Anda di halaman 1dari 72

CARA MENJAHIT LUKA PADA KULIT

OLEH
SMF BEDAH RSUD Dr. SOEBANDI JEMBER
JL. Dr. SOEBANDI NO. 124 TELP/FAX. (0331) 482 371
PATRANG- JEMBER
KEPUSTAKAAN
1. THAL AP. Wound In: Texbook of surgery. Cole and
Zollinger, 9th ed., New York, Meredith Corporation, 1970.
2. MILFORD L Acute Injuries. In: Campbell’s Operative
Orthopedics, 7th ed., Vol.I, Toronto, Mosby Co., 1987.
3. PURUHITO. Dasar-dasar Tehnik Pembedahan. Surabaya,
Airlangga University Press, 1987.
4. SEYMOUR S. Plastic and Reconstructive Surgery. In.
Principles of Surgery, 5th ed., Singapore, Mc. Graw-Hill
Book & Co, 1988.
5. GRABB WC. Basic Techniques of Plastic Surgery. In:
Plastic Surgery, 3th ed., Boston, Little Brown & Co. 1979.
CARA MENJAHIT LUKA PADA KULIT
BATASAN

Menjahit luka adalah mendekatkan tepi-tepi luka


dan mempertahankannya denga benang atau
jahitan, sampai “tensile strenght” dari luka cukup
untuk mempertahankan penutupan luka tersebut

INDIKASI

Luka terbuka dimana untuk penutupannya


diperlukan pendekatan dari tepi-tepi lukanya.
TEKNIK DALAM PENJAHITAN LUKA

1. Pada luka baru yang masih belum memasuki masa


kontaminasi Frederich (6-8 jam pasca luka ) dapat dirawat
secara primer, yaitu untuk mendapatkan penutupan luka seperti
keadaan sebelum terjadi luka dengan cara:
- Pembersihan lapangan sekitar luka
- Pembersihan luka sendiri
- Pembuangan debris atau kotoran
- Penjahitan luka secara sempurna
Catatan : setiap luka operasi (yang dibuat oleh pembedah)
merupakan luka yang memerlukan perawatan luka primer.
TEKNIK DALAM PENJAHITAN LUKA
2. Pada luka yang telah melampaui masa kontaminasi Frederich
harus dirawat secara sekunder, dengan cara :

- Pembersihan lapangan sekitar luka

- Pembersihan luka itu sendiri dari debris atau kotoran

- Berusaha melakukan eksisi dari luka

- Menjahit luka itu secara longgar agar kemungkinan


kesembuhan yang lebih dapat dialirkan ke luar

Luka dengan perawatan sekunder akan mengalami kesembuhan


yang lebih lama dari luka dengan perawatan primer
TEKNIK DALAM PENJAHITAN LUKA

3. Cara melakukan eksisi luka :


- Tepi-tepi luka ditegangkan dengan pinset chirurgic dan
dilakukan pemotongan/pembuangan tepi luka dengan
pisau.
- Setelah eksisi maka perdarahan yang terjadi dirawat
dengan : Pengikatan atau penjahitan ikat atau
pembakaran dengan listrik.

4. Subkutan dan kulit harus dijahit lapis, untuk menutup


“deadspace” dan mengurangi ketegangan pada pada waktu
menjahit kulit
TEKNIK DALAM PENJAHITAN LUKA

5. Tepi luka harus dibuat eversi, karena pada proses penyembuhan


luka maka tepi luka yang eversi akan berubah menjadi datar.
Apabila tepi luka dibuat datar (tidak eversi) maka bila luka
sembuh kulit akan menjadi cekung.

Gambar 1
Tepi luka yang eversi akan menjadi
datar pada proses penyembuhan
TEKNIK DALAM PENJAHITAN LUKA

6. Tepi-tepi luka harus sama tebalnya untuk mendapatkan tepi pada


kedua yang sama tinggi. Hal ini bisa dicapai dengan membuat
flap jaringan subkutan pada kedua sisi yang sama tebal.

7. Jaringan di bawah kulit dan subkutan dijahit dengan benang


yang bisa diserap, sedang kulit dijahit dengan benang yang tidak
diserap. Benangn sintetik (mono-filament, nylon, dacron
polypropylene) dipakai untuk jahitan subkutikuler.
MACAM INSTRUMENT

• Pinset chirurgie

• Pemegang jarum (naald voerder)

• Jarum + benang

• Pisau pada waktu membuat insisi atau eksisi luka

• Gunting benang

• Klem untuk hemostasis


Gambar 2
Dua macam pemegang jarum (naald voeder) :
A. Menurut MATHIEU
B. Menurut HEGAR (atau MAYO-HEGAR)
Gambar 3
Membuat simpul dengan memakai naald voeder
Gambar 4
Cara memegang pinset dengan tangan kiri
Gambar 5
Cara memegang naald voeder (pemegang jarum)
Gambar 6
Cara memegang gunting
Gambar 7
Cara yang benar memegang pisau pada waktu
melakukan sayatan kulit pertama
JENIS-JENIS JARUM
• Berdasarkan lengkung jarum :
dilihat dari bentuk lengkung lingkaran, misalnya : Jarum 2/8
artinya lengkungan adalah sama dengan lengkungan ¼ lingkaran
ataupu jarum 3/8, 4/8, 5/8 dan seterusnya maksimal jarum 5/8.

• Berdasarkan panjangnya jarum :


panjang jaru diukur dari ujung ke ujungnya, yaitu dalam ukuran
milimeter, misalnya jarum 12 artinya 12 mm, jarum 6 artinga 6
mm.

• Berdasarkan bentuk ujung atau penampang badan jarum :


1. Jarum bulat : Penampangnya bulat berujung tajam dan bulat
2. Jarum tajam : Penampangnya segitiga dan ujungnyapun tajam
segitiga
3. Jarum bulat tajam : Penampangnya bulat dan ujungnya tajam.
Jarum bulat Jarum tajam Jarum bulat tajam

Gambar 8
Anatomi bulat
1 1 1
1/4 3/8 1/2

Pantat jarum
Ujung jarum Jari-jari

Daerah tempat
memasang
pemegang jarum
Tubuh jarum
Gambar 9
PRINSIP DALAM PENJAHITAN LUKA
1. Secara aseptik :
Desinfektan kulit yang baik, persempit lapangan operasi
dengan kasa steril.

2. Buang jaringan mati :


Terutama pada luka karena kecelakaan, jaringan yang mati
mempermudah timbulnya infeksi.

3. Hindari ruang mati (dead space) dan tegangan (tension) :


Ruang mati akan terisi oleh serum dan hal ini merupakan
media untuk pertumbuhan bakteri. Tegangan akan
mengganggu aliran darah sehingga kulit akan nekrose, kulit
bisa terpotong oleh benang dan dapat menyebabkan terbukanya
luka kembali.
PRINSIP DALAM PENJAHITAN LUKA
4. Bekerja secara halus :
Pengang dan manipulasi luka secara halus untuk menghindari
terjadinya perdarahan dan exudasi yang berlebihan, sehingga
dapat merangsang timbulnya infeksi dan terhambatnya
penyembuhan
5. Gunakan instrumen (pinset, klem) yang kecil ntuk mengurangi
trauma pada jaringan.
6. Usahakan diseksi secara tajam ddengan menggunakan pisau
atau gunting.
7. Pertahankan jaringan selalu lembab :
Pada waktu penjahitan yang lama, jaringan yang expose harus
dipertahankan tetap lembab dengan memberikan cairan salin
hangat.
8. Gunakan jarum dan benang yang halus untuk menghindari
timbulnya “suture mark”
PRINSIP DALAM PENJAHITAN LUKA
9. Jangan terlalu banyak mebuang jaringgan yang sebetulnya
masih hidup.
hal ini terjadi pada luka yang jelek misalnya pada kecelakaan
membuang jaringan terlalu banyak akan menimbulkan tension.
Bila terpaksa kulit tidak dapat ditutup, lebih baik digunakan
“skin graft”
10. Seminimal mungkin menggunakan drain:
drain akan dipertahankan dalam beberapa hari ( tergantung
jenis operasi), menyebabkan ada hubungan luka dengan
lingkungan luar, memudahkan timbulnya kontaminasi.
11. Setelah penjahitan, bagian tubuh tersebut diistirahatkan dan
usahakan dielevasi, untuk memperbaiki drainase vena dan
mengurangi tension jaringan.
12. Jangan mengandalkan efek dari antibiotika, sebagaai ganti
prosedur perawatan luka yang jelek. Pada luka bersih tidak
perlu diberi antibiotika.
JENIS JAHITAN KULIT
1. Simple interrupted
Jarum ditusukkan dengan sudut 90 derajat atau lebih pada sisi
pertama, jaringan subkutan harus diikutkan dalam jumlah
yang cukup.Pada sisi kedua, jarum juga harus mengikutkan
jaringan subkutan dalam jumlah yang sama, kemudian jarum
diarahkan kekulit dengan sudut yang sama dengan waktu
masuk pada sisi pertama. Apabila didapatkan sudut dan
volume jaringan yang sama pada kedua sisi, maka akan
didapatkan penutupan kulit yang eversi. Jarak antar jahitan
dan jarak terhadap tepi luka bervariasi tergantung dari macam
kasus, lokasi dan derajat akurasi yang dikehendaki oleh dokter
atau penderita. Misalnya: untuk daerah wajah jarak antar
jahitan 1-3 mm, sedang jarak dengan tepi luka 1-2 mm.
JENIS JAHITAN KULIT
2. Vertical Mattress Suture:
Digunakan untuk mendapatkan everesi yang baik dari luka,
dalam keadaan tepi-tepi luka yang cenderung untuk inversi.
3. Horisontal Mattresss Suture:
Digunakan untuk mendapatkan eversi yang baik terutama
bila kedua sisi luka terdapat sedikit tegangan (tension).
Sering sigunakan pada jahitan luka daerah tangan.
4. Half – burried Mattress Suture:
Digunakan untuk menutup ujung luka yang berbentuk V,
untuk mencegah nekrosis pada ujung V. Juga dugunakan
untuk skin flap, dimana bagian benangyang terbenam terletak
didalam flap untuk mencegah nekrosis dan kerusakan flap.
JENIS JAHITAN KULIT
5. Subcuticular Continous Suture:
Jarum ditusukkan secara horisontal pada dermis, secara
bergantian pada dua sisi dan harus dipertahankan level
yangtebal untuk kedua sisi. Bila garis luka yang dijahit
panjang, maka sebagian benang dilewatkan kepermukaan
kulit setiap 5-8 cm, untuk mempermudah waktu
melepaskan jahitan.
6. Continous Over and Over Suture:
Sering untuk menutup luka pada kulit kepala (scalp),diman
scar yang tebentuk akibat tension dari jahitan ini akan
ditutup oleh rambut. Juga sering untuk menjahit kulit
kelopak mata, karena ini jarang menimbulkan “suture
mark”
A.Simpul Sederhana B. Matras tegak C. Matras Horizontal

D. Matras Horizontal
setengah terpendam E. Jelujur subkutis F. Jelujur langsung
Gambar 10
KOMPLIKASI
1. Perdarahan.
2. Infeksi.
3. Terbentuknya “suture mark”.
4. Terbbentuknya keloid
5. “Wound dehiscence”
MENGHINDARI TIMBULNYA “SUTURE MARK”
“ Suture Mark” adalah scar yang secara permanen timbul
pada permukaan kulit akibat bekas jahitan.
1. Lepas jahitan jangan terlalu lama.
Pada kulit tubuh jahitan dilepas pada hari ke 7. Pada
kulit wajah dianjurkan jahitan dilepas pada hari ke 3
selang seling, kemudian sisanya hari ke 5. Khusus pada
kulit daerah punggung atau pada kaki, jahitan
dipertahankan samoai hari ke 10-14, walaupun hal ini
akan menimbulkan suture mark yang permanen.
2. Hindari timbulnya tension dan jahitan yang terlalu ketat.
Hal ini akan mengganggu aliran darah dan menghambat
penyembuhan luka atau dapat timbul nekrosis kulit.
Oedema jaringan pasca bedah juga akan menambah
besarnya tension ini.
MENGHINDARI TIMBULNYA “SUTURE MARK”
3. Jarak jahitan dengan tepi luka sedekat mungkin: makin
besar jarak jahitan denga tepi luka maka makin besar
pula efek konstriksi dari jahitan.
4. Hati-hati menjahit luka pada daerah yang mempunyai
kecenderungan mudah timbul “suture mark”, yaitu
daerah kulit dada dan extremitas (kecuali kecuali tangan
dan plantar pedis), sehingga harus benar-benar
memperhatikan tehnik penjahitan yang baik. “ Suture
mark” hampir tak pernah terjadi pada kulit kelopak mata
dan mukosa.
5. Hindari timbunya infeksi pada tempat masuknya benang:
Benang monofilamen (misalnya: Prolene, Ethilon)
sangat minimal menimbulkan reaksi jaringan sehingga
mengurangi kemungkinan timbulnya infeksi . Apabila
infeksi timbul maka jahitan harus dilepas untuk
menghilangkan benda asing dan menghilangkan efek
konstriksi dari jahitan sehingga sirkulasi bertambah dan
menimbulkan drainase.
BEKAS JAHITAN TIMBUL AKIBAT
MENGIKAT BENANG TERLALU KUAT
PERTANYAAN
CARA MEMASANG INFUS dan
PERAWATANNYA

Oleh
SMF BEDAH RSUD Dr. SOEBANDI JEMBER
JL. Dr. SOEBANDI NO. 124 TELP/FAX. (0331) 482 371
PATRANG – JEMBER
KEPUSTAKAAN
1. ANONIM. Menyiapkan dan memberi infus. Dalam :
Pedoman Tehnis Perawatan Dasar. Jakarta, dirjen. Yankes,
Depkes, R.I., 1981, hlm. 104 – 106

2. ELLIS BW. Intravenous Therapy and Blood Transfusion.


In : Hamilton Bailey’s – Emergency Surgery, Editor
Dudley HAF, 11th Ed. Bristol, wright, 1986, p.22-29

3. JAMES C, et al. Technique of management Peripheral


Intravenous Insertion. In : Work Book for Emergency
Care in the Streets, 1st Ed. Boston, Little Brown & Co,
1879, p. 30-31.

4. PLUMER AL RN, Principles of Intravenous Therapy. 3rd


ed, Boston, Little Brown & Co, 1982, p. 1-124.
DEFINISI
• Infus adalah memasukkan cairan obat langsung ke dalam

pembuluh darah vena dalam jumlah banyak dan waktu yang

lama, dengan menggunakan infus set.

• Tujuannya adalah : sebagai pengobatan, mencukupi

kebutuhan tubuh akan cairan dan elektrolit, memberi zat

makanan pada penderita yang tidak dapat / tidak boleh

makan melalui mulut.


INDIKASI
Indikasi pemasangan infus adalah pada penderita :

• Dehidrasi

• Sebelum tranfusi darah

• Penderita yang akan dioperasi dengan memakai anesthesia

umum

• Yang tidak bisa makan dan minum

• Untuk pengobatan tertentu


Macam-macam alat yang piperlukan :

• Seperangkat infus set

• Cairan yang diperlukan

• Jarum infus

• Kasa steril dan kapas alkohol

• Plester, gunting dan pembalut

• Bengkok

• Tiang infus

• Gantungan infus, spalk (bidai)

• Karet pembendung (torniquet)


TEKNIK
1. Persiapan penderita :beritahukan bahwa dirinya mau
dipasang infus.

2. Tempat-tempat yang dipilih untuk pemasangan infus


adalah :
- Pembuluh darah vena di lengan bawah.
- Pembuluh darah vena di tungkai bawah.

3. Tehnik pemasangannya :
- Atur penderita dalam kondisi / posisi berbaring.
- Alat-alat yang telah disiapkan di bawah ke dekat
penderita.
TEKNIK
3. Teknik pemasangannya :
- Atur penderita dalam kondisi / posisi berbaring.
- Alat-alat yang telah disiapkan di bawah ke dekat
penderita.
- Pasang perlak dan alasnya di bawah tempat yang akan
dipasang infus
- Gantung botol cairan pada tiang infus. Desinfeksi tutup
botol cairan dengan kapas alkohol, lalu ditusukkan pipa
saluran udara, kemudian pipa saluran infus.
- Tutup jarum dibuka, cairan infus dialirkan agar udara
tidak ada pada saluran infus, kemudian tutup kembali.
- Awas : tabung tetesan infus jangan sampai penuh.
TEKNIK
3. Teknik pemasangannya :
- Pada temapat yang akan dipasang infus bagian atasnya
dipasang tourniquet.
- Mintalah pendrita untuk membuka dan mengepalkan
tinjunya , amati dan raba pembuluh darah vena.
- Desinfeksi kulit pada tempat yang akan dipasang infus.
- Gunakan ibu jari tangan untuk menekan pembuluh
darah dan jaringan lembut di bawah lokasi masuknya
jarum infus.
- Pegang jarum infus dengan sisi lurus runcingnya
mengarah ke atas dengan sudut 30 sampai 45 derajat.
TEKNIK
3. Teknik pemasangannya :
- Bila jarum telah menembus kulit, kurangi sudut jarum
sehingga nyaris sejajar dengan kulit dan serah dengan
pembuluh darah vena, lalu serongkan memasuki
pembuluh darah vena.
- Apabila tusukannya berhasil, maka akan terlihat darah
keluar dari pipa saluran, maka tourniquet dilepas,
penjepit dilonggarkan untuk melihat kelancaran cairan
atau tetesan. Bila tetesan sudah lancar maka pangkal
jarum difiksasi pada kulit dengan plester, kemudian
pada tempat tusukan ditutup dengan kasa steril dan
diplester.
TEKNIK
3. Teknik pemasangannya :

- Kemudian tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan yang


telah ditentukan.

- Atur kembali anggota badan yang dipasang infus agar


jangan banyak bergerak, jika perlu dipasang spalk
(bidai).

- Bila pemberian infus selesai, infus distop, plester dilepas


dan jarum infus dicabut, bekas tusukan ditekan dengan
kapas alkohol kemudian ditutup.
Beberapa keadaan yang perlu diperhatikan yang dapat
mengakibatkan kegagalan dalam pemasangan infus adalah :
- jarum infus tidak masuk ke dalam pembuluh darah vena
- pipa infus yang tersumbat
- pipa penyalur udara tidak berfungsi
- karena posisi penderita tidak baik
- jarum infus bergeser atau menusuk ke luar dari vena
- di tempat tersebut telah sering dipasang infus dan hematoom
- jarum yang masuk, infus tetap macet, kemungkinan dari :
* slang infus terlipat
* botol infus kurang tinggi, karena slang terlalu panjang
* slang infus tidak baik posisinya
PERAWATANNYA
Dalam perawatan penderita dengan infus yang perlu
diperhatikan adalah :
- catatan pemberian infus dibuat secara terperinci : nama
penderita, hari/tanggal/jam mulai diinfus, macam cairan,
jumlahnya, tetesannya
- jaga kelancaran jalannya infus dan jumlah tetesan harus
tepat
- diperhatikan apakah adanya reaksi allergi, yang dapat
timbul dalam waktu 15 sampai 30 menit setelah transfusi
(seperti menggigil, urtikaria, shock)
- bila terjadi bengkak/hematom maka infus distop dan
pindahkan ketempat yang lain
PERAWATANNYA
- siapkan cairan untuk pengganti selanjutnya, agar botol
jangan sampai kosong karena ini sangat berbahaya bila
udara masuk ke dalam slang infus dan diteruskan keadaan
pembuluh darah (emboli udara)
- Dalam perawatan diperhatikan kesucihamaannya
- Obat-obatan yang dimasukkan ke dalam botol infus harus
dicatat di botol infusnya
- Balans cairan : selama penderita memakai infu sdibuat
balans cairan tiap hari mulai jam 7 sampai jam 7 hari
berikutnya. Cairan yang masuk (lewat infus atau oral) dna
cairan yang ke luar lewat drain, tumpah, urine, keringat,
diare, dicatata dan diukur jumlahnya, kekurangan cairan
pada balans harus diganti hari berikutnya.
KOMPLIKASI

1. Komplikasi lokal
- Bengkak, hematom
- Ekxtravasasi
- Flebitis

2. Komplikasi sistemik
- Reaksi pirogen
- Emboli Paru
- Oedema Paru
- Shock
PERTANYAAN
CARA PEMASANGAN dan
PERAWATAN PIPA LAMBUNG

Oleh
SMF BEDAH RSUD Dr. SOEBANDI JEMBER
JL. Dr. SOEBANDI NO. 124 TELP/FAX. (0331) 482 371
PATRANG – JEMBER
KEPUSTAKAAN
1. DUDLEY HAF. Pre and post operative management and complication of
Emergency cases. In : Hamilton Bailey’s Emergency Surgery. Edited by
Dudley HAF, 11th ed, Bristol, John Wright & son’s Ltd, 1986, p. 117-119.
2. FISCHER JE. Metabolism in surgical patient ; protein, carbohydrate and fat
ultilization by oral and parenteral route. In : Text Book of Surgery, Edited by
Sabiston DC Jr, 13th ed, Philadelphia, WB Saunders Co., 1986, p.123-134.
3. SHELDON FG. Metabolisme dan Nutrisi. Dalam : Hand Book of Surgery
(Ilmu Bedah terjemahan Adji Dharma dkk). Editor : Thedore RS, Edisi 7,
Jakarta, FGC 1983, hlm. 95-98.
4. STEPHEN LW, et al. fluid, Electrolyte and Nutritional Management of the
Surgical patient. In : Principle of Surgery, edited by Schwartz et al, 5th ed.,
Singapore, Mc Graw Hill Co, 1988, p. 93-96
5. STRANG VF. Diaetery Assistance. In : Introductory Skill for Nursing
Practice, edited by Shortridge LM et al, 1st ed., New York, Mc Graw Hill Co,
1980, p. 324-327.
6. SUNARTO R. stabilisasi pipa Nasogastrik. Majalah ilmu Bedah Surabaya
(Warta Ikabi), 1990 ; 3 : 39-41.
7. WAY WL, et al. Surgical Metabolism and Nutrition. In : Current Surgical
Diagnosis and Treatment, edited by Way LW, 7th ed, Singapore, Lange
Medical publication 1986, p. 154-157.
PENDAHULUAN
Dalam kasus bedah, sangat sering digunakan pipa lambung
dengan tujuan demompresi lambung, untuk pemberian
makanan secara enteral dimana oleh karena sesuatu penyakit
penderita tidak mampu mendapatkan makanan melalui mulut.

Pemilihan cara pemberian makanan melalui saluran cerna


ini lebih disukai, oleh karena baik dalam hal penyerapan,
proses pencernaan maupun penyimpanan sari makanan lebih
fisiologis. Disamping itu juga lebih sederhana, murah dan
mudah ditoleransi.
DEFINISI
Pipa lambung (sehari-hari dikenal dengan istilah Neus

Sonde atau Naso Gastric Tube) yaitu pipa dipasang melalui

lubang hidung masuk ke nasofaring, esophagus dan sampai ke

lambung dengan tujuan perawatan pendrita tertentu.

Pemasangan pipa lambung melalui mulut akan

menimbulkan refleks muntah yang hebat dan terus-menerus,

karena itu tidak dilakukan.


INDIKASI
Secara garis besar, indikasi pemasangan pipa lambung adalah:
1. Untuk pemberian makanan enteral.
Misalnya : untuk penderita pasca bedah tumor kepala
leher, penderita dkontusio serebri dan lain-lain.

2. Untuk dekompresi lambung.


Misalnya : penderita pra bedah kasus gawat darurat,
pasca bedah saluran pencernaan, dilatasi lambung akut,
paralitik ileus, pylorus stenosis, observasi trauma tumpul
abdomen.
TEHNIK DAN MACAM ALAT YANG
DIGUNAKAN
Untuk pemasangan pipa lambung ini digunakan alat-alat :

1. Pipa lambung.

Tersedia bermacam-macam ukuran :

Pipa lambung dengan tujuan pemberian makanan,


biasanya digunakan ukuran no. 10-14 atau lebih kecil,
terutama untuk anak-anak. Pipa lambung dengantujuan
dekompresi biasanya digunakan ukuran yang lebih besar
yaitu no. 18-20.
TEHNIK DAN MACAM ALAT YANG
DIGUNAKAN

2. Silinder suntik.

a. 1 buah ukuran 20 ml : dipakai untuk melakukan test


apakah posisi pipa lambung sudah benar.

b. 1 buah ukuran 50 ml : untuk pemberian makanan cair


bagi orang dewasa.

c. 1 buah ukuran 5-20 ml : untuk pemberian makanan cair


bagi anak-anak.
TEHNIK DAN MACAM ALAT YANG
DIGUNAKAN
3. Pelicin atau Jeli (Water soluble lubricant) :

Digunakan sebagai pelicin, bila jeli ini tersedia (karena

fasilitas di daerah tidak memadai) cukup dengan air steril

saja, dianjurkan tidak memakai minyak.

4. Stetoskop.

digunakan untuk mengetahui posisi pipa lambung sudah

benar atau belum


TEHNIK DAN MACAM ALAT YANG
DIGUNAKAN
5. Plester.
Digunakan sebagai fiksasi, sehingga posisi pipa lambung
cukup stabil, tidak menggores cuping hidung dan tidak
tercabut keluar.

6. Kain pembersih.
Untuk membersihkan daerah wajah agar tetap bersih.

7. Pinset.
Untuk alat pemegang pipa lambung pada saat
memasukkan.
MACAM-MACAM PIPA LAMBUNG

Yang paling sering dipakai adalah model Levin


a. Buatan ROSCH
- dari bahan sejenis karet
- biasanya warna kuing
- tanda 18 , 22 , 26 , 30 inch menunjukkan jaraknya (inch)
dari ujung pipa
MACAM-MACAM PIPA LAMBUNG

b. Buatan TERUMO, JMS, PHARMA PLAT dan lain-lain.


- dari bahan sejenis plastik jernih
- pangkalnya diberi penghubung (connector)
MACAM-MACAM PIPA LAMBUNG

c. Buatan TERUMO, UNO dan lain-lain.


- dari bahan sejenis plastik jernih.
- terdapat garis radio opoque (garis tidak tembus sinar – X)
- digunakan untuk mengetahui posisi pipa bila
dilakukan foto Rontgen
MACAM-MACAM PIPA LAMBUNG

d. Pipa lambung untuk anak, pada pangkalnya


ditambah penutup.
TEKNIK PEMASANGANNYA
• Dterangkan kepada penderita tentang tujuannya dan
penderita supaya menelan kalau terasa ada barang masuk
dimulutnya.

• Pemasangan pipa lambung pada penderita tidak sadar harus


hati-hati betul, oleh karena dapat masuk ke bronkus.

• Panjang pipa lambung yang diperlukan dukur kira-kira


sepanjang dahi-prosesus sifoideus sterni, atau dapat juga dari
hidung ke tragus kemudian ke prosesus sifodeus sterni.

• Ujung pipa lambung diberi sedikit jeli atau air steril, jangan
menggunakan minyak karena dapat terjadi aspirasi
pneumonia.
TEKNIK PEMASANGANNYA
• Tangan kanan memegang pipa lambung dengan pinset dan
tangan kiri memegang ujungnya, kemudian pipa lambung
dimasukkan melalui lubang hidung dengan pinset.

• Untuk penderita yang sadar baik diperintahkan bernafas


panjang dan menelan ludah agar memudahkan masuknya
pipa lambung dan tidak salah jalan.

• Setelah pipa lambung diperkirakan sudah berada di lambung,


kemudian dikontrol dengan menyuntikkan udara 20 ml. Pada
saat yang bersamaan akan terdengar suara “gemercik”
melalui stetoskop yang diletakkan pada daerah epigastrium
(bawah arkus kosta kiri) dan ini merupakan tanda bahwa
ujung pipa sudah masuk ke lambung.
TEKNIK PEMASANGANNYA

• Fiksasi pipa lambung dengan plester kecil selebar kurang lebih 0,5-1 cm
di antara lubang hidung dengan bibir atas atau melingkar ke hidung bila
penderita hidungnya panjang.

• Bila indikasi pemasangan pipa lambung ini untuk dekompresi maka


pasanglah penampung yang tertutup pada ujung pipa lambung yaitu
dengan memakai “drain bag”, supaya cairan yang keluar dari lambung
dapat diketahui dan diukur junlahnya. Untuk pemasangan pipa
lambung dengan tujuan pemberian makanan maka dapat disambung
dengan silinder suntik pemberian makanan.
PERAWATAN
Perawatan pipa lambung disesuaikan dengan tujuan
pemasangannya.
Untuk tujuan pemberian makanan enteral :
1. Bila penderita sadar, maka harus dijelaskan kepada
penderita tentang tujuan dari pemasangan pipa lambung
juga harus diterangkan bahwa pemasangan pipa lambung
ini dapat menimbulkan rasa tidak enak. Pada penderita
yang gelisah atau tidak kooperatif maka harus dicegah
usaha-usaha untuk mencabut pipa lambung oleh
penderita, misalnya tangannya harus diikat.

2. Posisi tempat tidur penderita adalah kepala lebih tinggi


sedikit, kira-kira posisi 30 derajat setengah duduk (bila
keadaan penderita memungkinkan
PERAWATAN
3. Makanan diberikan dengan cara menyambungkan pipa
lambung ke ujung silinder suntik besar, ukuran 50 ml
untuk orang dewasa atau 5-20 ml untuk anak. Silinder
suntik yang berisi makanan cair ini diletakkan pada posisi
lebih tinggi dari kepala (dapat digantung pada tiang infus).
Dengan gaya gravitasi, makanan masuk ke lambung.

4. Makanan cair dapat diberikan 200-300 ml dalam sekali


pemberian. Untuk anak-anak jumlahnya lebih sedikit dari
yang di atas.
perhatian tanda-tanda bila penderita tidak toleran
misalnya mula atau muntah.
PERAWATAN
5. Selesai pemberian makanan, pipa lambung dibilas dengan
air bersih dan tutup ujungnya dengan silinder suntik 5 ml,
serta letakkan pada posisi lebih tinggi dari tubuh dengan
tujuan untuk mencegah regurgitasi. Juga untuk penderita
yang keadaannya memungkinkan sebaiknya posisi
setengah duduk tadi dipertahankan kurang lebih 30 menit
setelah pemberian makanan.

6. Pemberian makanan berikutnya, harus diperiksa dulu


berapa besar sisa cairan lambung, bila sisanya lebih dari
separuh makanan cair yang telah diberikan tadi, maka
pemberian makanan cair melalui pipa lambung perlu
ditunda dulu. Bila sisanya kurang dari separuh, maka
pemberian makanan melalui pipa lambung dapat
diteruskan.
PERAWATAN
7. Pada setiap gerakan menelan ludah, maka pipa lambung
dpat lebih masuk ke dalam atau ke luar. Keadaan ini
supaya dicegah.

8. Pada neonatus sebaiknya dipasang pipa lambung yang


steril, begitu pula cara memasukkannya harus steril dan
idealnya diganti setiap hari.
Untuk Tujuan Dekompresi :
Pada penderita pra bedah kasus gawat darurat di mana
makan minum terakhir kurang dari 6 jam, maka tujuan
pemasangan pipa lambung bersifat dekompresi. Lakukan
aspirasi atau penghisapan secara manual atau dengan “suction
pump” berkekuatan lemah secara berulang-ulang. Tampung
aspirat ini dengan “drain bag”. Penampung aspirat
ditempatkan pada posisi lebih rendah dari tubuh penderita
dan selalu dicatat produksi cairan dri pipa lambung.
Pertahankan keadaan ini hingga menjelang operasi.
Untuk Tujuan Dekompresi :
Pada kasus pasca bedah, misalnya pasca laparotomi, di
mana penderita sering muntah dan terjadi dilatasi lambung
sementara peristatik usus belum berjalan, maka sangat
diperlukan pipa lambung ini untuk dekompresi dan harus
sering dilakukan penghisapan dengan “suction pump” apabila
buntu dapat dilakukan irigasi dengan larutan fisiologis.
Pipa lambung ini dicabut bila : sudah ada peristatik
(penderita dapat flatus dan terdengar bising usus), sisa
produksi cairan lambung kurang dari 300-400 ml setelah
dicoba di klem 24 jam, cairan lambung jernih dan tidak
berbau.
KOMPLIKASI
Komplikasi pemasangan pipa lambung :
1. Salah jalan (false route) mengakibatkan terjadi malposisi
dari pipa lambung, misalnya masuk ke trakea, bronkus,
paru atau terlipat-lipat di faring.

2. Aspirasi. Ini terjadi bila keadaan salah jalan tersebut di


atas tidak diperiksa dan dikoreksi secara baik, tetapi
penderita diberi makanan cair lewat pipa lambung
tersebut. Aspirasi ini dpaat terjadi pula pada penderita
tidak sadar yang diberi diet penuh makanan cair
berlebih, atau karena lambung penuh sehingga terjadi
regurgitasi makanan dan masuk ke paru.
KOMPLIKASI
Komplikasi pemasangan pipa lambung :
3. Diare hingga dehidrasi serta gangguan elektrolit bila
makanan cair yang masuk terlalu hiperosmelor.

4. Perforasi (sangat jarang).

5. Erosi pada lubang hidung, pangkal hidung dan faring


tempat jalannya pipa lambung.
Ini terjadi bila pipa lambung terlalu besar, atau fiksasi
tidak dan dipasang terlalu lama.
KOMPLIKASI
Komplikasi pemasangan pipa lambung :
6. Pada kasus dimana pipa lambung yang terpasang lama
dapat mengganggu mekanisme sfinkter gastroesofagikus
dari kardia, sehingga memungkinkan terjadi refluks
oesofagitis dengan keluhan rasa terbakar pada uluhati.
Untuk mengatasi hal ini SADER AA menganjurkan
memakai pipa lambung ukuran kecil (no : 14) dan ujung
pipa ditempatkan tepat di atas kardia lambung dengan
cara : memasukkan pipa sepanjang dahi hingga prosesus
sifoid sternum, lakukan aspirasi tetapi tidak keluar cairan
atau dikontrol dengan pembuatan foto thorax.
PERTANYAAN
TERIMAKASIH
SEMOGA SUKSES

Anda mungkin juga menyukai