Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

(ANALISIS CROSS-SECTION)

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 4

1. FEBI NIRWANA/2021050102047
2. FERAWATI/2021050102108
3. RAMI/2021050102070

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

KENDARI

2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur kita panjatkan atas kehadiran kehadirat Allah


SWT, yang selalu mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya dan kepada-Nya kami memohon atas
bantuan atas segala urusan duniawi dan agama, Sholawat serta salam penulis panjatkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, serta seluruh kerluarga dan sahabatnya.

Penulisan makalah ini yang berjudul “Analisis Cross-Section” ini di berikan untuk
memenuhi salah satu satu tugas yang di berikan di semester ini. Pada penyusunan makalah ini
terdapat berbagai kendala yang di hadapi. Namun segala proses tersebut dapat dijalani dengan
bimbingan arahan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan partisipasi aktif dari semua pihak berupa saran dan kritik yang bersifat
membangun demi penyempurnaannya.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
konstribusi, yakni kepada Bapak Dr. Suman Ansela, SE, M.Si selaku dosen pengampu
matakuliah ini yang telah senantiasa mengorbankan tenaga dan waktu untuk membimbing kami
demi menyelesaikan makalah ini.

Kendari, 27 April 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................................
C. Tujuan.....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. Perbandingan Cross Section.................................................................................
B. Perhitungan Rata-Rata Industri..........................................................................
C. Perbedaan Antarindustri......................................................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................................
B. Saran.......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. latar Belakang
ANALISIS keuangan akan lebih tajam apabila angka-angka keuangan
dibandingkan dengan standar tertentu. Standar tersebut bisa berupa (1) standar internal
yang ditetapkan oleh manajemen seperti target yang telah ditetapkan, (2) perbandingan
historis atau membandingkan angka- angka keuangan dengan angka-angka masa
sebelumnya, dan (3) perbandingan dengan perusahaan atau industri yang sejenis. Tanpa
perbandingan tidak akan diketahui apakah prestasi keuangan suatu perusahaan
menunjukkan perbaikan atau sebaliknya menunjukkan penurunan.
Tujuan utama suatu perusahaan adalah mencapai peningkatan nilai perusahaan
secaraberkelanjutan. Peningkatan nilai ini tidak dapat terwujud tanpa peningkatan kinerja
keseluruhan perusahaan. Dalam menilai kinerja perusahaan, salah satu indikator kritis
yang dapat diamati adalah pertumbuhan penjualan. Tingkat penjualan yang meningkat
tidak hanya mencerminkan keberhasilan dalam pasar, tetapi juga menjadi indikator vital
dalam mengevaluasi kesehatan operasional perusahaan.
Setelah mengidentifikasi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntunganmelalui analisis rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio solvabilitas, rasio
profitabilitas, danrasio pasar, langkah selanjutnya yaitu melakukan perbandingan dengan
perusahaan atau industri sejenis. Proses ini disebut analisis cross-section. Tujuannya
adalah untuk mengevaluasi sejauh mana perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang
lebih rendah atau tinggi dalam menghasilkan keuntungan jika dibandingkan dengan
pesaing di industri yang serupa.
Melalui analisis Cross Section, perusahaan berusaha untuk mendapatkan wawasan
mendalam mengenai kesempatan dan tantangan yang dihadapi oleh perusahaan dalam
konteks persaingan industri. Dengan membandingkan kinerja keuangan perusahaan
dengan pesaing sejenis, kita dapat mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan yang
mungkin mempengaruhi daya saing perusahaan
B. Rumusan Masalah
A. Apa yang dimaksud dengan perbandingan cross section?
B. Bagaimana perhitungan rata-rata industri?
C. Bagaimana perbedaan antarindustri?
D. Tujuan
A. Untuk mengetahui perbandingan cross section
B. Untuk mengetahui perhitungan rata-rata industri
C. Untuk mengetahui perbedaan antarindutri
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERBANDINGAN CROSS SECTION
Analisis cross section (perbandingan dengan perusahaan atau industri yang
sejenis) akan bermanfaat untuk melihat prestasi perusahaan relatif terhadap industri dan
juga bermanfaat dalam kasus khusus seperti untuk menentukan bonus bagi manajemen
perusahaan. Bonus bagı manajemen perusahaan pada beberapa perusahaan ditentukan
berdasarkan keuntungan perusahaan relatif terhadap industri. Apabila perusahaan
memperoleh untung di atas industri, manajemen perusahaan akan memperoleh bonus, dan
tidak memperoleh bonus apabila yang terjadi sebaliknya.
Mendefinisikan industri sejenis bukan merupakan pekerjaan mudah. Industri yang
bisa diperbandingkan pada dasarnya mempunyai satu atau beberapa elemen yang sama
dengan perusahaan. Kesamaan tersebut antara lain:
1. Kesamaan dalam jenis bahan baku atau supplier.
Perusahaan bisa dikelompokkan berdasarkan bahan baku yang dipakai, bisa juga
berdasar proses produksi yang dipunyai. Standard Industrial Classification
biasanya menggunakan kriteria semacam ini (struktur fisik dan teknologi proses
produksi dan homogenitas produksi). Klasifikasi semacam ini juga banyak
dipakai oleh lembaga lain. Perhatikan klasifikasi industri yang dikeluarkan oleh
laporan Jakarta Stock Exchange (Bursa Efek Jakarta) untuk mengelompokkan
saham-saham yang listing berdasarkan industri.
Tabel 6.1. Kalsifikasi Industri di BEJ (Bursa Efek Jakarta, 20X2)

I. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan


II. Makanan Ternak
III. Pertambangan dan Jasa Pertambangan
IV. Konstruksi
V. Manufacturing and Commercial
A. Makanan dan Minuman
B. Manufaktur Tembakau
C. Produk Tekstil dan Sejenisnya
D. Kertas dan Produk-produk Lainnya
E. Pakaian dan Produk Tekstil Lainnya
F. Produk Kertas dan Sejenisnya
G. Produk Kimian dan Sejenisnya
H. Produk Adhesive
I. Produk Plastic dan Gelas
J. Semen
K. Produk Besi dan Sejenisnya
L. Produk Besi Fabrikasi dan Sejenisnya
M. Produk Batu, Beton, dan Sejenisnya
N. Mesin
O. Kabel
P. Peralatan Kantor dan Elektronik
Q. Produk Otomotif dan Sejenisnya
R. Peralatan Fotografi
S. Farmasi
T. Barang Bahan Konsumen (Sabun,Pasta Gigi, dll)
VI. Pelayanan Transportasi
VII. Komunikasi
VIII. Perdagangan Retail dan Whole Sale
IX. Perbankan, Lembaga Keuangan Selain Bank, Lembaga Sekuritas, Asuransi, dan
Real Estate
A. Perbankan
B. Lembaga Keuangan Selain Bank
C. Asuransi
D. Property dan Real Estate
X. Hotel dan Pelayan Travel
XI. Perusahaan Holding dan Investasi Lainnya
XII. Lainnya
2. Kesamaan dari sisi permintaan
Pendekatan ini menggunakan produk-produk yang dihasilkan sebagai kriteria
pengelompokan industri. Apabila produk-produk memenuhi kebutuhan yang
sama, dan produk-produk tersebut merupakan substitusi satu sama lainnya, maka
produk-produk tersebut masuk dalam kelompok industri yang sama. Produk-
produk tersebut bisa mempunyai horison yang pendek yaitu produk-produk yang
sama saat ini, tetapi bisa juga mempunyai horison jangka panjang yaitu produk-
produk yang saling berkompetisi pada beberapa tahun mendatang (misal sepuluh
tahun mendatang). Perspektif jangka pendek mempunyai relevansi yang tinggi
karena membicarakan situasi saat ini, tetapi perspektif jangka panjang membuat
perusahaan waspada terhadap kemungkinan perubahan persaingan. Produk yang
saat ini bukan merupakan pesaing, barangkali merupakan pesaing potensial yang
akan menjadi pesaing sesungguhnya pada masa mendatang. Sebagai contoh,
mesin fax saat ini tidak bersaing secara langsung dengan komputer PC. Tetapi
pada masa mendatang dengan semakin berkembangnya PC yang mempunyai
kemampuan fax dan modem, maka PC akan menjadi pesaing serius mesin fax.
Keduanya akan memenuhi kebutuhan generik yang sama, yaitu kebutuhan
komunikasi.
3. Kesamaan dalam atribut keuangan
Dari sudut pandang investasi, saham-saham yang mempunyai beberapa kesamaan
atribut bisa dimasukkan ke dalam satu kelompok. Contoh atribut yang relevan
adalah risiko, rasio PER (Price Earning Ratio), dan kapitalisasi pasar untuk
menentukan besar kecilnya kapitalisasi saham. Investor yang ingin
menginvestasikan dananya ke saham kecil (capitalisasi pasar kecil) barangkali
akan memilih 25% saham paling kecil, dan membandingkan saham-saham yang
mempunyai nilai kapitalisasi yang kecil.

Dalam memilih perusahaan yang akan dipakai sebagai perbandingan, analis juga
bisa menggabungkan ketiga atribut di atas. Misalkan sebuah perusahaan transportasi
dengan aset tidak terlalu besar (misal Rp1,5 miliar), maka perbandingan yang tepat
adalah perusahaan transportasi lainnya dan yang mempunyai aset yang hampir sama
besarnya. Membandingkan perusahaan tersebut dengan perusahaan transportasi lain yang
mempunyai aset Rp100 miliar barangkali tidak sepenuhnya tepat.
Di negara-negara maju, data-data yang berkaitan dengan industri sejenis biasanya
bisa dicari. Tetapi tidak demikian halnya dengan data industri di negara-negara yang
belum maju seperti di Indonesia. Saat ini perusahaan yang go public dan listing di BEJ
mencapai sekitar 200 saham (bandingkan dengan New York Stock Exchange yang
mencapai sekitar 1.700 saham) Sebagian besar perusahaan di Indonesia masih belum go
public. Perusahaan-perusahaan yang belum go public biasanya tidak memberikan laporan
keuangan ke publik, dan dengan demikian data perbandingan akan sulit diperoleh.
Kecuali bank-bank yang mempunyai data-data keuangan nasabahnya. Tetapi data
semacam ini barangkali akan sulit diakses oleh perusahaan lain, meskipun untuk
perbandingan. Kalaupun menggunakan data perusahaan yang go public, masih bisa
dipertanyakan apakah data yang dipakai sudah "representatif" karena data industri
tersebut tidak memasukkan perusahaan yang tidak go public (private). Masalah ini akan
semakin rumit apabila perusahaan yang tidak go public tersebut merupakan perusahaan
yang dominan dalam industri tersebut.
Masalah lain yang mungkin timbul adalah tidak "jelasnya" industri yang akan
dipakai sebagai perbandingan. Perusahaan yang besar biasanya beroperasi tidak hanya
pada satu sektor usaha saja, tetapi melakukan diversifikasi pada beberapa sektor.
Konglomerasi semacam Bimantara atau Salim Group mempunyai ratusan perusahaan
yang bergerak dalam bidang usaha yang sangat beragam. Apabila perusahaan semacam
itu menerbitkan laporan keuangannya per segmen usaha, maka analisis akan tertolong,
karena bisa menggunakan segmen yang relevan dalam analisis. Tetapi biasanya
perusahaan semacam itu tidak menerbitkan laporan per segmen, laporan yang dihasilkan
biasanya laporan konsolidasi yang mencakup semua jenis usaha. Laporan konsolidasi
tentu saja kurang relevan dalam analisis perbandingan.
Banyak juga perusahaan yang mempunyai usaha pokok yang tertentu, tetapi juga
mempunyai usaha pada sektor lain yang barangkali tidak terlalu dominan proporsinya.
Kebanyakan laporan keuangan perusahaan semacam ini juga bersifat konsolidasi, tidak
melaporkan per segmen. Perhatikan urut-urutan semacam ini.
A. Perusahaan dengan kegiatan tunggal pada sektor yang relevan. Laporan keuangan
tersedia.
B. Perusahaan dengan beberapa aktivitas, tetapi mempunyai kegiatan yang dominan
pada sektor yang relevan. Laporan keuangan tersedia.
C. Perusahaan dengan banyak aktivitas, tidak ada aktivitas yang paling dominan (mirip
dengan konglomerasi). Sulit menentukan sektor usaha yang relevan. Laporan
keuangan per segmen tersedia.
D. Perusahaan dengan banyak aktivitas, tidak ada aktivitas yang paling dominan. Sulit
menentukan sektor usaha yang relevan. Laporan keuangan hanya berupa laporan
konsolidasi.
E. Perusahaan private, tidak ada laporan keuangan yang dipublikasikan.
(sektor usaha yang relevan adalah sektor usaha yang akan dijadikan bahan
perbandingan).

Perhatikan bahwa industri yang relatif "jelas" adalah industri dengan perusahaan-
perusahaan masuk dalam kategori A. Kategori lainnya memerlukan pertimbangan
tersendiri untuk menentukan bagaimana sebaiknya suatu industri didefinisikan.
Perusahaan dalam kategori E barangkali sangat sulit dianalisis karena tidak adanya data
relevan yang tersedia. Perusahaan dalam kategori D juga sulit dianalisis karena laporan
keuangan yang tersedia masih bersifat konsolidasi. Menentukan industri yang paling tepat
untuk perbandingan dan mengkomunikasikan ke pihak eksternal kadang- kadang bukan
merupakan pekerjaan yang mudah. Sebagai contoh, Bankers Trust adalah bank yang
terlibat dalam jual beli surat-surat berharga (sering disebut sebagai market maker). Sifat
usaha semacam ini lebih berisiko dibandingkan dengan usaha perbankan konvensional
yang memfokuskan pada manajemen tingkat bunga (mengelola spread tingkat bunga
deposito dengan tingkat bunga pinjaman). Tetapi pasar keuangan (dan juga para
analisnya) mengelompokkan Bankers Trust ke dalam kelompok perbankan, yang
mengakibatkan usaha Bankers Trust nampak lebih berisiko dibandingkan rata-rata
industri. Akibatnya rasio PER Bankers Trust lebih rendah dibandingkan rasio PER
industri, karena ada persepsi bahwa Bankers Trust lebih berisiko dibandingkan dengan
rata-rata industri. Misalkan Bankers Trust dibandingkan dengan kelompok Investment
Bank (seperti Salomon Brothers) yang terlibat dalam jual beli saham dan surat berharga
lainnya, barangkali Bankers Trust tidak akan nampak tinggi risikonya, dengan hasil PER-
nya tidak terlalu rendah dibandingkan PER industri.
Pada beberapa situasi barangkali tidak tersedia angka industri di dalam negeri.
Contoh yang paling ekstrem adalah maskapai penerbangan Singapura (Singapore Airlines
/SIA) yang merupakan satu-satunya maskapai penerbangan di Singapura. Di Indonesia
kita mempunyai PT KAI (Kereta Api Indonesia) yang merupakan satu-satunya angkutan
kereta api di Indonesia. Dalam situasi semacam ini perbandingan dengan rata-rata industri
domestik tidak mungkin dilakukan. Dalam kasus Singapore Airlines, analis barangkali
bisa membandingkan angka-angka SIA dengan angka-angka dari maskapai lainnya
seperti Malaysian Airlines (MAS), British Airways. Dalam kasus PT KAI (Kereti.. Api
Indonesia), barangkali analis tidak bisa membandingkan secara langsung dengan
perusahaan kereta api di negara-negara lainnya, karena meskipun sama-sama bergerak
dalam industri kereta api, tetapi kondısı lingkungan di negara- negara lain barangkalı
akan sangat berbeda dengan kondisi lingkungan di Indonesia. Sebagai contoh, di
Indonesia perusahaan kereta api yang merupakan BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
akan dibebani tugas sebagai agen sosial yang mempunyai misi menjalankan tugas sosial
tanpa memikirkan keuntungan. Sementara di negara lain misi semacam itu barangkali
tidak ada. PT KAI (Kereta Api Indonesia) di Indonesia memegang monopoli angkutan
kereta api, meskipun barangkalı ada pengendalian harga. Di luar negeri barangkali
persaingan yang terjadi merupakan persaingan yang sempurna. Dengan beberapa
keterbatasan tadı analis memerlukan pertimbangan- pertimbangan dalam menentukan
perbandingan yang tepat untuk PT KAI (Kereta Api Indonesia). Barangkali perbandingan
dengan standar internal (target) akan lebih tepat diterapkan untuk PT KAI (Kereta Api
Indonesia) dengan asumsi target tadi disusun secara realistis.
Berikut ini rasio-rasio keuangan untuk beberapa negara. Untuk Indonesia bisa
dilihat pada lampiran.

Secara umum nampak bahwa perusahaan Amerika Serikat lebih likuid, solvabel,
efisien, dan menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan Jepang dan Korea. Apakah
perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan akuntansi? Setelah perbedaan akuntansi
disesuaikan nampak bahwa kesimpulan di atas masih tetap berlaku, sehingga perbedaan
akuntansi nampaknya tidak mempengaruhi kesimpulan di atas. Pertanyaan berikutnya
adalah apakah perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan faktor budaya dan institusional.
Sampai saat ini riset belum mengarah sampai ke riset untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Barangkali pertanyaan tersebut akan sangat relevan untuk dijawab atas
perbedaan-perbedaan yang terjadi antarnegara tersebut.
B. PERHITUNGAN RATA-RATA INDUSTRI
Untuk menghitung rata-rata industri seorang analis mempunyai beberapa
alternatif:
1) Menghitung nilai tunggal sebagai perbandingan,
2) Menghitung nilai tunggal dengan dispersinya (standar deviasinya),
3) Menghitung nilai untuk percentile tertentu (misal menghitung nilai untuk
perusahaan- perusahaan yang mempunyai ukuran 25% paling kecil).

Untuk perhitungan (1) di atas ada beberapa alternatif yang bisa dipakai:
1) Menghitung rata-rata aritmatika,
2) Menghitung rata-rata tertimbang,
3) Menggunakan median,
4) Menggunakan modus.

Misalkan kita mempunyai data suatu industri yang terdiri dari beberapa perusahaan
sebagai berikut:

Dengan perhitungan rata-rata aritmatika, ROA industri bisa dihitung sebagai


berikut: 1/8 (10+12+12+13+9+12+8+9) = 10,625%.

Angka ini kemudian bisa dipakai sebagai standar untuk perbandingan. Alternatif lain
adalah dengan menghitung rata-rata tertimbang. Misalkan analis menggunakan nilai buku
saham sebagai pembobotnya, rata-rata ROA bisa dihitung sebagai berikut:

300/2.275 (10%) + 420/2.275 (12%) + 250/2.275 (12%) +200/2.275 (13%) + 250/2.275


(9%) +210/2.275 (12%)+310/ 2.275 (8%) + 335/2.275 (9%) =
1,31+2,21+1,32+1,14+0,98+1,11 1,091,33 10,50%.
Misalkan analis akan menggunakan nilai pasar saham sebagai pembobotnya, rata-
rata industri bisa dihitung sebagai berikut:

350/3.170 (10%) + 400/3.170 (12%) + 420/3.170 (12%) + 450/3.170 (13%) + 460/3.170


(9%) + 350/3.170 (12%) + 340/ 3.170 (8%) + 400/3.170
(9%)=1,1+1,51+1,59+1,84+1,311,32+ 0,86+1,14-10,67%.

Perhitungan rata-rata sangat sensitif terhadap nilai-nilai ekstrem. Misalkan ada


dua perusahaan dengan nilai ekstrem + 30% (perusahaan I) dan 10% (perusahaan J).
Misalkan perusahaan J mengalami musibah kebakaran yang mengakibatkan rugi 10% dan
perusahaan I baru saja memperoleh lisensi impor, barangkali analis akan menghilangkan
dua angka ekstrem tersebut. Dengan cara semacam itu angka-angka outlier bisa
dihilangkan dan tidak merusak analisis. Cara lain yang bisa digunakan untuk
menghilangkan pengaruh nilai ekstrem adalah dengan menggunakan angka median atau
modus. Dengan median ROA perusahaan diurutkan sebagai berikut: 8%, 9%, 9%, 10%,
12%, 12%, 12%, 13%, dan nilai tengahnya atau mediannya adalah 11%. Misalkan kita
menggunakan modus (nilai yang paling sering keluar), maka angka yang dipilih untuk
dijadikan rata-rata industri adalah 12%.

Dari angka-angka yang dihitung di atas, berikut ini ringkasan hasil perhitungan
dengan metode yang berbeda tersebut.

ROA Rata-rata Industri

Rata-rata Aritmatik 10,63%

Rata-rata tertimbang

(dengan bobot nilai buku saham) 10,5%

Rata-rata tertimbang

(dengan bobot nilai pasar saham) 10,67%

Median 11,00%

Bonus 12,00%
Pemilihan angka yang akan dijadikan rata-rata industri akan tergantung dari
pertimbe analis. Dari angka-angka di atas, ROA rata-rata industri adalah sekitar 10-12%.

C. PERBEDAAN ANTARINDUSTRI
Pada waktu analis menggunakan perbandingan industri, analis mempunyai asumsi
implisit yaitu ada perbedaan berarti dalam rasio-rasio keuangan antarindustri. Kalau
asumsi semacam itu tidak terpenuhi maka tidak ada artinya menggunakan perbandingan
dengan industri yang sejenis, karena perbandingan dengan rasio perusahaan dalam
perekonomian secara keseluruhan akan menghasilkan analisis yang sama. Perbandingan
antarindustri secara implisit juga mengakui bahwa ada perbedaan risiko bisnis
antarindustri. Apabila asumsi ini benar, maka perbandingan dengan perusahaan-
perusahaan dalam industri relevan dilakukan karena perusahaan dibandingkan dengan
perusahaan lain yang mempunyai kelas risiko bisnis yang sama. Tetapi apabila risiko
bisnis antarindustri tidak berlainan, maka perbandingan antarindustri tidak punya dasar
yang cukup kuat.
Penelitian yang dilakukan oleh David F. Scott Jr. dan John D. Martin (1975)
menunjukkan bahwa memang ada perbedaan yang berarti dalam angka-angka industri.
Berikut ini hasil penelitian yang dilakukan keduanya.
Catatatan: Angka dalam kurung menunjukkan standar deviasi
Dari tabel di atas nampak bahwa F-rasio yang diperoleh untuk setiap tahun, mulai
tahun 1968 sampai tahun 1972, selalu lebih besar dibandingkan dengan F-kritis. Dengan
demikian bisa diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan rasio modal saham
antarindustri yang signifikan. Hasil semacam itu juga didukung oleh penelitian yang
serupa dengan menggunakan data Kanada.
Dari tabel di atas nampak bahwa tidak ada perbedaan rasio utang/modal saham
antarindustri. Nilai F hitung untuk setiap tahun lebih kecil dari nilai F-kritis dengan
tingkat signifikansı 5%. Berikut ini data rasio keuangan Indonesia untuk beberapa
industri yang dipilih secara acak (Rasio keuangan yang lebih lengkap bisa dilihat pada
lampiran).
Rata-rata di atas dihitung dengan rata-rata aritmatika. Lampiran buku ini
menyajikan rasio- rasio keuangan yang lebih lengkap untuk perusahaan-perusahaan yang
go public. Analis bisa mempunyai fleksibilitas yang lebih besar dalam hal penentuan
industri yang dipilih (karena klasifikasi dari BEJ barangkali tidak memuaskan), dan juga
dalam hal perhitungan rata-rata industri. Analisis di atas memasukkan data outlier seperti
kerugian pada beberapa perusahaan. Analıs barangkali ingin menghilangkan data outlier
tersebut dari analisis. Nampak dari tabel di atas rata-rata keuangan cukup bervariasi,
meskipun pengujian empiris untuk data-data di Indonesia, untuk menguji apakah ada
perbedaan risiko antarbisnis belum dilakukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Supaya analisis keuangan lebih tajam, analis keuangan bisa memperoleh
gambaran yang lebih jelas mengenai prestasi perusahaan, analisis perbandingan bisa
dilakukan. Analisis ini bisa dilakukan dengan perbandingan terhadap data masa lalu
(analisis time series) maupun dengan perbandingan terhadap perusahaan lain atau rata-
rata industri (analisis cross section) pada titik waktu tertentu. Mendefinisikan industri
bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Ada beberapa cara untuk mendefinisikan
industri: (1) Kesamaan dalam jenis bahan baku, (2) Kesamaan dari sisi permintaan, dan
(3) Kesamaan dalam atribut keuangan. Ketiga atribut tersebut bisa dipakai secara
terpisah, bisa juga dipakai secara bersamaan.
Masalah lain yang mungkin timbul dalam analisis perbandingan cross section
adalah tidak jelasnya industri yang relevan. Sebagai contoh, apabila ada suatu perusahaan
yang tidak go public, padahal perusahaan tersebut cukup dominan, angka-angka industri
barangkali tidak representatif. Masalah lain adalah adanya beberapa perusahaan yang
bergerak dalam berbagai bidang (industri), dan laporan keuangan yang diterbitkan adalah
laporan keuangan konsolidasi. Informasi per segmen industri tidak dipublikasikan. Dalam
situasi di mana tidak ada industri domestik yang bisa dijadikan perbandingan,
perbandingan internasional bisa dilakukan. Interpretasi harus dilakukan lebih berhati-hati,
dengan mengingat latar belakang bisnis yang berbeda.
Perhitungan rata-rata industri bisa dilakukan dengan rata-rata aritmatika, rata-rata
tertimbang, median, atau modus. Data-data outlier bisa dihilangkan apabila kita
berasumsi bahwa data tersebut merupakan kejadian yang luar biasa. Perbandingan
industri mempunyai asumsi implisit bahwa risiko bisnis antarindustri berbeda, dan
dengan demikian perbandingan dengan industri (sekelompok perusahaan yang memiliki
kelas risiko yang sama) bisa dilakukan. Pengujian empiris menunjukkan adanya
perbedaan kelas risiko antarindustri. Pengujian semacam itu di Indonesia, belum sejauh
ini dilakukan.
B. Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis siap menerima kritik dan saran dari pembaca. Ada beberapa
saran dari penulis yaitu: kepada pembaca agar membaca materi dengan teliti, pembaca
untuk memberikan kritikan terkait materi atau makalah dari penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Mamduh M. Hanafih & Abdul Halim. (2016). Analisis Laporan Keuangan


(edisi kelima). Yogyakarta: UPPSTIM TKPN.

Anda mungkin juga menyukai