Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Pembagian Hadits dari Segi Kualitas dan Kuantitas Sanad”

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah
Ulumul Hadits Program studi Pendidikan Bahasa Arab
Semester 2 Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Bone Tahun 2024

Dosen Pengampuh : Hastang, M.Pd.I

Oleh :

HARISNAWATI
880042023007

NURUL HUSNA
880042023008

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAIN) BONE


TAHUN 2024

i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena
atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul


"Pembagian Hadis dari Segi Kualitas dan Kuantitas Sanad", yang menurut kami dapat
memberikan manfaat yang besar bagi kita. Melalui kata pengantar ini penulis lebih
dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada
kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan
pembaca.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan
manfaat.

Watampone, 20 Mei 2024

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 2
D. Manfaat ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 3

A. Pembagian Hadits dari Segi Kualitas Sanad ....................................... 3


B. Pembagian Hadits dari Segi Kuantitas Sanad ..................................... 11

BAB III PENUTUP .................................................................................. 15

A. Kesimpulan ......................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an sebagai kitab suci dibukukan sejak dini oleh para sahabat dan
disaksikan oleh mereka yang menerima langsung dari Nabi Muhammad tentang
ayat-ayat yang telah diwahyukan kepada beliau. Dengan pembukuan dini dan
disaksikan oleh mereka yang hadir langsung bersama Rasulullah dalam proses
penerimaan wahyu selama duapuluh tiga tahun, maka keotentikan dan validitas
Al-Qur‟an tidak diragukan lagi. Riwayat Al-Qur‟an dinyatakan sebagai riwayat
yang mutawatir sehingga kebenaran yang ada berkualitas ilmu pasti (dzaruri),
yaitu ilmu yang kebenarannya sudah nyata dan tidak ada keraguan di dalamnya.
Berbeda dengan Al-Qur‟an,hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua
telah dibukukan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khilafah kelima
Bani Umayyah. Sedangkan sebelumnya hadits– hadits Nabi SAW masih
terdengar dalam ingatan para sahabat untuk kepentingan dan pegangan mereka
sendiri. Umat Islam di dunia harus menyadari bahwa hadits Rasulullah SAW
sebagai pedoman hidup yang kedua setelah AlQur‟an. Tingkah laku manusia
yaang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, cara mengamalkannya, tidak dirinci
dengan ayat AlQur‟an secara mutlak dan secara jelas, hal ini membuat para
muhaditsin sadar akan perlunya mencari penyelesaian dalam hal tersebut dengan
al-hadits. Dalam meneliti kekuatan hadits serta kelemahan hadits dan untuk
dijadikan hujjah hukum, serta untuk mengamalkan Hadits, perlu difahami hadits–
hadits yang berkembang baik dari segi kualitas mapun kuantitas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pembagian hadits yang ditinjau dari kualitas sanadnya ?
2. Apa saja pembagian hadits yang ditinjau dari kuantitas sanadnya ?

1
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui pembagian hadist yang ditinjau dari kualitas sanadnya
2. Untuk Mengetahui pembagian hadist yang ditinjau dari kuantitas sanadnya

D. Manfaat
1. Bagi pembaca
Mengembangkan wawasan dalam Ilmu Hadits khususnya pembagian hadits
dari segi kualitas dan kuantitas sanad
2. Bagi penulis
Memahami lebih dalam pembagian hadits dari segi kualitas dan kuantitas
sanad

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembagian Hadits dari Segi Kualitas Sanad


1. Hadits Shahih
a) Pengertian Hadits Shahih
Kata shahih menurut bahasa dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa
shihhatan wa shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang
selamat, yang benar, dan yang sah. Para ulama‟ biasa menyebut kata shahih
itu sebagai lawan kata dari kata saqim (sakit). Maka hadits shahih menurut
bahasa berarti hadits yang sah, hadits yang sehat atau hadits yang selamat.
Hadits Shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah, sebagai berikut :
“Hadits yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad,
tidak ada kejanggalan dan tidak ber‟illat”.
Ibnu Hajar al-Asqalani, mendefinisikan lebih ringkas yaitu :“Hadits yang
diriwayatkan oleh orang–orang yang adil, sempurna kedzabittannya,
bersambung sanadnya, tidak ber‟illat dan tidak syadz”.
Dari kedua pengertian di atas maka dapat difahami bahwa hadits shahih
merupakan hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sanadnya bersambung, perawinya yang adil, kuat ingatannya atau
kecerdasannya, tidak ada cacat atau rusak.

b) Syarat-syarat Hadits Shahih


1) Sanadnya bersambung. Yang dimaksud sanad bersambung adalah tiap
tiap periwayatan dalam sanad hadits menerima periwayat hadits dari
periwayat terdekat sebelumnya, keadaan ini berlangsung demikian
sampai akhir anad dari hadits itu.
2) Periwayatan bersifat adil. Adil di sini adalah periwayat seorang muslim
yang baligh, berakal sehat, selalu memelihara perbutan taat dan
menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat.

3
3) Periwayatan bersifat dhabit. Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya
tentang apa yang telah didengarnya dan mampu menyampaikan
hafalannya kapan saja ia menghendakinya.
4) Tida Janggal atau Syadz Adalah hadits yang tidak bertentangan dengan
hadits lain yang sudahdiketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.
5) Terhindar dari illat (cacat) Adalah hadits yang tidak memiliki cacat, yang
disebabkan adanya hal-hal yang tidak bak, yang kelihatannya samar-
samar.

c) Pembagian Hadits Shahih


1) Hadits Shahih Li-Dzatih
Ialah hadits shahih dengan sendiriya, artinya hadits shahih yang
memiliki lima syarat atau kiteria sebagaimana disebutkan pada
persyaratan di atas, atau hadits shahih adalah : “hadist yang melengkapi
setinggi-tinggi sifat yang mengharuskan kita menerimanya”
Dengan demikian penyebutan hadist shahih li dzatih dalam
pemakaiannya sehari-hari pada dasarnya cukup memakai sebutan dengan
hadist shahih.
Adapun contoh hadist Li-dzatih , yang artinya “Dari Ibnu Umar ra.
Rasulullah SAW bersabda: “Dasar (pokok) Islam itu ada lima perkara :
mengakui tidak ada tuhan selain Allah dan mengaku bahwa Muhammad
adalah Rasul Allah , menegakkan Sholat (sembahyang), membayar
zakat, menunaikan puasa dibulan Ramadhan dan menunaikan ibadah
haji” (HR. Bukhari dan Muslim).

2) Hadist Shahih Li-Ghairih


Yang dimaksud dengan hadist Li-Ghairih adalah Hadist yang
keshahihannya dibantu adanya keterangan lain. Hadist pada kategori ini

4
pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek kedhabitannya.Sehingga
dianggap tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai Hadist
shahih.
Contoh hadist shahih LiGhairihi : Artinya : “Dari Abu Hurairah
Bahwasahnya Rasulullah SAW bersabda: “sekiranya aku tidak
menyusahkan ummatku tentulah aku menyuruh mereka bersunggi
(menyikat gigi) disetiap mengerjakan Sholat.”(HR. Bukhari dan
Tirmidzi)

2. Hadits Hasan
a) Pengertian Hadits Hasan
Pengertian Hadits Hasan Menurut pendapat Ibnu Hajar, ”Hadist hasan
adalah hadist yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat
ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat dan tidak ganjil.”
Imam Tirmidzi mengartikan hadist hasan sebagai berikut : “Tiap-tiap
hadist yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada
matan-nya) tidak ada kejanggalan (syadz) dan (hadist tersebut) diriwayatkan
pula melalui jalan lain”. Dari uraian di atas maka dapat difahami bahwa
hadist Hasan tidak memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya kurang
kesempurnaan hafalannya. Disamping itu pula hadist hasan hampir sama
dengan hadist shahih, perbedaannya hanya mengenai hafalan, di mana hadist
hasan rawinya tidak kuat hafalannya.

b) Syarat-syarat Hadits Hasan


1) Para perawinya yang adil,
2) Ke-Dhabith-an perawinya dibawah perawi Hadist shahih,

5
3) Sanad-sanadnya bersambung,
4) Tidak terdapat kejanggalan atau syadz,
5) Tidak mengandung illat.

c) Pembagian Hadits Hasan


1) Hadits Hasan Li-Dzatih
Yang dimaksud hadits hasan Li-Dzatih adalah hadist hasan
dengan sendirinya, yakni hadist yang telah memenuhi persyaratan
hadist hasan yang lima. Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadist hasan
Li-Dzatih para perawinya terkenal kebaikannya, akan tetapi daya
ingatannya atau daya kekuatan hafalan belum sampai kepada derajat
hafalan para perawi yang shahih.
Contoh Hadist Hasan Li-Dzatih adalah sebagai berikut :
Artinya :”Dari Ibnu Umar r.a. Rasulullah SAW bersabda :Barang
siapa menuntut ilmu pengetahuan karena selain Allah atau bertujuan
selain Allah maka, tempatnya di dalam Neraka”.
2) Hadits Hasan Li-Ghairih
Hadits Hasan Li-Ghairih adalah hadist yang sanadnya tidak
sepi dari seorang mastur-tak nyata keahliannya, bukan pelupa yang
banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikannya
fasik dan matan hadistnya adalah baik berdasarkan pernyataan yang
semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain”.
Hadist Hasan Li-Ghairihi ialah Hadist Hasan yang bukan
dengan sendirinya, artinya Hadist yang menduduki kualitas Hasan,
karena dibantu oleh keterangan Hadist lain yang sanadnya Hasan. Jadi
Hadist yang pertama itu terangkat derajatnya oleh Hadist yang kedua,
dan yang pertama itu disebut Hadist Hasan.
Contoh sebagai berikut : Rasulullah SAW, bersabda :Hak bagi
seorang Muslim mandi di hari Jum‟at, hendak mengusap salah

6
seorang dari mereka wangi-wangian keluarganya, jika ia tidak
memperoleh airpun cukup dengan wangi-wangian”.(H.R.Ahmad)
Hadist dapat menjadi Hadist Hasan Li-Ghairih, karena dibantu
oleh Hadist yang lain semakna dengannya atau karena banyak yang
meriwayatkannya.

3. Hadist Dhaif
a) Pengertian Hadist Dhaif
Kata Dhaif menurut bahasa yang berarti lemah, sebagai lawan dari
Qawiy yang kuat. Sebagai lawan dari kata shahih, kata Dhaif secara
bahasa berarti Hadist yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat. Secara
Terminilogis, para ulama mendefinisikan secara berbeda-beda. Akan
tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama, Pendapat An-
Nawawi : “Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadist
Shahih dan syarat-syarat Hadist Hasan.”

b) Pembagian Hadits Dhaif


1) Dhaif dari sudut sandaran matannya.
Dhaif dari sudut sandaran matannya, maka hal ini terbagi dua macam,
yaitu:

 Hadits Marfu

Hadits Marfu adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada


Nabi Muhammad SAW dalam bentuk perkataan, perbuatan, taqrir
ataupun sifat. Adapun orang yang menyandarkan tersebut boleh

dari kalangan sahabt, tabi‟in, atau yang lainnya.


 Hadits Mauquf
Ialah Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, berupa
perkataan, perbuatan dan taqrirnya. Sebagai contoh Ibnu Umar
berkata: Bila kau berada diwaktu sore, jangan menunggu
datangnya diwaktu pagi hari, dan bila kau berada diwaktu pagi
7
jangan menunggu datangnya waktu sore hari, Ambillah dari waktu
sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu
untuk persediaan matimu.” (Riwayat Bukhari)

 Hadits Maqhtu
Ialah Hadits yang diriwayatkan dari Tabi‟in, berupa perkataan,
perbuatan atau taqrirnya. Contoh : seperti perkataan Sufyan Ats-
Tsaury, seorang Tabi‟in: “Termasuk Sunnah, ialah mengerjakan
sembahyang 12 rakaat setelah sembahyang idul fitri , dan 6 rakaat
sembahyang idul Adha.
2) Dhaif dari sudut matannya
Hadits Syadz, ialah Hadits yang diriwayatkan oleh para perawi
yang tsiqah atau terpercaya, akan tetapi kandungan haditsnya
bertentangan dengan (kandungan Hadits) yang diriwayatkan oleh para
perawi yang lebih kuat ketsiqahannya. Contohnya, “Rasulullah SAW,
bila telah selesai sembahyang sunnat dua rakaat fajar, beliau berbaring
miring diatas pinggang kanannya.”
Hadits Bukhari diatas yang bersanad Abdullah bin Yazid, Said
bin Abi Ayyub, Abul Aswad, Urwah bin Zubair dan Aisyah r.a dan
riwayat dari rawi-rawi yang lain yang lebih tsiqah yang meriwayatkan
atas dasar fiil (perbuatan Nabi).
3) Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara
bergantian
Yang dimaksud bergantian disini adalah ke-Dhaifan tersebut kadang-
kadang terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada matan, yang
termasuk hadits yaitu:
 Hadits Maqlub,
Ialah Hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahkan hadits
lain), disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan.
Tukar menukar yang dikarenakan mendahulukan sesuatu pada
satu dan mengakhirkan pada tempat lain, adakalanya terjadi pada
matan hadits dan adakalanya terjadi pada sanad hadits.
8
Contoh: Tukar menukar yang terjadi pada matan , Hadits
Muslim dari Abu Hurairah r.a Artinya: “... dan seseorang yang
bersedekah dengan sesuatu yang sedekah yang disembunyikan,
hingga tangan kanannya tak mengetahui apa-apa yang telah
dibelanjakan oleh tangan kirinya”.
Hadits ini terjadi pemutarbalikan dengan Hadits riwayat
Bukhari atau riwayat Muslim Sendiri, pada tempat lain, yang
berbunyi.“(hingga tangan, kirinya tak mengetahui apa-apa yang
dibelanjakan tangan kanannya.)”. Tukar menukar pada sanad
dapat terjadi, misalnya rawi Ka‟ab bin Murrah bertukar dengan
Murrah bin Ka‟ab dan Muslim bin Wahid, bertukar dengan
Wahid dan Muslim.
 Hadits Mudraf
Kata Mudraf menurut bahasa artinya yang disisipkan.Secara
terminologi hadits mudraf ialah hadits yang didalamnya terdapat
sisipan atau tambahan.
 Hadits Mushahhaf
Hadits Muhahhaf ialah Hadits yang terdapat perbedaan dengan
hadits yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena didalamnya terdapat
beberapa huruf yang diubah. Pengubahan ini juga bias terjadi
pada lafadz atau pada makna, sehingga maksud hadits menjadi
jauh berbeda dari makna, dan maksud semula.

4) Dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama


 Hadits Maudhu Hadits yang disanadkan dari Rasululah SAW
secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan,
melakukan dan menetapkan.

9
 Hadits Munkar Ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh
seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits
yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur”.
5) Dhaif dari segi persambungan sanadnya
Hadits-hadits yang termasuk dalam kategori Dhaif atau lemah
dari sudut persambungan sanadnya ialah: Hadits Mursal, Hadits
Mungqathi‟, hadits Mu‟dhal, dan Hadits Mudallas.
 Hadits Mursal
Hadits Mursal ialah hadits yang gugur sanadnya setelah
tabi‟in. Yang dimaksud gugur disini ialah nama sanad terakhir,
yakni nama sahabat tang tidak disebutkan, padahal sahabat adalah
oang pertama menerima Hadits dari Rasulullah SAW.
 Hadits Mungqath‟
Ialah Hadits yang gugur pada sanadnya. Seorang perawi atau
pada sanad tersebut disebutkan seorang yang tidak dikenal
namanya.
 Hadits Mu‟dhal
Hadits yang gugur dua sanadnya atau lebih, secara berturut-turut,
baik (gugurnya itu) antara sahabat dengan tabi‟in, atau antara
tabi‟in dengan tabi‟in.

10
B. Pembagian Hadits dari Segi Kuantitas Sanad
1. Hadits Mutawatir
a) Pengertian Hadits Mutawatir
Secara bahasa, kata mutawatir bermakna mutatabi dalam terjemahan
bahasa Indonesia memiliki arti beriring-iringan atau berturut-turut antara
satu dengan yang lain. Secara termenologi, hadis mutawatir adalah hadis
yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak yang menurut adat kebiasaan
mereka tidak mungkin bersepakat untuk berdusta. Dari termenologi ini,
para ulama menentukan empat syarat sebuah hadis bisa dikatakan
mutawatir.
b) Syarat-syarat Hadits Mutawatir
1) Harus diriwayatkan oleh perawi yang banyak
2) Adanya konsistensi jumlah perawi yang banyak tersebut pada setiap
thabaqh (tingkatan generasi)
3) Menurut adat kebiasaan mereka tidak mungkin bersepakat untuk
melakukan kebohongan secara bersama-sama..
4) Keempat, Periwayatan tersebut disandarkan pada panca indera; baik
indera pendengaran, panglihatan dan lainnya.

c) Macam-macam Hadits Mutawatir


1) Mutawatir lafdzi
Hadis mutawatir lafdzi adalah hadis mutawatir yang memiliki
lafadz dan makna yang sama dari semua jalur periwayatan, seperti
hadis:
"‫"من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار‬

“Barang siapa yang sengaja berdusta atas (nama)ku, maka ia


mempersiapkan tempat duduk di neraka.”

11
Menurut Musthafa Abu „Imarah, hadis ini diriwayatkan oleh lebih
dari 60 orang sahabat, termasuk di antaranya sepuluh sahabat yang
dijamin masuk surga.

2) Mutawatir maknawi
Hadis mutawatir maknawi adalah hadis mutawatir yang
lafadznya berbeda antara satu riwayat dengan riwayat yang lain,
tetapi riwayat-riwayat tersebut memiliki sisi kesamaan makna,
seperti hadis-hadis mengangkat kedua tangan ketika berdo‟a.

2. Hadits Ahad
a) Pengertian Hadits Ahad
Definisi Hadis Ahad Secara bahasa ahad artinya satu, hadis ahad
berarti hadis yang diriwayatkan oleh satu orang. Tetapi dalam makna
istilahnya hadis ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat
mutawatir. Dari definisi istilah ini, hadis ahad bukan hanya diriwayatkan
oleh satu orang tetapi bisa juga diriwayatkan oleh dua orang, tiga orang atau
lebih selama tidak memenuhi empat syaratsyarat dari mutawatir yang telah
dijelaskan di atas.
b) Macam-macam Hadis Ahad
Para ulama memetakan hadis ahad berdasarkan kuantitas sanadnya
menjadi tiga bagian, yaitu Hadis Masyhur, Hadis Aziz dan Hadis Gharib.
1) Hadis Masyhur
Definisi Hadis Masyhur
Menurut istilah, Hadis Masyhur adalah hadis yang
diriwayatkan dengan tiga jalur perawi (sanad) atau lebih, namun tidak
sampai pada tingkatan mutawatir. Periwayatan dengan minimal tiga
jalur sanad tidak harus di semua tingkatan sanad, tetapi bisa jadi
hanya di satu tingkatan saja. Umpamanya di tingkatan atau jalur

12
sahabat hanya diriwayatkan oleh tiga orang saja, sedangkan
ditingkatan berikutnya ada empat perawi atau lebih, maka hadis
tersebut tetap dinamakan hadis masyhur.

Macam-macam Hadis Masyhur Hadis :


Masyhur Secara Istilah (masyhúr isthiláhí) adalah hadis
masyhur sebagaimana telah disebutkan di atas, yaitu hadis yang
diriwayatkan dengan tiga jalur perawi atau sanad atau lebih, namun
tidak sampai pada tingkatan mutawatir. Dinamakan masyhur sacara
istilah karena hadis tersebut sesuai dengan kriteria istilah atau definisi
ulama hadis.
Masyhur Non Istilah (masyhúr ghair isthiláhí) adalah hadis
yang terkenal atau masyhur dari mulut ke mulut. Jumlah atau kuantitas
perawi tidak menjadi persyaratan dalam definisi ini, yang penting
hadis tersebut masyhur atau terkenal dari mulut ke mulut

2) Hadis Aziz
Hadis Aziz adalah hadis yang diriwayatkan dengan dua jalur
perawi. Periwayatan dengan dua jalur perawi, sebagaimana disebutkan
dalam definisi di atas, tidak harus di semua tingkatan sanad, tetapi
cukup di satu tingkatan saja dengan syarat ditingkatan sanad yang lain
tidak kurang dari dua perawi. Sebagai contoh, di tingkatan atau jalur
sahabat ada tiga orang sahabat yang meriwayatkan. Di tingkatan tabi‟in
ada dua orang, sedangkan di tingkatan berikutnya ada empat atau lebih
perawinya, maka hadis tersebut dinamakan hadis aziz.

13
Contoh Hadis Aziz
Nabi saw bersabda:
‫ال يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين‬.
“Tidak beriman salah seorang dari kalian, sehingga saya lebih
dicintai olehnya dari pada orang tuanya, anaknya dan manusia
semuanya.”
Hadis tersebut di atas dikatakan hadis aziz karena di jalur
sahabat hanya diriwayatkan oleh dua orang sahabat Nabi, yaitu Anas
bin Malik dan Abu Hurairah, walaupun di jalur sanad berikutnya
diriwayatkan oleh banyak jalur perawi.
3) Hadits Gharib
Hadis Gharib adalah hadis yang diriwayatkan dengan satu jalur
perawi atau sanad, baik di semua tingkatan sanad (thabaqah) atau di
sebagian tingkatan sanad saja. Selain istilah gharib, para ulama juga
mengenal hadis gharib dengan nama hadis fard. Secara etimologi dan
terminologi keduanya sama, tetapi ahli istilah membedakan keduanya
dalam pemakaiannya.
Pembagian Hadis Gharib:
- Gharib Mutlak atau Fard Mutlak
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi atau satu jalur
sanad saja, walaupun hanya di salah satu tingkatan sanadnya.
- Gharib Nisbi atau Fard Nisbi
Hadis yang ke-ghariban-nya karena aspek-aspek tertentu.
Artinya, hadis tersebut pada dasarnya memiliki banyak jalur sanad
atau diriwayatkan oleh banyak perawi, tetapi dari aspek tertentu
hadis tersebut dinilai gharib yang sifatnya nisbi (anggapan, bukan
sesungguhnya).

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hadits shahih merupakan hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yanga adil dan
dhabit hingga sampai akhir sanad tidak ada kejanggalan dan tidak berikat.
Hadits shahih ini juga terbagi menjadi dua macam yaitu shahih lizathihi dan
shahih lighairi. Hadits hasan merupakan hadits yang dinukilkan oleh orang
yang adil, tapi kurang kuat ingatannya yang muttasil sanadnya, tidak cacat
dan tidak ganjil. Hadits hasan ini juga terbagi menjadi dua yaitu: Hadits
Shahih lizathihi dan Hadits Shahih li-ghairihi. Hadits Dhaif adalah, Hadits
yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan hadits hasan.
Atau dapat juga diartikan hadits yang kehilangan, satu syarat atau lebih dari
syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan.
2. Pemetaan hadis berdasarkan kuantitas sanad sangat urgen dalam kajian
kualitas hadis, karena kualitas sebuah hadis juga banyak yang ditentukan
bedasarkan kuantitas sanad yang dimilikinya. Dari pemetaan yang dilakukan
oleh ulama menyatakan bahwa hadis dilihat dari kuantitas sanad secara garis
besar dibagi dua yaitu, hadis mutawatir dan ahad. Hadis mutawatir adalah
hadis yang memiliki jalus sanad yang sangat banyak, sedangkan hadis ahad
adalah hadis yang memiliki jalur sanad yang lebih sedikit. Apabila memiliki
tiga jalur sanad tiga atau lebih selama tidak sampai pada batas mutawatir
maka hadis ahad tersebut dikenal dengan hadis masyhur, kalau memiliki dua
jalur sanad diistilahkan dengan hadis aziz dan kalau hanya memiliki satu jalur
sanad saja maka dikenal dengan hadis gharib.

15
B. Saran
Puji dan syukur untuk Allah, Pencipta dan Pengatur seluruh alam, karena
dengan berkat rahmat dan 'inayah-Nya Makalah Ulumul Hadits yang membahas
tentang pembagian hadis dari segi kualitas dan kuantitas sanad ini telah dapat
kami selesaikan. Maka sampai disini Makalah Ulumul Hadis ini.
Mengingat manusia itu tidak luput dari kekhilafan, tentu saja di samping yang
di sengaja ditinggalkan, ada pula yang tinggal tidak dengan sengaja. Walaupun
demikian, jika terjadi hal serupa itu, kami berbaik sangka bahwa mereka yang
mengetahui mengenai pembagian hadis dari segi kualitas dan kuantitas sanad
untuk menelaah kembali di buku yang lain. Atau di antara para pembaca dapat
bermurah hati untuk menambahkan jika ada yang kurang dalam Makalah ini
sehingga apa yang menjadi kekurangan kami dalam menyusun Makalah ini bisa
tercukupi. Sebagai ucapan terakhir, dengan ini kami mengharapkan banyak maaf
atas segala kekhilafan dan kelupaan yang terdapat dalam Makalah ini dari awal
sampai akhir. Untuk itu atas perhatian pembaca, kami mengucapkan banyak
terima kasih

16
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi, At-Taqrib An-nawawi Fann Ushul Hadits, Abdul ar
rasman Muhammad, Kairo,tt
At-Tarmudzi, Sunan At-Turmudzi, Dar al-Fikr, Bairut, 1980
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahu’ul Hadits, Al-Ma‟arif, Bandung,
Cet. V, 1987
Hasbi Ash-Shidiqi, Diroyah Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, 1986
Ibnu Hajar As-Qalani, Fath Al-Bari, Dar Al-Fikr wa.Maktabah. Al
Salafiyah, tt
Ibnu Ash-Shalda, Abu Amr Usman bin Abd ar-Radiman, “Ulum Al
Hadits,”Maktabah Al-Islamiyah, Madinah, 1972
Muhammad Jamal Al-Din Al-Qasimi, Qowaid at-Tahdith min Funun
Mutshalah Al-hadits, Dar Al-Kutub, Bairut, 1989
Subnhi Ahsh-Shahih, U‟lum Al-Hadits wa Musthalahuh, Dar Al-Ilm
Al-Malayin, Bairut, 1977
Zainuddin Hamidi, et Al, Terjemah Hadits Shahih Bukhari, Widjaya,
Jakarta,1992
Bukhárí (al), Muhammad bin Isma‟il Abú Abdillah, Shahíh al-Bukhárí, juz 1,
Dár Ibn Katsír, Bairút, 1987.
Qazwíní (al), Muhammad bin Yazid Abu Abdillah, Sunan Ibn Májah, juz 2,
Dár al-Fikr, Bairut, t.th.
Turmudzí (al), Muhammad bin Isa, Sunan al-Turmudzi, juz 2, tahqíq Ahmad
Muhammad Syákir, Dár Ihyá‟ al-Turast al-‟Arabí, Bairut, t.th.

iv

Anda mungkin juga menyukai