel tanah disebut sebagai
atmosfer tanah. Kandungan udara antar partikel tanah ini sangat ditentukan
oleh ukuran tanah yang membangunnya dan berkisar antara 30% untuk tanah
pasir sampai 50% untuk tanah liat. Kandungan udara tanah ini akan lebih
besar lagi pada tanah-tanah yang kaya akan bahan organik. Pada tanah yang
kandungan airnya berlebihan, sehingga mengisi seluruh rongga antar partikel
tanah, kandungan udara tanahnya dapat mendekati 0%.
4. Organisme tanah.
Organisme yang hidup dalam tanah dapat dimasukkan sebagai bagian
dari tanah itu sendiri. Organisme tanah yang terdiri dari flora dan fauna tanah,
banyak membantu dalam menentukan struktur dan sifat tanah, seperti tingkat
kegemburan tanah, kandungan organik dan mineral tanah serta udara tanah.
Termasuk kedalam flora tanah adalah bakteri, jamur dan ganggang
sedangkan yang termasuk ke dalam fauna tanah adalah protozoa, nematoda,
cacing, insekta, larva insekta, dan hewan-hewan tinggi yang membuat lubang
di dalam tanah.

4
Gambar. Komponen-Komponen Tanah

2) Komposisi Tanah
Tanah adalah campuran dari bahan mineral, bahan organik, dan pori-pori.
Bahan mineral kira-kira menyusun setengah dari total volume tanah. Bahan
mineral terdiri dari partikel-partikel mineral kecil baik pasir (sand), debu (silt),
atau liat (clay). Bahan organik terbuat dari substansi tanaman dan hewan yang
membusuk dan tersebar di dalam dan di antara partikel-partikel mineral. Bahan
organik menyebabkan kira-kira 1 hingga 5 % dari keseluruhan susunan tanah.
Kombinasi mineral dan bahan organik doimaksudkan sebagai bahan padat
(solid). Pori-pori, ruang yang terjadi sekeliling partikel-partikel mineral, adalah
penting karena pori-pori ini menyimpan udara dan air dalam tanah. Kira-kira 50
% dari susunan tanah adalah pori-pori. Kerseluruhan komposisi tanah adalah 45
hingga 49 % partikel-partikel mineral, 1 hingga 5 % bahan organik, 50 % pori-
pori. Gambar 1 memperlihatkan kira-kira hubungan di antara substansi dalam
komposisi tanah dengan komposisi dengan ruang pori-pori diperlihatkan terbagi
di antara udara dan air.

3) Tekstur Tanah
Tekstur tanah ditentukan oleh ukuran partikel-partikel yang menyusun
tanah. Metode tardisional penentuan ukuran partikel tanah adalah dengan
memisahkan partikel-partikel ke dalam tiga kisaran ukuran. Fraksi-fraksi tanah
ini adalah pasir (sand), debu (silt), atau liat (clay). Biasanya, hanya partikel-

5
partikel lebih kecil dari 2 mm ukurannya dikatagorikan sebagai partikel-partikel
tanah. Partikel yang lebih besar dari ini dikatogorikan sebagai kerikil, batu, atau
batu besar (boulder).
Ukuran partikel partikel pasir berkisar dari 2 mm hingga 0.05 mm. Ada
sub katagori yang diberikan ke dalam kisaran ini yang meliputi pasir kasar,
sedang, dan halus. Partikel-partikel debu ukurannya berkisar dari 0.05 mm ke
bawah hingga 0.02 mm. Penampilan fisik dari dari debu adalah banyak
menyerupai pasir, tetapi karakternya lebih menyerupai liat.
Partikel-partikel liat kurang dari 0.02 mm ukurannya. Liat adalah fraksi-
fraksi tanah penting karena ia mempunyai pengaruh paling banyak terhadap
perilaku tanah seperti kapasitas memegang air (water-holding capacity). Partikel
liat dan debu tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tekstur tanah ditentukan
oleh nisbah massa, atau persen bobot dari tiga fraksi tanah. Segitiga tekstur
tanah, Gambar 2, memperlihat klas tekstur berbeda dan persentase bobot dari
masing-masing fraksi tanah. Sebagai contoh, tanah yang mengandung bobot 30
% pasir, 30 % liat, dan 40 % debu diklasifikasikan sebagai lempung berliat.2
4) Struktur Tanah
Struktur tanah adalah bentuk dan susunan dari partikel-partikel tanah
dalam agregat (kumpulan). Struktur tanah adalah suatu karakteristik penting yang
digunakan untuk klasifikasi tanah dan banyak mempengaruhi produktivitas
pertanian dan penggunaan lainnya. Bentuk-bentuk utama struktur tanah adalah
piring (platy), prisma (prismatic) , tiang (column), balok (blocky), dan butiran
(granular). Deskripsi-deskripsi struktur tanah ini menunjukkan bagaimana
masing-masing partikel ini menyusun diri mereka sendiri bersama-sama ke dalam
agregat (kumpulan). Tipe-tipe tanah beragregat biasanya paling diinginkan bagi
pertumbuhan tanaman. Istilah-istilah ini juga digunakan bersama dengan kata-
kata deskripsi untuk menunjukkan kelas dan tingkat (grade) tanah. Kelas
dimaksudkan ukuran agregat sedangkan grade menggambarkan seberapa kuatnya
bersatu. Tanah-tanah tanpa struktur menjadi butir tersendiri (partikel-partikel
tersendiri yang takmelekat, seperti bukit pasir) atau massa padat (partikel bersama
2
Hubungan Air, Tanah dan Tanaman, ( http://karyatulisilmiah.com/hubungan-tanah-air-
dan-tanaman/ 2016)

6
melekat tanpa terpisah secara teratur, sperti lapisan cadas). Struktur tanah tidak
stabil dan dapat berubah dengan iklim, aktivitas biologi, dan praktek pengelolaan
tanah.
5) Kerapatan Lindak (Bulk Density) Dan Porositas
Kerapatan lindak kering tanah menggambarkan nisbah berat tanah
terhadap volume totalnya. Kerapatan lindak basah adalah nisbah berat tanah dan
air terhadap volume total. Total volume meliputi baik bahan padat maupun ruang-
ruang pori. Kerapatan lindak tanah adalah penting karena ia ukuran porositas
tanah. Porositas tanah didefinisikan sebagai volume pori-pori di dalam tanah.
Tanah padat mempunyai porositas rendah dan dengan demikian kerapatan lindak
tinggi. Tanah longgar mempunyai porositas lebih tinggi dan kerapatan lindak
rendah. Seperti struktur tanah, kerapatan lindak dan porositas tanah dipengaruhi
oleh iklim, aktivitas-aktivitas biologi, dan praktek manajemen tanah
B. AIR
Air diserap tanaman melalui akar bersama-sama dengan unsur-unsur hara
yang terlarut di dalamnya, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman, terutama
daun, melalui pembuluh xilem. Pembuluh xilem pada akar, batang, dan daun
3
merupakan suatu sistem yang kontinu, berhubungan satu sama lain.
Untuk dapat diserap oleh tanaman, molekul-molekul air harus berada di
permukaan akar. Dari permukaan akar ini air (bersama bahan-bahan yang
terlarut) diangkut menuju pembuluh xilem. Lintasan pergerakan air dari
permukaan akar menuju pembuluh xilem ini disebut lintasan radial pergerakan air.
Untuk memahami lintasan radial pergerakan air, dirasakan perlu untuk
mengulas kembali anatomi dan perkembangan akar. Posisi pembuluh xilem
umumnya berdampingan dengan pembuluh floem. Pada waktu jaringan akar
berkembang, sel-sel antara xilem dan floem membentuk kambium vaskular yang
menghasilkan jaringan xilem ke arah dalam dan membentuk jaringan floem ke
arah luar.
C. INTERAKSI TANAH DAN AIR.
Penting untuk dipahami interaksi-interaksi di antara tanah dan air yang
meliputi kandungan lengas tanah, bagaimana tanah memegang air, dan tensi air
3
Benyamin Lakitan, Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008) hal.43-52

7
(tension) air tanah. Pemahaman interaksi-interaksi ini dapat menjadi sangat
bermanfaat apabila membuat keputusan-keputuasan tanam dan irigasi.
1) Kandungan Lengas Tanah (Soil Water Content)
Kandungan lengas tanah harus didefinisikan atau ditetapkan untuk
menunjukkan jumlah air yang disimpan di dalam tanah pada setiap waktu.
Kandungan lengas tanah yang ditetapkan paling umum adalah kejenuhan
(saturation), kapasitas lapang (field capacity), titik layu (wilting point), dan kering
oven (oven dried). Pada kejenuhan, yang biasanya terjadi segera setelah hujan
berat atau irigasi, semua ruang pori dalam tanah terisi air. Apabila tanah ada
pada atau dekat kejenuhan, sejumlah air bebas untuk merembes atau bergerak ke
bawah disebabkan gravitasi. Air kelebihan ini disebut air gravitasi (gravitational
water). Karena air yang bergerak ke bawah (akibat gravitasi ini) memerlukan
waktu, sejumlah air kelebihan ini dapat digunakan oleh tanaman atau hilang
melalui penguapan. Kapasitas lapang didefinisikan sebagai jumlah air yang
tersisa di dalam tanah setelah perkolasi terjadi. Ini bukan suatu batas air tanah
yang sangat pasti; dengan demikian kapasitas lapang sering didfinisikan kira-kira
sebagai sepertiga tensi atmosfir. Titik layu (wilting point) didefinisikan sebagai
kandungan lengas tanah yang pada tingkat itu potensi tanaman untuk
mengabsorbsi air diimbangi oleh potensi air dari tanah. Tanaman-tanaman akan
mati jika air tanah dibiarkan mencapai titik layu itu. Tanah yang sudah menjadi
kering oven digunakan sebagai titk referensi (dasar patokan) untuk menentukan
kandungan lengas tanah. Ini terjai apabila semua air tanah sudah dihilangkan
(removed) dari tanah. Jumlah lengas pada setiap kan-dungan lengas tanah
berubah dengan berubahnya tipe tanah. Kapasitas memegang air spesifik dapat
diperoleh dari bermacam-macam sumber. Kandungan air dapat dinyatakan
sebagai inci (atau cm) air tersedia atau sebagai persentase.4

2) Bagaimana Tanah Memegang Air


Tanah memegang air dalam dua cara, sebagai selaput tipis pada partikel-
partikel tanah tersendiri, dan sebagai air disimpan dalam pori-pori tanah. Air
4
Hubungan Air, Tanah dan Tanaman, ( http://karyatulisilmiah.com/hubungan-tanah-air-
dan-tanaman/ 2016)

8
disimpan sebagai selaput tipis pada partikel-partikel tanah tersendiri dikatakan ada
dalam adsorpsi (jerapan). Adsorpsi melibatkan reaksi-reaksi kimia dan fisika
yang kompleks tetapi dalam istilah sederhana, selaput tipis air melekat pada
lapisan-lapisan sebelah luar molekul-molekul partikel tanah. Air disimpan dalam
pori-pori dari tanah dikatakan ada dalam simpanan kapiler. Suatu contoh dari
fenomena ini adalah akan ditempatkan satu ujung dari pipa kapiler gelas ke dalam
panci air. Air dari pipa akan naik ke suatu tinggi tertentu, yang tergantung pada
diameter pipa kapiler. Fenomena ini dapat bertindak dalam setiap arah dan kunci
untuk air yang disimpan dalam pori-pori tanah.
3) Tensi Air Tanah (Soil Water Tension)
Seberapa mudah tanaman dapat meng-ekstrak air dari tanah tergantung
pada tensi air tanah, juga dikenal dengan nama potensial air tanah. Air yang
menjadi simpanan air kapiler dipegang dalam tanah pada suatu tensi tertentu.
Sama benarnya untuk air yang dipegang dengan fenomena adsorpsi. Ketika
tanah mengering, tensi-tensi ini menjadi lebih besar. Bagi tanaman lebih mudah
mengekstrak air yang dipegang pada tensi-tensi lebih rendah. Tensi-tensi yang
sesuai dengan titik keseimbangan air tanah pada contoh di bawah ini adalah
contoh yang baik tensi air yang mempengaruhi penggunaan air tanaman.
Pada tingkat jenuh, tensi air kira-kira 0,001 bar. Satu bar tensi setara
dengan 1 atmosfir tekanan (14,7 psi). Jadi dari diskusi di atas, akan sangat mudah
bagi tanaman untuk mengekstrak air dari suatu tanah jenuh. Kejenuhan air
bertahan hanya dalam waktu singkat, jadi tanaman-tanaman mngekstrak air hanya
suatu bagian kecil dari di atas kapasitas lapang. Kapasitas lapang didefinisikan
pada kira-kira sepertiga tekanan atmosfir atau kira-kira 0,3 bar. Pada kandungan
air ini, tanaman masih mudah mengambil air dari tanah. Titik layu terjadi apabila
potensi akar tanaman diimbangi oleh potensi air tanah, jadi tanaman tidak mampu
untuk mengabsorpsi air diluar (melebihi) tensi ini. Ini terjadi kira pada tensi 15
bar. Pada tensi air tanah ini tanaman akan mati. Sebagai kerangan, tensi air tanah
dalam suatu contoh tanah kering oven kira-kira 10.000 bar.
Air di antara kapasitas lapang dan titik layu adalah air yang tersedia bagi
tanaman. Akan tetapi pertumbuhan tanaman dan hasil terbaik terjadi apabila

9
kandungan air tanah tetap separuh ke atas dari kisaran air tanah tersedia bagi
tanaman.
Tanaman mengembangkan tensinya, atau potensialnya, untuk
memindahkan air tanah dari tanah ke dalam akar dan mendistribuasi air ke seluruh
tanaman dengan menyesuaikan potensial air, atau tensi air, dalam sel-sel
tanaman. Potensial air terbuat dari beberapa komponen, tetapi salah satu
komponen penting adalah potensial osmotik atau larutan. Potensial larutan adalah
disebabkan adanya bahan terlarut, seperti gula dan asam amino, dalam sel-sel
tanaman.
Intisari proses adalah bahwa air selalu bergerak dari potensial air lebih
tinggi ke potensial air lebih rendah. Bagi air untuk berpindah dari tanah ke akar,
batang, daun, udara potensial air harus selalu berkurang. Ini diilustrasikan pada
Gambar 7, pemindahan dari tanah potensial air lebih tinggi (kurang negatif) ke
potesial air lebih rendah (lebih negatif). Tensi sering digambarkan dengan simbul
y. Potensi air udara adalah selalu rendah, dengan demikian pergerakan air ke arah
udara melalui tanaman. Akan tetapi, tanaman dibatasi dalam jumlah penyesuaian
yang dapat dibuatnya.
D. PENGGUNAAN AIR OLEH TANAMAN.
Sistem akar tanaman harus memberikan suatu tensi (tekanan) negatif
untuk mengekstrak air dari tanah. Tensi harus setara dengan tensi yang
memegang air dalam tanah. Sebagai contoh, jika air dalam tanah ada pada 0.3
bar (sekitar kapasitas lapang), tanaman harus memberikan sekurang-kurangnya
0,3 bar tensi negatif (-0,3 bar). Pada titik layu, maksimum tensi negatif yang
tanaman berikan diimbangi dengan tensi air tanah.
Pada titik ini tanaman tidak dapat lagi mengekstrak air dari tanah dan akan
mengalami stres secara permanen. Ada beberapa faktor yang menentukan kapan,
dimana, dan berapa banyak air akan digunakan tanaman. Faktor-faktor ini
meliputi kebutuhan air tanaman harian sebagai dipengaruhi oleh kondisi-kondisi
iklim dan stadia pertumbuhan, kedalaman akar tanaman, dan kualitas tanah dan
air.

10
1) Kebutuhan Air Tanaman
Tanaman mempunyai kebutuhan air yang berbeda pada stadia
pertumbuhan yang berbeda. Ketika tanaman muda ia kurang memerlukan air dari
pada ketika ia berada pada stadia reproduktif. Ketika tanaman mendekati masak,
kebutuhan airnya berhenti. Kurva-kurva sudah dikembangkan yang
memperlihatkan kebutuhan air harian bagi kebanyakan tipe tanaman. Gambar 8
memperlihatkan kurva air tanaman khas. Tanaman tahunan semacam alfalfa,
mempunyai kurva penggunaan air tanaman serupa dengan yang teradapat pada
Gambar 8, kecuali kurva pemakaian air tanaman mempunyai suatu penggunaan
air tanaman berpolakan mata gergaji, berhenti dengan tajam dengan tiap
pemotongan dan secara perlahan-perlahan meningkat hingga pemotongan
berikutnya.
2) Kedalaman Akar Tanaman
Kedalaman akar tanaman menentukan kedalaman yang dengannya air
tanah dapat diekstrak. Tanaman muda hanya mempunyai akar-akar yang dangkal
dan air tanah yang lebih dalam dari kedalaman perakaran tidak digunakan
tanaman. Tanaman khasnya mengekstrak kira-kira 40 % dari kebutuhan airnya
dari seperempat teratas daerah perakarannya, kemudian 30 % dari seperempat
berikutnya, 20 % dari seperempat ketiga, dan 10 % seperempat terbawah. Jadi,
tanaman akan mengekstrak kira-kira 70 % airnya dari setengah bagian atas
penetrasi akar keseluruhannya. Tabel 2 memperlihatkan kedalaman penetrasi akar
dan 70 % ekstraksi air untuk beberapa tanaman lapangan yang umum. Bagian
lebih dalam daerah perakaran dapat menyediakan persentase kebutuhan lebih
tinggi jika bagian lebih atas dikosongkan. Akan tetapi, ketergantungan pada
penggunaan air lebih dalam akan mengurangi pertumbuhan tanaman optimum.
3) Kualitas Tanah Dan Air
Faktor lain terhadap jumlah ketersediaan air tanah untuk tanaman adalah
kualitas tanah dan air. Untuk pertumbuhan tanaman baik, tanah harus
mempunyai ruang yang cukup untuk air dan pergerakan udara, dan untuk
pertumbuhan akar. Struktur tanah dapat diubah oleh praktek manajemen tanah

11
tertentu. Sebagai contoh, pengolahan tanah berlebihan dapat memecahkan tanah
agregat dan lalu lintas berlebihan dapat menyebabakan kekompakan atau
kepadatan tanah. Kedua praktek ini mengurangi jumlah ruang pori dalam tanah
dan dengan demikian mengurangi ketersediaan air dan udara dan mengurangi
ruang untuk perkembangan akar.
Kualitas air juga penting untuk perkembangan tanaman. Air irigasi dengan
kandu- ngan tinggi garam terlarut adalah tidak tersedia untuk tanaman, jadi
kandungan air tanah lebih tinggi agar mempunyai air tersedia bagi tanaman.
Kenaikan kandungan garam air mengurang potensial untuk menggerakkan air dari
tanah ke akar-akar. Sejumlah air tambahan juga akan diperlukan untuk mencuci
garam dibawah daerah perakaran untuk mencegah penambahan dalam tanah.
Kualitas air yang rendah dapat mengurangi dapat mempengaruhi strucktur tanah. 5

E. KAJIAN SIFAT FISIK TANAH DAN BERBAGAI PENGGUNAAN


LAHAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENDUGAAN EROSI
TANAH.
1) Erosivitas Hujan (R)

5
Ibid,

12
Nilai erosivitas (R) dihitung dengan menggunakan rumus Utomo dan
Mahmud (1984) dalam Utomo, (1989) yaitu Rb = 10.80 + 4.15 HB pada periode
Januari 2002 sampai Desember 2006. Besamya nitai R daerah penelitian disajikan
pada Tabel 1.
Dari data pada tabel 1 di atas, besarnya nilai erosivitas bulanan pada daerah
penelitian adalah 5911.46 sehingga dalam kurun waktu 5 tahun tersebut rata rata
Indeks Erosivitas Hujan daerah penelitian tersebut adalah 1182,29 mm/ tahun.6

2) Sifat Fisik Dan Nilai Erodibilitas (K)


Besamya nilai indeks erodibilitas tanah ditentukan oleh kandungan bahan
organik tanah dan beberapa sifat fisik tanah. Sifat sifat fisik tanah yang digunakan
untuk menentukan indeks erodibilitas suatu tanah tersebut adalah tekstur, struktur,
dan permeabilitas tanah (Wischmeier et. all, 1971). Hasil dari pengamatan
mengenai sifat sifat fisik tanah tersebut disajikan pada tabel 2 berikut ini.

Arifin. Mohammad. Kajian Sifat Fisik Tanah Dan Berbagai Penggunaan Lahan
6

Dalam Hubungannya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. (online)

13
Dari data pada tabel 2 tersebut dapat diketahui bahwa lahan pertanian
monokultur memiliki kandungan bahan organik terendah yaitu 1.78 %, sedangkan
hutan sengon merupakan daerah penelitian dengan kandungan bahan organik
tertinggi yaitu 3.58 %. Dilihat dari teksturnya daerah penelitian yang meliputi tiga
penggunaan lahan tersebut memiliki tekstur tanah yang sama yaitu lempung
berpasir dengan prosentase fraksi yang berbeda seperti pada tabel 2 tersebut di
atas. Tanah pada lahan tumpangsari kandungan pasir kasarnya lebih rendah dari
hutan sengon yaitu 67 % dan liatnya lebih tinggi yaitu 8 %, dan debu serta pasir
halus 25 %. Sedangkan berdasarkan hasil analisa strukturnya ketiga penggunaan
lahan tersebut memiliki klas sruktur tanah yang sama yaitu klas 3, yang berarti
strukturnya granuler kasar. Dan hasil pengukuran permeabilitas pada lokasi
penelitian dengan dua kedalaman, sama sama memiliki permeabilitas lambat yang
masuk dalarn klasifikasi klas 5.7
3) Erodibilitas Tanah (K)
Dari hasil semua unsur tersebut diatas diperoleh pendugaan nilai
erodibilitas tanah (K) dengan menggunakan nomograh pada masingmasing lokasi
penggunaan lahan dan pengelompokan tingkat erodibilitasnya. Selanjutnya Hasil
perhitungan pendugaan nilai erodibilitas ini disajkan dalam tabel berikut ini.

7
Ibid

14
Nilai erodibilitas tanah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : tekstur
tanah, struktur tanah, kandungan bahan organik tanah dan permeabilitas tanah.
Penghitungan erodibilitas tanah menggunakan nomograph menghasilkan bahwa
tingkat erodibilitas tinggi terdapat pada pertanian monokultur, disusul pertanian
tumpangsari dalam kriteria agak tinggi dan tingkat erodibilitas sedang pada lahan
hutan.8
4) Panjang dan kemiringan lereng (LS)
Faktor penentu nilai erosi tanah yang lain adalah panjang dan kemiringan
lereng. Setelah dilakukan pengukuran diketahui indeks LS pada ketiga lokasi
penggunaan lahan. Untuk lebih jelasnya Nilai LS pada masing-masing lokasi
penelitian disajikan pada tabel 4 dibawah ini.

Faktor LS, adalah kombinasi antara panjang lereng (L) dan Kemiringan lereng
(S), merupakan nisbah besarnya erosi dari suatu lereng dengan panjang dan
kemiringan tertentu terhadap besarnya erosi dari plot standart. Indeks LS dapat
8
Ibid

15
berpengaruh terhadap erosi tanah. Penghitungan indeks LS mendapatkan hasil, LS
tertinggi pada lahan monokultur, disusul lahan hutan dan lahan tumpangsari.
5) Faktor Tanaman Dan Pengelolaan Tanah.
Faktor lain yang diperlukan guna menghitung erosi tanah adalah faktor
tanaman dan pengelolaan tanah. Hasil pengamatan di lapangan dan perhitungan
nilai faktor tanaman dan pengelolaan tanahnya disajikan dalam tabel 5 berikut ini.

Nilai CP merupakan kombinasi antara nilai faktor tanaman/komoditi yang


diusahakan pada suatu lahan, sedangkan faktor pengelolaan merupakan nilai yang
diperoleh dari ada tidaknya tindakan konservasi tanah pada lahan yang
diusahakan. Hasil Perhitungan nilai C x P menunjukkan bahwa Hutan sengon
mempunyai nilai CP terkecil dan pertanian monokultur nanas memberikan nilai
CP terbesar.9

6) Pendugaan Nilai Erosi Pada Masing-masing Lokasi


Dari hasil masing-masing penghitungan faktor erosi pada masing-masing
penggunaan lahan, maka diperoleh nilai pendugaan erosi dan kriteria tingkat
bahaya erosinya. Besarnya nilai pendugaan erosi dan tingkat bahaya erosi pada
masing-masing penggunaan lahan disajikan pada tabel 6 dibawah ini.

9
Ibid

16
Hasil akhir penghitungan pendugaan nilai erosi pada berbagai penggunaan
lahan diketahui bahwa lahan pertanian tumpangsari dan pertanian monokultur
memunyai nilai erosi yang tinggi dan termasuk dalam kriteria tingkat bahaya erosi
berat. Hal ini disebabkan pleh beberapa hal diantaranya adalah bahan organik
tanah. Data tabel kandungan bahan organik tanah menunjukkan bahwa lahan
pertanian monokultur memiliki kandungan bahan organik terendah yaitu 1.78 %,
sedangkan hutan sengon merupakan mempunyai kandungan bahan organik
tertinggi yaitu 3.58 %. Tanah pada lahan pertanian monokultur memiliki
kandungan bahan organik terendah dikarenakan lahan tersebut memperoleh bahan
norganik yang sedikit yang berasal dari sisa tanaman sebagai humus, apalagi
lahan telah mengalami pengelolaan intensif tanpa tambahan bahan organik dan
penanaman terus menerus sepanjang musim sehingga mengakibatkan tanah
tersebut kehilangan bahan organik yang cepat terutama setelah penanaman
dimulai. Sebaliknya, tanah hutan sengon memiliki kandungan bahan organik
yang tinggi dikarenakan pada lahan hutan belum terjadi pengelolaan secara
intensif. Bahan organik berfungsi sebagai bahan sementasi sehingga berpengaruh
positip terhadap sifat fisik tanah. Bahan organik juga bersifat koloidal sehingga
mempunyai luas permukaan jenis yang besar yang berfungsi sebagai pengikat air,
sehingga kemampuan tanah mengikat air lebih banyak, hal ini akan menurunkan
limpasan permukaan apabila terjadi hujan, disamping fungsi lain sebagai
penambah nutrisi bagi tanaman. Sifat fisik yang dipengaruhi oleh bahan organik
dalam kaitannya dengan erodibilitas tanah adalah struktur, tekstur dan
permeabilitas tanah. Pengelolaan tanah yang intensif seara terus menerus tanpa
mengistirahatkan tanah dan tanpa penambahan bahan organik berakibat merusak

17
struktur tanah. Selanjutnya berakibat pada permeabilitas tanah. Pada tanah
tertentu permeabilitas tanahnya menjadi lambat. Permeabilitas lambat dan laju
infiltasi yang rendah mengakibatkan tingginya limpasan permukaan, yang pada
akhirnya mempertinggi limpasanHasil akhir penghitungan pendugaan nilai erosi
pada berbagai penggunaan lahan diketahui bahwa lahan pertanian tumpangsari
dan pertanian monokultur memunyai nilai erosi yang tinggi dan termasuk dalam
kriteria tingkat bahaya erosi berat. Hal ini disebabkan pleh beberapa hal
diantaranya adalah bahan organik tanah. Data tabel kandungan bahan organik
tanah menunjukkan bahwa lahan pertanian monokultur memiliki kandungan
bahan organik terendah yaitu 1.78 %, sedangkan hutan sengon merupakan
mempunyai kandungan bahan organik tertinggi yaitu 3.58 %. Tanah pada lahan
pertanian monokultur memiliki kandungan bahan organik terendah dikarenakan
lahan tersebut memperoleh bahan norganik yang sedikit yang berasal dari sisa
tanaman sebagai humus, apalagi lahan telah mengalami pengelolaan intensif tanpa
tambahan bahan organik dan penanaman terus menerus sepanjang musim
sehingga mengakibatkan tanah tersebut kehilangan bahan organik yang cepat
terutama setelah penanaman dimulai. Sebaliknya, tanah hutan sengon memiliki
kandungan bahan organik yang tinggi dikarenakan pada lahan hutan belum terjadi
pengelolaan
secara intensif. Bahan organik berfungsi sebagai bahan sementasi sehingga
berpengaruh positip terhadap sifat fisik tanah. Bahan organik juga bersifat
koloidal sehingga mempunyai luas permukaan jenis yang besar yang berfungsi
sebagai pengikat air, sehingga kemampuan tanah mengikat air lebih banyak, hal
ini akan menurunkan limpasan permukaan apabila terjadi hujan, disamping fungsi
lain sebagai penambah nutrisi bagi tanaman. Sifat fisik yang dipengaruhi oleh
bahan organik dalam kaitannya dengan erodibilitas tanah adalah struktur, tekstur
dan permeabilitas tanah. Pengelolaan tanah yang intensif seara terus menerus
tanpa mengistirahatkan tanah dan tanpa penambahan bahan organik berakibat
merusak struktur tanah. Selanjutnya berakibat pada permeabilitas tanah. Pada
tanah tertentu permeabilitas tanahnya menjadi lambat. Permeabilitas lambat dan

18
laju infiltasi yang rendah mengakibatkan tingginya limpasan permukaan, yang
pada akhirnya mempertinggi limpasan.10
F. PENGELOLAAN AIR TANAMAN JAGUNG
Salah satu upaya peningkatan produktivitas guna mendukung program
pengembangan agribisnis jagung adalah penyediaan air yang cukup untuk
pertumbuhan tanaman (Ditjen Tanaman Pangan 2005). Hal ini didasarkan atas
kenyataan bahwa hampir 79% areal pertanaman jagung di Indonesia terdapat di
lahan kering, dan sisanya 11% dan 10% masing-masing pada lahan sawah
beririgasi dan lahan sawah tadah hujan (Mink et al. 1987).
Data tahun 2002 menunjukkan adanya peningkatan luas penggunaan lahan
untuk tanaman jagung menjadi 10-15% pada lahan sawah irigasi dan 20- 30%
pada lahan sawah tadah hujan (Kasryno 2002).
Kegiatan budi daya jagung di Indonesia hingga saat ini masih bergantung
pada air hujan. Menyiasati hal tersebut, pengelolaan air harus diusahakan secara
optimal, yaitu tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, sehingga efisien dalam
upaya peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam dan peningkatan
intensitas pertanaman. Selain itu, antisipasi kekeringan tanaman akibat
ketidakcukupan pasokan air hujan perlu disiasati dengan berbagai upaya, antara
lain pompanisasi.
Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar
antara 400-500 mm (FAO 2001). Namun demikian, budi daya jagung terkendala
oleh tidak tersedianya air dalam jumlah dan waktu yang tepat. Khusus pada lahan
sawah tadah hujan dataran rendah, masih tersisanya lengas tanah dalam jumlah
yang berlebihan akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Sementara itu,
penundaaan waktu tanam akan menyebabkan terjadinya cekaman kekurangan air
pada fase pertumbuhan sampai pembentukan biji. Oleh karena itu, dibutuhkan
teknologi pengelolaan air bagi tanaman jagung.
Pengelolaan air perlu disesuaikan dengan sumber daya fisik alam (tanah,
iklim, sumber air) dan biologi dengan memanfaatkan berbagai disiplin ilmu untuk
membawa air ke perakaran tanaman sehingga mampu meningkatkan produksi.

10
Ibid

19
Sasaran dari pengelolaan air adalah tercapainya empat tujuan pokok, yaitu: (1)
efisiensi penggunaan air dan produksi tanaman yang tinggi, (2) efisiensi biaya
penggunaan air, (3) pemerataan penggunaan air atas dasar sifat keberadaan air
yang selalu ada tapi terbatas dan tidak menentu kejadian serta jumlahnya, dan (4)
tercapai nya keberlanjutan sistem penggunaan sumber daya air yang hemat
lingkungan. Dalam hubungannya dengan pengelolaan air untuk tanaman jagung
yang banyak dibudidayakan di lahan kering dan tadah hujan, pengelolaan air
penting untuk diperhatikan.
Makalah ini membahas beberapa aspek pengelolaan air tanaman jagung
yang meliputi aspek hujan wilayah, tipe lahan/pola tanam, pengelolaan kebutuhan
air tanaman, hubungan jumlah pemberian air dengan hasil jagung, praktek
pemberian air di pertanaman, metode pemberian air/irigasi, cekaman kelebihan
air, teknik konservasi tanah/air, pemompaan dan teknologi embung untuk
penyediaan air.
1) Ketersediaan Hujan Wilayah
Pemahaman yang mendalam tentang sifat hujan wilayah sangat diperlukan
agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pada saat terjadi
hujan, air yang jatuh tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Hujan
yang jatuh hanya sebagian yang terserap tanaman yang disebut curah hujan
efektif, dan sisanya terbuang dalam bentuk penguapan, perkolasi atau melimpas.
Nilai curah hujan efektif dapat diketahui dengan
persamaan FAO/AGLW:
Pe = 0,6 Ptotal 10, untuk CH < 70 mm
Pe = 0,8 Ptotal 25, untuk CH > 70 mm
di mana Pe = curah hujan efektif
Ptotal = total curah hujan
Nilai curah hujan efektif pada beberapa lokasi di Indonesia yang dihitung
dengan menggunakan metode FAO/AGLW disajikan pada Gambar 1. Nilai seri
curah hujan pada lima wilayah Indonesia dijadikan dasar dalam penentuan jadwal
tanam dan pola tanam dengan tingkat risiko gagal panen akibat kekurangan air
seminimal mungkin.

20
2) Pola Tanam Berdasarkan Tingkat Kesediaan Air
Budi daya jagung umumnya dilakukan pada lahan kering dan lahan sawah.
Tipe lahan dibedakan menjadi lahan kering beriklim kering, lahan kering beriklim
basah, lahan tadah hujan, dan lahan sawah irigasi. Masing-masing tipe lahan
tersebut menggambarkan pola tanam jagung sesuai dengan ketersediaan air yang
mencirikan tipe lahannya.

Berdasarkan peluang kejadian hujan, pola tanam jagung umumnya adalah:


Lahan kering beriklim kering : jagung bera bera
jagung jagung bera
Lahan kering beriklim basah : jagung jagung jagung
jagung jagung bera
Lahan tadah hujan : padi bera bera
padi jagung bera
Lahan sawah irigasi : padi padi jagung
padi jagung jagung
Pada lahan kering beriklim kering dataran rendah, pola tanam jagung-
jagung- bera dapat diterapkan apabila terdapat jaminan tambahan air irigasi
melalui air tanah dangkal. Drainase lahan diperlukan untuk mempercepat waktu

21
tanam jagung setelah panen padi. Untuk pola tanam padi-jagungjagung pada lahan
sawah tadah hujan, selain drainase juga diperlukan tambahan irigasi dari sumber
air tanah dangkal atau air permukaan (Prabowo et al. 1996).
3) Kebutuhan Air Tanaman
Dalam perencanaan pengairan, yang perlu mendapat perhatian adalah
kebutuhan air/evapotranspirasi tanaman. Evapotranspirasi tanaman dapat
dikelompokan menjadi dua bagian yaitu evapotranspirasi potensial dan
evapotranspirasi aktual.
4) Evapotransporasi Potensial (ETP)
ETP merupakan jumlah air yang ditranspirasikan dalam satuan unit waktu
oleh tanaman yang menutupi tanah secara keseluruhan dengan ketinggian
seragam, tidak pernah kekurangan air, dan tidak terserang hama penyakit. Dengan
kata lain, ETP dapat diinterpretasikan sebagai kehilangan air oleh tanaman yang
diakibatkan oleh faktor klimatologis. Penentuan nilai kebutuhan air tanaman
(evapotranspirasi) sejauh ini masih berdasarkan pada persamaan empiris yang
telah banyak dikembangkan (Doorenbos and Pruitt 1984). Di antara persamaan-
persamaan empiris yang umum digunakan adalah metode Blaney-Criddle dan
metode Penman, sedangkan penggunaan langsung di lapang umumnya dengan
menggunakan peralatan untuk mengamati perubahan air tanah. ETP dapat
dihitung secara empiris dengan persamaan Penman (Doorenbos and Pruitt 1984),
sebagai berikut:
ETP = C (D/ (D + g) (Rn G) + g/ (D + g) 2,7 Wf (eo-ez)]
di mana:
C = Faktor koreksi
D = Pertambahan tekanan uap jenuh
g = Konstanta psykhrometrik
Rn = Radiasi matahari bersih (mm/hari)
G = Fluks panas laten tanah (untuk periode harian = 0)
Wf = Fungsi kecepatan angin ( 1 + 0,864 u2)
(eo - ez) = Defisit tekanan uap (mbar)
( e o) = Tekanan uap jenuh ( mbar)
ez = Tekanan uap aktual (mbar)

22
Nilai penguapan/evapotranspirasi pada tiga lokasi di Indonesia yang
dihitung dengan menggunakan metode Penman disajikan pada Gambar 2.

5) Evaprotanspirasi Akrual (ETA)


ETA merupakan tebal air yang dibutuhkan untuk mengganti sejumlah air
yang hilang melalui evapotranspirasi pada tanaman yang sehat. Nilai ETA adalah
nilai kebutuhan air yang harus diberikan ke tanaman, atau merupakan dasar dalam
penentuan kebutuhan air bagi tanaman di lapang dengan persamaan empiris:
ETA = ETP x Kc
di mana:
ETA = evapotranspirasi aktual (mm)
ETP = evapotranspirasi potensial (mm)
K c = koefisien tanaman
Koefisien tanaman (Kc) menggambarkan laju kehilangan air secara drastis
pada fase-fase pertumbuhan tanaman, dan menggambarkan keseimbangan
komponen-komponen energi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (FAO
2001). Gambar 3 memperlihatkan tahapan pertumbuhan jagung dan koefisien
tanaman yang digunakan untuk mengatur pemberian air. Koefisien tanaman

23
mempunyai nilai antara 0,30 pada fase awal, 0,41,1 pada fase pertumbuhan, 1,2
pada fase pembuahan/ pengisian biji, dan 0,5 pada fase akhir menjelang panen.
Nilai koefisien yang digunakan dalam pengelolaan air bagi tanaman jagung
disajikan pada Tabel 1 (FAO 2001).

24
25
Penentuan ETA di lapang dapat menggunakan lisimeter, yaitu tangki yang
diisi dengan tanah, ditanami dengan tanaman tertentu, dan diletakkannpada lahan
terbuka (Gambar 4).
Untuk menentukan volume kebutuhan air tiap hari atau tiap dekade, maka
informasi kebutuhan air tiap musim, umur tanaman jagung, dan luas lisimeter
yang digunakan harus diketahui sebelumnya. Sebagai contoh, kebutuhan air

26
irigasi jagung tiap musim = 500 mm, umur tanaman 100 hari, dan diameter
lisimeter yang digunakan = 57,5 cm, maka volume air yang harus diberikan dalam
satu hari dapat dihitung sebagai berikut (Doorenbos and Pruitt 1984):

di mana:
V = Volume air yang harus diberikan dalam satu hari (ml)
A = Luas permukaan lisimeter (A=; d = 57,5 cm)
d = Volume air tiap musim (500 mm)
T = Umur tanaman jagung (100 hari)
Atau V = 2596,7 x 50/100 cm3
V = 1290 ml
Berdasarkan volume perlakuan pemberian air tersebut maka nilai ETA dapat
dihitung dengan persamaan:
ETA = (Mn + P) Mn+1
di mana
M = bobot lisimeter (kg)
P = volume perlakuan (kg)
N = poin pengamatan (1,2,3,....n)
Nilai ETA yang diperoleh dikonversi dari kg/hari menjadi mm/hari dengan
persamaan:

Di mana ETA dalam satuan mm/hari; 106 adalah konversi liter ke mm3, dan
A adalah luas permukaan lisimeter (mm2).
6) Hubungan Jumlah Pemberian Air dengan Hasil Jagung
Ketepatan pemberian air sesuai dengan tingkat pertumbuhan tanaman
jagung sangat berpengaruh terhadap produksi. Periode pertumbuhan tanaman
yang membutuhkan adanya pengairan dibagi menjadi lima fase, yaitu fase

27
pertumbuhan awal (selama 15-25 hari), fase vegetatif (25-40 hari), fase
pembungaan (15-20 hari), fase pengisian biji (35-45 hari), dan fase pematangan
(10-25 hari).
Skema pertumbuhan tanaman pada setiap fase disajikan pada Gambar 5.
Hubungan antara tingkat penurunan hasil relatif (1-Ya/Ym) terhadap defisit
evapotranspirasi relatif pada setiap tanaman jagung disajikan pada Gambar 6. Dari
Gambar 5 dan 6 diperoleh informasi bahwa frekuensi dan kedalaman pemberian
air dan curah hujan mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil jagung. Pada
Gambar 6 terlihat bahwa tanaman jagung lebih toleran terhadap kekurangan air
pada fase vegetatif (fase 1) dan fase pematangan/masak (fase 4). Penurunan hasil
terbesar terjadi apabila tanaman mengalami kekurangan air pada fase
pembungaan, bunga jantan dan bunga betina muncul, dan pada saat terjadi proses
penyerbukan (fase 2).
Penurunan hasil tersebut disebabkan oleh kekurangan air yang
mengakibatkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol
mengering, sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang. Hal ini tidak terjadi
apabila kekurangan air terjadi pada fase vegetatif. Kekurangan air pada fase
pengisian/pembentukan biji (fase 3) juga dapat menurunkan hasil secara nyata
akibat mengecilnya ukuran biji . Kekurangan air pada fase pemasakan/
pematangan (fase 4) sangat kecil pengaruhnya terhadap hasil tanaman.
Penelitian pengaruh jumlah pemberian air terhadap hasil biji dan efisiensi
penggunaan air tanaman jagung telah dilakukan oleh Prabowo et al. (1998).
Sebagaimana disajikan pada Tabel 2, perlakuan IV yang merupakan kontrol atau
selama pertumbuhan tanaman diberikan air sebanyak 373 mm memberikan hasil
tertinggi, yaitu 7,6 t/ha (Prabowo et al. 1998).

28
29
30
Hasil penentuan nilai kebutuhan air tanaman, baik melalui estimasi maupun
pengukuran, kemudian dibandingkan dengan mempertimbangkan kondisi
lingkungan pengamatan, prosedur pengamatan, dan ketersediaan data. Misalnya
data kebutuhan air tanam, baik dalam bentuk estimasi maupun pengukuran
langsung, dikumpulkan dan dibandingkan dengan data hujan untuk
menentukanperiode defisit air, sehingga jadwal dan jumlah air yang harus
diberikan dapat direcanakan dengan baik.
7) Praktek Pemberian Air di Pertanaman
Dalam kondisi air tersedia dalam jumlah yang cukup, setelah dilakukan
penanaman, lahan sebaiknya diairi. Hal ini untuk menjaga agar perkembangan
akar tanaman menjadi baik. Untuk pemberian air selanjutnya, kisaran nilai kadar
lengas tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen, merupakan air
tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman (AW), dijadikan indikator dalam
menentukan jumlah dan waktu pemberian air. Kapasitas lapang adalah kadar
lengas tanah yang tertahan dalam tanah setelah tanah mengalami proses
penjenuhan akibat hujan atau irigasi, yang berlangsung antara 2-3 hari setelah
hujan. Kondisi ini terjadi pada tekanan isap tanah mencapai -0,33 bar. Titik layu
permanen adalah jumlah air minimum di mana tanaman sudah mulai layu dan
tidak dapat tumbuh lagi walaupun diberi tambahan air (Een.wikipedia 2007).
Kondisi ini terjadi pada tekanan isap tanah mencapai -15 bar. Nilai air tanah
tersedia dapat ditentukan dengan persamaan:

31
Drz (KL - TLP)
AW =100
di mana:
AW = lengas tersedia untuk tanaman (cm)
Dr z = kedalaman zona perakaran tanaman (cm)
K L = kadar air dalam kondisi kapasitas lapang (%)
TLP = kadar air dalam kondisi titik layu permanen (%)
Penurunan transpirasi aktual tanaman relatif lebih kecil apabila kondisi
lengas tanah berada antara KL dan qc dibandingkan penurunan transpirasi aktual
tanaman pada kondisi di mana lengas tanah berada antara qc dan TLP (Gambar 7).
Dengan kata lain, apabila kondisi lengas tanah dijaga pada kisaran antara
KL dan qc kualitas hasil tanaman lebih baik. Walaupun secara teoritis tanaman
masih mampu mendapatkan air dari tanah dalam kondisi kadar lengas tanah sudah
melewati TLP tanaman, namun sedikit demi sedikit kemampuan
mentranspirasikan air akan berkurang seiring menutupnya stomata sebagai respon
terhadap kekurangan air. Gambar 7 memperlihatkan variasi laju transpirasi aktual
tanaman jagung terhadap kondisi lengas tanah, yang didefinisikan sebagai kadar
lengas tanah kritis (qc ). Irigasi biasanya dijadwalkan untuk menjaga kondisi
lengas tanah di atas nilai tanah. Dalam prakteknya, volume tiap satuan luas
permukaan dari lengas tanah antara kapasitas lapang dan qc kadang-kadang
disebut lengas tanah yang tersedia/siap dimanfaatkan oleh tanaman (RAW).
Dalam kondisi tidak ada hujan dan ketersediaan air irigasi sangat terbatas
maka pemberian air bagi tanaman dapat dikurangi dan difokuskan pada periode
pembungaan (fase 2) dan pembentukan biji (fase 3). Pemberian air selama fase
vegetatif dapat dikurangi. Dengan irigasi yang tepat waktu dan tepat jumlah maka
diharapkan akan didapatkan hasil jagung 6-9 t/ha (kadar air 10-13%), dengan
efisiensi penggunaan air 0,8-1,6 kg/m3. Linsley dan Fransini (1986) membagi
metode pemberian air bagi tanaman jagung ke dalam lima metode yaitu:
1. model genangan
2. model alur (furrow)
3. model bawah permukaan (sub surface)
4. model pancaran (sprinkler)

32
5. model tetes (drip)
Di antara model tersebut, pemberian air dengan metode alur paling banyak
diterapkan dalam budi daya jagung. Dengan metode ini air diberikan melalui alur-
alur di sepanjang baris tanaman. Dengan penggunaan alur untuk mendistribusikan
air, kebutuhan pembasahan hanya sebagian dari permukaan (1/2-1/5) sehingga
mengurangi kehilangan air akibat penguapan, mengurangi pelumpuran tanah
berat, dan memungkinkan untuk mengolah tanah lebih cepat setelah pemberian
air.11

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

11
Aqil,Mohammad I.U, dkk. Pengelolaan Air Tanaman Jagung. (online)
https://core.ac.uk/download/pdf/12218329.pdf

33
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. Mohammad. Kajian Sifat Fisik Tanah Dan Berbagai Penggunaan Lahan
Dalam Hubungannya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. (online)
https://core.ac.uk/download/pdf/12218329.pdf, diakses 24 April 2017
diakses pada tanggal 24-042017.

Aqil,Mohammad I.U, dkk. Pengelolaan Air Tanaman Jagung. (online)


https://core.ac.uk/download/pdf/12218329.pdf, diakses 24 April 2017
diakses pada tanggal 2-04-2017

Lakitan, Benyamin. 2008. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

34
35

Anda mungkin juga menyukai