Anda di halaman 1dari 36

MASALAH

ISSU KEBIJAKAN
AGENDA SETTING
PERUMUSAN KEBIJ. PUBLIK
 Kebijakan publik dalam sebuah negara merupakan produk dari berbagai
aktivitas yang melewati berbagai tahapan, dan diantara tahapan-tahapan
tersebut saling terkait satu sama lain
 Pembuatan kebijakan publik merupakan fungsi penting dari sebuah
pemerintahan. Karenanya, kemampuan dan pemahaman yang memadai
dari pembuat kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan menjadi
sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik yang cepat, tepat dan
memadai.
 Charles Lindblom menyatakan bahwa proses perumusan kebijakan
publik merupakan proses politik yang sangat kompleks, analitis, dan
tidak mengenal saat dimulai dan diakhirinya, dan batas-batas dari proses
tersebut sangat tidak pasti.
 Raymond Bouer: proses transformasi atau pengubahan input politik
menjadi output politik. Pandangan ini sangat dipengaruhi oleh Teori
Analisis Sistem David Easton.
 Don K. Price: proses yang melibatkan interaksi antara kelompok
ilmuwan, pemimpin organisasi profesional, administrator dan para
politisi.
 Amitai Etzioni : proses penerjemahan oleh para aktor politik mengenai
komitmen masyarakat yang masih kabur dan abstrak kedalam komitmen
yang lebih spesifik, kemudian menjadi tindakan dan tujuan yang konkrit.
 Chief Jo. Udoji : keseluruhan proses yang menyangkut: pendefinisian
masalah, perumusan kemungkinan pemecahan masalah, penyaluran
tuntutan/aspirasi, pengesahan dan pelaksanaan/implementasi, monitoring
dan peninjauan kembali (umpan balik)
 Fremont J. Lyden, George Shipman dan Robert Wilkinson, menyatakan
bahwa istilah proses pembuatan kebijakan publik biasanya mengacu pada
langkah-langkah yang teratur mengenai interaksi antara pihak pemerintah
dan pihak swasta yang memperbicangkan atau berdebat, serta usaha-usaha
untuk mencapai kesepakatan bersama tentang ruang lingkup dan jenis-jenis
tindakan pemerintah yang dirasa tepat untuk menangani masalah sosial
tertentu. Proses kebijakan publik tersebut meliputi, pencarian informasi yang
tepat untuk merumuskan masalah sosial tersebut; mengembangkan alternatif
pemecahan masalah; dan mencapai kesepakatan pendapat mengenai
alternatif yang terbaik untuk mencapai masalah tersebut.
 Yehezkiel Dror menjelaskan bahwa pembuatan kebijakan publik adalah
suatu proses yang sangat kompleks dan dinamis yang terdiri dari berbagai
unsur yang satu sama lain kontribusinya berbeda-beda terhadap pembuatan
kebijakan publik tersebut. Pedoman-pedoman umum tersebut dimaksudkan
untuk mencapai kepentingan umum dengan cara sebaik mungkin.
 Anderson menyatakan bahwa perumusan kebijakan berhubungan dengan
upaya-upaya menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati
untuk masalah-masalah yang dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi.
Perumusan kebijakan merupaka proses yang secara spesifik ditujukan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan.
ANTARA PEMBUATAN KEPUTUSAN dan
PEMBUATAN KEBIJAKAN
(DECISION MAKING Vs POLICY MAKING)
 Tri W. Utomo, memberikan pendapat bahwa keputusan dapat diartikan
sebagai suatu pengakhiran atau pemutusan dari suatu proses pemikiran
untuk menjawab suatu pertanyaan, khususnya mengenai suatu masalah
atau problema.
 Pengambilan keputusan adalah proses pendekatan yang sistematis
terhadap suatu masalah, mulai dari identifikasi dan perumusan masalah,
pengumpulan dan penganalisaan data dan informasi, pengembangan dan
pemilihan alternatif, serta pelaksanaan tindakan yang tujuannya untuk
memperbaiki keadaan yang belum memuaskan.
 Dari pengertian tersebut nampak bahwa pengambilan keputusan
bukanlah merupakan kegiatan yang sepele atau mudah. Artinya, suatu
keputusan mestilah lahir dari suatu proses panjang yang rumit, dimana
di dalamnya terjadi diskusi-diskusi intensif, saling tukar pemikiran dan
brain storming yang mendalam dengan analisis-analisis yang tajam dan
interdisipliner
 William R. Dill (Islamy:22) bahwa keputusan adalah suatu pilihan
terhadap berbagai macam alternatif
Glosary of Public Administration (Islamy:23), pembuatan
keputusan adalah suatu proses dimana pilihan-pilihan dibuat
untuk mengubah (atau tidak mengubah) suatu kondisi yang ada,
memilih serangkaian tindakan yang paling tepat untuk mencapai
suatu tujuan yang diinginkan, dan untuk mengurangi resiko-resiko,
ketidakpastian dan pengeluaran sumber-sumber dalam rangka
mencapai tujuan.
Dill lebih lanjut menyatakan bahwa pembuatan keputusan
administrasi biasanya sulit diartikan sebagai suatu pilihan tunggal
di antara alternatif-alternatif. Kebanyakan keputusan-keputusan
seperti itu sebenarnya terdiri dari serangkaian pilihan-pilihan dan
ikatan-ikatan yang telah ditetapkan secara berurutan. (ISLAMY:23)
Nigro dan Nigro, juga tidak membedakan antara pembuatan
keputusan dan pembuatan (perumusan) kebijakan. Menurut
mereka, tidak ada perbedaan yang mutlak dapat dibuat antara
pembuatan keputusan (decision making) dan pembuatan kebijakan
(policy making), karena setiap penentuan kebijakan adalah
merupakan suatu keputusan. Tetapi kebijakan-kebijakan
membentuk rangkaian-rangkaian tindakan yang mengarahkan
banyak macam keputusan yang dibuat dalam rangka melaksanakan
tujuan-tujuan yang telah dipilih. (ISLAMY 24)
Tjokroamidjojo mengikuti pendapat Anderson (ISLAMY 24),
membedakan pengertian pembuatan keputusan dan pembuatan
kebijakan, dengan menyatakan bahwa pembentukan kebijakan
(policy formulation) atau policy making berbeda dengan
pengambilan keputusan (decision making).
Pengambilan keputusan adalah pengambilan pilihan sesuatu
alterntaif dari berbagai alternatif yang bersaing mengenai sesuatu
hal dan selesai. Sedangkan pembuatan keputusan meliputi
banyak tindakan pengambilan keputusan. Jadi, jika pemilihan
alternatif dilakukan dan selesai, maka kegiatan itu disebut
pembuatan keputusan; sebaliknya bila pemilihan alternatif itu
terus menerus dilakukan, maka kegiatan tersebut dinamakan
perumusan kebijakan.
Utomo membedakan pembuatan keputusan dan perumusan
kebijakan. Pembuatan keputusan merupakan suatu tindakan
untuk menentukan pilihan dari berbagai alternatif mengenai
suatu hal dan selesai, sedangkan perumusan kebijakan
merupakan rangkaian tindakan yang meliputi banyak
pengambilan keputusan dan dilakukan dengan memilih alternatif
secara terus menerus
Thomas R. Dye (Widodo, 2007) memberikan pendapat tentang Proses
Kebijakan Publik yang terdiri atas:
1. Identifikasi masalah kebijakan (Identification of policy problem) →
dilakukan melalui identifikasi apa yang menjadi tuntutan (demands)
atas tindakan pemerintah.
2. Penyusunan Agenda (Agenda Setting) → merupakan aktivitas
memfokuskan perhatian pada pejabat publik dan media masa atas
keputusan apa yang akan diputuskan terhadap masalah publik
tertentu.
3. Perumusan Kebijakan (policy formulation) → tahapan pengusulan
rumusan kebijakan melalui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan
melalui organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan,
birokrasi pemerintah, presiden dan lembaga legislatif
4. Pengesahan Kebijakan (legitimating of policies) → melalui tindakan
politik oleh partai politik, kelompok penekan, presiden dan kongres;
5. Implementasi Kebijakan (Policy implementation) → dilakukan melalui
birokrasi, anggaran publik dan aktivitas agen eksekutif yang
terorganisasi;
6. Evaluasi kebijakan (poliy evaluation) → dilakukan oleh lembaga
pemerintah sendiri, konsultan dari luar pemerintah, pers, dan
masyarakat (publik)
Perumusan KP sebagai Proses (Thomas Dye)
Proses Aktivitas Peserta

Identifikasi Publikasi masalah sosial; Media massa; kelompok


Masalah mengekspresikan tuntutan akan tindakan kepentingan; inisiatif masyarakat;
dari pemerintah opini publik
Penetapan Agenda Menentukan mengenai masalah-masalah Elit, termasuk presiden dan
apa yang akan diputuskan; masalah apa kongres; kandidat untuk jabatan
yang akan dibahas/ditangani oleh publik tertentu; media massa
pemerintah
Perumusan Pengembangan proposal kebijakan untuk Pemikir; Presiden dan lembaga
Kebijakan menyelesaikan dan memperbaiki masalah eksekutif; komite kongres;
kelompok kepentingan
Legitimasi Memilih proposal; mengembangkan Kelompok kepentingan; presiden;
Kebijakan dukungan untuk proposal terpilih; kongres; pengadilan
menetapkannya menjadi peraturan hukum;
memutuskan konstitusionalnya
Implementasi Mengorganisasikan departemen dan Presiden dan staf kepresidenan;
Kebijakan badan; menyediakan pembiayaan atau departemen dan badan
jasa pelayanan; menetapkan pajak

Evaluasi Kebijakan Melaporkan output dari program Departemen dan badan; komite
pemerintah; mengevaluasi dampak pengawasan kongres; media
kebijakan kepada kelompok sasaran dan massa; pemikir
bukan sasaran; mengusulkan perubahan
dan reformasi
Proses Kebijakan Publik (James Anderson)
Terminolo Tahap 1: Tahap 2: Tahap 3: Tahap 4: Tahap 5:
gi Agenda Perumusan Adopsi Implementa Evaluasi
Kebijakan Kebijakan Kebijakan Kebijakan si Kebijakan Kebijakan
Definisi Sejumlah Pengembangan Pengembanga Aplikasi Upaya
permasalahan usulan akan n dukungan kebijakan pemerintah
diantara banyak tindakan yang terhadap oleh mesin untuk
permasalahan terkait dan sebuah administrasi menentuka
lainnya yang dapat diterima proposal pemerintah n apakah
mendapat untuk tertentu kebijakan
perhatian serius menangani sehingga efektif,
dari pejabat permasalahan sebuah serta
publik publik kebijakan mengapa
dapat efektif atau
dilegitimasi tidak efektif
atau disahkan
Common Membuat Apa yang Membuat Aplikasi Apakah
sense pemerintah diusulkan untuk pemerintah kebijakan kebijakan
untuk dilakukan untuk pemerintah bekerja
mempertimbang terhadap menerima terhadap baik?
kan tindakan masalah solusi tertentu masalah
terhadap terhadap
masalah masalah
Tahapan Perumusan KP (Charles Jones)
No Aktivitas Pertanyaan-pertanyaan

1. Persepsi Apakah menjadi masalah sehingga muncul


beberapa usulan dari masyarakat.

2. Aggregasi Berapa banyak orang yang merasa bahwa


masalah yang diajukan itu penting sekali.

3. Organisasi Bagaimanakah orang-orang tersebut


mengorganisasikan diri mereka?

4. Representasi Bagaimana akses mereka terhadap lembaga


perwakilan yang ada.

5. Pembentukan Agenda Bagaimana status agenda diperoleh?


Tahapan Munculnya KP (Jones,1996)
6. Formulasi Apa usul penyelesaian masalah, siapa yang
mengembangkannya dan bagaimana rumusannya.
7. Legitimasi Siapa yang mendukungnya, apakah dukungan
tersebut bersifat mayoritas.
8. Anggaran/Budgeting Apakah ada dana yang disediakan? Berapa
banyak? Apakah itu dianggap cukup?
9. Implementasi Siapa yang mengimplementasikannya, bagaimana
mereka memperoleh dukungan
10 Evaluasi Siapa yang melakukan evaluasi, metode apa untuk
melakukan evaluasi?
11 Penyesuaian/ Penyesuaian apa yang telah dilakukan?
penghapusan Bagaimana hasilnya.
Lima aktivitas pertama merupakan kegiatan yang berkaitan
dengan bagaimana masyarakat menyampaikan persoalan
mereka kepada pemerintah. Ke lima kegiatan tersebut
antara lain persepsi/defenisi, agregasi, organisasi,
representasi dan pembentukan agenda.
Kegiatan yang berhubungan dengan formulasi, legitimasi,
dan budgeting merupakan kegiatan yang berada dalam
cakupan pemerintahan,
Bidang kegiatan yang lainnya merupakan langkah-langkah
yang ditempuh oleh pemerintah yang secara konkrit
mewujudkan kebijakan tersebut dalam kehidupan sehari-
hari dan bagaimana pemerintah kemudian mengambil
sikap terhadap kebijakan tersebut, apakah akan diteruskan
karena membawa hasil yang positif, ataukah perlu diadakan
penyesuaian-penyesuaian untuk meningkatkan kapasitas
kebijakan tersebut, dan ataukah sudah waktunya kebijakan
itu dihapuskan dan diganti dengan kebijakan yang baru
sama sekali karena tidak ada manfaatnya bagi masyarakat
Jenis Aktivitas Kategori kegiatan Potensi Produk.
pemerintahan.
Persepsi/Defenisi Masalah yang Masalah
Organisasi disampaikan kepada Tuntutan
Representasi pemerintah. Akses dan
Agenda Setting Prioritas
Formulasi Kegiatan dalam Proposal
Legitimasi Lingkungan Program
Budgeting Pemerintahan Penyediaan dana.
Implemetasi Penanganan terhadap Dana,SDM,dll
masalah
Evaluasi Program yang diajukan Bervariasi.
Penyeseuaian/ kepada Pemerintah
Terminasi
Tahap2 Perumusan KP (Randal B. Ripley (1985).
1. Pembentukan persepsi terhadap masalah yang berkembang dalam
masyarakat, dan bagaimana masyarakat memahami masalah tersebut,
kemudian selanjutnya bagaimana masyarakat memobilisasi dukungan
agar masalah tersebut dibawakan kepada pemerintah sehingga menjadi
sebuah agenda pemerintah. Tahap ini disebut sebagai Agenda Building.
2. Penyusunan agenda pemerintah dimana pemerintah mengambil
langkah-langkah tertentu, terutama dalam memformulasikan dan
melegitimasikan kebijakan yang akan ditempuh sehingga mendapat
dukungan yang kuat dari masyarakat.
3. Tahap implementasi. Pada tahap ini diadakan interpretasi lebih lanjut
dari kebijakan yang dibuat, apakah diperlukan Petunjuk Pelaksanaan
dan Petunjuk Teknis sehingga program dapat dihantarkan kepada
masyarakat, kemudian bagaimana dana dikerahkan, sarana dan
prasarana disediakan, serta ditentukan siapa yang paling bertanggung
jawab melaksanakannya.
4. Evaluasi terhadap kebijakan yang sudah dijalankan (melakukan
penilaian terhadap kinerja sebuah kebijakan). Apakah kebijakan
tersebut sudah dijalankan sebagaimana mestinya, apakah
membawa hasil seperti yang diharapkan atau tidak, apakah hasil
yang dicapai sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh
pemeintah?. Evaluasi dapat dilakukan mencakup dua hal yaitu
evaluasi terhadap proses muncul dan penyelenggaraan dari
kebijakan tersebut, serta evaluasi yang menyangkut dampak dari
kebiajakan tersebut.
5. Penentuan nasib dari kebijakan tersebut selanjutnya, apakah akan
diteruskan ataukah dihapuskan saja, ataukah diteruskan dengan
penyesuaian seperlunya. Kalau kebijakan tersebut membawa hasil
yang sangat memuaskan maka dapat diteruskan, akan tetapi kalau
kebijakan itu tidak membawa hasil seperti yang diharapkan dan
bahkan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi bagi
pemerintah dan masyarakat maka sudah sewajarnya untuk
dihapuskan. Tentu saja keputusan itu dibuat atas dasar hasil
penilaian yang dilakukan dengan serius
Tahapan Perumusan KP (Randal Ripley)
Tahap Kegiatan Hasilnya.
Pembentukan Agenda Agenda Pemerintah
Persepsi masalah
Defenisi Masalah
Mobilisasi dukungan
Formulasi,Legitimasi Statmen Kebijakan
Perolehan Informasi Rumusan Tujuan
Advokasi Dll
Dukungan
Lobbying
Implementasi Program Aktivitas kebijakan.
Interpretasi
Pendanaan
Organisasi
sarana, dll
Evaluasi Kebijakan Dampak kebijakan
Decision,
Adaptation
Termination
PROSES PERUMUSAN KP Vs Proses AKP
PERUMUSAN MASALAH
Masalah merupakan fokus yang penting dalam proses
kebijakan publik, karena kebijakan publik sebagai
serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku
atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah
tertentu
Masalah dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi
atau situasi yang menimbulkan kebutuhan atau
ketidakpuasan pada sebagian orang yang
membutuhkan petolongan atau perbaikan. Dalam
pandangan lain, masalah dapat dinyatakan sebagai
suatu kondisi yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan, sehingga perlu dicari upaya
pemecahannya yang dapat menjadikan kondisi
tersebut sesuai dengan rencana
Masalah Kebijakan???
 Masalah : adanya kesenjangan antara das sollen / teori dengan das
sein / fakta empiris ; antara yang ditetapkan sebagai kebijakan dengan
kenyataan implementasi kebijakan.
 Masalah kebijakan : unrealized needs, values, opportunities, however
we identified, the solution require public actions (tidak terwujudnya
kebutuhan, nilai, dan peluang, yang bagaimanapun kita sudah bisa
mengidentifikasikannya, tetapi pemecahannya mengharuskan adanya
tindakan-tindakan publik / negara / pemerintah
 Charles O. Jones (1996) menyatakan bahwa masalah adalah
kebutuhan manusia yang perlu diatasi atau dipecahkan (human needs,
however identified, for which relief is sought).
 Anderson (1984) menyatakan bahwa untuk kepentingan kebijakan,
secara formal masalah dapat diartikan sebagai kondisi dan atau situasi
yang menghasilkan kebutuhan-kebutuhan atau ketidakpuasan-
ketidakpuasan pada rakyat untuk mana perlu dicari cara-cara
penanggulangannya.
 Winarno (2007): Suatu masalah dapat didefinisikan sebagai kondisi atau
situasi yang menimbulkan kebutuhan atau ketidakpuasan pada sebagian orang
yang menginginkan pertolongan atau perbaikan. Misalnya masalah distribusi
air yang tidak merata, pendapatan rendah, ketidakmerataan akses pendidikan,
atau anak-anak kurang gizi, yang bisa menimbulkan rasa tidak puas atau tidak
nyaman dalam kehidupan masyarakat sehingga perlu diambil tindakan.
 William Dunn (1999), mengartikan masalah kebijaksanaan sebagai nilai,
kebutuhan, kesempatan yang belum terpenuhi tetapi yang dapat
diidentifikasikan dan dicapai dengan melakukan tindakan publik. Hal ini
menunjukkan bahwa suatu masalah yang berhubungan dengan kebijakan
publik adalah masalah-masalah yang berhubungan dengan orang banyak, dan
masalah ini dikategorikan masalah publik karena tindakan (action) yang
diambil adalah tindakan kebijakan (policy action).
 Dalam konteks perumusan kebijakan, masalah yang menjadi perhatian adalah
masalah yang mempunyai dampak yang luas termasuk konsekuensi dari
mereka yang tidak terlibat secara langsung. Masalah tersebut disebut dengan
Masalah Publik
 Masalah yang mempunyai dampak terbatas dan tidak mempengaruhi orang
banyak merupakan Masalah Privat
Karakteristik Masalah Kebijakan
 Saling bergantung (interdependence), dalam arti bahwa suatu
masalah kebijakan di suatu bidang seringkali mempengaruhi masalah
kebijakan lainnya.
 Subjektifitas (subjective). Kondisi eksternal yang menimbulkan
suatu masalah didefinisikan, diklasifikasikan, dijelaskan dan
dievaluasi secara selektif. Masalah kebijakan merupakan suatu hasil
pemikiran yang dibuat pada vsuatu lingkungan tertentu, masalah
tersebut merupakan elemen dariu suatu situasi masalah yang
diabstrasikan sari situasi tersebut oleh analis.
 Sifatnya buatan (artificial). Masalah kebijakan merupakan buah
pandangan subjektif manusia, cenderung diterima sebagai definisi
yang sah mengenai kehidupan banyak orang. Masalah-masalah
kebijakan hanya mungkin ketika manusia membuat penilaian
mengenai keinginannya untuk mengubah beberapa situasi masalah.
 Dinamiss (Dynamics). Masalah dan pemecahannya berada dalam
siatuasi peubahan yang terus menerus. Ada banyak solusi yang bisa
ditawarkan untuk memecahkan masalah sebagaimana terdapat
banyak definisis terhadap masalah tersebut. Cara pandang orang
terhadap masalah akan menentukan solusi yang ditawarkan.
Menurut Dunn (1999), perumusan masalah akan sangat
membantu para analis kebijakan untuk menemukan
asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis
pembagian-pembagian masalah publik, memetakan
tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan
pandangan-pandangan yang bertentangan, dan
merancang peluang-peluang kebijakan yang baru.

Dalam proses yang luas menurut Dunn (1999), beberapa


fase yang perlu diperhatikan, antara lain: Pencarian
masalah (problem search); pendefinisian masalah (problem
definition); penspesifikasian masalah (problem
specification; pengenalan Masalah (problem sensing), dan
yang terpenting adalah bahwa perumusan masalah dalam
analisis kebijakan dapat dipandang sebagai proses dengan
tiga tahap yang berbeda tetapi saling bergantung yaitu,
konseptualisasi masalah, spesifikasi masalah, dan
pengenalan masalah.
Hal yang penting diperhatikan dalam mengkaji masalah-masalah
publik maupun masalah-masalah secara umum adalah bahwa suatu
masalah tidak dapat semata-mata dipandang sebagai masalah
begitu saja tanpa melibatkan cara pandang orang terhadap masalah
tersebut.
Pendapat Mark Rushefky yang dikutip Winarno (2007) bahwa ada
dua proses penting dalam mengidentifikasi masalah, yaitu persepsi
dan definisi.
Persepsi merupakan penerimaan (receiving) dari suatu peristiwa
yang mempunyai konsekuensi terhadap orang atau kelompok,
sedangkan
Defenisi merupakan interpretasi dari peristiwa-peristiwa tersebut,
memberinya makna dan membuatnya jelas. Suatu masalah tidak
dapat mendefenisikan dirinya sendiri melainkan harus
didefenisikan, sehingga hal ini menunjukkan bahwa suatu masalah
juga melibatkan pandangan-pandangan subyektif seseorang. Dalam
artian bahwa, seseorang atau lembaga dapat memandang sesuatu
sebagai masalah tetapi tidak merupakan masalah bagi individu atau
lembaga lain.
Isu Kebijakan
Charles O. Jones (1996) menyatakan bahwa “masalah” adalah
kebutuhan-kebutuhan manusia yang perlu di atasi, sedangkan
“issu” adalah masalah-masalah umum yang bertentangan satu
sama lain (Contraversial Public Problems)
Jones menyatakan bahwa NOT ALL PROBLEMS BECOME
PUBLIC, NOT ALL PUBLIC PROBLEMS BECAME ISSUES, AND
NOT ALL ISSUES ARE ACTED ON IN GOVERNMENT.( tidak
semua masalah dapat menjadi masalah umum/public, dan tidak
semua masalah public dapat menjadi issu, dan tidak semua issu
dapat menjadi agenda pemerintah.)
Robert Seidman, Ann Seidman, dan Nalin Abeysekere (2005)
menyatakan bahwa masalah dapat terjadi oleh karena satu atau
gabungan dari beberapa hal yang dithesiskan mereka tidak
berjalan dengan baik. Hal-hal tersebut, ialah: Rule (peraturan),
Opportunity (peluang/kesempatan), Capacity (kemampuan),
Communication (Komunikasi), Interest (kepentingan), Process
(proses), dan Ideology (nilai dan/atau sikap), yang disingkat
ROCCIPI.
KAPAN PROBLEMA UMUM MENJADI POLICY
PROBLEMS ?
Bila problema baru dapat membangkitkan orang
banyak untuk melakukan tindakan terhadap
problema-problema itu (only those that move people
to action become policy problems).
Masyarakat mempunyai “political will” untuk
memperjuangkan problema itu menjadi problema
kebijakan.
Problema itu ditanggapi positif oleh pengambil
kebijakan, dan mereka bersedia memperjuangkan
problema itu menjadi problema kebijakan, dan
memasukkan dalam agenda pemerintah, serta
mengusahakan menjadi kebijakan negara.
Apabila menginginkan suatu kebijakan publik
mampu memecahkan masalah publik (public
problem), masalah publik harus dirumuskan
menjadi masalah kebijakan (policy problems).
Menurut Tomas Dye, tahapan mendefinisikan
masalah itu disebut Agenda Setting. Kondisi
masyarakat yang tidak didefinisikan sebagai
masalah dan alternatif solusi tidak pernah
diusulkan, tidak akan pernah menjadi isu
kebijakan (policy issues).
Kegiatan menjadikan masalah publik (public
problems) menjadi masalah kebijakan (policy
problems) sering disebut dengan penyusunan
(agenda setting).
AGENDA SETTING
Penyusunan agenda merupakan suatu istilah yang pada
umumnya digunakan untuk menggambarkan issues yang
dinilai oleh publik perlu diambil suatu tindakan (Charles
O. Jones, 1984).
Menurut Darwin (1995) penyusunan agenda merupakan
suatu kesepakatan umum, belum tentu tertulis, tentang
adanya suatu masalah publik yang perlu menjadi
perhatian bersama, dan menuntut campur tangan
pemerintah untuk memecahkannya
Proses penyusunan agenda kebijakan menurut Anderson
terdiri atas a) masalah privat (private problem); b) masalah
publik (public problem); c) isu (issues); d) agenda sistemik
(systemic agenda); e) agenda institusional (institutional
agenda).
Roger W. Cobb dan Charles Elder (Islamy, 2004) membedakan antara “Systemic
agenda” dan “Institutional Agenda”.
1) Agenda Sistemik (Systemic Agenda) merupakan semua isu atau persoalan yang
dipandang secara umum oleh anggota kelompok politik sebagai sesuatu hal yang
patut memperoleh perhatian publik dan isu tersebut memang berada dalam
yuridiksi kewenangan pemerintah.
KAPAN suatu isu kebijakan MENJADI Systemic Agenda ?
 Issue itu memperoleh perhatian yang luas atau setidak-tidaknya dapat
menimbulkan kesadaran masyarakat.
 Adanya persepsi dan pandangan atau pendapat publik yang luas, bahwa
beberapa tindakan perlu dilakukan untuk memecahkan masalah itu.
 Adanya persepsi yang sama dari masyarakat, bahwa masalah itu adalah
merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab yang syah dari beberapa unit
pemerintahan (Cobb dan Elder dalam Jones 1984).
2) Agenda Institusional (Institutional Agenda) atau disebut juga agenda
pemerintahan merupakan serangkaian issu yang termaktub dalam agenda
sistemik dimana kemudian para pejabat publik memberikan perhatian yang
serius dan aktif atas isu-isu yang berkembang dalam agenda sistemik. Atau
dengan kata lain merupakan serangkaian hal yang secara tegas membutuhkan
pertimbangan-pertimbangan yang aktif dan serius dari pembuat kebijakan yang
sah/otoritatif
KAPAN SUATU MASALAH BISA TAMPIL
MENJADI MASALAH PUBLIK,
MASALAH PUBLIK BISA TAMPIL
MENJADI ISU KEBIJAKAN, DAN
ISU KEBIJAKAN BISA MASUK DALAM
AGENDA PEMERINTAH SEKALIGUs
BISA MENJADI KEBIJAKAN PUBLIK
Walker (dalam Widodo, 2007) menyatakan bahwa
suatu masalah bisa tampil menjadi masalah
publik jika:
 issues tersebut mempunyai dampak yang besar
pada banyak orang.
 ada bukti yang meyakinkan, agar lembaga
legislatif mau memperhatikan masalah tersebut
sebagai masalah yang serius.
 ada pemecahan yang mudah dipahami terhadap
masalah yang sedang diperhatikan.
Jones (1984) mengemukakan bahwa
masalah publik mudah menjadi
kebijakan publik manakala:
Scope dan kemungkinan dukungan
terhadap issues tersebut dapat
dikumpulkan.
Problem atau isues tersebut dinilai
penting.
Ada kemungkinan masalah (issues)
tersebut dapat terpecahkan
Suatu isu akan cenderung memperoleh respon dari pembuat kebijakan,
untuk dijadikan agenda kebijakan publik, kalau memenuhi beberapa
kriteria tertentu (Lihat: Kimber, 1974; Salesbury, 1976; Sandbach, 1980;
Hogwood dan Gunn, 1986):
 Isu tersebut telah mencapai suatu titik kritis tertentu, sehingga ia praktis
tidak lagi bisa diabaikan begitu saja; atau ia telah dipersepsikan sebagai
suatu ancaman serius yang jika tak segera diatasi justru akan
menimbulkan luapan krisis baru yang jauh lebih hebat di masa datang.
 Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang dapat
menimbulkan dampak (impact) yang bersifat dramatik.
 Isu tersebut menyangkut emosi tertentu dilihat dan sudut kepentingan
orang banyak bahkan umat manusia pada umumnya, dan mendapat
dukungan berupa liputan media massa yang luas.
 Isu tersebut menjangkau dampak yang amat luas.
 Isu tersebut mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan (legitimasi)
dalam masyarakat.
 Isu tersebut menyangkut suatu persediaan yang fasionable, di mana
posisinya sulit untuk dijelaskan tapi mudah dirasakan kehadirannya
Skema skematis kegiatan agenda setting
MENGAPA BEBERAPA PERMASALAHAN DAPAT MENCAPAI AGENDA
KEBIJAKAN, SEMENTARA YANG LAIN TIDAK???
 Persoalan Kelompok Kepentingan. David Truman menyatakan bahwa
kelompok berusaha untuk memelihara dirinya sendiri dalam suatu Negara
dengan keseimbangan yang wajar, dan bila sesuatu mengancam kondisi ini,
mereka akan bereaksi. Masalah umum/publik dapat menjadi agenda
institusional apabila terdapat ancaman terhadap keseimbangan kelompok
yang ada sehingga mereka akan mengadakan reaksi dan menuntut tindakan
pemerintah untuk mengambil prakarsa guna mengatasi ketidakseimbangan
tersebut
 Kepemimpinan Politik. Para pemimpin politik apakah dilatarbelakangi oleh
pertimbangan mendapatkan keuntungan politis atau perhatiannya memang
pada kepentingan publik, atau oleh kedua-duanya, sangat memungkinkan
dan dapat mempengaruhi perubahan isu-isu menjadi agenda kebijakan.
 Konsekuensi dari beberapa krisis atau kejadian yang besar atau luar biasa,
seperti bencana nasional, terorisme, dll. Hal ini dimungkinkan karena setiap
persoalan besar akan menyita perhatian luas dari masyarakat dan juga
pejabat publik sehingga menimbulkan tanggapan dari mereka untuk
menyikapinya.
 Adanya gerakan pemrotesan yang besar sehingga menggiring tindakan
kekerasan didalamnya.
 Permasalahan atau issu-issu di tingkat masyarakat diliput oleh media
secara besar-besaran sehingga mempengaruhi opini publik.
Menurut Charles O Jones (1996), ada empat langkah strategis yang
harus diperhatikan dalam menyusun agenda kebijakan, yaitu:
1. Dilihat dari peristiwa itu sendiri:
 Ruang Lingkup / Scope: Berapa banyak orang yang terkena
pengaruh atau akibat dari peristiwa yang tengah terjadi?
 Persepsi: Bagaimana pandangan mereka? Berapa banyak orang
yang merasakan konsekuensinya? Apa hasil dari persepsi-
persepsi ini?
 Definisi: Apakah konsekuensi-konsekuensi yang dirasakan dapat
disebut sebagai perubahan problem? Apakah problem-problem
yang berlainan didefinisikan oleh orang-orang yang berlainan?
 Intensitas: Berapa banyak orang yang terlibat? Apa intensitasnya
berbeda di antara mereka yang terlibat?

2. Organisasi Kelompok
 Jumlah (extent): Berapa banyak anggota yang terdapat dalam
kelompok yang terlibat? Apakah komitmen kelompok tersebut?
 Struktur: Apakah hubungan antara anggota dengan pemimpinnya
(Hirarkis/Demokratis)? Apakah terdapat staf-staf yang
professional?
 Kepemimpinan : Bagaimana pemimpinnya dipilih? Berapa besar
kekuasaan yang mereka miliki? Apakah mereka itu agresif?
3. Kemudahan Akses
 Perwakilan: Apakah mereka yang akan terkena akibat kebijakan
telah terwakili dalam posisi pembuatan kebijakan?
 Empati: Apakah mereka yang ada dalam posisi pembuat
kebijakan mau berempati (menaruh perhatian) kepada mereka
yang akan terkena dampak kebijakan?
 Dukungan: Dapatkah mereka yang akan terkena dampak
kebijakan memperoleh dukungan?

4. Proses Kebijakan
 Struktur: Bagaimana hubungan antara pemeran kebijakan
dengan mereka yang terlibat/terkena pengaruh kebijakan
tersebut (hirarkis-demokratis-berdasarkan bargaining)? Apakah
syarat-syarat formal dari pembuatan kebijakan?
 Daya Tanggap (Responsiveness): Bagimana tanggapan para
pemeran kebijakan terhadap mereka yang terlibat atau terkena
dampak kebijakan? Bagaimana nilai/tradisi yang ada dalam
menanggapi hal seperti ini?
 Kepemimpinan: Bagaimana pemimpinnya dipilih? Berapa besar
kekuasaan yang mereka miliki? Apakah mereka itu agresif.

Anda mungkin juga menyukai