Anda di halaman 1dari 101

STUDI KASUS FUNGSI PRODUKSI DAN FUNGSI RISIKO PRODUKSI BAKPIA DI KECAMATAN NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

Dibimbing Oleh: Drs. Ari Sudarman, M.Ec.

Disusun Oleh: MUHAMMAD NURHUDA 07/257179/EK/16774

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, hidayah, dan segala nikmat yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada program studi Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Dengan demikian ucapan terima kasih dan penghargaan perlu disampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan, saran, kemudahan, dan dukungan-dukungan lainnya sejak dimulainya penyusunan rancangan penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ibu Kasanah, Bapak Umar, Mas Ahmad Afandi, dan Mbak Nur Umamah yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil dan menjadi motivator utama dalam melakukan usaha terbaik untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Dekan dan dosen-dosen beserta civitas Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada atas ilmu, pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman beharga yang telah diberikan kepada penulis pada masa kuliah.

3.

Drs. Ari Sudarman, M.Ec., selaku dosen pembimbing sekripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan arahan, masukan, dan saran dengan sabar dan telaten sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik.

4.

Amirullah Setya Hardi, S.E., Cand.Oecon., Tri Widodo, M.Ec.,Dev., Ph.D., dan Drs. Ari Sudarman, M.Ec., selaku Dewan Penguji Ujian Skripsi dan Ujian Teori.

5.

Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitan terhadap pengusaha bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta.

6.

Pengusaha-pengusaha bapia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta yang telah bersedia meluangkan waktu untuk diteliti dan dikaji.

7.

Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D atas pelatihan dan bimbingan selama menjadi asisten.

8. 9.

Mbak Noppie, sebagai sahabat terbaik penulis. Ridho, Ichal, Resha, Ian, Riski, dan Galih, atas teamwork dan semangat kekeluargaan sebagai sesama asisten Prof. Mudrajad Kuncoro.

10. Teman seperjuangan Jurusan Ilmu Ekonomi angkatan 2007, Adit, Santi, Ajeng, Handra, Dita, Nila, Andre, Andrea, Pram, Aziz, Bayu, Belly, Cempaka, Chandra, Damas, Devi, Devie, Dian, Difa, Doni, Dyah, Ely, Fahmi, Fandi, Ridho, Wisnu, Galih, Inggryd, Jajang, Mayang, Jessica, Adis, Kartika, Qoni, Ichal, Mega, Sidiq, Aal, Budi, Pandu, Resha, Icha, Faiz, Teguh, Umi, Wahyu, Wilda, Williem, Yulianto, dan Zilfana.

vi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan keilmuan pada masa mendatang.

Yogyakarta, 22 Nopember 2011

Penulis

vii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .... i Lembar Pengesahan Skripsi ... ii Lembar Pernyataan Pembimbing ... iii Lembar Pernyataan Keaslian .. iv Kata Pengantar ... v Daftar Isi .... viii Daftar Gambar xi Daftar Tabel ... xii Daftar Lampiran . xiii Abstrak ... xiv BAB I PENDAHULUAN ..... 1 1.1. Latar Belakang .... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 12 1.3. Batasan Masalah ..... 14 1.4. Tujuan Penelitian .... 15 1.5. Manfaat Penelitian ...... 15 1.6. Hipotesis Penelitian ..... 16 1.7. Sistematika Penulisan ............. 16 BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSATAKA .... 18 2.1. Usahaha Mikro, Kecil, dan Menengah ........ 18 2.2. Produksi ...... 20

viii

2.2.1. Fungsi Produksi .... 20 2.2.2. Modal ....... 24 2.2.3. Fungsi Biaya ........ 25 2.2.4. Fungsi Keuntungan ...... 28 2.3. Risiko dan Ketidakpastian ... 29 2.3.1. Teori von Neumann-Morgenstern .... 30 2.3.2. Sikap Risiko . 32 2.4. Fungsi Risiko Produksi ... 34 2.5. Tinjauan Pustaka ......... 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...... 39 3.1. Metode Pengumpulan Data dan Daerah Penelitian . 40 3.2. Praanalisis Data ...... 42 3.3. Metodologi Analisis Data ....... 43 3.3.1. Model Regresi ...... 43 3.3.2. Uji Distribusi t ...... 45 3.3.3 Uji Statistik F 47 3.3.4 Uji Normalitas .. 48 BAB IV OBJEK PENELITIAN ...... 49 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ...... 49 4.2. Sejarah Usaha Bakpia di Ngampilan ... 50 4.3. Bahan Baku ......... 51 4.4. Peralatan dan Perlengkapan ........ 51 4.5. Pengolahan Bakpia ...... 53

ix

4.5.1. Pembuatan Isi ....... 53 4.5.2. Pembuatan Kulit ....... 53 4.5.3. Pencetakan ........ 54 4.5.4. Pengovenan ...... 54 BAB V PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ..... 55 5.1. Karakteristik Responden ..... 55 5.1.1. Profil Responden ...... 55 5.1.2. Ketenagakerjaan ....... 57 5.1.3. Bahan Baku ...... 59 5.1.4. Produksi dan Pemasaran ...... 60 5.2. Analisis Data ... 64 5.2.1. Analisis Regresi Fungsi Produksi ........ 64 5.2.1.1. Uji Statistik Fungsi Produksi .... 65 5.2.1.2. Uji Normalitas Fungsi Produksi ... 66 5.2.2. Analisis Regresi Fungsi Risiko Produksi . 67 5.2.2.1. Uji Statistik Fungsi Risiko Produksi . 67 5.2.2.2. Uji Normalitas Fungsi Risiko Produksi 68 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..... 70 6.1. Kesimpulan ......... 70 6.2. Saran 71 DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN ...... 75

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Perkembangan Pangsa Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Indonesia Tahun 2005 2009 (dalam persen) .......... 4 Gambar 1.2. Perkembangan Pangsa Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Indonesia Tahun 2005 2009 (dalam persen) ...... 5 Gambar 1.3. Perkembangan Pangsa Sumbangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) terhadap PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Indonesia Tahun 2005 2009 (dalam persen) ...... 6 Gambar 1.4. Perkembangan Pangsa Sumbangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) terhadap Ekspor Nonmigas Indonesia Tahun 2005 2009 (dalam persen) ...

Gambar 2.1. Kurva Isokuan ... 22 Gambar 2.2. Kurva Minimalisasi Biaya ......... 27

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Perubahan Banyaknya Unit Usaha Kecil (UK), Usaha Menengah (UMe), dan Usaha Besar (UB) Kota Yogyakarta Tahun 2005-2007

10

Tabel 1.2. Faktor-faktor Penghambat Industri Kecil Bakpia di Kampung Sanggrahan Pathuk Tahun 2008 ........ 13 Tabel 2.1. Skala Hasil Produksi ..... 24 Tabel 3.1. Perbedaan Sampel Probabilitas dan Nonprobabilitas ... 42 Tabel 4.1. Cabang Industri di Kecamatan Ngampilan Tahun 2007 .. 50 Tabel 5.1. Tingkat Pendidikan Responden Pengusaha Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 ..... 56 Tabel 5.2. Tingkat Umur Responden Pengusaha Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 ..... 57 Tabel 5.3. Tingkat Pendidikan Pekerja Rata-rata Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 ..... 58 Tabel 5.4. Upah Pekerja Rata-rata Per Hari Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 .. 59 Tabel 5.5. Penggunaan Bahan Baku Per Hari Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 .. 60 Tabel 5.6. Alasan Memproduksi Bakpia Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 .. 61 Tabel 5.7. Media Pemasaran Bakpia Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 .. 61 Tabel 5.8. Produksi Bakpia Kacang Hijau Per Hari 30 Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 .. 63 Tabel 5.9. Nilai Produksi Berbagai Jenis Bakpia Per Hari 30 Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 ... 64 Tabel 5.10. Uji t Statistik Fungsi Produksi ........ 65 Tabel 5.11. Uji t Statistik Fungsi Risiko Produksi ........ 68

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Regresi .. 75 Lampiran 2. Hasil Regresi .. 77 Lampiran 3. Kuisioner ... 79

xiii

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia yang tergolong usaha mikro dan kecil di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta. Dalam penelitian ini digunakan data primer dengan jumlah sampel 30 unit usaha bakpia yang diperoleh dengan menggunakan metode purposive quota sampling. Sedangkan alat analisis yang digunakan peneliti untuk menganalisis model regresi adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil dari regresi ini menunjukkan bahwa hanya nilai bahan baku yang berpengaruh secara statistik signifikan terhadap fungsi produksi bakpia. Tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha secara statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap fungsi produksi bakpia. Sedangkan pada analisis fungsi risiko produksi diketahui bahwa tidak ada satu pun dari variabel penjelas secara statistik signifikan berpengaruh pada fungsi risiko produksi bakpia.

Kata kunci: fungsi produksi, fungsi risiko produksi, nilai bahan baku, tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha.

xiv

Abstract

This study aims to analyze bakpia production function and bakpia production risk function classified as micro and small enterprises in District Ngampilan Yogyakarta City. This study uses primary data which contains 30 samples of bakpia business units obtained using purposive quota sampling method. In this study author uses Ordinary Least Square (OLS) method as tool in analyzing regression model. The results of this regression show that only the value of raw materials which is statistically significant effect on the bakpia production function. Labor, firm age, labors education, and entrepreneurs education are statistically insignificant effect on the bakpia production function. While there is none of the explanatory variables are statistically significant effect on the bakpia production risk function.

Keywords: production function, production risk function, value of raw materials, labor, firm age, labors education, and entrepreneurs education.

xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Gejolak perekonomian di Indonesia terus berlanjut seiring dengan berjalannya waktu dan zaman. Gejolak ini bisa berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Gejolak dalam negeri bisa bersumber dari sektor politik, sosial, budaya, hukum, pertahanan-keamanan, atau pun kegiatan-kegiatan perekonomian lain yang saling berhubungan. Sedangkan pengaruh luar negeri terhadap gejolak perekonomian Indonesia dikarenakan adanya globalisasi di berbagai bidang yang menyebabkan batasan-batasan antarnegara mulai dihilangkan sehingga gejolak antar negara pun saling berkaitan. Dengan demikian saat terjadi gejolak di luar negeri, Indonesia sudah harus siap menghadapi gejolak positif maupun negatif yang mungkin akan muncul nantinya. Dalam menghadapi gejolak perekonomian, peran semua skala usaha baik Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah (UMKM) maupun Usaha Besar (UB) sangatlah penting. Skala-skala usaha inilah yang menjadi penyokong pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) negara. Selain itu pemerintah selaku regulator juga tidak boleh lepas tangan dan menyerahkan semua kepada swasta. Apalagi Indonesia tergolong sebagai negara sedang berkembang, peran serta pemerintah sangatlah penting dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi negera. Apakah perekonomian negara berpacu pada peningkatan PDB semata atau pun mencakup pembangunan ekonomi secara struktural di mana

kesejahteraan masyarakat menjadi patokan utama merupakan kebijakan yang hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. Peran penting sektor UMKM dalam perekonomian Indonesia sangatlah besar. Dengan demikian sudah sewajarnya pemerintah memberikan perhatian lebih pada skala usaha ini. Sesuai apa yang dicanangkan Kementerian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia, setidaknya peran-peran yang diberikan UMKM antara lain: 1. kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, 2. penyedia lapangan kerja yang terbesar, 3. pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, 4. pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta 5. penyumbang dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Kontribusi UMKM dibandingkan dengan UB dari tahun 2005 sampai 2009 secara lebih jelas bisa dilihat di Gambar 1.1, Gambar1.2, Gambar 1.3, dan Gambar 1.4. Kontribusi UMKM atas peran-perannya tersebut yang terbesar adalah dalam hal pangsa jumlah unit usahanya. Mulai dari tahun 2005 sampai tahun 2009, pangsa jumlah unit usaha UMKM dibanding UB relatif sama, yaitu mencapai 99,99%. Peringkat kedua terbesar peran UMKM dibandingkan dengan UB adalah pada pangsa penyerapan tenaga kerja penduduk Indonesia yang mencapai rata-rata 97,17% dari tahun 2005 sampai 2009. Peringkat selanjutnya

adalah kontribusi terhadap PDB nasional atas dasar harga berlaku tahun 2000 di mana rata-rata pangsa pertahun dari tahun 2005 sampai 2009 mencapai 55,72%. Dalam hal jumlah unit usaha, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan pada PDB atas dasar harga berlaku tahun 2000, UMKM lebih unggul dibandingkan dengan UB. Akan tetapi dalam hal kemampuan untuk ekspor, UMKM kalah jauh dengan UB. Pada tahun 2005 UMKM hanya mampu mengekspor komoditas nonmigas sebesar 20,28% dari total ekspor Indonesia. Dua tahun berikutnya, tahun 2006 dan tahun 2007, kemampuan daya ekspornya menurun jika dibandingkan dengan proporsi pada tahun 2005. Pada tahun 2008 mengalami kenaikan dari 17,66% menjadi 18,10%. Namun di tahun 2009 proporsinya kembali mengalami penurunan sebesar 1,08% sehingga tinggal menjadi 17,02% dari total ekspor nonmigas Indonesia.

Gambar 1.1. Perkembangan Pangsa Jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Indonesia Tahun 2005 2009 (dalam persen)
99.99 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 99.99 99.99 99.99 99.99

0.01 2005

0.01 2006

0.01 2007 UMKM UB

0.01 2008*

0.01 2009**

Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara Jumlah unit usaha UMKM dan UB tahun 2005 = 47.022.084 unit, 2006 = 49.026.380 unit, 2007 = 50.150.236 unit, 2008 = 51.414.262 unit dan 2009 = 52.769.280 unit. Sumber: Diolah dari Kementerian Koperasi dan UMKM (2010)

Gambar 1.2. Perkembangan Pangsa Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Indonesia Tahun 2005 2009 (dalam persen)
96.85 97.3 97.27 97.15 97.3

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

3.15 2005

2.7 2006

2.73 2007 UMKM UB

2.85 2008*

2.7 2009**

Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara Jumlah unit usaha UMKM dan UB tahun 2005 = 86.305.825 orang, 2006 = 90.350.778 orang, 2007 = 93.027.341 orang, 2008 = 96.780.483 orang dan 2009 = 98.886.003 orang. Sumber: Diolah dari Kementerian Koperasi dan UMKM (2010)

Gambar 1.3. Perkembangan Pangsa Sumbangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) terhadap PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Indonesia Tahun 2005 2009 (dalam persen)
55.95 44.05 58.49 41.51 58.44 41.56 58.35 41.65 58.17 41.83

60 50 40 30 20 10 0

2005

2006

2007 UMKM UB

2008*

2009**

Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara Nilai PDB atas dasar harga konstan tahun 2000 UMKM dan UB pada tahun 2005 = Rp1.750.815,2 milyar, 2006 = Rp1.770.508,3 milyar, 2007 = Rp1.883.549,1 milyar, 2008 = Rp1.997.938 milyar dan 2009 = Rp2.088.292,3 milyar. Sumber: Diolah dari Kementerian Koperasi dan UMKM (2010)

Gambar 1.4. Perkembangan Pangsa Sumbangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) terhadap Ekspor Nonmigas Indonesia Tahun 2005 2009 (dalam persen)

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

79.72

82.05

82.34

81.9

82.98

20.28

17.95

17.66

18.1

17.02

2005

2006

2007 UMKM UB

2008*

2009**

Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara Nilai ekspor UMKM dan UB nonmigas tahun 2005 = Rp544.201,8 milyar, 2006 = Rp689.412,5 milyar, 2007 = Rp794.872,1 milyar, 2008 = Rp983.540,4 milyar dan 2009 = Rp953.089,9 milyar. Sumber: Diolah dari Kementerian Koperasi dan UMKM (2010)

Kekalahan UMKM dibandingkan dengan UB dalam ekspor dipengaruhi oleh banyak hal. Di dalam buku Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP, 2009: 41) diberikan overview permasalahan tradisional yang mempengaruhi tingkat kompetitif UMKM Asia-Pasifik seperti berikut ini: 1. Perusahaan kecil secara umum dihadapkan pada tingginya biaya untuk membeli input seperti peralatan, bahan mentah, jasa keuangan dan

bisnis. Daya tawar usaha-usaha yang lebih kecil kalah dengan usahausaha yang lebih besar. 2. UMKM berkarakteristikan berlokasi di daerah kapasitas manajerial dan kemampuan yang terbatas seperti manajemen operasional, akuntansi, manajemen keuangan, pemasaran dan strategi. 3. Perusahaan-perusahaan kecil memiliki keterbatasan kemampuan untuk memperoleh informasi pasar dan pembeli potensial. 4. Kemampuan UMKM terbatas dalam merespon market opportunities dalam hal memenuhi permintaan dalam jumlah besar, standar, dan sertifikasi. 5. UMKM juga kesulitan memperoleh akses untuk mendapatkan dukungan-dukungan jasa, seperti jasa pelatihan dan pembangunan kemampuan, intelegensi pasar, logistik, teknologi, dan keuangan. 6. Adanya aturan-aturan lingkungan yang sering memberatkan dan membebankan biaya tetap yang tinggi pada UMKM. Tambunan (2009) menjelaskan bahwa pada umumnya UMKM Indonesia yang berorientasi ekspor tidak melakukan kegiatan ekspor secara langsung melainkan melalui perantara, misalnya melalui pedagang, perusahaan ekspor, lembaga perdagangan, atau pun perjanjian sub kontrak dengan UB di mana produk yang dihasilkannya masih semi-final products dan akhirnya

disempurnakan oleh UB. Akses perdagangan ekspor untuk UMKM relatif terbatas dibandingkan dengan UB, terutama yang berlokasi di area pedesaan. Akibatnya, UMKM yang berorientasi ekspor ini akan kesulitan melakukan direct exports dan

biayanya pun mahal. Tambunan juga menambahkan penjelasan bahwasanya fasilitas-fasilitas yang dikeluarkan Menteri Perdagangan dan Menteri Koperasi dan UMKM masih perlu dipertanyakan keefektifitasannya. Pasalnya, merujuk pengalaman dari berbagai program pemerintah yang berutujuan untuk meningkatkan produktivitas UMKM, banyak yang belum berhasil karena adanya kurangnya informasi yang tersampaikan dan permasalahan lokasi yang sulit terjangkau. Katalog Kota Yogyakarta dalam angka 2008 yang terangkum dalam Tabel 1.1 melaporkan laporan tiga tahun perkembangan Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar. Laporan ini menyampaikan bahwa secara ketahanan terhadap gejolak perekonomian, Usaha Kecil memiliki ketahanan relatif lebih baik jika dibandingkan dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar. Pekembangan jumlah unit usaha dari Usaha Kecil relatif lebih stabil dibandingkan dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar. Pada tahun 2005 jumlah total Usaha Kecil yang ada di Kota Yogyakarta adalah sebanyak 5.854 unit dan mengalami pertambahan unit sebanyak 0,69% dari tahun 2004. Tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 0,1% dari jumlah unit tahun 2005 dan pada tahun 2007 mengalami kenaikan lagi jumlah unitnya sebesar 0,23% dari jumlah unit tahun 2006. Penurunan jumlah unit usaha Usaha Kecil hanya mencapai 0,1%. Berbeda dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar yang mengalami penurunan jumlah unit usaha mencapai 15% dan 21%. Dari gambaran ini dapat terlihat jelas bahwa ketahanan Usaha Kecil lebih baik dibandingkan dengan Usaha Menengah atau pun dengan Usaha Besar.

Tabel 1.1. Perubahan Banyaknya Unit Usaha Kecil (UK), Usaha Menengah (UMe), dan Usaha Besar (UB) Kota Yogyakarta Tahun 2005-2007 Tahun 2005 2006 2007 UK (unit) 5854 5848 5862 Perubahan (%) 0,69 -0,10 0,23 UMe (unit) 88 74 83 perubahan (%) -5,38 -15,91 12,16 UB (unit) 18 19 15 perubahan (%) 5,88 5,56 -21,05

Sumber: Diolah dari BPS Kota Yogyakarta (2010)

Wicaksono (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa modal untuk biaya bahan baku, tenaga kerja dan modal investasi berpengaruh secara positif terhadap jumlah output yang dihasilkan oleh industri kecil bakpia. Sedangkan Melisa (2008) menambahkan bahwa modal berpengaruh secara positif terhadap penjualan, penjualan berpengaruh positif terhadap keutungan dan modal berpengaruh secara positif terhadap keuntungan yang diperoleh oleh industri kecil bakpia. Kedua penelitian ini mengambil obyek penelitian industri kecil bapia yang berlokasi di Pathuk, Kecamatan Ngampilan, Kota Yogyakarta. Kalau merujuk pada hasil dua penelitian tersebut maka modal juga berhubungan positif baik pada output dan keuntungan untuk Usaha Menengah dan atau pun pada Usaha Besar. Akibatnya ketika para produsen menghadapi krisis modal untuk pembelian input, investasi akan berkurang, sehingga output dan keuntungan pun berkurang. Keuntungan yang berkurang berakibat pada berkurangnya modal pada periode berikutnya dan berlangsung seterusnya. Pada akhirnya produsen-produsen Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar akan kelabakan menghadapi kejadian ini, selanjutnya diikuti dengan

10

keputusan keluar (exit) dari kegiatan operasional bisnisnya saat sudah tidak mampu bersaing. Wilkinson (2005: 57-58) menjelaskan bahwa model dasar maksimisasi profit mengabaikan faktor risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) dengan mengasumsikan bahwa semua biaya dan pendapatan diketahui secara jelas di masa mendatang. Ketika berasumsi bahwa situasi yang terjadi adalah pasti (certainty) maka hanya ada satu kemungkinan yang terjadi. Akan tetapi apabila situasi yang terjadi adalah berisiko (risky) maka akan ada beberapa kemungkinan yang akan muncul dan setiap kemungkinan tersebut bisa berupa kemungkinan terjadinya sesuatu hal yang bersangkutan. Sedangkan dalam situasi

ketidakpastian, kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul tidak semua bisa diidentifikasikan dan dihitung berapa kemungkinan akan terjadinya kejadiankejadian tersebut. Dengan demikian sudah seharusnya memasukkan fungsi risiko dan perilaku risiko (risk attitude/preference) dalam menganalisis maksimasi profit para produsen di mana nantinya sangat mempengaruhi keputusan pengalokasian input dan tingkat efisiensi teknis dalam maksimasi profit. Oleh sebab itu, peneliti ingin membahas lebih lanjut fungsi produksi dan risiko produksi bakpia dan dikemas dengan judul Studi Kasus Fungsi Produksi dan Fungsi Risiko Produksi Bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta.

11

1.2. Rumusan Masalah Perilaku setiap produsen terhadap risiko ternyata berbeda-beda sesuai dengan tingkat ekspektasi mereka dalam memandang di masa mendatang. Ada produsen yang bersikap risk averse atau lebih suka menghindari risiko, ada yang bersikap risk neutral dan ada juga yang bersikap risk seekers di mana sangat menyukai tantangan. Dari ketiga jenis tingkatan sikap perilaku produsen tersebut juga mempengaruhi pada keputusan mereka dalam mengalokasikan input proses produksi mereka. Padahal sudah jelas hubungan antara input dan output, di mana output produksi merupakan fungsi dari input, saat input dinaikkan sebesar kali maka output juga bisa meningkat sebesar kali (constant return to scale), lebih dari kali (increasing return to scale) atau kurang dari kali (decreasing return to scale) tergantung dari fungsi produksi merekaceteris paribus (Snynder dan Nicholson, 2008: 302). Tabel 1.2 menjelaskan bahwa pengusaha bakpia di Pusat Industri Bakpia Kampung Sanggrahan Pathuk tahun 2008 menempatkan kenaikan harga bahan baku sebagai permasalahan utama, yaitu mencapai 40,73%. Sedangkan permasalahan kedua yang menjadi penghambat adalah kesulitan pemasaran produk bakpia di mana mencapai 22,73%. Peringkat penghambat berikutnya diikuti kendala persaingan, modal dan tempat yang kurang strategis. Dari sini dapat disimpulkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh Industri Kecil Bakpia di Kampung Sanggrahan Pathuk tahun 2008 adalah gejolak biaya bahan input bakpia.

12

Tabel 1.2. Faktor-faktor Penghambat Industri Kecil Bakpia di Kampung Sanggrahan Pathuk Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 Kendala Kenaikan harga bahan baku Kesulitan pemasaran Persaingan Modal Tempat kurang strategis Total
Sumber: Diolah dari Wicaksono (2008)

Jumlah (unit) 21 10 5 7 1 44

Persentase (%) 47,73 22,73 11,37 15,91 2,27 100,00

Ketidakmampuan pengusaha bakpia di Kampung Sanggrahan Pathuk tahun 2008 dalam mengimbangi kenaikan harga bahan baku salah satunya disebabkan oleh keterbatasan modal. Keterbatasan modal menyebabkan ketidakmampuan Industi Kecil dalam memenuhi barang-barang inputnya. Input yang sedikit akan diikuti hasil output produksi yang sedikit pula dan pada akhirnya keuntungan yang merupakan hasil penjualan output dikurangi dengan total biaya produksi pun sedikit. Oleh sebab itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang berpengaruh pada fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta dan seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut.

13

1.3. Batasan Masalah Kriteria ukuran kelompok UMKM didasarkan pada Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 Bab IV pasal 6: 1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00. 2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00. 3. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 sampai paling banyak Rp10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00. Adapun perusahaan yang menjadi objek penelitian adalah perusahaan bakpia yang berlokasi di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta dan tergolong Usaha Mikro atau pun Usaha Kecil.

14

1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang berpengaruh pada fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh atau sumbangsih faktor-faktor tersebut pada fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta.

1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat bagi tiap-tiap pemilik kepentingan sebagai berikut: 1. Bagi produsen akan memperoleh informasi faktor-faktor yang

mempengaruhi fungsi produksi dan fungsi risiko produksi, sehingga pada akhirnya mereka bisa berinstropeksi diri dalam berproduksi dan diharapkan nantinya akan tercapai produksi yang lebih optimal dan efisien. 2. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negera atau daerah juga diharapkan mampu memberikan kebijakan yang tepat bagi produsen bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta pada khususnya dan UMKM di seluruh Indonesia pada umumnya berdasarkan fungsi produksi dan fungsi risiko produksi mereka. 3. Perbankan dan investor akan memperoleh informasi tambahan lebih lengkap mengenai fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di

15

Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta sebagai landasan dalam pemberian kredit atau pun penanaman investasi. 4. Dunia keilmuan akan memperoleh tambahan koleksi informasi dan studi empiris fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta.

1.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis peneliti dalam penelitian ini adalah: 1. Terdapat pengaruh antara nilai bahan baku, jumlah tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha dengan fungsi produksi dan fungsi risiko produksi Ngampilan Kota Yogyakarta. 2. Nilai bahan baku, jumlah tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan pengusaha, dan pendidikan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta. bakpia di Kecamatan

1.7. Sistematika Penulisan Pembahasan dalam penelitian nantinya akan dibagi menjadi enam bab. Bab I merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis penelitian.

16

Bab II akan membahas mengenai landasan teori dan tinjauan pustaka. Bab ini akan mengulas lebih jauh mengenai definisi UMKM, fungsi produksi, fungsi risiko produksi, fungsi sikap risiko produksi, teori-teori yang berkaitan dengan produksi, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini. Bab III akan membahas metodologi penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini. Metodologi ini terdiri dari metode pengumpulan data dan daerah penelitian, praanalisis data dan metodologi analisis data. Bab IV akan membahas mengenai gambaran umum Kecamatan Ngampilan dan usaha bakpia yang terdapat di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta. Bab ini juga membahas sekilas mengenai proses pembuatan bakpia. Bab V akan membahas mengenai interpretasi hasil analisis yang telah dilakukan dengan program Microsoft Excel 2007 dan Model Ordinary Least Square (OLS) untuk mengestimasi parameter fungsi produksi (mean output function) dan fungsi risiko produksi (production risk function) menggunakan program Eviews 6.0. Bab VI akan memuat kesimpulan dari penelitian beserta saran-saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

17

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tingkatan skala usaha berdasarkan kriteria tertentu yang telah disepakati. Pada tahun 1995 Pemerintah mengeluarkan UU No.9/1995 tentang Usaha Kecil. Berdasarkan UU ini, Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam UU ini. Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan Usaha Kecil. Kriteria Usaha Kecil berdasarkan UU ini adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000,00, milik Warga Negara Indonesia, berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, dan berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Pada tahun 2005, BPS telah memberikan kriteria IKRT (Industri Kecil dan Rumah Tangga) berdasarkan jumlah pekerja dari masing-masing perusahaan. Istilah pengklasifikasian tingkat usaha perusahaan oleh BPS terbagi menjadi

18

Industri Rumah Tangga, Industri Kecil, Industri Sedang atau Menengah dan Industri Besar. Industri Rumah Tangga mempunyai tenaga kerja 1 sampai 4 orang, Industri Kecil 5-9 orang, Industri Sedang 10-99 orang, dan Industri Besar lebih dari 100 orang. Akan tetapi, saat ini BPS melakukan klasifikasi tingkatan usaha perusahaan berdasarkan UU RI No. 20 Th. 2008. Pengertian UMKM bersarkan UU RI No. 20 Th. 2008 didasarkan atas nilai kekayaan bersih yang dimiliki (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau tingkat hasil penjualan tahunan perusahaan tersebut. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang. Kriteria Usaha Mikro adalah jika memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak

Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang. Usaha Kecil memiliki kriteria kepemilikan kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00

19

(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan atau memiliki hasil penjualan tahuanan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Nilai nominal yang menjadi kriteria Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.

2.2. Produksi 2.2.1. Fungsi Produksi Tujuan utama dari aktifitas setiap perusahaan yang ada adalah untuk mengubah input menjadi output. Para ekonom tertarik pada pilihan-pilihan yang akan dilakukan oleh para pengusaha untuk mencapai tujuan tersebut sehingga membuat abstraksi model produksi. Model ini menghubungkan antara input

20

(, , , ), di mana menggambarkan output barang tertentu perusahaan,

dengan output yang dikenal dengan fungsi produksi dengan rumus =

menggambarkan mesin atau alat (capital) yang digunakan, menggambarkan jumlah jam kerja input tenaga kerja, menggambarkan bahan mentah yang digunakan dan tanda () merupakan gambaran untuk variabel-variabel lain yang kemungkinan mempengaruhi proses produksi pada satu periode tertentu.

berikut:

Fungsi produksi untuk barang tertentu, misalnya diformulasikan sebagai = (, ).

(2.1)

kerja) dengan tujuan agar pembahasan lebih mudah karena bisa digambarkan dalam bentuk grafik dua dimensi. Untuk menunjukkan kombinasi alternatif antara k dan l dapat ditunjukkan oleh kurva isokuan pada Gambar 2.1. Kurva ini menunjukkan bahwa untuk memproduksi output yang sama pada level q = 10 unit bisa digunakan beberapa kombinasi, misalnya untuk kombinasi pertama menggunakan k sebesar ka satuan dan l sebesar la satuan. Sedangkan untuk kombinasi kedua menggunakan k sebesar kb satuan dan l sebesar lb satuan. Kemiringan (slope) dalam kurva ini bernilai negatif dan disebut sebagai marginal rate of technical substitutions

kerja . Dalam model ini hanya dimasukkan dua variabel (kapital dan tenaga

perusahaan dengan menggunakan kombinasi alternatif antara kapital dan tenaga

Fungsi ini menunjukkan jumlah maksimum barang yang diproduksi oleh

21

(RTS). RTS menunjukkan tingkat subtitusi kapital terhadap tenaga kerja di mana tingkat output tetap. Gambar 2.1. Kurva Isokuan

Sumber: Snynder dan Nicholson (2008)

Tambahan output akibat adanya tambahan salah satu input sebesar satu unit sementara input-input yang lain tetap merupakan pengertian dari marginal physical product of an input. Pendefinisian dari marginal product menggunakan partial derivatives untuk menunjukkan bahwa semua variabel lain yang digunakan dianggap konstan sementara salah satu variabel yang diperhitungkan bervariasi. Marginal physical product of capital = MPk = Marginal physical product of labor = MPl =

= .

(2.2)

(2.3)

22

Kalau melihat dari pengertian tersebut di atas mungkin banyak yang menganggap bahwa marginal physical product tergantung dari seberapa banyak input yang digunakan. Akan tetapi penambahan terus-menerus pada salah satu input sementara input yang lain tetap, produktivitas input tersebut pada awalnya meningkat namun pada titik tertentu akan mengalami penurunan. Penurunan produktivitas akibat penambahan terus-menerus input ini disebut dengan diminishing marginal productivity yang diperkenalkan oleh ekonom abad ke-19 Thomas Malthus. Secara matematika, diminishing marginal productivity diperoleh dari asumsi turunan kedua parsial dari fungsi produksi (Snynder dan Nicholson, 2008: 295-296).

2 2 2

= = 11 < 0

(2.4)

= = 22 < 0.

(2.5)

Sekarang muncul pertanyaan bagaimana perubahan nilai output jika semua input yang ada dilipatkan beberapa kali, misalnya dua kali. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang menanyakan berapa tingkat skala hasil produksi (return to scale). Jika diberikan fungsi produksi 2.1 = (, ),

23

mana > 1), hasil skala produksi seperti terangkum dalam Tabel 2.1 (Snynder dan Nicholson, 2008: 302-303). Tabel 2.1. Skala Hasil Produksi No. 1. 2. 3. (, ) = (, ) = Effect on Output (, ) < (, ) = (, ) > (, ) = Return to Scale Constant Decreasing Increasing

semua input dilipatkan dengan angka positif konstan yang sama, misalnya (di

Sumber: Snynder dan Nicholson (2008)

2.2.2. Modal Salah satu komponen dari faktor produksi adalah modal. Modal digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan sejumlah hasil produksi tertentu. Modal (barang modal) terdiri dari berang-barang yang diproduksi yang tahan lama dan pada gilirannya dapat digunakan sebagai faktor produksi untuk produksi lebih lanjut (Samuelson dan Nordhaus, 2001: 207). Dalam bidang ekonomi, modal terdiri dari dua hal, modal kerja dan modal tetap. Modal tetap merupakan modal yang tidak habis dalam sekali pakai melainkan akan habis secara berangsurangsur saat proses pemakaiannya. Sedangkan modal kerja adalah modal yang habis sekali pakai. Modal kerja biasanya digunakan untuk membiayai upah tenaga kerja dan pengeluaran-pengeluaran lainnya dalam proses produksi.

24

2.2.3. Fungsi Biaya Dalam mendefinisikan biaya terdapat dua sudut pandang, biaya akuntansi dan biaya ekonomi. Jenisnya pun juga ada dua, biaya eksplisit (biaya input yang membutuhkan pengeluaran uang dari perusahaan untuk mendapatkannya) dan biaya implisit (biaya input yang tidak membutuhkan pengeluaran uang dari perusahaan untuk mendapatkannya). Tugas dari akuntan adalah memperhitungkan aliran uang masuk dan keluar perusahaan sehingga dalam biaya akuntansi yang dilihat adalah biaya eksplisit semata. Sedangkan ekonom mempelajari bagaimana perusahaan membuat keputusan berproduksi dan harga, padahal kedua keputusan ini sangat tergantung pada biaya implisit dan juga biaya eksplisit sehingga biaya ekonomi memperhitungkan biaya implisit dan biaya eksplisit (Mankiw, 2004: 269). Jika diberikan fungsi produksi 2.1 = (, ),

dan biaya untuk input tenaga kerja . Sehingga total biaya perusahaan dalam satu periode tertentu seperti berikut: total cost = = + ,

biaya yang akan diperhitungkan perusahaan adalah biaya untuk input kapital

(2.6)

25

merupakan input yang digunakan perusahaan dalam satu periode tertentu. Melihat fungsi total biaya ini, perusahaan akan berusaha meminimalkan total biaya atas fungsi produksinya. Untuk menghitung minimalisasi total biaya ini digunakan formulasi Lagrang, = + + [0 (, )], di mana = (, ) = 0 .

di mana seperti yang dijelaskan dalam persamaan 2.1 sebelumnya bahwa dan

(2.7)

Turunan pertama dari persamaan Lagrang 2.7 di atas untuk memperoleh biaya minimum adalah

= =

= 0 (, ) = 0.

= 0,

= 0,

(2.8)

(2.9)

(2.10)

berbagai tingkat output dipengaruhi oleh biaya tenaga kerja , biaya kapital dan Dengan demikian total biaya minimum produksi untuk semua input dengan jumlah output .

26

) ( )

= ( ).

(2.11)

Persamaan 2.11 ini menunjukkan bahwa dalam cost-minimizing perusahaan, nilai antara RTS dua input tersebut dengan rasio harganya harus sama (Snynder dan Nicholson, 2008: 324-326). Gambar 2.2 merupakan kurva minimalisasi biaya dalam fungsi produksi dengan output dan dalam periode tertentu. Dalam kurva minimalisasi biaya ini bisa terlihat bahwa perusahaan akan memilih satu kombinasi dari berbagai kombinasi k dan l untuk meminimalkan total biayanya. Pililahan perusahaan untuk input k jatuh pada k* dan input l jatuh pada l*.

Gambar 2.2. Kurva Minimalisasi Biaya

Sumber: Snynder dan Nicholson (2008)

27

2.2.4. Fungsi Keuntungan Keinginan terbesar dari sebuah perusahaan adalah memperoleh keuntungan yang maksimal. Cara yang bisa ditempuh perusahaan adalah dengan memperbesar perbedaan antara total penerimaan dan total biaya. Konsep marginal digunakan pengusaha untuk mencapai kondisi ini, yaitu dengan mengombinasikan berbagai input yang digunakan sampai nilai marginal atas input terhadap keuntungan sama dengan nol. Seandainya perusahaan tersebut menambahkan input terus menerus dan mengabaikan konsep ini, maka bukannya keuntungan maksimal yang diperoleh melainkan penurunan keuntungan. Dalam menghitung keuntungan maksimal, bisa didekati dengan melihat fungsi keuntungannya. Untuk mempermudah pembahasan, fungsi keuntungan yang digunakan adalah fungsi keuntungan untuk price taker (perusahaan tidak bisa mempengaruhi harga). Fungsi keuntungan ini bisa dihitung sebagai berikut: = = (, ) ,

(2.12)

viriabel , , dan ( = (, ) bisa dikendalikan atau diatur oleh perusahaan untuk mencapai keuntungan yang maksimal, sedangkan (harga output), (harga input kapital) dan (harga input tenaga kerja) bersifat tetap. Sehingga pada keuntungan maksimum (Snynder dan Nicholson, 2008: 369): (, , ) max, (, ) = max, [ (, ) ]. (2.13)
28

akhirnya, perusahaan menggunakan fungsi berikut ini untuk memperoleh

2.3. Risiko dan Ketidakpastian Model dasar maksimasi keuntungan mengabaikan risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) dengan mengasumsikan bahwa semua biaya dan pendapatan telah diketahui di masa mendatang. Sementara itu, model maksimasi shareholder-wealth memasukkan risiko dan ketidakpastian dalam perhitungannya, yaitu berupa adanya konsep required rate of return. Sebelum pembahasan lebih jauh, perlu diperjelas mengenai pengertian risiko dan ketidakpastian. Meskipun kedua istilah ini sering diartikan sama, namun sebenarnya terdapat perbedaan jelas yang membedakannya. Ketika situasi yang ada adalah kepastian (certainty) maka hanya ada satu kemungkinan yang akan muncul, ya atau tidak, gagal atau berhasil, untung atau rugi, dan lain sebagainya. Saat situasi yang ada adalah berisiko (risky) maka ada beberapa kemungkinan akan muncul dan kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat diperhitungkan berapa probabilitas kemungkinan terjadinya, misalnya kemungkinan berhasil 30% dan kemungkinan gagal 70%. Jika situasi yang ada adalah ketidakpastian (uncertainty) kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul tidak semuanya bisa diidentifikasikan sehingga tingkat probabilitas kemungkinannya juga tidak bisa diketahui (Wilkinson, 2005: 57). Banyak rumus yang digunakan untuk memodelkan ketidakpastian di dalam situasi ekonomi bersumber dari bidang matematika statistik. Setidaknya ada empat konsep yang sering digunakan dalam situasi ini: 1. Random variable, variabel random merupakan varibel yang berbentuk angka (numerical) dan berasal dari probabilitas kemungkinankemungkinan dari beberapa kejadian random.

29

2. Probability dencity function (PDF), PDF merupakan sebuah fungsi yang menunjukkan probabilitias-probabilitas yang diasiosasikan dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada variabel random. 3. Expected value of a random variable, merupakan hasil dari variabel random yang dihitung secara rata-rata. 4. Variance and standard deviation of a random variable, konsep ini menghitung dispersion variabel random dari nilai ekspektasinya. Keempat konsep ini akan digunakan seseorang dalam proses pembuatan keputusan saat dihadapkan dengan sejumlah kemungkinan hasil dari

operasionalnya yang secara konseptual bisa digambarkan dengan variabel random (Snynder dan Nicholson, 2008: 202).

2.3.1. Teori von Neumann-Morgenstern John von Neumann dan Oscar Morgenstern membuat model matematika untuk menjelaskan perilaku ekonomi (economic behavior) seseorang dalam kondisi ketidakpastian di dalam buku mereka, The Theory of Games and Economic Behavior. Kedua pengarang tersebut menjelaskan konsep dengan mengaplikasikan aksioma dasar perilaku yang rasional. Aksioma ini penting karena bertujuan untuk membangun pondasi teori pilihan individual saat situasinya tidak pasti. Maksud dari perilaku rasional (rasionality) dalam hal ini adalah setiap individu berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri sehingga individual-individual tersebut mampu menjelaskan, minimal secara probabilitas,

30

hasil dari aksi mereka dan hasil aksi tersebut merupakan pilihan mereka sendiri (Romp, 1997: 2). Diumpamakan terdapat kemungkinan hadiah yang bisa dimenangkan oleh

ini disusun dalam bentuk 1 , 2 , , dan telah sesuai urutan di mana 1 pilihan individu jika mengikuti sebuah lotere. Dari beberapa jumlah kemungkinan hadiah individu. hadiah terakhir sedangkan merupakah pilihan hadiah yang paling dipilih oleh (1 ) = 0

(2.14)

dan ( ) = 1,

(2.15)

dari kedua nilai utilitas ini, teori von Neumann-Morgenstern ingin menunjukkan berdasarkan eksperimen ada individu yang memilih hadiah , selanjutnya adanya alasan masuk akal atas nilai utilitas hadiah dari hadiah lainnya. Misalnya individu tersebut disuruh memberikan probabilitas pilihannya terhadap sebesar

di mana individu tersebut dihadapkan pilihan indifferent antara hadiah

dengan kepastian dan sebuah hadiah gamble yang ditawarkan dengan

ekspektasi utilitas dari gamble (Snynder dan Nicholson, 2008: 205-206),

von Neumann-Morgenstren digunakan untuk mengestimasi utilitas sebagai

merupakan ukuran seberapa hadiah diinginkan. Dalam kenyataannya, teknik

probabilitas dan 1 dengan probabilitas (1 ). Dengan demikian probabilitas

31

( ) = . ( ) + (1 ). (1 ). 2.3.2. Sikap Risiko

(2.16)

Sekali lagi, konsep risiko tetap dikaitkan dengan asumsi rationality. Karena kita tidak bisa memprediksi kejadian di masa mendatang dengan tepat, nilai kemungkinan yang akan ada disebut nilai ekspektasi (expected values). Katakan saja ada sebuah aksi yang telah diestimasi dan menghasilkan probabilitas 0,6 untuk menghasilkan US$1.000,00 dan probabilitas 0,4 untuk menghasilkan . Sehingga dalam kasus tersebut nilai ekspektasinya adalah: = 0.6(1000) + 0.4(500) = $800. US$500,00. Secara umum nilai ekspektasi dari sebuah aksi bisa dihitung lewat

(2.17)

Akan tetapi, nilai ekspektasi ini belum pasti, nilai ini merupakan nialai rata-rata sekitar nilai rata-rata. Nilai varian dihitung dengan ( )2 atau secara dari nilai ekspektasi, padahal terdapat distribursi nilai lain, nilai varian yang ada di

nilai ekspektasi, US$600,00 + US$200,00, maka perlu menambahkan varian dari masing-masing nilai tersebut dalam mencapai nilai ekspektasi sebesar US$800,00. Nilai varian dari dua nilai ekspektasi tersebut adalah: = 0.6(1000 800)2 + 0.4(500 800)2 = $60,000.

umum ( )2 . Karena nilai ekspektasi dihasilkan dari jumlah kedua

(2.18)

32

Pembuat keputusan mungkin mempunyai pilihan antara mengambil aksi di atas ataupun mengambil beberapa aksi lainnya di mana mempunyai kepastian hasil sebesar US$800,00. Jika pembuat keputusan indefferent antara dua alternatif aksi maka dia dikatakan sebagai netral risiko (risk neutral). Secara umum berarti individu tersebut indifferent antara nilai ekspektasi yang ada dengan nilai yang pasti (dalam contoh ini, US$800,00). Namun banyak individu yang bersikap penghindar risiko (risk averse), artinya mereka lebih memilih nilai yang pasti dibandingkan dengan nilai ekspektasi meskipun nilai hasilnya sama. Bahkan mereka rela membayar premi risiko (risk premium) untuk menghindari risiko yang terkandung di dalam aksinya. Nilai premi risiko di sini berupa selisih antara nilai yang pasti dengan nilai ekspektasi. Jika seseorang indifferent antara pasti menerima US$700,00 dan mengambil sebuah aksi di mana nilai ekspektasinya adalah US$800,00, maka premi risikonya adalah $100,00. Secara alternatif bisa dikatakan bahwa nilai aksi US$800,00 yang berisiko mempunyai nilai pasti sebesar $700,00. Sikap risiko yang selanjutnya adalah pencari risiko (risk seeking), sikap ini sangat berbeda dengan penghindar risiko, orang yang pencari risiko lebih memilih nilai ekspektasi dibandingkan dengan nilai yang pasti. Namun dimungkinkan individu pencari risiko juga indifferent jika dihadapkan pada pilihan menerima $900,00 dengan pasti atau menerima nilai ekspektasi $800,00 (Wilkinson, 2005: 58).

33

2.4. Fungsi Risiko Produksi Model risiko produksi dikenalkan oleh Just-Pope tahun 1978 dalam Journal of Econometrics 7, 67-68. Model Just-Pope tersebut adalah sebagai berikut: = (, , ) + (, , ), () = 0,

(2.19)

(2.20)

() = 1,

(2.21)

Y adalah output produksi, variabel x merupakan vektor dari input variabel produksi, z adalah vektor input tetap produksi dan q merupakan vektor atributlain sebagainya, dan adalah stochastic term yang menggambarkan guncanganrata dan (, , ) adalah varian dari fungsi output dan disebut sebagai fungsi atribut kualitas produksi, seperti pengalaman berproduksi, kualitas pekerja dan

guncangan produksi secara random. (, , ) merupakan fungsi produksi ratarisiko output, akan tetapi dalam hal ini disebut sebagai fungsi risiko produksi. Vektor x, z dan q dimasukkan dalam fungsi risiko untuk mengetahui apakah faktor input atau atribut-atribut kualitas merupakan risk increasing atau risk decreasing. Sebenarnya fungsi produksi 2.19 di atas bisa ditulis sebagai berikut: = (, , ) + , di mana

(2.22)

34

= (, , ).

(2.23)

Adanya fungsi risiko produksi menyebabkan fungsi produksi menjadi fungsi berheterokedastik. Konsekuensinya adalah parameter dari fungsi rata-rata output bisa dihitung tanpa memperhatikan fungsi dari heteroskedasticity. Akan tetapi dalam hal ini, tidak hanya pada parameter fungsi output rata-rata yang diestimasi akan tetapi juga pada parameter fungsi risiko produksi. Oleh sebab itu perlu mengasumsikan beberapa input sebagai variabel endogenous dan

menggunakannya sebagai suatu sistem untuk mengestimasi parameter-parameter dalam model. adalah ingin memaksimalkan ekspektasi utilitas dari profit mereka, [()], di (FOCs) maksimasi profit dari [()] bisa dimodelkan sebagai berikut: =

Pendekatan pertama adalah dengan mengasumsikan bahwa setiap pengusaha

vektor input variabel dan adalah vektor input variabel. First Order Conditions =

mana = adalah variabel profit, adalah harga output, adalah harga

di mana (, , , ) merupakan fungsi sikap risiko. Fungsi ini, (, , , ) =


( )

(. ). (. ), = 1, , ,

(2.24)

menunjukkan bahwa pengusaha risk averse. Jika pengusaha risk seeker, (. )

bernilai positif dan jika (. ) sama dengan nol maka pengsusaha tersebut risk
35

di mana adalah utilitas marginal dari keuntungan. Nilai negatif dari (. )

neutral. Fungsi (. ) adalah partial derivative dari fungsi risiko produksi yang mengidentifikasikan apakah bersifat peningkat risiko (risk increasing) atau input adalah risk increasing sedangkan jika bernilai negatif maka input penurun risiko (risk decreasing). Jika marginal risikonya bernilai positif maka

adalah risk decreasing (Kumbhakar dan Tveters, 2003: 277-278).

2.5. Tinjauan Pustaka Kumbhakar dan Tveters (2003) dalam The Scandinavian Journal of Economics, Vol. 105, Risk Preferences, Production Risk and Firm Heterogeneity, menggunakan formula Just-Pope Production Risk (1978) sebagai proksi penelitiannya. Kumbhakar dan Tveters menggunakan model ini untuk mengestimasi perilaku risiko petani ikan salmon di Norwegia. Data yang digunakan berupa data panel dengan jumlah observasi sebanyak 224 petani. Tingkat kepemilikan modal dan tenaga kerja berpengaruh negatif pada preferensi risiko (risk-reducing) sedangkan pakan ikan dan bibit ikan berpengaruh positif pada preferensi risiko (risk-increasing). Ajetomobi dan Binuomote (2006) melakukan penelitan sikap peternak ayam di barat daya Nigeria saat dihadapkan pada risiko dengan model safety-first behavior. Perilaku risiko peternak ayam dipengaruhi oleh karakteristik ekonomi sosial dan struktural masing-masing peternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan ternak merupakan faktor terpenting yang menentukan hasil output telor.

36

Melisa (2008), melakukan penelitian di sentra industri bakpia Pathuk, Kecamatan Ngampilan, Kota Yogyakarta tahun 2007 tentang pengaruh modal terhadap kuntungan industri kecil. Penelitiannya dilakukan pada 28 unit dari 40 unit industri kecil bakpia yang ada di daerah tersebut. Lima unit industri tidak termasuk dalam penelitian karena sudah tidak beroperasi, satu unit industri tidak dapat dimintai keterangan, dan empat unit usaha lainnya tidak termasuk dalam kategori industri kecil. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode regresi linier berganda untuk menguji variabel penjualan terhadap variabel biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan modal dan regresi sederhana untuk menguji antara variabel penjualan dengan variabel keuntungan, variabel modal dengan variabel penjualan dan variabel modal dengan variabel keuntungan. Hasil dari regresi menunjukkan bahwa penjualan bakpia berpengaruh secara positif terhadap kuntungan yang diperoleh, modal berpengaruh secara positif terhadap penjualan, dan modal berpengaruh secara positif terhadap kuntungan yang diperoleh. Wicaksono (2008), melakukan penelitian Pengaruh Tenaga Kerja dan Modal terhadap Tingkat Produksi pada Industri Kecil dan Rumah Tangga Bakpia di sentra industri bakpia Kampung Sanggrahan Pathuk, Kecamatan Ngampilan, Kota Yogyakarta. Penelitiannya melibatkan 27 unit dari 33 unit Industri Kecil dan Rumah Tangga bakpia pada tahun 2008. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model regresi log linier untuk menguji output terhadap variabel tenaga kerja, modal untuk biaya bahan baku dan modal investasi. Hasil dari regresi menunjukkan bahwa tenaga kerja, modal untuk biaya bahan baku, dan

37

modal investasi berpengaruh secara positif terhadap jumlah output yang dihasilkan. Fauziah dkk. (2010) melakukan penelitian pengaruh preferensi risiko dan konsekuensinya terhadap para petani tambakau di Pamekasan Madura. Sampel yang dipakai adalah 450 petani dengan metode cluster sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi risiko tidak berdasar pada agroecosystem dan system pertanian melainkan ukuran lahan pertanian. Kebanyakan petani memilih risk averse atau penghindaran risiko sehingga berakibat pada alokasi input tidak optimum dan menyebabkan pengurangan produktivitas petani tembakau.

38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Untuk memperoleh data yang terkait dengan penelitian dan membuktikan hipotesis yang peneliti ajukan maka dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian sebagai berikut: 1.Studi pustaka Studi ini dilakukan untuk memperoleh konsep-konsep teoritis dengan maksud digunakan dalam menganalisis permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku UMKM bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta serta gambaran dalam melakukan pembahasan masalah. Konsep-konsep teoritis diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku literatur, tulisan ilmiah, website, serta artikel-artikel terkait dengan masalah yang akan diteliti. 2. Studi lapangan Studi ini dilakukan secara langsung ke lapangan untuk mengadakan pengamatan dan pengambilan data terhadap objek penelitian. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara berstruktur yang dilakukan secara langsung dengan produsen Usaha Mikro dan Usaha Kecil bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta. 3. Studi kasus Objek penelitan yang akan dilakukan adalah produsen Usaha Mikro dan Usaha Kecil bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta. Dari objek penelitian ini akan dilakukan studi kasus faktor-faktor yang mempengaruhi

39

fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta.

3.1. Metode Pengumpulan Data dan Daerah Penelitian Data skunder diperoleh dari berbagai sumber. Badan Pusat Statistik (BPS) pusat yang menyajikan klasifikasi IKRT tahun 2005. Kementerian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia menyajikan data UMKM dan UB dari tahun 2005 sampai 2009. BPS Provinsi D.I. Yogyakarta, BPS Kota Yogyakarta, dan Disperindagkoptan Kota Yogyakarta menyajikan agregasi ekonomi dan sosial baik dalam skala Provinsi Daerah Istimewa Yogyakrta (DIY) maupun Kota Yogyakarta. Peneliti melakukan wawancara personal kepada para produsen UMKM bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta untuk memperoleh data primer. Cara pengumpulan informasi ini dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan dan dilakukan secara bertatap muka dengan responden (Kuncoro 2009: 160). Daerah penelitian dilakukan di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta dikarenakan Kecamatan Ngampilan merupakan daerah persebaran produsen UMKM bakpia terbanyak di mana dari 116 unit usaha yang ada di Kota Yogyakarta pada tahun 2010, 79 unit usaha terdapat di Kecamatan ini (Disperindagkoptan Kota Yogyakarta, 2010). Gay dan Diehl dalam Kuncoro (2009: 126) menjelaskan bahwa untuk studi diskriptif, sampel minimal adalah 10% dari jumlah populasi dan untuk populasi yang lebih kecil lagi setidaknya 20%. Studi korelasional membutuhkan minimal

40

30 sampel untuk menguji ada atau tidaknya hubungan. Studi kausal-komparatif setidaknya menggunakan 30 sampel pada setiap grupnya. Studi eksperimen minimal 15 subjek penelitian. Berdasarkan data Derperindagkoptan Kota Yogyakarta tahun 2010, jumlah populasi perusahaan bakpia di Kecamatan Ngampilan terdapat 79 unit usaha, sudah termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Dengan demikian jumlah populasi tersebut tergolong kecil, sehingga sampel yang harus dipakai dalam penelitian minimal 20% (16 unit usaha). Berhubung peneliti ingin meneliti tentang fungsi produksi dan fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan tersebut, maka peneliti akan menggunakan sampel sebanyak 30 unit usaha (tergolong Usaha Mikro dan Kecil). Metode pengambilan sampel dalam penelitan ini menggunakan metode purposive quota sampling (Cooper dan Schindler, 2011: 385). Quota sampling merupakan jenis kedua dari purposive sampling di mana sampel diambil secara nonprobabilitas. Peneliti menggunakan desain sampel nonprobabilitas

dikarenakan dengan metode ini akan diperoleh hasil data yang lebih cepat, hasil penerimaan masuk akal, dan biaya yang dikeluarkannya pun lebih murah jika dibandingkan dengan desain sampel probabilitas. Meskipun begitu, tingkat akurasi desain nonporbabilitas kurang tepat dan kemampuan generalisasinya lebih jelek jika dibandingkan dengan desain sampel probabilitas (lihat Tabel 3.1). Adapun jumlah sampel yang dipakai adalah sebanyak 30 unit usaha mengacu teori Gay dan Diehl yang terdiri dari Usaha Mikro dan Kecil bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta.

41

Tabel 3.1. Perbedaan Sampel Probabilitas dan Nonprobabilitas Pertimbangan Biaya Akurasi Waktu Penerimaan Hasil Kemampuan Generalisasi
Sumber: Kuncoro (2009)

Jenis Desain Probabilitas Lebih mahal Lebih tepat Lebih lama Penerimaan universal Baik Nonprobabilitas Lebih murah Kurang tepat Lebih cepat Penerimaan masuk akal Jelek

3.2. Praanalisis Data Sebelum melakukan analisis data yang merupakan tahapan kritis dalam proses penelitian perlu dilakukan tahapan pra-analisis terlebih dahulu, yang mencakup penyuntingan (editing), pengembangan variabel, pemberian kode terhadap data, cek kesalahan, pembentukan struktur data, praanalisis cek komputer dan tabulasi (Kuncoro, 2009: 185). Setelah melalui tahapan pra-analisis sampai dengan tahap verifikasi (tahap untuk mengetahui apakah hasil yang diperoleh dari wawancara sesuai dengan tujuan yang ingin dianalisis dari suatu penelitian dan apakah hasil penelitian sama seperti data-data ekstern yang terkait dengan penelitian) langkah selanjutnya adalah proses pengolahan data.

42

3.3. Metodologi Analisis Data 3.3.1. Model Regresi Dalam menganalisis model penelitan ini, peneliti menggunakan Ordinary Least Square (OLS) untuk mengestimasi parameter mean output function dan production risk function. Metode ini merupakan metode yang sangat populer digunakan untuk mengestimasi data. Pada saat ini, metode ini lebih sering digunakan untuk menemukan atau mengestimasi nilai-nilai angka dari parameterparameter dalam rangka menentukan fungsi suatu data atau pun

mengkarakteristikkan estimasi statistik. Model regresi fungsi produksi dan risiko produksi bakpia Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta dimodifikasi dari persamaan 2.19. Merujuk model Just-Pope (1978), nilai bahan baku (1 ) merupakan vektor dari variabel input produksi bakpia. Tenaga kerja (2 ) merupakan vektor variabel input tetap

pendidikan pengusaha (5 ) merupakan vektor dari atribut-atribut kualitas produksi bakpia. Sedangkan untuk stochastic term dalam hal ini diasumsikan tidak ada. Model regresi yang akan dipakai menggunakan fungsi log karena sekaligus untuk menghitung nilai elastisitasnya (Gujarati dan Porter, 2009: 159). Regresi fungsi produksi bakpia dimodelkan sebagai berikut: = 1 + 2 1 + 3 2 + 4 3 + 5 4 + 6 5 + ,

produksi bakpia. Umur perusahaan (3 ), pendidikan tenaga kerja (4 ) dan

(3.1)

43

di mana: 1 = output bakpia (butir/hari) = nilai bahan baku (rupiah/hari) = tenaga kerja (orang) = umur perusahaan (tahun) = pendidikan tenaga kerja (tahun) = pendidikan pengusaha (tahun) = parameter (i = 16) = error term.

3 4

Dari persamaan 3.1 akan diperoleh nilai varian produksi. Dengan demikian fungsi risiko produksi bakpia dapat dimodelkan sebagai berikut: = 1 + 2 1 + 3 2 + 4 3 + 5 4 + 6 5 + , di mana: v 1 = varian persamaan 3.1 = nilai bahan baku (rupiah/hari) = tenaga kerja (orang) = umur perusahaan (tahun) = pendidikan tenaga kerja (tahun) = pendidikan pengusaha (tahun) = parameter (i = 16) = error term.

(3.2)

3 4

44

Kalau melihat fungsi risiko produksi bakpia yang merupakan varian output dari fungsi produksi bakpia, maka menjadi identifikasi bahwa model analisis fungsi produksi bersifat heteroskedastisitas. Akan tetapi dalam hal ini, tidak hanya pada parameter fungsi output rata-rata yang diestimasi akan tetapi juga pada parameter fungsi risiko produksi. Oleh sebab itu penyakit heteroskedastisitas pada fungsi produksi bakbia tidak diobati.

3.3.2. Uji Statistik t Sampel yang digunakan dalam penelitian kurang dari 30 unit maka uji signifikansi parameter menggunakan uji t (Boedijoewono, 2001: 188). Dengan demikian, uji signifikansi yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggukan uji t. Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. penjelas ( ) sama dengan nol, atau: Hipotesis nol (0 ) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter variabel 0 : = 0.

(3.3)

Persamaan 3.3 ini mempunyai arti apakah suatu variabel independen merupakan penjelas yang secara statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya ( ), di mana suatu parameter variabel penjelas ( ) tidak sama dengan nol, atau:

45

: 0.

(3.4)

Persamaan 3.4 ini berarti bahwa suatu parameter penjelas tersebut secara statistik berpengaruh terhadap variabel dependen. Cara untuk menguji t statistik ada dua cara. Pertama dengan quick look, sebesar 5% maka yang menyatakan = 0 dapat ditolak bila nilai t lebih besar yaitu bila jumlah degree of freedom adalah 20 atau lebih, dan derajat kepercayaan dari 2 (nilai absolut). Dengan kata lain, kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. Cara kedua adalah dengan membandingkan nilai hitung statistik t dengan nilai kritis t menurut tabel statistik t. Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai t tabel maka hipotesis alternatif diterima dan berarti bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen (Kuncoro, 2009: 239). Uji nilai t statistik bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut (Widarjono, 2007: 60 dan Gujarati, 2009: 115): =

( )

(3.5)

= ( , )

(3.6)

46

di mana merupakan parameter sampel dan parameter populasi. Sedangkan

1 di mana n merupakan jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian (Boedijoewono, 2001: 189).

untuk menentukan derajat kebebasan (degree of freedom) bisa dirumuskan dengan

3.3.3. Uji Statistik F Untuk menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat maka dalam model sama dengan nol. Sedangkan hipotesis alternatifnya ( ) adalah semua parameter dalam model tidak sama dengan nol. adalah dengan quick look, apabila nilai F lebih besar dari pada 4 maka 0 yang Cara melakukan uji F bisa dilakukan dengan dua cara. Cara yang pertama digunakan uji statistik F. Hipotesis nol (0 ) adalah apakah semua parameter

menyatakan bahwa semua parameter dalam model sama dengan nol dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Hal ini berarti bahwa secara serentak dan signifikan

variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Cara yang kedua adalah dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut besar dari nilai F tabel maka 0 ditolak yang berarti semua variabel penjelas tabel. Apabila dalam perbandingan ini diperoleh nilai F hasil perhitungan lebih

secara serentak dan signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen (Kuncoro,

2009: 239-240). Selain itu, pengujian statistik juga bisa dilihat dangan membandingkan nilai probabilitas statistik F dari hasil regresi menggunakan software Eviews 6.0 dengan nilai . Jika nilai probabilitas statistik F kurang dari

47

nilai maka Ho ditolak yang berarti bahwa secara serentak dan signifikan variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.3.4. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term dari data yang ada terdistribusi secara normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah error term terdistribusi normal atau tidak maka dapat dilihat dari nilai probabilitas J-B test (Gujarati dan Porter, 2009: 131). Hipotesis untuk uji normalitas adalah: Ho: error term terdistribusi normal Ha : error term tidak terdistrib usi normal Jika nilai probabilitas J-B test lebih besar dari (derajat kepercayaan, missal 5%) maka Ho diterima, artinya error term terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini sangat penting dilakukan karena jika terdistribusi normal maka model tersebut tidak bias, memiliki nilai varian terkecil dan tidak bias yang berarti estimasinya efisien, dan model tersebut konsisten di mana jika sampel semakin ditambah maka estimasinya akan semakin mendekati nilai populasinya (Gujarati dan Porter, 2009: 100).

48

BAB IV OBJEK PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Luas wilayah Kota Yogyakarta adalah 3.250 ha atau 32,50 km2 (1,02% dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) dengan jarak terjauh dari utara ke selatan kurang lebih 7,50 km dan dari barat ke timur kurang dari 5,60 km. Secara administratratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan, 45 kelurahan, 614 Rukun Warga (RW) dan 2.523 Rukun Tetangga (RT). Penggunaan lahan paling banyak digunakan untuk perumahan dengan luas 2.103,27 ha sedangkan penggunaan lahan terkecil adalah lahan kosong dengan luas 20,20 ha (RPJMD Kota Yogyakarta 2007-2011). Kecamatan Ngampilan adalah salah satu dari empat belas kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta. Ketiga belas kecamatan yang lain adalah Mantrijeron, Kraton, Mergangsan, Umbulharjo, Kotagede, Gondokusuman, Danurejan, Pakualaman, Gondomanan, Wirobrajan, Gedongtengen, Jetis, dan Tegalrejo. Kecamatan Ngampilan ini terdiri atas dua kelurahan, Kelurahan Ngampilan dengan luas wilayah 0,45 km2 dan Kelurahan Notoprajan dengan luas wilayah 0,37 km2. Jumlah penduduk di kecamatan ini pada tahun 2007 ada 20.022 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 24.417. Penggunaan lahan untuk perumahan seluas 62,225 ha, jasa 3,360 ha, perusahaan 4,147 ha, non produktif 0,480 ha dan lain-lain 11,757 ha (BPS Yogyakarta, Kota Yogyakarta dalam 2008).

49

Jumlah usaha yang ada di Kecamatan Ngampilan pada tahun 2007 ada 228 unit, di mana Usaha Mikro ada 75 unit, Usaha Kecil ada 97 unit dan Usaha Menengah ada 56 unit. Dunia usaha di Kecamatan ini dipenuhi oleh cabang industri pengelolaan pangan diikuti kerajinan dan umum, sandang dan kulit, logam dan elektronik, dan selanjutnya adalah kimia dan bahan bangunan. Cabang industri pengelolaan pangan ini komoditas utamanya adalah bakpia, sehingga Kecamatan Ngampilan dikenal dengan daerah sentra bakpia. Tabel 4.1. Cabang Industri di Kecamatan Ngampilan Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 Cabang Industri Kerajinan dan Umum Kimia dan Bahan Bangunan Logam dan Elektronika Pengelolaan Pangan Sandang dan Kulit Jumlah Jumlah Persentase (unit) 38 2 17 149 22 228 (%) 16,67 0,88 7,46 65,35 9,65 100,00

Sumber: Diolah dari Disperindagkoptan Kota Yogyakarta (2010)

4.2. Sejarah Usaha Bakpia di Ngampilan Awal mulanya bakpia berasal dari Negeri Cina dan dikenal dengan nama asli Tou Luk Pia yang berarti pia berisi kacang hijau. Sekitar tahun 1930 seorang keturunan Cina yang bernama Goei Gee Oe memperkenalkan bakpia pertama kali di daerah Ngampilan ini dan dipasarkan dengan nama Bakpia 55. Sedangkan orang kedua yang menjadi pengusaha bakpia adalah Liem Bok Sing, pemasok

50

arang untuk pembuatan Bakpia 55. Pada tahun 1948, Liem Bok Sing mendirikan usaha bakpia sendiri dengan nama Bakpia 75. Bakpia 75 untuk pertama kalinya dipasarkan dengan cara eceran dan terus mengalami perkembangan sampai saat ini. Perkembangan Bakpia 75 ini diikuti oleh tumbuhnya usaha-usaha bakpia baru. Hingga saat ini lebih dari 76 unit usaha bakpia ada di Kecamatan Ngampilan. Sampai-sampai nama julukan Bakpia Pathuk berasal dari nama suatu daerah di Kecamatan Ngampilan ini yang merupakan pusat industri bakpia.

4.3. Bahan Baku Dalam pembuatan bakpia diperlukan beberapa bahan baku, diantaranya tepung terigu, gula pasir, kacang hijau, minyak goreng, mentega, coklat, nanas, durian, dan lain sebagainya. Dari beberapa bahan baku ini, tepung, gula dan kacang hijau adalah bahan baku utama pembuatan bakpia. Tepung terigu digunakan sebagai bahan membuat adonan kulit dalam dan kulit luar bakpia. Gula digunakan sebagai pemanis, penambah rasa kulit, dan sebagai pengawet alami bakpia. Kacang hijau merupakan isi dari bakpia dan menjadi fovorit konsumen bakpia.

4.4. Peralatan dan Perlengkapan Peralatan yang mesti dimiliki oleh para pengusaha bakpia adalah kompor, oven, soblok (alat pengukus), penggiling kumbu, dan wajan. Selain penggiling kumbu, juga terdapat penggiling pemecah kacang dan mesin kumbu. Tidak semua

51

pengusaha memiliki kedua jenis alat ini dikarenakan harga pengadaannya yang cukup mahal. Mesin pemecah kacang digunakan untuk memecah kacang hijau (menggiling kacang hijau untuk memisahkan kulit arinya). Para pengusaha menyiasati pengadaan mesin ini dengan cara membeli bahan baku kacang hijau yang sudah bersih dari kulit arinya meskipun harganya lebih mahal dibandingkan dengan kacang hijau biasa. Hal ini pun juga berlaku sama untuk mesin penggiling kulit. Dalam pembuatan kulit diperlukan mesin untuk mengoleni agar bahan menjadi lembek, halus dan kenyal. Siasat para pengusaha untuk mengatasi pengadaan mesin ini dengan cara mengoleni bahan kulit bakpia secara manual atau dengan tangan kosong. Perlengkapan atau bahan habis pakai yang diperlukan dalam pembuatan bakpia adalah sumber energi. Sumber energi yang diperlukan ini digunakan untuk dua hal, yaitu pemanasan dan energi untuk penggerakan mesin. Energi yang diperlukan untuk pemanasan bersumber dari gas elpigi, minyak tanah dan arang. Minyak tanah masih dipergunakan sebagai bahan bakar didasarkan masih adanya ketakutan beberapa pengusaha untuk menggunakan bahan bakan gas elpigi atau ketidakmampuan dalam pengadaan kompor gas. Sumber energi penggerakan mesin-mesin berasal dari listrik di mana sebagaian besar masih gabung dalam satu KWH (Kilo Watt Hour) dengan rumah pribadi. Penggabungan listrik perusahaan dan perumahan pribadi inilah yang menjadi salah satu indentitas bahwa pengusaha bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta bergerak di bidang UMKM.

52

4.5. Pengolahan Bakpia 4.5.1. Pembuatan Isi Pembuatan isi bakpia diawali dengan merendam kacang hijau yang menjadi isi atau kumbu favorit bakpia selama 3 jam. Kacang hijau yang telah direndam digiling dan dicuci hingga bersih untuk menghilangkan kulit kacang hijau tersebut. Kacang hijau yang telah bersih dikukus selama 30 menit dan dilanjutkan penggilingan untuk penghalusan. Kacang hijau yang sudah halus digoreng dan diaduk terus-menerus lalu ditambahkan gula pasir sesuai takaran. Pemasakan ini dilakukan hingga kumbu matang.

4.5.2. Pembuatan Kulit Dalam pembuatan kulit bakpia terdapat dua lapisan kulit yang dibuat secara terpisah, yaitu kulit dalam dan kulit luar. Kulit dalam dibuat dengan mencampur tepung terigu dan minyak goreng sampai rata sehingga tepung menjadi agak basah. Kulit luar dibuat dengan melarutkan gula pasir dengan air dan kemudian dicampur dengan terigu dan minyak goreng. Bahan yang sudah tercampur ini dibuat menjadi adonan yang kenyal lalu dipres berulang-ulang. Langkah selanjutnya adalah dengan meletakkan kulit dalam di atas kulit luar kemudian disusun dan digulung. Dengan penggulungan ini akan diperoleh lapisan yang banyak pada kulit bakpia.

53

4.5.3. Pencetakan Pencetakan bakpia dilakukan dengan kedua tangan. Setelah kumbu dan pelapisan kulit sudah siap, tangan kiri memipihkan kulit dengan tangan kiri dan dibentuk sebuah cekungan. Pada waktu yang bersamaan tangan kanan mengambil kumbu secukupnya lalu dibulatkan. Kumbu yang telah dibulatkan tersebut diletakkan pada cekungan kulit di tangan kiri lalu dibentuk membundar dan dipipihkan. Bakpia mentah ini siap memasuki tahap selanjutnya, yaitu pengovenan.

4.5.4. Pengovenan Pengovenan bakpia mentah dilakukan sampai kulit bakpia bewarna kecokelatan dan harus dibalik agar sisi yang satunya mengalami pematangan yang sama. Waktu yang diperlukan untuk pengovenan ini sampai matang adalah kurang lebih 20 menit. Setelah bakpia matang perlu didinginkan beberapa saat sebelum dipasarkan. Kalau masih hangat sudah dibungkus, bakpia akan mengembun dan menyebabkan munculnya jamur.

54

BAB V PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

5.1. Karakteristik Responden 5.1.1. Profil Responden Data Base Disperindagkoptan Kota Yogyakarta tahun 2010 menyebutkan bahwa jumlah pengusaha bakpia yang ada di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta terdapat 79 unit usaha. Dua unit usaha terdapat di Kelurahan Notoprajan dan tujuh puluh tujuh unit lainnya tersebar di Kelurahan Ngampilan. Akan tetapi menurut penuturan dari pihak Disperindagkoptan Kota Yogyakarta, sebenarnya terdapat lebih dari 79 unit usaha bakpia yang ada di Kecamatan Ngampilan di mana belum semuanya terdata pada tahun 2010. Ketujuh puluh sembilan unit usaha tersebut merupakan unit usaha bakpia yang telah terdata pada tahun 2010. Sesuai dengan metodologi penelitian yang digunakan, maka jumlah responden yang dijadikan sampel adalah sebanyak 30 unit usaha bakpia yang termasuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil. Proses pencarian data dilakukan dengan mendatangi langsung pengusaha bakpia yang ada di Kecamatan Ngampilan dan telah terdata di Data Base Desperindagkoptan Kota Yogyakarta tahun 2010. Peneliti melakukan wawancara langsung dengan pengusaha sampai diperoleh data yang sesui harapan peneliti dengan jumlah 30 unit usaha bakpia. Dari 30 unit usaha yang menjadi sampel, 10 pengusaha berjenis kelamin laki-laki dan 20 pengusaha perempuan. Jumlah pengusaha yang mengenyam

55

pendidikan sampai tingkat SD 4 orang, SMP 4 orang, SMA 15 orang, DI 1 orang, DIII 3 orang dan SI 3 orang. Dengan kata lain, 50% dari responden pengusaha bakpia di Kecamatan Ngampilan telah tamat SMA atau sederajat. Tingkat pendidikan para pengusaha ini bisa dilihat di Tabel 5.1. Sedangkan tingkat umur responden terangkum di Tabel 5.2 di mana 33,33% dari mereka berada pada kisaran umur 40 - 49 tahun.

Tabel 5.1. Tingkat Pendidikan Responden Pengusaha Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 No. 1 2 3 4 5 6 7 Pendidikan Terkahir SD SMP/ Sederajat SMA/ Sederajat DI D II D III SI Jumlah
Sumber: Diolah dari Data Primer

Jumlah (orang) 4 4 15 1 0 3 3 30

Persentase (%) 13,33 13,33 50,00 3,33 0,00 10,00 10,00 100,00

56

Tabel 5.2. Tingkat Umur Responden Pengusaha Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 No. 1 2 3 4 5 6 Umur (tahun) 20 29 30 39 40 49 50 59 60 69 70 Jumlah
Sumber: Diolah dari Data Primer

Jumlah (orang) 3 6 10 6 4 1 30

Persentase (%) 10,00 20,00 33,33 20,00 13,33 3,33 100,00

5.1.2. Ketenagakerjaan Dalam memproduksi bakpia, kecepatan tangan untuk mencetak sangat diperlukan. Semakin terampil dan ahli pekerja mencetak bakpia dengan kedua tangannya maka semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk memproduksi dalam jumlah tertentu butir bakpia. Melihat kenyataan ini, para pengusaha bakpia dalam merekrut tenaga kerja bukan berdasarkan tingkat pendidikan melainkan tingkat keterampilan calon pekerja. Tingkat pendidikan rata-rata pekerja pada tiap responden perusahaan bakpia dirangkum dalam Tabel 5.3. Jumlah perusahaan yang pendidikan rata-rata pekerjanya lulusan SMP atau sederajat mencapai 63,33%. Pendidikan rata-rata tenaga kerja perusahaan tertinggi adalah lulusan SMA atau sederajat yang mencapai 30%.

57

Tabel 5.3. Tingkat Pendidikan Pekerja Rata-rata Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 No. Pendidikan Terkahir Jumlah (unit) 1 2 3 4 5 6 7 SD SMP/ Sederajat SMA/ Sederajat DI D II D III SI Jumlah
Sumber: Diolah dari Data Primer

Persentase (%)

2 19 9 0 0 0 0 30

6,67 63,33 30,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00

Sistem pemberian upah pengusaha bakpia kepada pekerjanya ada yang dalam bentuk mingguan ada juga yang dalam bentuk harian. Ketika upah tersebut disetarakan dalam bentuk harian, distribusi perusahaan yang memberikan upah rata-rata per pekerja sebesar nilai tertentu tertera di Tabel 5.4. Upah terbesar berkisar Rp25.000,00 sampai Rp29.999,00 per hari di mana ada 16% perusahaan yang memberikannya. Upah terbesar kedua berkisar Rp20.000,00 sampai

Rp24.999,00 per hari dan sebanyak 33,33% yang memberikannya. Dari tabel ini juga terlihat bahwa terdapat dua perusahaan (6,67%) yang tidak memberikan upah kepada pekerjanya. Hal ini dikarenakan yang menjadi pekerjanya adalah anggota keluarga sendiri (suami, istri, anak dan lain sebagainya), sehingga tidak perlu memberikan upah.

58

Tabel 5.4. Upah Pekerja Rata-rata Per Hari Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 No. 1 2 3 4 5 Upah Rata-rata Per Hari (Rp) 0 10.000 14.999 15.000 19.999 20.000 24.999 25.000 29.999 Jumlah
Sumber: Diolah dari Data Primer

Jumlah (unit) 2 4 9 10 5 30

Persentase (%) 6,67 13,33 30,00 33,33 16,67 100,00

5.1.3. Bahan Baku Dalam pembuatan bakpia diperlukan beberapa bahan baku, diantaranya tepung terigu, gula, kacang hijau, minyak goreng dan lain sebagainya. Jumlah penggunaan rata-rata per hari keempat bahan baku tersebut oleh masing-masing pengusaha terangkum dalam Tabel 5.5. Penggunaan tepung terigu total per hari oleh 30 responden mencapai 303,96 kg, rata-rata tiap perusahaan 10,12 kg dengan nilai maksimum 50 kg dan nilai minimum 0,83 kg. Penggunaan gula total per hari 363,95 kg, rata-rata tiap perusahaan 12,13 kg dengan nilai maksimum 50 kg dan nilai minimum 0,83 kg. Penggunaan kacang hijau total per hari 433,34 kg, ratarata tiap perusahaan 14,45 dengan nilai maksimum 50 dan nilai minimum 0,53. Penggunaan minyak goreng total per hari 138,77 liter, rata-rata tiap perusahaan 5,14 liter dengan nilai maksimum 35 liter dan nilai minimum 0,25 liter.

59

Tabel 5.5. Penggunaan Bahan Baku Per Hari Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 No. Keterangan Tepung Terigu (kg) 1. 2. 3. 4. 5. Total Rata-rata Maximum Minimum Standar deviasi 303,96 10,13 50 0,83 10,23 363,95 12,13 50 0,83 12,93 Gula (kg) Kacang Hijau (kg) 433,34 14,45 50 0,53 15,04 Minyak Goreng (ltr) 138,77 5,14 35 0,25 6,90

Sumber: Diolah dari Data Primer

5.1.4. Produksi dan Pemasaran Pengusaha bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta dalam memproduksi bakpia sebagian besar didasarkan pada permintaan pasar (pesanan dari pelanggan) dan inisiatif sendiri di mana mencapai 66,67% (lihat Tabel 5.6). Pengusaha yang memproduksi ketika hanya ada permintaan pasar dari 30 responden ada 3 pengusaha, pengusaha yang memproduksi berdasarkan inisiatif sendiri ada 7 pengusaha dan sisanya yang 20 pengusaha memproduksi bakpia berdasarkan permintaan pasar dan inisiatif sendiri.

60

Tabel 5.6. Alasan Memproduksi Bakpia Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 No. 1 2 3 Keterangan Permintaan pasar Inisiatif sendiri Permintaan pasar dan inisiatif sendiri Total
Sumber: Diolah dari Data Primer

Jumlah (unit) 3 7 20 30

Persentase (%) 10,00 23,33 66,67 100,00

Dalam memasarkan hasil produksi, 30 responden pengusaha bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta ada yang menggunakan toko pribadi, toko orang lain, dan toko pribadi sekaligus toko orang lain (lihat Tabel 5.7). Pengusaha yang memasarkan hanya lewat toko pribadinya sendiri ada 50%. Pengusaha yang memasarkan lewat toko orang lain (toko pelanggan) ada 23,33%. Sedangkan pengusahan yang memasarkan lewat toko pribadinya sekaligus lewat toko orang lain ada 26,67%.

Tabel 5.7. Media Pemasaran Bakpia Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 No. 1 2 3 Toko pribadi Toko orang lain Toko pribadi dan toko orang lain Total
Sumber: Diolah dari Data Primer

Keterangan

Jumlah (unit) 15 7 8 30

Persentase (%) 50,00 23,33 26,67 100,00

61

Produk utama bakpia dari 30 responden pengusaha bakpia Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta adalah bakpia kacang hijau. Setiap perusahaan pasti memproduksi bakpia ini meskipun dengan proporsi tertentu. Sedangkan untuk produk-produk bakpia lainnya, seperti bakpia keju, coklat, nanas, kacang merah, durian, strowberi, melon dan kumbu hitam tidak setiap perusahaan memproduksi. Jumlah total butir bakpia kacang hijau yang diproduksi per hari oleh 30 responden bakpia tersebut adalah 36.777,14 butir per hari. Produksi rata-rata bakpia kacang hijau per hari oleh setiap perusahaan mencapai 1225,91 butir per hari dengan nilai maksimum 6.000 butir per hari, nilai minumum 20 butir, dan standar deviasi 1.335,77 butir per hari (lihat Tabel 5.8). Harga penjualan bakpia per butir oleh tiap pengusaha bakpia berbeda-beda. Harga termahal untuk setiap butir bakpia kacang hijau adalah Rp1.000,00 per butir dan harga termurah adalah Rp400,00 per butir. Secara rata-rata harga bakpia kacang hijau per butirnya adalah Rp665,00 per butir dengan standar deviasi Rp136,55 per butir. Harga yang berbeda-beda ini dimaksudkan sebagai strategi harga oleh pengusaha untuk mendapatkan konsumen dan mendapatkan keuntungan perusahaan. Perusahaan yang menjual bakpianya secara grosir (konsumen membeli untuk dijual kembali) akan mengenakan harga murah per butir bakpianya. Meskipun begitu omset nilai produksi bakpia kacang hijau oleh 30 responden bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta per harinya mencapai Rp23.082.857,00.

62

Tabel 5.8. Produksi Bakpia Kacang Hijau Per Hari 30 Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 Bakpia No. Keterangan Kacang Hijau (butir) 1. 2. 3. 4. 5. Total Rata-rata Maximum Minimum Standar deviasi
Sumber: Diolah dari Data Primer

Harga Per Butir (Rp) 19.950 665 1.000 400 136,55

Nilai Penjualan (Rp) 23.082.857 769.428,6 3.000.000 20.000 794.077,6

36.777,14 1.225,91 6.000 20 1.335,77

Omset nilai produksi total berbagai jenis bakpia yang diproduksi oleh masing-masing 30 responden bakpia tersebut per harinya mencapai

Rp37.993.536,00 (lihat Tabel 5.9). Kalau di rata-rata, omset berbagai jenis bakpia oleh 30 responden per harinya mencapai Rp1.266.451,00. Nilai omset tertinggi olah 30 perusahaan per harinya mencapai Rp6.400.000,00 dan nilai terendah adalah Rp84.000,00 per hari. Adapun nilai standar deviasi nilai omset bakpia berbagai jenis 30 perusahaan di Kecamatan Ngampilan adalah Rp1.275.032,00 per hari.

63

Tabel 5.9. Nilai Produksi Berbagai Jenis Bakpia Per Hari 30 Responden Perusahaan Bakpia Kecamatan Ngampilan Tahun 2011 No. 1. 2. 3. 4. 5. Keterangan Total Rata-rata Maximum Minimum Standar deviasi Nilai Produksi Total (Rp) 37.993.536 1.266.451 6.400.000 84.000 1.275.032

Sumber: Diolah dari Data Primer

5.2. Analisis Data 5.2.1. Analisis Regresi Fungsi Produksi Data primer yang diolah merupakan data yang diperoleh dari 30 responden pengusaha bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta tahun 2011. Hasil regresi fungsi produksi bakpia dengan menggunakan software ditampilkan dalam persamaan 5.1 berikut ini: = 4, 397315 + 0,9033281 0,202897 2 0,058441 3 + Eviews 6.0

0,5593874 0,3093865

(5.1)

= (3,785326)(0,200042)(0,256288)(0,159558)(0,963159)(0,498847)

64

5.2.1.1. Uji Statistik Fungsi Produksi Untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas nilai bahan baku, tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha terhadap fungsi produksi bakpia maka akan dilakukan dengan uji t statistik. Hasil pengujian t statistik fungsi produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta dapat dilihat dalam Tabel 5.10.

Tabel 5.10. Uji t Statistik Fungsi Produksi Keterangan Konstanta Nilai bahan baku Tenaga kerja Umur perusahaan Pendidikan tenaga kerja Pendidikan pengusaha Parameter se t-statistik -1,161674 4,515689 -0,791676 -0,366269 0,580784 0,620202 t tabel (=5%) 1,699 1,699 1,699 1,699 1,699 1,699

4, 397315 3,785326 0,202897 0,058441 0,309386 0,559387 0,903328* 0,200042 0,256288 0,159558 0,963159 0,498847

* signifikan pada =5% Sumber: Diolah dari Data Primer

Dari tabel 5.10 diperoleh hasil pengujian t statistik bahwa hanya satu parameter varibel penjelas yang secara statistik signifikan pada =5%, yaitu nilai bahan baku. Sedangkan parameter konstanta, tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha secara statistik tidak signifikan pada =5% yang berarti bahwa variabel-variabel ini tidak berpengaruh pada fungsi produksi bakpia. Dengan demikian jika terjadi peningkatan nilai

65

bahan baku sebesar 1% maka akan terjadi peningkatan output bakpia secara ratarata sebesar 0,9% per hari (ceteris paribus). Kalau dilihat pengaruh secara individual maka hanya variabel nilai bahan baku yang secara statistik signifikan terhadap output produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta. Akan tetapi untuk mengetahi apakah variabel-variabel penjelas dalam persamaan 5.1 secara bersama-sama signifikan berpengaruh terhadap output produksi bakpia maka akan digunakan uji statistik F. Nilai probabilitas statistik F pada persamaan 5.1 adalah 0,000079 dan nilai ini kurang dari =5% (lihat Lampiran 2). Dengan demikian Ho yang menyatakan bahwa semua parameter dalam model sama dengan nol ditolak yang berarti variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama dan statistik signifikan berpengaruh terhadap output bakpia.

5.2.1.2. Uji Normalitas Fungsi Produksi Untuk mengetahui apakah error term dari model persamaan 5.1 terdistribusi secara normal atau tidak maka dapat dilihat dari nilai probabilitas Jarque-Bera test (J-B test). Hasil dari J-B test menunjukkan bahwa probabilitas Jarque-Bera test 0,969136 lebih besar =5%, artinya Ho diterima yang menyatakan bahwa error term terdistribusi normal diterima (lihat Lampiran 2). Dengan demikian error term dari model regresi terdistribusi secara normal.

66

5.2.2. Analisis Regresi Fungsi Risiko Produksi Dari hasil regresi fungsi produksi yang tercantum dalam persamaan 5.1 akan diperoleh nilai varian. Nilai varian ini merupakan nilai risiko dari produksi bakpia dan hasil regresi fungsi risiko produksi ini bisa dilihat dalam persamaan 5.2. = 2,434467 0,0417141 + 0,3302112 0,6255773 + 1,9928584 1,1221905

(5.2)

= (8,544508)(0,451549)(0,578511)(0,360165)(2,174111)(1,126033)

5.2.2.1. Uji Statistik Fungsi Risiko Produksi Untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas nilai bahan baku, tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha terhadap fungsi risiko produksi bakpia maka akan dilakukan dengan uji t statistik. Pengujian t statistik fungsi risiko produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta dapat dilihat dalam Tabel 5.11. Dari tabel 5.11 diperoleh hasil pengujian t statistik bahwa tidak ada satu pun parameter varibel penjelas yang secara statistik signifikan pada =5%. Parameter konstanta, nilai bahan baku, tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha secara statistik tidak signifikan pada =5% yang berarti bahwa variabel-variabel ini secara statistik berpengaruh tidak signifikan pada fungsi risiko produksi bakpia.

67

Tabel 5.11. Uji t Statistik Fungsi Risiko Produksi Keterangan Konstanta Nilai bahan baku Tenaga kerja Umur perusahaan Pendidikan tenaga kerja Pendidikan pengusaha Parameter se t-statistik -0,284916 -0,092380 0,570795 -1,736918 0,916631 -0,996587 t tabel (=5%) 1,699 1,699 1,699 1,699 1,699 1,699

2,434467 8,544508 0,041714 0,451549 0,625577 0,360165 1,122190 1,126033 1,992858 2,174111 0,330211 0,578511

Sumber: Diolah dari Data Primer

Untuk mengetahi apakah variabel-variabel penjelas dalam persamaan 5.2 secara bersama-sama signifikan berpengaruh terhadap fungsi risiko produksi bakpia maka akan digunakan uji statistik F. Nilai probabilitas statistik F pada persamaan 5.2 adalah 0,235611 dan nilai ini lebih dari =5% (lihat Lampiran 2). Dengan demikian Ho yang menyatakan bahwa semua parameter dalam model sama dengan nol diterima yang berarti variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama dan statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap fungsi risiko produksi bakpia.

5.2.2.2. Uji Normalitas Fungsi Risiko Produksi Untuk mengetahui apakah error term dari model persamaan 5.2 terdistribusi secara normal atau tidak maka dapat dilihat dari nilai probabilitas Jarque-Bera test (J-B test). Hasil dari J-B test menunjukkan bahwa probabilitas Jarque-Bera test 0,635557 lebih besar =5%, artinya Ho diterima yang menyatakan bahwa

68

error term terdistribusi normal diterima (lihat Lampiran 2). Dengan demikian error term dari model regresi terdistribusi secara normal.

69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada Bab V maka dapat disimpulkan bahwa beberapa komponen hipotesis dalam penelitian ini tidak terbukti. Hipotesis yang diajukan adalah variabel penjelas nilai bahan baku, jumlah tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja dan pendidikan pengusaha berpengaruh positif baik pada fungsi produksi atau pun fungsi risiko produksi bakpia. Akan tetapi satelah dilakukan pengujian hanya variabel nilai bahan baku yang berpengaruh secara statistik signifikan terhadap fungsi produksi bakpia. Jumlah tenaga kerja, umur perusahaan, dan pendidikan pengusaha bernilai negatif meskipun secara statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap fungsi produksi bakpia. Dengan demikian ketika terjadi peningkatan nilai bahan baku sebesar 1% akan terjadi peningkatan output bakpia secara rata-rata sebesar 0,9% pula per hari (ceteris paribus). Pada analisis fungsi risiko produksi diketahui bahwa tidak ada satu pun dari variabel penjelas secara statistik signifikan berpengaruh pada fungsi risiko bakpia pada =5%. Nilai bahan baku, umur perusahaan, dan pendidikan pengusaha bernilai negatif meskipun secara statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap fungsi risiko produksi bakpia. Dari hasil uji statistik F pun membuktikan bahwa variabel-variabel penjelas tersebut secara serentak dan statistik tidak signifikan berpengaruh terhadap fungsi risiko produksi bakpia.

70

6.2. Saran Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hanya variabel nilai bahan baku yang berpengaruh secara statistik signifikan dan nilainya pun positif terhadap fungsi produksi bakpia di Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta. Dengan demikian para pengusaha bakpia hanya bisa menambahkan nilai bahan baku untuk meningkatkan produktivitas usahanya dalam jangka pendek (harian). Hal ini disebabkan variabel-variabel penjelas lainnya berpengaruh secara statistik tidak signifikan terhadap produktivitas. Oleh sebab itu, para pengusaha harus pandai-pandai mengelola bahan baku bakpia. Sementara itu, jika dilihat dari fungsi risiko produksi tidak ada satu variabel penjelas pun yang secara statistik tidak signifikan berpengaruh. Dengan demikian dalam jangka pendek (harian) para pengusaha bakpia tidak perlu khawatir dengan fungsi risiko produksi. Akan tetapi dalam jangka panjang belum tentu variabelvariabel penjelas, seperti nilai bahan baku, jumlah tenaga kerja, umur perusahaan, pendidikan tenaga kerja, dan pendidikan pengusaha tidak berpengaruh pada fungsi produksi maupun fungsi risiko produksi. Pada akhirnya pengelolaan atau manajemen yang baik adalah salah satu cara terbaik untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diharapkan.

71

DAFTAR PUSTAKA

Ajetomobi, J.O. dan S.O. Binuomote. (2006). Risk Aversion among Poultry Egg Producers in Southwestern Nigeria. International Journal of Poultry Science 5 (6): 562-565. Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (BPS DIY). (2010). Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2008. Yogyakarta. Boedijoewono, Noegroho. (2001). Pengantar Statistik Ekonomi dan Perusahaan. Yogyakarta: AMP YKPN. Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schindler. (2011). Business Research Methods. Mc Graw-Hill Eleventh Edition. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Pertanian (Disperindagkoptan) Kota Yogyakarta. (2010). Industri di Wilayah Kecamatan Ngampilan. http://umkm.jogjakota.go.id/direktori/index.php/industri-di-wiliyahkecamatan-ngampilan.html. diakses pada 24 Juni 2011. Fauziah, Elys., Sri Hartoyo, Nunung Kusnadi, dan Sri Utami Kuntjoro. (2010). The Influence of Risk Preference of Farmer Production in Tobacco Productivity: Stocastical Frontier Production Function by Means of Heteroskedastic Error Structure. Forum Pascasarjana Vol. 33 No. 2: 113122. Gay, L. R. dan P. L. Diehl. (1996). Research Methods for Business and Management. Singapore: Simon & Schuster Pte Ltd. Greene, William H. (2003). Econometric Analysis. New York University: Upper Saddle River, New Jersey 07458. Gujarati, Damodar N. dan Dawn C. Porter. (2009). Basic Econometrics. Mc Graw-Hill Fifth Edition. Just, R.P. dan R.D. Pope. (1978). Stochastic Specification of Production Fuctions and Economic Implications. Journal of Econometric 7: 67-86. Kementerian Koperasi dan UMKM. (2003). Peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Pembangunan Ekonomi Nasional. Jakarta: Kementerian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia. Kementerian Koperasi dan UMKM. (2010). Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2005 s.d. 2009.

72

http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=ca tegory&id=27:data-umkm&Itemid=93. Diakses pada 25 Maret 2011. Kumbhakar, Subal C. (2002). Specification and Estimation of Production Risk, Risk Preferences and Technical Efficiency. American Journal of Agricultural Economics, Vol. 84, No. 1: 8-22 Kumbhakar, Subal C. dan Ragnar Tveters. (2003). Risk Preferences, Production Risk dan Firm Heterogeneity. The Scandanavian Journal of Economics, Vol. 105, No. 2: 275-293. Kuncoro, Mudrajad. (2009). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis?. Penerbit Erlangga Edisi Ketiga. Mankiw, N. Gregory. (2004). Principal of Economics. Ohio: Thomson SouthWestern Third Edition. Melisa, Andrieni. (2008). Analisis Pengaruh Modal terhadap Keuntungan Industri Kecil.Skripsi. Yogyakarta: FEB UGM. Rahayu, Sri Lestari. (2005). Analisis Peranan Perusahaan Modal Ventura dalam Mengembangkan UKM Di Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus. Romp, Graham. (1997). Game Theori: Introduction and Applications. New York: Oxford University Press. Samuelson, William. dan D. Nordhaus. (2001). Economics. New York: McGrowHill Seventeenth Edition. Snyder, Christopher. dan Walter Nicholson. (2008). Microeconomic Theory: Basic Principles and Extensions. Thomson South-Western Tenth Edition. Susilo, Y. Sri. dan A. Edi Sutarta. (2004). Masalah dan Dinamika Industri Kecil Pasca Krisis Ekonomi. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9 No. 1: 79-90. Tambunan, Tulus T.H. (2009). Facilitating Small and Medium Enterprises in International Trade (Export): The Case of Indonesia. New York: ESCAP. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 tantang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Bab IV pasal 6. Wicaksono, Utomo. (2008). Pengaruh Tenaga Kerja dan Modal terhadap Tingkat Produksi pada Industri Kecil dan Rumah Tangga Bakpia. Skripsi. Yogyakarta: FEB UGM.

73

Widarjono, Agus. (2007). Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: EKONOMISIA Kampus Fakultas Ekonomi UII. Wilkinson, Nick. (2005).Managerial Economics: A problem-Solving Approach. New York: Cambridge. ------------- (2009). STUDIES IN TRADE AND IVESTMENT, Globalization of Production and the Competitiveness of Small and Medium-sized Enterprises in Asia and the Pasific: Trends and Prospects. New York: ESCAP.

74

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Regresi Data Regresi Fungsi Produksi


Output Bakpia (butir/hari) 500 1500 1050 1500 3200 Nilai Bahan Baku (rupiah/hari) 189583,3 326428,6 364666,7 378500 230571,4 Tenaga Kerja (orang) 4 2 3 2 1 Umur Perusahaan (tahun) 38 11 4 13 1 Educ. Tenaga Kerja (tahun) 9 6 6 9 9 Educ. Pengusaha (tahun) 12 12 6 12 12

No.

Pengusaha

Bayu 1 Suryono Heri 2 Wijaya Suginem 3 Wahyu Tri 4 Mulyani Irine Sri 5 Wasniati Fadhilah Noor 6 Khayati 7 Endri Sri Resdwi Warni 8 Samiyono 9 Mustinah Edi 10 Wintolo Mekar Puspita 11 Sari 12 Subardini Tatik 13 Nurhayati 14 Dalimah Alexius Anang Budi 15 Winarko 16 Sutrisno

341,4286 2400

138342,9 296200

4 4

3 4

12 12

13 15

1000 1371,429 2400

357800 401642,9 448357,1

6 3 5

21 10 12

9 9 9

6 6 12

200 1900 292,8571 1000

55833,33 1013800 78800 53700

5 10 5 3

1 18 7 7

12 9 12 12

16 9 12 12

2400 900

484047,6 41158,33

2 2

20 2

9 12

12 9

75

No.

Pengusaha

Output Bakpia (butir/hari) 1642,857 16000 3000

Nilai Bahan Baku (rupiah/hari) 402142,9 2083000 868000

Tenaga Kerja (orang) 7 14 6

Umur Perusahaan (tahun) 4 22 10

Educ. Tenaga Kerja (tahun) 9 9 9

Educ. Pengusaha (tahun) 12 9 12

Maharani 17 Styawati 18 Ibu Sastro Ruly 19 Wulanjani Martinus Djoko 20 Pratomo Agus 21 Winarto Ibu Siti 22 Anjariah 23 Suwarti 24 Sumiyati Dwi Catur 25 Lestari Caecilia 26 Ponimah Ferry 27 Darmawan Rohmi 28 Widiarti Ari 29 Sugiyanto Dyah 30 Arsida

400 6000 1200 1000 2100 1300 1875 1000 1800 5000 110

56760 1451000 382000 882000 1146500 365500 374500 373500 385000 1256015 69583,33

2 8 3 7 8 2 2 3 2 8 1

10 13 22 7 21 13 22 15 6 20 2

12 9 9 9 9 12 9 9 9 9 12

12 6 12 9 12 16 12 15 16 12 15

Sumber: Diolah dari Data Primer

76

Lampiran 2. Hasil Regresi Hasil Regresi Fungsi Produksi


Dependent Variable: LOG(Q) Method: Least Squares Date: 12/14/11 Time: 06:26 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable C LOG(X1) LOG(X2) LOG(X3) LOG(X4) LOG(X5) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Coefficient -4.397315 0.903328 -0.202897 -0.058441 0.559387 -0.309386 0.645328 0.571438 0.667857 10.70480 -27.11058 8.733629 0.000079 Std. Error 3.785326 0.200042 0.256288 0.159558 0.963159 0.498847 t-Statistic -1.161674 4.515689 -0.791676 -0.366269 0.580784 -0.620202 Prob. 0.2568 0.0001 0.4363 0.7174 0.5668 0.5410 7.172577 1.020180 2.207372 2.487612 2.297023 1.909608

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat

J-B test Fungsi Produksi


10

Series: Residuals Sample 1 30 Observations 30 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

-2.56e-15 0.013939 1.182171 -1.486248 0.607562 -0.031318 3.215028 0.062700 0.969136

77

Hasil Regresi Fungsi Risiko Produksi


Dependent Variable: LOG(VAR) Method: Least Squares Date: 12/14/11 Time: 06:28 Sample: 1 30 Included observations: 30 Variable C LOG(X1) LOG(X2) LOG(X3) LOG(X4) LOG(X5) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Coefficient -2.434467 -0.041714 0.330211 -0.625577 1.992858 -1.122190 0.234743 0.075314 1.507535 54.54388 -51.53528 1.472402 0.235611 Std. Error 8.544508 0.451549 0.578511 0.360165 2.174111 1.126033 t-Statistic -0.284916 -0.092380 0.570795 -1.736918 0.916631 -0.996587 Prob. 0.7782 0.9272 0.5734 0.0952 0.3685 0.3289 -2.084013 1.567727 3.835685 4.115925 3.925336 2.235995

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat

J-B test Fungsi Risiko Produksi


9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -3 -2 -1 0 1 2

Series: Residuals Sample 1 30 Observations 30 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability 6.66e-16 0.192770 2.384174 -2.820084 1.371431 -0.316581 2.430516 0.906508 0.635557

78

Lampiran 3. Kuisioner

STUDI KASUS FUNGSI PRODUKSI DAN FUNGSI RISIKO PRODUKSI BAKPIA DI KECAMATAN NGAMPILAN KOTA YOGYAKARTA

Dibimbing Oleh: Drs. Ari Sudarman, M.Ec.

Disusun Oleh: MUHAMMAD NURHUDA 07/257179/EK/16774

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011

79

DAFTAR PERTANYAAN

I. IDENTITAS PENGUSAHA DAN PERUSAHAAN 1. Nama lengkap : 2. Jenis kelamin 3. Umur : 4.Pendidikan terakhir c. SMP d. DIII : a. Tidak sekolah d. SMA g. S1 b. SD c. DI/DII h. S2/S3 : a. Laki-laki b. Perempuan

5. Jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan Anda: 6. Nama perusahaan : 7. Alamat perusahaan :

8. Tahun perusahaan didirikan : 9. Nama induk perusahaan* :

... 10. Alamat induk perusahaan* :

...

*(diisi jika perusahaan Anda merupakan cabang dari perusahaan lain)

II. KETENAGAKERJAAN 11. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki pada awal usaha :.orang

80

12. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki saat ini :.orang 13. Jumlah tenaga kerja yang tidak dibayar/keluarga :.orang 14. Rata-rata tingkat pendidikan terakhir tenaga kerja di perusahaan Anda : a. Tidak sekolah d. SMA g. S1 b. SD c. DI/DII h. S2/S3 c. SMP d. DIII

15. Upah/gaji rata-rata setiap tenaga kerja : Rp .. /hari/minggu/bulan** **(lingkari salah satu) 16. Jumlah pengeluaran total untuk upah/gaji semua tenaga kerja perusahaa Anda : Rp . /hari/minggu/bulan**(lingkari salah satu)

III. BAHAN BAKU, PERALATAN DAN ENERGI 17. Bahan baku yang digunakan: No. Jenis Bahan Baku Total Pembelian* Harga per Satuan (kg/ons/liter) Jangka Waktu Pembelian**

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Tepung terigu Gula Minyak goreng Garam Kacang hijau Keju Mentega Air Lain-lain:

81

a. b. c. d. *mohon dicantumkan satuan (kg/ons/liter) pada tiap kolom **mohon diisi dengan satuan waktu (per hari/minggu/bulan) pada tiap kolomnya

18. Peralatan yang digunakan: No. Jenis Peralatan Jumlah (unit) Harga Pembelian Harga Sekarang (perkiraan) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kompor Oven Soblok (alat pengukus) Penggiling Wajan Lain-lain: a. b. c. d.

19. Sumber energi yang digunakan: No. Jenis Sumber Energi 1. 2. 3. 4. Gas Minyak tanah Kayu bakar Arang Total Pembelian* Harga per Satuan (kg/ons/liter/ikat) Jangka Waktu Pembelian**

82

5.

Lain-lain: a. b. *mohon dicantumkan satuan (kg/ons/liter/ikat) pada tiap kolomnya **mohon diisi dengan satuan waktu (per hari/minggu/bulan) pada tiap

kolomnya

20. Biaya pembayaran listrik perusahaan perbulan ..

: Rp

21. Apakah listrik perusahaan dan rumah Anda gabung jadi satu KWH METER (meteran listrik) ? a. Ya b. Tidak

IV. PRODUKSI DAN PEMASARAN 22. Jenis bakpia yang diproduksi: No. Jenis Bakpia Jumlah Butir Produksi* (per hari/minggu/bulan) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Bakpia kacang hijau Bakpia keju Bakpia coklat Bakpia nanas Bakpia kacang merah Bakpia durian Lain-lain: a. b. c. d. *mohon dilingkari salah satu satuan waktu produksinya (per hari/minggu/bulan)
83

Harga Jual Per Butir

23. Jumlah hari kerja dalam satu minggu: hari 24. Siapa pembeli terbanyak untuk bakpia perusahaan Anda? a. Pedagang besar (membeli dalam partai besar) b. Pedagang kecil (membeli dalam partai kecil) c. Konsumen akhir (membeli dalam bentuk eceran) 25. Alasan yang mendasari produksi bapia Anda: a. Permintaan pasar b. Inisiatif sendiri c. Permintaan pasar dan inisiatif sendiri 26. Bagaimana cara pemasaran bakpia yang Anda lakukan? a. Dipasarkan sendiri melalui toko pribadi b. Dipasarkan melalui toko orang lain c. Dipasarkan melalui toko pribadi dan toko orang lain

V. PERMODALAN 27. Berapa jumlah modal awal yang Anda keluarkan pada saat awal usaha: Rp . 28. Apakah sumber permodalan perusahaan selama ini berasal dari dana Anda sendiri? a. Ya (jika Ya, langsung ke No. 31) b. Tidak 29. Seberapa besar bagian modal Anda dari total modal perusahaan bakpia Anda? a. 75% - 99% b. 50% - 74% c. 25% - 49% d. 0% - 24%

30. Dari mana saja sumber tambahan modal yang Anda peroleh? (boleh melingkari lebih dari satu jawaban) a. Keluarga b. Teman/sahabat c. Koperasi d. Bank e. Lainnya: ..

84

VI. MANAJEMEN DAN PERSAINGAN 31. Apakah ada pemisahan antara pengeluaran perusahaan dengan keluarga? a. Ya b. Tidak

32. Apa hambatan yang Anda hadapi selama ini? (boleh melingkari lebih dari satu jawaban) a. Masalah permodalan b. Kurangnya tenaga kerja c. Sulitnya memperoleh bahan baku d. Lainnya:.. 33. Apakah Pemerintah Kota Yogyakarta ikut berperan dalam pengembangan usaha bakpia Anda? a. Ya b. Tidak

34. Bagaimana peranan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam membantu usaha bakpia Anda? a. Sangat kuat b. Kuat c. Sedang 35. Apakah bentuk peranan yang telah diberikanoleh pemerintah Kota Yogyakarta kepada perusahaan Anda? (boleh melingkari lebih dari satu jawaban) a. Promosi b. Pelatihan c. Kemudahan akses kredit d. Lainnya: . d. Lemah e. Sangat lemah

85

86

Anda mungkin juga menyukai