Makalah IKM Kelompok 5
Makalah IKM Kelompok 5
KESEHATAN REPRODUKSI
Disusun Oleh :
1. Yunita Nurmalasari 2111050004
2. Alya Firda Mahfiroh 2111050012
3. Nida Nur Afifah Kh 2111050024
4. Ririn Purwati 2111050027
5. Diana Febriyanti 2111050039
6. Firda Kartika F 2111050047
7. Hanindya Shafa 2111050057
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata
kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah membantu memberikan arahan
dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga
apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Kelompok 5
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................1
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1. Latar Belakang.........................................................................................................2
2. Rumusan Masalah....................................................................................................2
5. Tujuan Penulisan......................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................4
BAB III................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..................................................................................................................7
A. Definisi Kesehatan Reproduksi................................................................................7
B. Ciri reproduksi subur dan tidak subur......................................................................8
C. Penyakit dalam reproduksi manusia......................................................................10
D. Pencegahan dan Penanganan Dalam Menjaga Organ Reproduksi........................18
BAB IV..............................................................................................................................21
KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................................21
A. Kesimpulan............................................................................................................21
B. Saran.......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................22
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental
dan social secara utuh, yantg tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan system reproduksi, serta
fungsi dan prosesnya. Menjaga kesehatan organ reproduksi berawal dari
menjaga kebersihan diri, termasuk kebersihan yang menjaga organ reproduksi
tetap bersih, normal, sehat dan terhindar dari kemungkinan muncul adanya
penyakit (Muharrina et al., 2023).
Dalam masyarakat, khususnya remaja perlu mengetahui Kesehatan
reproduksi agar memiliki informasi yang bnar mengenai proses reproduksi
serta beberapa factor yang ada disekitarnya. Adanya informasi yang benar
diharpakan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab
mengenai pergaulan di kehidupan bersosial dan bermasyarakat. Pendidikan
Kesehatan adalah suatu penerapan konsep Pendidikan didalam bidang
Kesehatan berupa suatu kegiatan untuk membantu individu, kelompok atau
masyarakat dalam meningkatkan kemampuan atau perilakunya untuk
mencapai Kesehatan dalam factor lingkungan (Galbinur et al., 2021).
Pentingnya informasi dan pengetahuan Kesehatan reproduksi,
diusahakan dilakukan semenjak dini atau remaja. Masa remaja merupakan
proses dari kanak-kanak menjadi dewasa yang ditandai dengan percepatan
perkembangan fisik, mental, emosional dan social. Oleh karena itu, pada
masa remaja menjadi dasar dalam pengenalan Kesehatan organ reproduksi
(Nurlaeli H, 2020).
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi?
2. Bagaimana cara mengetahui ciri reproduksi yang subur dan tidak subur?
3. Apa saja penyakit dalam reproduksi manusia?
4. Bagaimana upaya pencegahan dan penanganan yang baik dalam menjaga
kesehatan reproduksi?
2
5. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui definisi kesehatan reproduksi
2. Dapat mendeskripsikan reproduksi yang subur dan tidak subur
3. Dapat mengetahui penyakit dalam reproduksi manusia
4. Mengetahui upaya pencegahan dan penanganan yang baik dalam
menjaga kesehatan reproduksi
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak kanak menuju
dewasa dengan berbagai perubahan baik secara fisik, emosi, sosial, dan nilai-nilai
moral. Oleh karena itu, masa remaja relatif bergejolak dibandingkan dengan masa
perkembangan lainnya. Pada tahap remaja tengah menjadi sangat penting,
dikarenakan pada masa ini remaja berada pada tahap masa pencarian identitas diri
membutuhkan peran teman sebaya, menghadapi kondisi kebingungan karena
belum mampu menentukan aktivitas yang bermanfaat dan memiliki keingintahuan
yang tinggi terhadap berbagai hal yang belum diketahui. Pubertas yang dahulu
dinilai sebagai sebuah acuan kedewasaan seseorang, ternyata kini sudah tidak
valid lagi, hal ini disebakan usia remaja mengalami pubertas terjadi pada akhir
belasan yaitu 15-18 tahun kini berubaha menjadi awal belasan adapun anak yang
mengalami pubertas sebelum usia 11 tahun.
4
peluang lebih panjang seorang wanita mempunyai masa reproduksi. Masa
reproduksi wanita yang sedang subur- suburnya ialah saat pertama mendapatkan
masa menstruasi sampai berakhirnya menstruasi tersebut (menopause). Hal
tersebut kurang lebih berlangsung selama 35 tahun lamanya.
Pernikahan merupakan suatu hubungan yang bersifat sakral pada dua insan
antara laki-laki dan perempuan untuk membangun sebuah rumah tangga dan
memperbanyak keturunan. Apabila pernikahan dini dilakukan bukan hanya karena
keinginan kedua belah pihak semata, melainkan terdapat beberapa faktor
pendorong lainnya, yaitu rendahnya tingkat pendidikan, kebutuhan ekonomi,
budaya nikah muda, pernikahan yang diatur, seks bebas pada remaja yang
5
menyebabkan kehamilan. Oleh karena itu, pernikahan di usia muda dianggap
menjadi jalan keluar dan tercepat untuk keluarga mengurangi beban ekonominya.
Faktor lain yang mempengaruhi pernikahan dini juga erat dengan faktor kultur
nikah muda
Pernikahan dengan usia yang belum tepat pada waktunya akan banyak
menimbulkan masalah, baik masalah fisik atau pun masalah secra psikologis.
Dengan demikian membagikan penjelasan megenai hal apa yang bisa dilakukan
serta perihal yang tidak bisa dilakukan yang berkaitan dengan alat reproduksinya,
menghindari penyakit yang menular serta mengenali apa saja alat organ tubuh
manusia bersama kegunaannya. Sebab tidak hanya manfaat mengedukasi,
kesehatan reproduksi, pula bisa jadi salah satu metode melindungi dalam upaya
untuk menghindari dampak buruk pernikahan usia dini. Pernikahan dini pula
hendak menimbulkan ekskalasi jumlah kelahiran ataupun fertilitas penduduk di
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah wajib lebih menerangkan peraturan hal
pernikahan usia dini serta menetapkan sanksi- sanksi yang wajib diperoleh oleh
masyarakat yang melaksanakannya.
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
berfikir panjang tentang dorongan seksual yang mengarah ke perbuatan
pornografi. Dorongan seksual yang terjadi pada masa remaja jika tidak
didukung dengan pengetahuan dan sikap yang kurang serta minimnya
informasi kesehatan reproduksi akan menimbulkan resiko di kalangan
remaja misalnya masalah seksualitas.
B. Ciri reproduksi subur dan tidak subur
8
c. Memiliki kehidupan seksual yang aman
Wanita yang subur pasti memiliki kondisi reproduksi yang sehat.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan reproduksi
adalah dengan memiliki kehidupan seksual yang aman, seperti tidak bergonta-
ganti pasangan seksual atau menerapkan cara yang aman saat berhubungan
seksual. Dengan demikian, wanita akan terhindar dari penyakit seksual
menular yang bisa menyebabkan infertilitas atau sulit untuk hamil.
2. Ciri reproduksi Wanita yang tidak subur
9
ciri seperti haid tidak teratur atau berhenti sama sekali, vagina kering,
gairah seks menurun, kulit kering, hingga insomnia. Menopause dapat
menjadi ciri wanita tidak subur, karena pada kondisi ini wanita tidak
mengalami masa subur sehingga kemungkinan hamil yang rendah.
C. Penyakit dalam reproduksi manusia
Penyakit pada sistem reproduksi dapat menyerang pria dan wanita.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi, peradangan, kelainan genetik,
gangguan hormon, bahkan kanker. Penyakit yang menyerang sistem
reproduksi ini berpeluang tinggi untuk menyebabkan masalah kesuburan.
Adapun beberapa jenis penyakit yang dapat menyerang system reproduksi
baik pria maupun wanita diantaranya adalah :
Pada wanita
a. Endometriosis
Endometriosis adalah suatu keadaan di mana jaringan endometrium
yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas
kelenjar-kelenjar dan stroma yang terdapat di dalam miometrium ataupun di
luar uterus, bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut
adenomiosis. Endometriosis disebut sebagai estrogen dependent disease
karena pada pertumbuhan dan perkembangan jaringan endometrium ektopik
tersebut dibutuhkan stimulasi dari hormon estrogen (Herdanto, 2015).
Klasifikasi endometriosis yang digunakan saat ini berdasarkan
klasifikasi menurut ASRM (American Society for Reproductive Medicine)
yang telah direvisi pada tahun 1997. Klasifikasi tersebut adalah (Iskandar,
2021).
Stadium 1(minimal) dengan skor 1-5 yaitu implantasi di
superfisial peritoneum dan ovarium serta adhesi yang tipis pada
satu atau kedua ovarium.
Stadium 2(ringan) dengan skor 6-15 yaitu implantasi superficial
dan agak dalam pada peritoneum dan ovarium, adhesi tipis dan
kista coklat kecil di ovarium.
Stadium 3(sedang) dengan skor 16-40 yaitu implantasi dalam di
peritoneum, kista di ovarium, adhesi yang padat di tuba falopi
dan/atau obliterasi culdesac posterior parsial.
10
Stadium 4 (berat) dengan skor >40 yaitu implantasi dalam di
peritoneum, kista coklat besar, banyak adhesi padat dan
obliterasi culdesac komplit.
Terdapat dua gejala klinis yang paling sering menjadi keluhan
pada wanita dengan endometriosis yaitu nyeri dan infertilitas
(Herdanto, 2015). Nyeri yang terjadi dapat berupa nyeri panggul
kronis, dysmenorrhea, dyspareunia, dan dyschezia (Rahmawati,
2016). Beberapa gejala lain juga sering dikeluhkan oleh penderita
endometriosis. Namun, masih belum jelas apakah gejala yang
tersebut berkaitan dengan endometriosis. Gejala-gejala tersebut dapat
merupakan indikasi penyakit lain atau efek samping terapi, tetapi
beberapa juga diketahui berhubungan dengan endometriosis
(meskipun belum diteliti dalam studi klinis). Gejala-gejala tersebut
antara lain perdarahan haid yang sangat banyak, migraine,
vaginisme, peningkatan berat badan, infeksi jamur, insomnia, cardiac
arrhythmia, nyeri punggung bagian bawah, rasa nyeri yang
menyebar, nyeri saat ovulasi, dan mual (Djuwanto, 2015).
Untuk menegakkan diagnosis dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
dapat ditemukan adanya nyeri di daerah pelvis yang berlangsung
cukup lama dan mengganggu dalam aktivitas sehari-harinya. Gejala
lain yang dikeluhkan pasien yaitu infertilitas.. Endometriosis sedang
atau berat yang mengenai ovarium akan mengganggu motilitas ovum
di dalam tuba uterina yang akhirnya menyebabkan infertilitas.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Pada pemeriksaan
ginekologi biasanya pada kavum douglas akan ditemukan nodul-
nodul yang sangat nyeri. Selain itu juga ditemukan uterus yang
membesar secara merata. Uterus biasanya terdapat nyeri tekan dan
sedikit lunak bila dilakukan pemeriksaan bimanual pada saat prahaid.
Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti USG,
MRI, laparoskopi, serum CA125, dan patologi anatomi. Kemudian
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti USG, MRI,
11
laparoskopi, serum CA125, dan patologi anatomi (Iskandar, 2021).
Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien endometriosis
adalah obat-obatan, hormonal, bedah, serta kombinasi obat dan
bedah. Pilihan pengobatan tergantung pada keadaan individu pasien,
yang meliputi (1) gejala yang muncul dan keparahannya, (2) lokasi
dan keparahan endometriosis, dan (3) keinginan untuk memiliki anak
selanjutnya. Belum ada pengobatan endometriosis yang menjanjikan
kesembuhan yang permanen.5 Selain penatalaksanaan medis, dapat
juga dilakukan penatalaksanaan bedah. Pembedahan pada
endometriosis adalah untuk menangani efek endometriosis itu
sendiri, yaitu nyeri panggul, sebfertilitas, dan kista.
Radang panggul
12
NAAT biasanya memerlukan waktu beberapa jam hingga berhari-
hari, tergantung pada institusi Anda. Hasil negatif tidak
menyingkirkan diagnosis. USG atau CT tanpa temuan PID tidak
menyingkirkan diagnosis. Oleh karena itu, pengobatan dini harus
segera dimulai berdasarkan kecurigaan klinis (Brun et al., 2016).
POCS
Polycystic ovary syndrome (POCS) adalah suatu anovulasi
kronik yang menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik,
di mana terjadi gangguan hubungan feedback antara pusat
(hipotalamus- hipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu
tinggi yang mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH
yang cukup adekuat (Maharani dan Wratsangka, 2018).
Penegakan diagnosis sindrom polikistik ovarium dapat
dilakukan dengan melihat tanda-tanda berikut:
Hiperandrogenemia: baik secara biokimia atau pemeriksaan fisik
tanpa ada atau adanya gangguan system endorkrin. Pengecekan
dapat dilakukan dengan melihat pertumbuhan bulu pada tubuh
penderita atau dapat dilakukan dengan Ferriman Gallwel Score.
Anovulasi, yaitu tidak adanya ovulasi selama 3 bulan atau lebih.
Sementara oligoovulasi yaitu ovulasi yang terjadi lebih dari 35
hari.
Adanya polikistik ovarian dalam pemeriksaan penunjang
sepertiultrasonografi.
13
200ng / dL) / menurunnya testosteron bebas> 2.2pg / mL;
Estimasi S. Estradiol dan FSH; S. Dehydroepiandrosterone
sulfate; Kortisol urin 24 jam; Mengesampingkan penyebab lain
hiperandrogenisme; Ultrasonografi panggul.
Modifikasi gaya hidup merupakan komponen penting dari
terapi untuk obesitas, resistensi insulin, dan gangguan terkait seperti
PCOS. Penurunan berat badan telah terbukti mengurangi kadar
androgen dan diketahui memiliki efek positif pada kesuburan pada
pasien obesitas dengan PCOS. Terapi farmakologis lini pertama
untuk PCOS pada remaja adalah penekanan hormon androgen
ovarium dengan terapi estrogen / progestin kombinasi harian dalam
bentuk pil atau tambalan kontrasepsi. Terapi anti-androgen telah
digunakan sebagai terapi primer dan sekunder dalam pengobatan
PCOS. Anti-androgen termasuk spironolactone dan cyproterone
acetate, yang dapat menghambat steroidogenesis. Pembatasan kalori
dapat menyebabkan penurunan kadar androgen, dan memulihkan
siklus dari menstruasi secara normal.
Pada Pria
a. Epididimitis
Epididimitis adalah infeksi atau peradangan pada epididimis,
struktur tubular yang terletak di bagian posterior dan superior testis
tempat sperma matang sebelum ejakulasi (Shigemura et al., 2020)
Epididimitis paling sering terjadi akibat infeksi bakteri. Dalam kasus
penyakit menular seksual, bakteri masuk selama hubungan seksual
dan bermigrasi melalui saluran genitourinari ke epididimis. Dalam
kasus infeksi akibat infeksi saluran kemih, aliran urin yang mundur
atau stagnasi urin di sepanjang saluran genitourinari menyebabkan
infeksi pada epididimis. Jika epididimitis disebabkan oleh gerakan
berulang, mobilitas skrotum dan isinya dapat menyebabkan
peradangan pada testis atau epididimis. Virus tertentu, yaitu virus
gondongan, mempunyai kecenderungan menginfeksi testis.
Pemeriksaan fisik kemungkinan besar akan menunjukkan
pembengkakan pada skrotum, dan palpasi skrotum kemungkinan
14
besar akan menunjukkan nyeri tekan pada skrotum, biasanya secara
unilateral namun pada beberapa kasus secara bilateral. Nyeri tekan
pada palpasi epididimis sepanjang bagian posterior dan superior
testis merupakan ciri khas epididimitis. Nyeri tekan pada palpasi
testis sendiri dapat mengindikasikan kemungkinan terjadinya
epididymo-orchitis atau orkitis. Kulit di atas skrotum mungkin
tampak hangat, eritematosa, meradang, dan mengeras akibat infeksi.
Adenopati inguinalis yang nyeri tekan juga dapat terjadi.
Pemeriksaan fisik penis mungkin menunjukkan keluarnya cairan dari
uretra. Pemeriksaan colok dubur mungkin menunjukkan nyeri tekan
pada palpasi kelenjar prostat. Temuan ini, meski belum tentu
menunjukkan adanya epididimitis itu sendiri.
Pengobatan epididimitis didasarkan pada identifikasi
organisme penyebab, meskipun pengobatan dugaan dapat dimulai
berdasarkan prevalensi agen yang paling umum (C. trachomatis, N.
gonorrhea, E. coli). Untuk kasus dugaan penyakit menular seksual,
ceftriaxone bersama dengan doksisiklin direkomendasikan
meskipun azitromisin dapat digunakan sebagai alternatif.
Fluoroquinolones dapat digunakan pada pasien lanjut usia yang
diduga atau mungkin mengandung organisme enterik. Dalam banyak
kasus, rasa sakit dan bengkak dapat dikurangi secara drastis dengan
menggunakan es (Janier et al., 2016).
b. Orkitis
Orkitis adalah peradangan pada testis, dan orkitis akut yang
terisolasi merupakan fenomena yang sangat langka. Orkitis biasanya
terjadi unilateral dan gejalanya dapat bervariasi dari ringan hingga
berat. Kebanyakan kasus sembuh dalam waktu dua minggu. Ada dua
perbedaan signifikan antara orkitis dan infeksi pada organ seks
tambahan pria lainnya:
● Rute utama penyebaran infeksi ke testis adalah melalui
penyebaran melalui darah.
● Virus terlibat sebagai patogen yang signifikan.
15
Faktor risiko umum termasuk riwayat epididimitis yang
sudah ada sebelumnya, kontak seksual tanpa pelindung, berganti-
ganti pasangan seksual, penggunaan kateter foley dalam jangka
panjang, penyumbatan saluran keluar kandung kemih, kelainan
struktural, dan kurangnya imunisasi dengan vaksinasi MMR
(vaksinasi mengurangi risiko berkembangnya orkitis setelah penyakit
gondongan). Pencegahan terutama berkisar pada menghindari faktor
risiko:
● Vaksinasi terhadap penyakit gondongan
● Praktik seks yang aman untuk mencegah infeksi gonore dan
klamidia
● Hindari pemasangan kateter urin
● Memperbaiki penyumbatan saluran kemih secara bedah untuk
pasien yang memenuhi syarat.
c. Hipogonadisme
Hipogonadisme adalah istilah medis untuk penurunan
aktivitas fungsional gonad. Gonad (ovarium atau testis)
menghasilkan hormon (testosteron, estradiol, hormon antimullerian,
progesteron, inhibin B, aktivin) dan gamet (telur atau sperma).
Hipogonadisme pria ditandai dengan kekurangan testosteron –
hormon penting untuk seksual, fungsi dan perkembangan kognitif,
dan tubuh. Kadar testosteron yang rendah secara klinis dapat
menyebabkan tidak adanya ciri-ciri seks sekunder, infertilitas,
pengecilan otot, dan kelainan lainnya. Terdapat dua tipe dasar
hipogonadisme yang ada:
Hipogonadisme primer
Jenis hipogonadisme ini – juga dikenal sebagai kegagalan testis
primer – berasal dari masalah pada testis. Penyebab umum
hipogonadisme primer meliputi, sindrom knifelter, testis tidak turun,
mumps orchitis, hemokromatosis, cedera pada testis, pengobatan
kanker, penuaan normal.
Hipogonadisme sekunder
Pada hipogonadisme sekunder, testis normal, tetapi fungsinya tidak
16
tepat karena adanya masalah pada hipofisis atau hipotalamus. Sejumlah
kondisi dapat menyebabkan hipogonadisme sekunder, antara lain:
sindrom kallman, gangguan hipofisis, penyakit radang, HIV/AIDS,
obat-obatan, kegemukan, hipogonadisme akibat stress.
17
● Mengembalikan fungsi seksual, libido, kesejahteraan, dan perilaku.
18
setelah buang air besar, dan pada saat mandi
● Bersihkan lebih dahulu anus dan sekitarnya dengan sabun,
kemudian bilas bersih dengan air. Lakukan membersihkan anus
dengan gerakan ke arah belakang,
● Gunakan sabun non parfum pada semua bagian luar yang
berambut, sampai ke lipatan/lekuk dari arah depan, baru
siram/bilas dengan air bersih juga dari arah depan ke belakang.
19
4. Mengatur Gaya Hidup
Cara untuk mengatur gaya hidup agar terhindar dari
masalah organ reproduksi dapat dilakukan dengan berbagai cara
dibawah ini: Hindari seks berisiko Mengendalikan stress
Mengkonsumsi diet tinggi protein. Kurangi makanan tinggi gula
dan karbohidrat karena dapat mengakibatkan pertumbuhan
bakteri Menjaga berat badan tetap ideal dan seimbang.
Kegemukan dapat membuat kedua paha tertutup rapat sehingga
dapat mengganggu sirkulasi udara dan meningkatkan
kelembaban.
20
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting untuk pria maupun
wanita. Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai suatu kesejahteraan fisik, mental
dan sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam
semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya.
Kesehatan rerpoduksi dapat dilihat dari tingkat kesuburan oragn reproduksinya baik
pada wanita maupun pada pria. Ketidaksuburan dapat diartikan adanya penyakit
dalam organ reproduksi. Pada wanita maupu pria terdapat adanya suatu penyakit
organ reproduksi yang dapat muncul apabila dijaganya kebersihan pada organ
reproduksi. Pentingnya menjaga kebersihan organ reproduksi menjadi upaya
pencegahan sebelum munculnya penyakit reproduksi.
B. Saran
Padaa makalah Kesehatan organ rerpdoksi ini diharapkan bagi
pembaca dan penulis agar selalu mencaga Kesehatan reproduksi. Pentingnya
menjaga Kesehatan organ reproduksi sama dengan menjaga Kesehatan tubuh.
21
DAFTAR PUSTAKA
Brun, J. L., Graesslin, O., Fauconnier, A., Verdon, R., Agostini, A., Bourret, A.,
Derniaux, E., Garbin, O., Huchon, C., Lamy, C., Quentin, R., Judlin, P.
2016. Collège National des Gynécologues Obstétriciens Français.
Updated French guidelines for diagnosis and management of pelvic
inflammatory disease. Int J Gynaecol Obstet. Vol. 134 (No. 2):121-5.
Djuwantono T. 2015. Manjemen Endometriosis untuk Meningkatkan Kualitas
Hidup Wanita Penderita Endometriosis. Contin Med Educ Act.
Galbinur et al., 2021. Pentingnya Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Bagi
Remaja Di Era Modern. Prosiding Semnas BIO 2021. 221-228.
Hendarto, H. 2015. Endometriosis dari Aspek Teori Sampai Penanganan Klinis.
Surabaya: Airlangga University Press.
Iskandar. 2021. ENDOMETRIOSIS. AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Malikussaleh. Vol. 7 (No. 2):1-12.
Janier M, Dupin N, Derancourt C, Caumes E, Timsit FJ, Meria P., bagian MST
dari SFD. [Epididimo-orkitis]. Ann Dermatol Venereol. Vol. 143 (No. 11):
765–766.
Maharani, L., dan Wratsangka. 2018. Sindrom ovarium polikistik:
permasalahan dan penatalaksanaannya. Jakarta: Bagian Obstetri -
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Muharrina et al., 2023. Kesehatan Reproduksi. Jurnal Pengabdian Masyarakat
Kebidanan, vol 5(1), 26-29.
Nurlaeli H, 2020. Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan
Seksualitas Pada Remaja Santri Putri Pondok Pesantren Watu Ringkel
Darussalam-karangpucung. Jurnal Psikologi Perkembangan, vol 1(1).
Rahmawati, D. S. 2016. Gambaran Karakteristik dan Pencarian Pelayanan
22
Kesehatan pada Penderita Endometriosis di Klinik Fertilitas Graha
Amerta RSUD dr. Soetomo. Surabaya: Universitas Airlangga.
Ross, J., Guaschino, S., Cusini, M., Jensen, J. 2017. European guideline for the
management of pelvic inflammatory disease. Int J STD AIDS. Vol. 29
(No. 2): 108-114.
Sekarayu dan Nurmawati. 2021. Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap
Kesehatan Reproduksi. Jurnal pengabdian dan penelitian kepada
masyarakat. Vol 2, No 1.
Shigemura, K., Kitagawa, K., Nomi, M., Yanagiuchi, A., Sengoku, A., Fujisawa, M.
2020. Faktor risiko infeksi demam genito-urin pada pasien yang dikateterisasi
dengan disfungsi saluran kemih bawah neurogenik kronis terkait cedera tulang
belakang yang dievaluasi dengan studi urodinamik dan sistografi: sebuah
studi retrospektif. Dunia J Urol. Vol. 38 (No. 3): 733-740
Stevens, J. S., dan Criss, A. K. 2018. Pathogenesis of Neisseria gonorrhoeae in
the female reproductive tract: neutrophilic host response, sustained
infection, and clinical sequelae. Curr Opin Hematol. Vol. 25 (No. 1): 13-
21.
Utami. F. P., ayu. S. M. 2018. Buku ajar kesehatan reproduksi. Yogyakarta.
Universitas Ahmad Dahlan.
23
24