TONGKONAN
SELATAN :
KAB.
KAB. ENREKANG
ENREKANG &
&
KAB.
KAB. PINRANG
PINRANG
TOPOLOGI
Keadaan geologi Kabupaten Tana Toraja lebih banyak dipengaruhi oleh formasi
bebatuan dari gunung Latimojong. Jenis batuan di wilayah Kabupaten Tana
Toraja pada umumnya terdiri dari batuan sERPIH coklat kemerah-merahan dan
sERPIH napalan abu-abu, batu gamping, batu pasir kwarsit, gradoriT dioriT.
JENIS TANAH
Kategori tanah yang terdapat di Kabupaten Tana Toraja terdiri atas bahan induk
endapan liat/marine dengan jenis tanah berupa:
Alluvial kelabu yang sebagian besar terdapat pada daerah lembah dan tanah berbukit.
Brown forest, mediteran, dan podsolit merah kuning terdapat pada daerah yang
bergelombang dan pegunungan.
ANTROPOLOGIS
KEPERCAYAAN
TARIAN
Tarian khas suku toraja yaitu tari sanda oni
Tarian Manganda' ditampilkan pada ritual Ma'Bua'..
Tarian Ma'bugi dilakukan untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur (cr gbr)
Tarian Ma'gandangi ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk beras
Tarian Manimbong yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh tarian Ma'dandan oleh
perempuan ini merupakan tarian perang
Proses Arak-Arakan
1. Bagian depan rumah harus berorientasi Utara atau ke arah Puang Matua Ulunna langi artinya yang paling mulia di mana
Puang Matua berada (keyakinan masyarakat Toraja)
2. Selatan disebut Pollona langi, sebagai lawan dari bagian yang mulia, yaitu tempat melepas segala sesuatu. Jadi menurut
kepercayaan mereka menghadap ke arah tempat roh-roh
3. Timur disebut Matallo, tempat metahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan atau kehidupan. pada arah Timur dimana para Dea
Dewata memelihara dunia beserta isinya ciptaan Puang Mutuauntuk memberi kehidupan bagi manusia,
4. Barat disebut Matampu, tempat metahari terbenam, lawan dari kebahagiaan atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kematian,
arah ini merupakan tempat bersemayam To Membali Puang atau tempat para leluhur Todolo
Kesemuanya ini diterjemahkan menjadi satu kata sederhana yaitu keseimbangandan secara arsitektural keseimbangan selalu
diaplikasikan kedalam bentuk simetris pada bangunan. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip dasar Arsitektur Tradisional
Toraja adalah simetris, keterikatan dan berorientasi.
Pola Pemukiman
Masyarakat Tradisional Tana Toraja didalam membangun rumah tradisional mengacu pada kearifan budaya lokalKosmologi mereka
yaitu :
- Konsep pusar atau pusat rumah sebagai paduan antara kosmologi dan simbolisme
- Dalam perspektif kosmologi, rumah bagi masyarakat Toraja merupakan mikrokosmos, bagian dari lingkungan makrokosmos.
- Pusat rumah meraga sebagai perapian di tengah rumah, ataupun atap menjulang menaungi ruang tengah rumah dimana atap
menyatu dengan asap-father sky
- Pusat rumah juga meraga sebagai tiang utama, seperti ariri possi dimana tiang menyatu dengan mother earth
ALASAN DESAIN BENTUK RUMAH ADAT TORAJA
Kondisi Tana Toraja yang berudara dingin adalah alasan untuk desain arsitektur rumah pada ukuran pintu
dan jendela relatif kecil dinding dan lantai dari bahan kayu yang dirancang lebih tebal.
Demikian juga,desain atap rumah adat Toraja yang terbuat dari struktur bambu yang sangat tebal. Tujuan
dari ini tentu agar suhu interior udaranya lebih hangat.
Tongkonan sendiri bentuknya rumah panggung yang dibangun dari kombinasi batang kayu dan lembaran
papan. Material kayu dari kayu uru, sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi. Kualitas kayunya cukup
baik dan banyak ditemui di hutan-hutan di daerah Toraja. Kayu di biarkan asli tanpa di pelitur atau pernis.
KONSEP BENTUK
Pembagian alam raya berdasarkan kepercayaan Aluk Todolo kemudian menjadi konsep dasar terwujudnya bentukan rumah Tongkonan
seperti yang terlihat pada gambar
Keterangan gambar:
a. Atap dan bagian muka, terutama bagian berbentuk segitiga dari dinding muka dinamakan sondong para atau lido
puang (wajah dari dewadewa), melambangkan Dunia Atas
b. Dunia Tengah, dunia dari manusia; bagian muka sebelah utara paling berhubungan dengan bagian dari matahari
terbit (untuk upacara di bagian timur)
c. Dunia bawah: Sama seperti Pong Tulak Padang memegang dunia di atas, jadi rumah disangga dengan jiwa yang
tinggal dalam Bumi (menurut beberapa orang Toraja, Tulak Padang sendiri yang menyangga rumah)
d. Lubang, yang dibuka pada bagian dalam atap untuk upacara-upacara dari sebelah timur.
Rumah Tongkonan merupakan
alam-kecil (mikrokosmos) dari
alam raya (makrokosmos)
sebagai pandangan kosmologi
yang berdasarkan pada ajaran
Aluk Todolo yang penjabaran
tiap bagian maupun fungsinya
sebagai berikut.:
1. Bagian Kaki (Kolong) Tongkonan Dikenal dengan nama sulluk, banua karena terbentuk oleh
hubungan antara tiang-tiang dari kayu dengan sulur (roroan). Bagian ini dahulu berfungsia sebagai
tempat mengurung binatang (kerbau dan babi) pada malam hari dan tidak mempunyai fungsi
religius. Tiang-tiang yang menyangga Tongkonan, terbuat dari kayu dan berbentuk empat persegi
panjang
2. Bagian Badan Tongkonan Bagian ini dikenal dengan nama kale banua, terdiri atas ruang-ruang yang
berjejer dari utara ke selatan dan berbentuk persegi panjang. Ruang pada bagian badan Tongkonan terbagi
atas tiga bagian, yaitu: - Ruang bagian depan (Tangdo) disebut kale banua menghadap bagian utara.
Tempat penyajian kurban pada upacara persembahan dan pemujaan kepada Puang Matua. - Ruang tengah
(Sali) lebih luas dan agak rendah dari ruang lainnya. Terbagi atas bagian kiri (barat) tempat sajian kurban
hewan dalam upacara Aluk Rambu Solo dan bagian kanan (timur) tempat sajian kurban persembahan dalam
upacara Aluk Rambu Tuka. - Ruang belakang (Sumbung) disebut pollo banua (ekor rumah) berada dibagian
selatan, tempat masuknya penyakit.
Penataan ruang disusun sedemikian rupa untuk mempermudah pelaksanaan ritual di dalam tongkonan yang
terletak pada tata letak penyajian hidangan yang mengikuti arah Timur-Barat menurut kepercayaan Aluk
Todolo. Pada upacara rambu tuka, sajiannya dihidangkan di bagian timur sedangkan untuk upacara rambu
solo, sajiannya dihidangkan di bagian Barat dalam Tongkonan. Berikut penjabaran dari perwujudan
kepercayaan Aluk Todolo pada tiap ruang dalam dari Tongkonan
DENAH
Adapula beberapa tokoh masyarakat setempat menginterpretasikan garis dan bentuk atap sebagai gambaran tanduk kerbau
berkaitan dengan kepercayaan mereka pada tedong garonto eanan (kerbau sebagai simbol pokok harta benda) seperti yang
terlihat pada gambar
FILOSOFI
Filosofi Bangunan
Masyarakat toraja dalam kehidupannya juga mengenal filosofi aluq aqpa otoqna yaitu empat dasar pandangan hidup: kehidupan
manusia, kehidupan leluhur to doloq ,kemuliaan tuhan adat dan kebudayaan. keempat filosofi ini menjadi dasar terbentuknya
denah rumah toraja memiliki empat sisi berbentuk persegi panjang dengan dibatasi dinding yang melambangkan badan atau
kekuasaan. dalam kehidupan masyarakat toraja lebih di percayai akan kekuatan sendiri, egocentrum. Hal ini yang tercermin
pada konsep arsitektur rumah mereka dengan ruang-ruang agak tertutup dengan bukaan yang sempit. Selain itu konsep
arsitektur tradisional toraja banyak dipengaruhi dengan etos budaya simuane tallang atau filosofi harmonisasi dua belahan
bambu yang saling terselungkup seperti cara pemasangan belahan bambu pada atap rumah adat dan lumbung. Harmonisasi
didapati dalam konsep arsitektur tongkonan yang menginteraksikan secara keseluruhan komponen tongkonan seperti: rumah,
lumbung, sawah, kombong, rante dan liang, di dalam satu sistem kehidupan dan penghidupan orang toraja didalam area
tongkonan.
Filosofi Kepercayaan
Masyarakat toraja hidup dan tumbuh dalam sebuah tatanan masyarakat yang menganut filosofi tau. Filosofi tau dibutuhkan
sebagai pegangan dan arah menjadi manusia (manusia="tau" dalam bahasa toraja) sesungguhnya dalam konteks masyarakat
toraja. Filosofi tau memiliki empat pilar utama yang mengharuskan setiap masyarakat toraja untuk menggapainya, antara lain: -
Sugi' (Kaya) - Barani (Berani) - Manarang (Pintar) - Kinawa (memiliki nilai-nilai luhur, agamis, bijaksana) Keempat pilar di atas
tidak dapat di tafsirkan secara bebas karena memiliki makna yang lebih dalam daripada pemahaman kata secara bebas.
Seorang toraja menjadi manusia yang sesungguhnya ketika dia telah memiliki dan hidup sebagai Tau
Perkembangan Rumah Adat Tongkonan
Alasan perkembangan bentuk karena terus berubah sesuai dengan perkembangan jaman, status sosial,
dan diikuti dengan kebutuhan terhadap ruang dari rumah tongkonan ini.
PERKEMBANGAN KONSTRUKSI RUMAH ADAT
TONGKONAN
Transformasi terjadi karena keberadaan material alam
sekitar yang semakin sedikit menjadi alasan utama
sehingga transformasi ini terjadi. Selain itu kemajuan
teknologi dan ekonomi yang mapan mendorong
masyarakat Toraja untuk lebih memilih material baru
yang lebih modern. Adapun transformasi yang paling
banyak terjadi adalah penggunaan material pada
pondasi (umpak), dimana material batu alam mulai
ditinggalkan dan beralih ke material seperti semen
campuran sampai dalam bentuk beton tulangan.
Selain itu, dari sisi bahan material penutup plafon
dapat dlihat perkembangannya dari yang tidak
menggunakan plafon kemudian berkembang menjadi
bambu yang disusun sejajar, selanjutnya berkembang
lagi menjadi bambu yang dianyam hingga sampai pada
tahap menggunakan material modern seperti tripleks
dan gypsum. Untuk penutup atap Tongkonan, secara
keseluruhan sudah menggunakan material seng.
ORNAMEN
Kabongo, yaitu kayu yang dibentuk seperti kepala kerbau dengan tanduk asli tanduk kerbau Tongkonan ini berfungsi tempat
melaksanakan peranan dan kekuasaan adat Toraja.
Katik adalah bentuk kepala ayam jantan yang berkokok. Perletakan Katik ini adalah diatas kuduk dari Kabongo yang mengartikan
pimpinan yang menjalankan pemerintahan pada masyarakat tertentu.
Ariri Posi yaitu tiang tengah pada bangunan rumah adat Toraja yang hampir kelihatan berdiri sendiri diantara ruang selatan dan
ruang tengah.
Tulak Somba yaitu tiang tinggi penopang ujung depan dan belakang bangunan adat Toraja yang dinamakan Longa. Fungsinya
sebagai tiang penopang sekaligus tempat melekatnya tanduk karbau hasil pesta mendirikan rumah.
Passura yaitu ukiran tradisional pada bangunan adat Toraja yang bukan hanya sebagai hiasan, tetapi melambangkan sesuatu hal
atau kegiatan serta problem kehidupan masyarakat.
Passura