Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN

William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu


disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan
argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan
kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan
masalah-masalah kebijakan.
Analisis kebijakan publik bertujuan  memberikan rekomendasi untuk membantu
para  pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik. Di dalam
analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalah-masalah
publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan
pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan.

A. Problem Identification (Identifikasi Masalah)


Identifikasi Masalah dan Kebutuhan: Tahap pertama dalam perumusan
kebijakan adalah mengumpul-kan data mengenai permasalahan yang dialami
masyarakat dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang belum
terpenuhi (unmet needs).
1. Apa yang dimaksud dengan masalah kebijakan
Masalah-masalah kebijakan adalah kebutuhan, nilai-nilai, atau
kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir tetapi yang dapat dicapai melalui
tindakan publik. Proses analisis kebijakan tidak berawal dengan masalah yang
terartikulasi dengan jelas, tetapi suatu perasaan khawatir yang kacau dan tanda-
tanda awal dari stres. Rasa kekhawatiran yang kacau dan tanda-tanda awal dari
stres ini bukan masalah, tetapi situasi masalah yang dikenal atau dirasakan oleh
para analis kebijakan, pembuat kebijakan, dan pelaku kebijakan. Masalah--
masalah kebijakan "adalah produk pemikiran yang dibuat pada suatu
lingkungan, suatu elemen situasi masalah yang diabstraksikan dari situasi ini
oleh para analis. Dengan begitu, apa yang kita alami merupakan situasi
masalah, bukan masalah itu sendiri, yang seperti atom atau sel, merupakan
suatu konstruksi konseptual".
2. Apa yang menyebabkan masalah menjadi masalah kebijakan
Masalah didefinisikan sebagai suatu kondisi atau situasi yang
menimbulkan kebutuhan atau ketidakpuasan pada sebagian orang, yang
menginginkan pertolongan atau perbaikan. Sementara itu, suatu masalah akan
menjadi masalah publik jika melibatkan banyak orang dan mempunyai akibat
tidak hanya pada orang-orang yang secara langsung terlibat, tetapi juga
sekelompok orang yang secara tidak langsung terlibat.
Suatu masalah akan menjadi masalah publik apabila ada orang atau
kelompok yang menggerakkan kearah tindakan untuk mengatasi masalah
tersebut. Suatu masalah akan menjadi masalah public jika masalah tersebut
diartikulasikan. Masalah-masalah publik adalah masalah-masalah yang
mempunyai dampak yang luas dan mencakup konsekuensi bagi orang-orang
yang tidak secara langsung terlibat.

B. Formulation (Perumusan)
1. Bagaiamana alternatif kebijakan dembankan
Pengembangan Alternatif Kebijakan yaitu menunjuk pada upaya mencari
alternative kebijakan yang dapat diambil pemerintah untuk menyelesaikan
masalah publikdengan mempertimbangkan aspek rasionalitas, politis, dengan
mendasarkan diri untuk berpikir lebih maju dan kreatif dan pro pada public.
Patton dan Sawicki (1987 : 182-185) Mengindentifikasikan beberapa
metode yang dapat digunakan pembuat kebijakan untuk Mengembangkan
Alternative Kebijakan sebagai berikut :
a. Metode Status Quo
Suatu alternative dipilih apabila klien, Pemegang Otoritas, Kelompok
Masyarakat /instansi merasa bahwa masalah yang ada dapat diperbaiki
dengan alternative yang bersangkutan. Untuk memilih alternative yang
akan di adopsi perlu dilakukan evaluasi terhadap setiap alternative.
Alternative dengan Status Quo ini dipilih dengan alasan :
1) Tidak cukup dana untuk membuat alternative kebijakan baru
2) Dengan kebijakan status quo dapat mengurangi tindakan resiko
3) Dengan kebijakan status quo dapat mencapai sasaran kebijakan
/program.
4) Status Quo merupakan solusi yang bterbaik dikarenakan masalahnya
sangat pelik sehingga tidak ada solusi yang optimal
b. Metode Survai Cepat (Quick Surveys)
Analisis kebijakan dapat menanyakan kepada teman atau kelompok
tertentu mengenai suatu masalah dan minta saran bagaimana memecahkan
masalah tersebut. Ini dimaksud untuk mendapatkan berbagai ide yanag
baik dalam memecahkan masalah. Metode ini dapat menghasilakan
serangkaian daftar saran alternative kebijakan untuk kemudian diolah oleh
analis kebijakan.
c. Tinjauan Pustaka (Literature Review)
Berbagai sumber literature seperti bukun dan jurnal berisi pengetahuan
teoritik dan kasus dari berbagai bidang, seperti bidang
perumahan,pendidikan, perpajakan,polusi dan sebagainya. Semuanya ini
dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk menawarkan alternative
kebijakan dalam memecahklan masalah.
d. Perbandingan dengan Pengalaman Nyata (Comparison Of Real-Worls
Experiences)
Tujuan utama metode ini adalah untuk mengetahui pengalaman yang
memperlihatkan bahwa suatu alternative dapat diimplementasikan.
Contoh : belajar dari pengalaman pembangunan di Negara-negara dunia
ketiga baik diAsiamaupun Amerika Latin pada tahun 1950-1960-an,
kebijakan pembangunan yang tersentral tidak dapat mengatasi kemiskinan
dan ketimpangan yang ada dalam masyarakat. Oleh karenanya mulai
dasawarsa 1970 banyak Negara berkembang mengadopsi decentralized
planning approach.
e. Metode Analogy, Metaphor, and Synetics
Analogi dan Metaphor digunakan untuk memecahkan masalah baik
dalam hal mendefinisikan masalah maupun untuk membentu analis dalam
mengindentifikasikan kemungkinan alternative. Sedangkan Synetics adalah
metode pemecahan masalah dalam kelompok melalui diskusi sehingga
kesempatan untuk menemukan alternatifnya meningkat.
f. Curah Pendapat (Brainstorming)
Metode ini dapat dilakukan melalui konferensi yang kreatif guna
menghasilkan serangkaian daftar (checklist) ide/gagasan untuk
memecahkan masalah. Brainstorming menunjuk pada diskusi kelompok
tentang masalah dan berbagai kemungkinan alternative pemecahannya.

2. Siapa yang Berpartisipasi dalam Perumusan Kebijakan ?


a. Pihak – pihak yang terlibat dalam perumusan kebijakan publik pada
pemerintah pusat. Pada perumusan kebijakan menurut Anderson (2006, 46-
67)  melibatkan berbagai aktor yaitu :
1) Aktor pemerintahan/ pembuat kebijakan resmi (officiak policy-makers).
Pembuat kebijakan resmi adalah mereka yang memiliki kewenangan
legal untuk terlibat dalam perumusan kebijakan publik. Mereka terdiri
atas :
a) Legislatif : merujuk pada anggota kongres atau dewan yang
seringkali dibantu para staffnya
b) Eksekutif merujuk pada presiden dan jajaran kabinetnya
c) Badan administratif  yaitu lembaga-lembaga pelaksana kebijakan
d) Pengadilan merupakan aktor yang penting dalam perumusan
kebijakan karena mereka memiliki kewenangan untuk me-review
kebijakan serta penafsiran terhadap undang-undang dasar. Dengan
wewenang tersebut putusan pengadilan bisa mempengaruhi isi dan
bentuk dari sebuah kebijakan publik.
2) Aktor non-pemerintahan ( non-governmental participants)
Mereka disebut aktor non-pemerintahan karena pentingnya atau
dominannya peran mereka dalam sejumlah situasi kebijakan, tetapi
mereka tidak memiliki kewenangan legal dalam pembuatan kebijakan
yang mengikat. Peran mereka adalah dalam menyediakan informasi,
memberikan tekanan, serta mencoba mempengaruhi. Mereka terdiri atas
a) Kelompok kepentingan
b) Partai politik
c) Organisasi penelitian
d) Media komunikasi
e) Individu masyarakat
Sehingga, pihak – pihak yang terlibat ialah, Presiden dan Wakil Presiden à DPR
RI à Menteri-Menteri / Kepala Instansi yang terkait à DPRD Provinsi à
GUBERNUR à DPRD Kabupaten à BUPATI à Instansi/ SKPD terkait à
Lembaga Swadaya Masyarakat à Swasta à Masyarakat.
b. Pihak – pihak yang terlibat dalam perumusan kebijakan publik pada
lingkungan kabupaten
1) Bupati
2) Wakil Bupati
3) DPRD Kabupaten
4) Instansi terkait
5) Swasta
6) Masyarakat
c. Pihak – pihak yang terlibat dalam perumusan kebijakan publik pada
lingkungan kelurahan / desa
1) Kepala Desa/Lurah
2) Wakil Kepala Desa/Wakil lurah
3) Lembaga Swadaya Masyarakat
4) Karang Taruna
5) Masyarakat
C. Adopsi
Adopsi kebijakan merupakan tahap dimana ditentukan pilihan-pilihan
kebijakan melalui dukungan stakeholders, tahap ini detentukan setelah melalui
proses rekomendasi, menurut Effendi (1999) langkah rekomendasi meliputi :
a) Pengidentifikasian alternatif – akternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah
untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan yang merupakan langkah
terbaik dalam upaya mencapai tujuan tertentu.
b) Pengidentifikasian kriteria-kriteria untuk menilai alternatif yang akan
direkomendasikan.
c) Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan criteria-kriteria
yang relevan agar efek positif alternatif kebijakan tersebut lebih besar dari efek
negatif yang akan ditimbulkannya.
1. Bagaimana alternatif kebijakan diadopsi dan diundangkan
Pengembangan Alternatif Kebijakan yaitu menunjuk pada upaya mencari
alternative kebijakan yang dapat diambil pemerintah untuk menyelesaikan
masalah publikdengan mempertimbangkan aspek rasionalitas, politis,
dengan mendasarkan diri untuk berpikir lebih maju dan kreatif dan pro pada
public.
Adapun teknik yang paling praktis untuk memilih dan
merekomemdasikan suatu alternatif kebijakan adalah dengan mengunakan
sitem rangking (Keban,1999), dimana total skor yang paling sedikit akan
dianggap yang paling baik, ataupun dengan menggunakan sistem indeks
untuk masing-masing alternatif, sehingga indeks yang tertinggi akan menjadi
alternatif terbaik.
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut
diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara
direktur lembaga atau keputusan peradilan.
2. Persyaratan apa yang harus dipenuhi
Syarat untuk memecahkan masalah yang rumit adalah tidak sama dengan
syarat untuk memecahkan masalah yang sederhana. Masalah yang sederhana
memungkinkan analis menggunakan metode-metode konvensional,
sementara masalah yang rumit menuntut analis untuk mengambil bagian
aktif dalam mendefinisikan hakekat dari masalah itu seradiri. Dalam
mendelinisikan secara aktif hakekat suatu masalah, para analis harus tidak
hanya menghadapkan diri mereka pada keadaan problematis tetapi iuga
harus membuat peniiaian dan pendapat secara kreatif. Hal ini berarti bahwa
analisis kebijakan dibagi ke dalam dua jenis analisis secara seimbang, yaitu
perumusan masalah dan pemecahan masalah.
3. Siapa yang Mengadopsi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan.Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh
kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.Namun
warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang
sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari
sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu
anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola
melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang
belajar untuk mendukung pemerintah.
4. Proses apa yang dilakukan ?
Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan
kebijakan melalui dukungan stakeholders. Tahap ini dilakukan setelah
melalui proses rekomendasi dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasikan alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah
untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan teknik
langkah terbaik dalam upaya mencapai tujuan tertentu.
b. Pengidentifikasian kriteria-kriteria untuk menilai alternatif yang akan
direkomendasikan
c. Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan
kriteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternatif kebijakan
tersebut lebih besar dari efek negatif yang timbul (Effendi, 2001)
5. Muatan Kebijakan yang Telah diadopsi
Anderson (1979) membedakan 5 (Lima) langkah dalam proses kebijakan
yaitu :
a. Agenda Setting
b. Policy Formulation
c. Policy Adoption
d. Policy Implementation
e. Policy Assessment Evaluation
Ripley (1985) membedakan dalam 4 (empat) tahapan, yaitu :
a. Agenda setting
b. Formulation and legitimating of goal and programs
c. Program implementation, performance, and impact
d. Decision about the future of the policy and program

D. Implementasi
Implementasi kebijakan merupakan suatu tahap dimana kebijakan yang telah
diadopsi dilaksanakan oleh unit-unit administrasi tertentu dengan memobilisasikan
sumber dana dan sumber daya lainnya, pada tahap ini monitoring dilakukan, menurut
Godon (1986) dalam Keban (1999) implementasi berkenaan dengan berbagai
kegiatan yang diarahkan untuk realisasi program, dalam hal ini administrator
mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan
kebijakan-kebijakan yang telah diseleksi. Mengorganisir berarti mengatur sumber
daya , unit-unit dan metode-metode untuk melaksanakan program, melakukan
interpretasi berkaitan dengan menterjemahkan bahasa atau istilah-istilah program ke
dalam rencana dan petunjuk yang dapat diterima dan feasible. Menerapkan berarti
menggunakan instrument-instrument, melakukan pelayanan rutin, pembayaran-
pembayaran atau merealisasikan tujuan-tujuan program.
Lebih lanjut Effendi (2001) mendefinisikan implementasi adalah apa yang
terjadi setelah suatu peraturan perundangan ditetapkan dengan memberikan otorisasi
pada suatu program, kebijakan, manfaat atau suatu bentuk output yang jelas
( tangible), sedangkan tugas implementasi kebijakan itu sendiri adalah menjadi
penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil
(outcomes) melalui aktivitas-aktivitas

1. Siapa yang terlibat dalam pelaksanaa


”Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan
kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional, analisis
serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan keputusan,
perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakkan manusia,
pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian”.
Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik adalah
birokrasi seperti yang dijelaskan oleh Ripley dan Franklin dalam Tachjan
(2006i:27): ”Bureaucracies are dominant in the implementation of programs
and policies and have varying degrees of importance in other stages of the
policy process. In policy and program formulation and legitimation activities,
bureaucratic units play a large role, although they are not dominant”. Dengan
begitu, unit-unit birokrasi menempati posisi dominan dalam implementasi
kebijakan yang berbeda dengan tahap fomulasi dan penetapan kebijakan publik
dimana birokrasi mempunyai peranan besar namun tidak dominan.

2. Apa yan harus dilakukan agar suatu kebijakan publik menimbuan efek ?
Inti permasalahan dalam implementasi kebijakan adalah bagaimana
kebijakan yang dibuat disesuaikan dengan sumber-daya yang tersedia.
Menurut Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun (dalam Nugroho, 2003:170-
174), syarat-syarat untuk melakukan implementasi kebijakan agar efektif
antara lain:
a. Jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga/badan
pelaksana tidak akan menimbulkan masalah yang besar.
b. Ketersediaan sumberdaya yang memadai, termasuk sumberdaya waktu
untuk melaksanakannya.
c. Keterpaduan sumber-sumber yang diperlukan.
d. Kehandalan hubungan kausal yang mendasari kebijakan yang akan
diimplementasikan.
e. Intensitas dan frekuensi hubungan kausalitas yang terjadi.
f. Hubungan saling ketergantungan (interdependensi) kebijakan.
g. Permohonan yang mendalam dalam kesepakatan terhadap tujuan.
h. Tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang benar.
i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

3. Dampak terhadap muatan kebijakan publik


Sebuah kebijakan, mau tidak mau pastilah menimbulkan
dampak, baik itu dampak positif maupun negatif. dampak positif
dimaksudkan sebagai dampak yang memang diharapkan akan terjadi akibat
sebuah kebijakan dan memberikan manfaat yang berguna bagi lingkungan
kebijakan. sedangkan dampak negatif dimaksukan sebagai dampak yang 
tidak memberikan manfaat bagi lingkungan kebijakan dan tidak diharapkan
terjadi.
Soemarwoto dalam giroth (2004) menyatakan bahwa dampak adalah
suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktifitas. selanjutnya
soemarwoto menjelaskan : “aktifitas tersebut bisa bersifat alamiah, berupa
kimia, fisik maupun biologi, dapat pula dilakukan oleh manusia berupa
analisis dampak lingkungan, pembangunan dan perencanaan. adapun
dampak tersebut dapat bersifat biofisik, sosial, ekonomi dan budaya.”
menurut sofian effendi  (2001) bahwa kebijakan yang baik harus
memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut  :
a. technical feasibility, yaitu kriteria yang mengukur seberapa jauh suatu
alternatif kebijakan mampu memecahkan masalah;
b. economic and financial possibility, yaitu alternatif mana yang mungkin
dibiayai dari dana yang dimiliki dan berapa besar finansial yang
didapatkan;
c. political viability, yaitu bagaimana efek atau dampak politik yang akan
dihasilkan terhadap para pembuat keputusan, legislator, pejabat, dan
kelompok politik lainnya dari masing-masing alternatif, dan 
d. administrative capability, yaitu menyangkut kemampuan administrasi
untuk mendukung kebijakan tersebut. 
E. Evaluasi
Penilaian kebijakan adalah tahap terakhir dari tahap pembuatan kebijakan
publik, dimana diadakan penilaian apakah semua proses implementasi sesuai dengan
apa yang telah ditentukan sebelumnya atau tidak, pada tahap ini evaluasi diterapkan.
Menurut Samudra, dkk (1994) evaluasi kebijakan ditujukan untuk mengetahui 4
aspek yaitu : 1) Proses pembuatan kebijakan; 2) Proses implementasi; 3)
Konsekuensi kebijakan dan; 4) Efektivitas dampak kebijakan, evaluasi terhadap
aspek pertama diatas dapat dilakukan sebelum maupun sesudah kebijakan
dilaksanakan, keduanya disebut sebagai evaluasi Sumatif dan Formatif, sedangkan
evaluasi terhadap aspek kedua disebut sebagi evaluasi implementasi, sedangkan
evaluasi terhadap aspek ketiga dan keempat dinamakan evaluasi dampak kebijakan.
1. Bagaimana efektivitas atau dampak suatu kebijakan diukur
Tujuan penilaian adalah mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat
efektivitas dan fisibilitas tiap alternatif dalam pencapaian tujuan, sehingga
diperoleh kesimpulan mengenai alternatif mana yang paling layak , efektif
dan efisien. Perlu juga menjadi perhatian bahwa, mungkin suatu alternatif
secara ekonomis menguntungkan, secara administrasi bisa dilaksanakan
tetapi bertentangan dengan nilai-nilai sosial atau bahkan mempunyai
dampak negatif kepada lingkungan. Maka untuk gejala seperti ini perlu
penilaian etika dan falsafah atau pertimbangan lainnya yang mungkin
diperlukan untuk bisa menilai secara lebih obyektif.
Evaluasi Kinerja kebijakan diakukan untuk menilai hasil yang
dicapai oleh suatu kebijakan setelah dilaksanakan.  Hasil yang dicapai dapat
diukur dalam ukuran jangka pendek atau output, jangka panjang atau
outcome.  Evaluasi kinerja kebijakan dengan melakukan penilaian
komprehensif terahadap:
1. Pengcapain target (output).
2. Pencapai tujuan kebijakan (outcome).
3. Kesenjangan (gap) antar target dan tujuan dengan pencapaian.
4. Perbandingan (benchmarking) dengan kebijakan yang sama di tempat
lain yang berhasil.

2. Siapa yang melakukan kebijakan


”Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan
kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional,
analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan
keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian,
penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta
penilaian”.
Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik adalah
birokrasi seperti yang dijelaskan oleh Ripley dan Franklin dalam Tachjan
(2006i:27): ”Bureaucracies are dominant in the implementation of programs
and policies and have varying degrees of importance in other stages of the
policy process. In policy and program formulation and legitimation
activities, bureaucratic units play a large role, although they are not
dominant”. Dengan begitu, unit-unit birokrasi menempati posisi dominan
dalam implementasi kebijakan yang berbeda dengan tahap fomulasi dan
penetapan kebijakan publik dimana birokrasi mempunyai peranan besar
namun tidak dominan.
3. Apa konsekuensi yang ditimbulkan oleh evaluasi kebijakan
Alternatif-alternatif sebagai suatu cara memecahkan masalah 
mempunyai implikasi serangkaian konsekuensi tertentu. Dampak ini
berhubungan dengan alternatif , beberapa diantaranya bersifat positif
terhadap pencapaian tujuan,  yang lain dapat bersifat negatif misalnya
tingginya biaya, dan merupakan hal-hal yang ingin dihindari atau
diminimalisir oleh pembuat keputusan.
4. Apa ada tuntutan untuk mengubah atau mencabut kebijakan
Sebuah kebijakan publik akan disusun berdasarkan sebuah proses sebagai
berikut: identifikasi, formulasi, adopsi, implementasi dan evaluasi. Dalam
proses identifikasi, pemerintah merasakan adanya masalah yang harus
diselesaikan dengan pembuatan kebijakan. Berdasarkan identifikasi tersebut
dilakukanlah formulasi kebijakan. Kebijakan disusun berdasarkan alternatif-
alternatif tindakan dan partisan. Setelah alternatif tindakan dan partisipan
disusun, maka proses adopsi dilakukan dengan memilih alternatif terbaik
dengan memperhatikan syarat pelaksanaan, partisipan, proses dan muatan
kebijakan. Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Implementasi
kebijakan terkait dengan pihak-pihak yang terlibat, tindakan yang dilakukan
dan dampak terhadap muatan kebijakan itu sendiri. Setelah implementasi
kebijakan dilakukan, evaluasi kebijakan harus dilaksanakan. Pertanyaan
yang timbul dalam evaluasi antara lain adalah: bagaimana kemangkusan dan
kesangkilan kebijakan, siapa yang terlibat, apa konsekuensi implementasi
dan apakah ada tuntutan untuk mencabut atau mengubah kebijakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy (Analisis, Strategi Advokasi Teori dan Praktek).
Penerbit PMN. Surabaya.
Subarsono, AG. 2010. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi). Cetakan
V Desember 2010. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta 55167.
digilib.unila.ac.id/
http://www.definisi-pengertian.com/2015/07/efektifitas-kebijakan.html

Anda mungkin juga menyukai