Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

TRANSFUSI DARAH

ACARA VI
AGLUTINASI PANAS DINGIN

DISUSUN OLEH:
NAMA : ERINA FATMA AMALIA
NIM : 2111050035
KELAS : TLM 6A

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK D4


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2024
I. PENDAHULUAN
A. Acara Praktikum
Uji crossmatch dalam high protein
B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi crossmatch
2. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan crossmatch
3. Mahasiswa dapat mengetahui macam-macam fase dalam crossmatch

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Dasar Teori
Transfusi darah adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang semakin lama
semakin sering dilakukan dan merupakan bagian dari pengobatan modern sejak awal
abad ke-21. Berbagai keadaan di masyarakat, seperti meningkatnya kecelakaan lalu
lintas, operasi besar, terapi suportif keganasan serta semakin banyaknya kasus
katastropik pengguna darah yang harapan hidupnya semakin meningkat,
menyebabkan pemakaian darah semakin meningkat pula (Wynn R, et al. 2017).
Transfusi merupakan pelayanan kesehatan yang bagaikan pisau bermata dua, pada
satu sisi transfusi terkadang merupakan satu-satunya cara yang dapat menyelamatkan
jiwa pasien, tetapi disisi lain transfusi juga berisiko fatal (Dalimoenthe, 2014).

Tes pra-transfusi dilakukan untuk memastikan bahwa transfusi tidak akan


menimbulkan reaksi pada penerimanya. Pengujian pra transfusi meliputi verifikasi
golongan darah ABO dan Rh serta pengujian crossmatch antara darah donor dan
resipien Meski golongan darah donor dan resipien sama, ketidakcocokan tetap bisa
terjadi saat crossmatch. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis penyebab
ketidakcocokan dalam uji kesesuaian antara darah donor dengan darah resipien
(Situmorang et al, 2023).

Menurut Standar Pelayanan Minimal yang dikeluarkan oleh Departemen


Kesehatan Republik Indonesia menyatakan kejadian reaksi transfusi di rumah sakit
yang melakukan pelayanan transfusi harusnya kurang atau sama dengan 0,01%.
Angka yang kecil ini mengharuskan pemeriksaan sebelum transfusi harus dilakukan
sesuai dengan standar pelayanan transfusi darah.Kebanyakan dari masyarakat kita
saat ini hanya sekedar mengetahui tentang transfusi darah secara umum.Kebanyakan
dari mereka beranggapan bahwa jika golongan darah sudah sama, maka sudah aman
untuk dilakukan transfusi. Padahal, kenyataannya golongan darah yang sama masih
bisa terjadi reaksi transfusi. Sehingga perlu dilakukan analisa penyebab
ketidakcocokan darah antara darah donor dan darah pasien dengan menggunakan uji
pra transfusi. Salah satu uji pratransfusi adalah uji silang serasi atau yang dikenal
dengan istilah crossmatch (Permenkes, 2019).

Crossmatch adalah suatu pemeriksaan terakhir untuk menyatakan bahwa


penderita tidak mengandung antibodi yang reaktif terhadap eritrosit donor, walaupun
golongan ABO dan rhesus resipien dan donor telah diketahui, pemeriksaan Cross
Match harus dilakukan seteliti mungkin, agar antibodi yang dapat mengakibatkan
reaksi transfusi dapat terdeteksi. Salah satu reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik
dapat mengakibatkan kematian penderita. Pemeriksaan Cross Match ini ada dua yaitu
Cross Match Mayor dan Cross Match Minor (Oktari, 2014).

Cross Match Mayor adalah serum penerima dicampur dengan sel donor,
merupakan bagian yang utama (terpenting) dalam pemeriksan Cross Match yaitu
mereaksikan serum pasien dengan sel donor maka sel donor itu akan dihancurkan
oleh antibodi dalam serum pasien. Sedangkan Cross Match Minor adalah serum
donor dicampur dengan sel pemerima, merupakan bagian yang kurang penting dalam
pemeriksaan Cross Match, dengan alasan antibodi dalam serum atau plasma donor
akan mengalami pengenceran di dalam tubuh pasien. Oleh karena itu teknik Cross
Match harus dijalankan sebaik-baiknya agar darah yang ditransfusikan tidak
menimbulkan reaksi transfusi (Oktari, 2014).

Fungsi crossmatch adalah mengetahui ada tidaknya reaksi antara darah donor
dan pasien sehingga menjamin kecocokan darah yang akan ditranfusikan bagi
pasien,mendeteksi antibodi yang tidak diharapkan dalam serum pasien yang dapat
mengurangi umur eritrosit donor/ menghancurkan eritrosit donor dan cek akhir
setelah uji kecocokan golongan darah ABO.Cross match menurut urgensi permintaan
darah bagi seorang pasien dibagi dalam tiga kategori yaitu cross match rutin, cross
match emergency dan cross match persiapan operasi.Berdasarkan mediumnya yaitu
saline, bovine dan coomb’s (Jumiati, 2020).

Tahapan yang dilakukan pada uji crossmatch antara lain identifikasi contoh
darah pasien yang benar, mengecek riwayat pasien sebelumnya, memeriksa golongan
darah pasien, darah donor yang sesuai golongan darah pasien, pemeriksaan
crossmatch, pelabelan yang benar sebelum darah dikeluarkan (Setyati,2015). Uji
crossmatch penting bukan hanya pada transfusi tetapi juga ibu hamil yang
kemungkinan terkena penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (Valen, 2017).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi
1. Object glass
2. Deck glass
3. Sentrifuge
4. Pipet tetes
5. Tisu
6. Mikroskop
7. Rak tabung
8. Label
9. Pulpen
10. Mikropipet
11. Tip
12. Darah EDTA dengan golongan A&B
13. Suspensi darah
14. NaCl 0,85% atau 0,9%
15. Tabung serologi

B. Metode
Pembuatan Suspensi Sel Darah dengan Nilai Ht 2%
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dipipet 4 tetes darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambah 3 ml
larutan NaCl 0,85%, dihomogenkan
3. Disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit
4. Dibuang filtrat berupa NaCl 0,85% sehingga yang tersisa hanya sel-sel darah,
tahap tersebut disebut dengan pencucian eritrosit
5. Ditambah kembali sel-sel darah dengan 3 ml larutan NaCl 0,85% dan
dilakukan hal yang sama diatas sampai 2x
Penetapan Crossmatch
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disiapkan 3 buah tabung serologi diberi tanda A(Mayor), B(Minor) dan
C(Auto Control)
3. Dimasukkan 1 tetes serum penerima dan 1 tetes suspense sel donor dalam
larutan garam kedalam tabung bertanda A
4. Dimasukkan 1 tetes serum donor dan 1 tetes suspense sel penerima dalam
larutan garam kedalam tabung bertanda B
5. Dimasukkan 1 tetes serum penerima dan 1 tetes suspense sel penerima dalam
larutan garam kedalam tabung bertanda C
6. Dicampur masing-masing isi tabung dan sentrifus 1000 rpm selama 1 menit
7. Digoyang tabung dengan hati-hati dan perhatikan ada tidaknya aglutinasi
secara makroskopik
8. Diambil setetes dari isi tabung keatas object glass kemudian diamati
menggunakan mikroskop untuk memastikan benar tidaknya aglutinasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tanggal pemeriksaan : Rabu,8 Mei 2024
Nama probandus : Nn.Irma Puspita
Umur probandus : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Hasil : Negatif ditandai dengan tidak terbentuk aglutinasi

CROSSMATCH HASIL GAMBAR

Crossmatch Mayor Negatif (tidak terbentuk


aglutinasi)

Crossmatch Minor Negatif (tidak terbentuk


aglutinasi)

Auto Control Negatif (tidak terbentuk


aglutinasi)
Berdasarkan praktikum uji silang(crossmatch) dalam larutan garam
menggunakan suspense kode 3A dan serum AB pada probandus Nn.Irma Puspita
usia 21 tahun didapatkan hasil crossmatch mayor,minor dan auto control negative
ditandai dengan tidak terbentuknya aglutinasi maka darah donor sesuai dengan darah
resipien sehingga transfuse darah boleh dilakukan.

B. Pembahasan
Berdasarkan praktikum uji silang(crossmatch) dalam larutan garam
menggunakan suspense kode 3A dan serum AB pada probandus Nn.Irma Puspita
usia 21 tahun berdasarkan golongan darah B didapatkan hasil crossmatch
mayor,minor dan auto control negative ditandai dengan tidak terbentuknya aglutinasi
maka darah donor sesuai dengan darah resipien sehingga transfuse darah boleh
dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan peneliti Jumiati (2020) yaitu crossmatch
mayor, minor dan AC(auto control) didapatkan hasil negative, darah pasien
kompatibel dengan darah donor maka darah boleh dikeluarkan.
Crossmatch adalah suatu jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum
pelaksanaan transfusi darah. Tujuannya adalah untuk melihat apakah darah dari
pendonor cocok dengan penerima (resipient). Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya reaksi transfusi hemolitik. Ada dua jenis crossmatch yang biasa dilakukan,
yaitu crossmatch mayor dan crossmatch minor (Manggalik, 2017). Crossmatch
mayor dilakukan antara serum pasien dengan eritrosit donor, sedangkan crossmatch
minor dilakukan antara eritrosit pasien dengan serum donor (Kiswari, 2014).
Pemeriksaan Cross Match bertujuan untuk menentukan cocok tidaknya darah
donor dengan darah penerima untuk persiapan transfusi darah. Dari pemeriksaan ini
dapat dipastikan bahwa transfusi darah tidak menimbulkan reaksi apapun pada
pasien serta sel-sel darah merah mampu mencapai masa hidup maksimum setelah
diberikan. Uji Cross Match ini dilakukan dengan menggunakan metode tabung.
Pemeriksaan Cross Match dengan metode tabung dapat dilakukan dengan cukup
mudah serta menggunakan peralatan yang sederhana. Selain itu kelebihan
pemeriksaan Cross Match dengan metode tabung lebih sensitif dikarenakan
menggunakan teknik yang lebih ketat, yaitu dengan menggunakan beberapa fase dan
medium pemeriksaan seperti Bovine Albumin, Serum Coombs, dan inkubasi pada
suhu 37ºC (Annisya, 2016).
Fungsi crossmatch adalah mengetahui ada tidaknya reaksi antara darah donor
dan pasien sehingga menjamin kecocokan darah yang akan ditranfusikan bagi
pasien,mendeteksi antibodi yang tidak diharapkan dalam serum pasien yang dapat
mengurangi umur eritrosit donor/ menghancurkan eritrosit donor dan cek akhir
setelah uji kecocokan golongan darah ABO.Cross match menurut urgensi permintaan
darah bagi seorang pasien dibagi dalam tiga kategori yaitu cross match rutin, cross
match emergency dan cross match persiapan operasi.Berdasarkan mediumnya yaitu
saline, bovine dan coomb’s (Jumiati, 2020).

Uji silang ini merupakan interaksi antara antigen dan antibodi di luar tubuh
(In Vitro) yang meliputi uji silang mayor, minor, dan auto kontrol. Pada uji
crossmatch mayor, serum yang diuji bereaksi dengan sel donor. Aglutinasi yang
terjadi pada uji crossmatch mayor menunjukkan bahwa serum yang diuji
mengandung antibodi terhadap antigen sel donor, sehingga dapat merusak sel donor
dan menyebabkan penggumpalan atau aglutinasi. Dalam uji crossmatch minor, serum
donor bereaksi dengan sel uji. Aglutinasi yang terjadi pada uji crossmatch minor
menunjukkan bahwa serum donor mengandung antibody terhadap antigen sel yang
diuji. Penggumpalan yang terjadi pada auto control dapat menunjukkan bahwa yang
menjadi masalah terletak pada serum resipien (Oktari et al, 2022).
Aglutinasi yang terjadi pada hasil uji silang dapat disebabkan karena sampel
darah terkontaminasi sehingga menyebabkan adanya dua populasi antigen, yaitu
antigen yang ada dalam darah dan antigen asing yang merangsang respon antigen-
antibodi pada darah. Antibodi yang ada dalam sampel melawan antigen asing yang
ada dalam sampel darah hingga menyebabkan reaksi aglutinasi (Oktari dkk, 2022).
Berdasarkan PMK No 91 Tahun 2015 tentang Standar Transfusi Darah,
sampel darah EDTA yang akan digunakan untuk pemeriksaan uji silang serasi
(crossmatch) dapat disimpan di suhu ruang (22-25°C) selama 24 jam. Usia sampel
yang digunakan untuk uji pratransfusi tidak boleh lebih dari 3 hari dengan
perhitungan tanggal pengambilan sampel merupakan hari ke-0. Penyimpanan sampel
bertujuan untuk memudahkan dalam pemeriksaan kembali jika ada permintaan
berulang sehingga tidak diperlukan untuk pengambilan sampel ulang (Permenkes,
2015).
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa:
1. Mahasiswa mengetahui fungsi crossmatch yaitu konfirmasi jenis golongan
darah ABO dan Rh, mendeteksi antibody pada golongan darah lain, dan
mendeteksi antibody dengan titer terendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah.
2. Mahasiswa mengetahui tujuan crossmatch yaitu mengetahui cocok tidaknya
darah donor dengan darah penerima pada persiapan transfuse darah dan untuk
mengetahui ada tidaknya antibody IgM maupun IgG dalam serum pasien
(mayor) maupun dalam serum donor yang melawan sel pasien (minor).
3. Mahasiswa mengetahui macam-macam fase dalam crossmatch yaitu fase
pertama crossmatch dalam larutan garam, fase kedua crossmatch dalam
lingkungan high protein dan fase ketiga aglutinasi panas dingin.

B. Saran
Sebaiknya sebelum melaksanakan praktikum, praktikan sudah mengetahui
dan paham prosedur dan pemeriksaan apa yang dipraktikumkan agar tidak ada
kesalahan dan tidak memakan waktu yang lama serta penjelasan materi yang jelas
dan terarah dari asisten praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Dalimoenthe NZ. 2014. Diskrepansi Golongan Darah ABO. Edisi ke-1. Bandung:
Divisi Hematologi klinik. Dep/SMF Patologi Klinik FK. Unpad/RSHS.

Jumiati.2020. Gambaran Uji Silang Serasi (Crossmatch) Terhadap Keamanan


Transfusi Darah Pada Resipien Di Unit Transfusi Darah PMI Kota
Palembang Tahun 2019. Poltekes Palembang:Palembang.

Kiswari, R. 2014. Hematologi dan Transfusi. Semarang: Penerbit Erlangga.

Oktari, A., Mulyati, L., Kesehatan, A., Tinggi Analis Bakti Asih, S., & Barat, J.
2022. Pengaruh Waktu Dan Suhu Penyimpanan Sampel Darah Terhadap
Hasil Pemeriksaan Uji Silang Serasi (Cross Match). JoIMedLabS, 3(2), 133–
145.

Permenkes. 2015. Standar Pelayanan Transfusi Darah (Patent No. 90).

Permenkes. 2019. Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (Patent No. 4)

Setyati J, Soemantri A.2014. Transfusi Darah Yang Rasional. Pelita Insani


Semarang. 1,24-27,115- 131
Situmorang, P. R., Napitupulu, D. S., & Sibarani, A. 2023. Analisis Incompatible
Pada Pemeriksaan Uji Silang Serasi ( Cross Matching ) Dengan Metode Gel
Test Di Utd Palang Merah Indonesia Kota Medan Tahun 2023. 4(September),
3169–3177

Valen,P.2017.Gambaran Pemeriksaan Golongan Darah pada Anak Kelas 5 dan 6 di


SDN Demangan Surakarta: Surakarta.

Wynn R, Bhat R, Monagle P, editor (penyunting). Pediatric Hematology, A


Practical Guide. United Kingdom: Cambridge University Press; 2017.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai