Anggota Kelompok:
1. Eranio Arasranda Paembonan
2. Stefy Astri Devita Masil
3. Gabrelia Ulita Lumban Toruan
4. Bella Ayu Septyana
5. Miranda Timur
6. Golda Natalia
7. Ulfa Pratiwi
8. Billy Pebrinatan
9. Muhammad Ferry Alfayed
Ekstremitas dbn
Pemeriksaan Lab Hasil Nilai Normal
4.500-
WBC 8500/µL 11.000 µL
RBC 3,43.106 /µL 4-6 .106 /µL
L= 13,5-18,0 /
HB 9,8 g/dL P = 11,5-16,0
HCT 28.8% 37-48 %
MCV 83,4 fL 80-100 fL
MCH 27,8 Pg 27-34 Pg
MCHC 35,6 g/dL 32-36 g/dL
PLT 255.103 /µL 150-400.103 µL
0,17-
Creatinin 137 mg/dl 1,5 mg/dL
Gula darah 141.86 mg/dL <110 mg/dL
L= < 37 / P
SGOT 32 = 31
L= < 42 / P
SGPT 28 = 32
Urea 75 mg/dL 8-25 mg/dL
HbsAG (-) negatif
Hasil pemeriksaan feses Ditemukan telur anchylostoma duodenale -
2. Tabel DD
Menurut definisi EHO, diare adalah pasase feses
dengan konsistensi lebih encer dan frekuensi
lebih sering (> 2 𝑘𝑎𝑙𝑖 dalam satu hari)
Diare et causa Bakteri Diare et causa Virus Diare et
causa
Parasit
Etiologi Vibrio cholera, Rotavirus, Norwalk Giardia
Enterotoxigenic E.Coli, virus, Adenovirus, Lambdia,
Enteropathogenic E.Coli Calicivirus, Astraovirus Cryptospo
Campylobacter jejuni, rodium
Shigella, Salmonella Entamoeb
a
hystolitica
Diare et causa Bakteri Diare et causa Virus Diare et causa Parasit
• DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan pemeriksaan tinja
dengan ditemukannya telur, larva,atau bahkan cacing
dewasa.
i. Pencegahan dan Tatalaksana
• Jaga asupan makanan
• Menjaga kebersihan
• Kurangi asupan makanan berlebihan
Tatalaksana :
Indikasi rawat inap :
• Dehidrasi sedang-berat
• Vomitus persisten
• Diare yang progresif dan makin berat dalam 48 jam
• Lansia dan geriatrik
• Diare akut disertai komplikasi
Terapi diare akut terdiri atas rehidrasi, nutrisi,
terapi simtomatik, dan terapi definitif.
• Rehidrasi
Metode pemberian terapi rehidrasi :
Oral : diberikan pada pasien dengan diare akut tanpa
komplikasi atau dehidrasi ringan dan bisa minum,
menggunakan larutan rehidrasi oral atau oralit yang
direkomendasikan WHO.
Enteral : pada pasien yang terus-menerus muntah dan
tidak dapat menoleransi pemberian cairan per-oral.
Cairan diberikan secara enteral menggunakan pipa
nagogastrik.
Parenteral : diberikan pada diare akut dengan dehidrasi
sedang-berat atau komplikasi lain.
• Nutrisi
Pemberian makanan harus langsung dimulai 4 jam setelah
dehidrasi. Makanan diberikan dalam bentuk small and frequent
feeding dibagi menjadi 6x makan sehari. Susu sapi, kafein,
alkohol dan buah-buahan kaleng sebaiknya dihindari dulu karena
dapat memicu diare.
Terapi Simtomatik :
• Antimotilitas
Agen pilihan adalah loperamid 4 mg dosis awal lalu dilanjutka 2
mg tiap diare. Maksimal 16mg/24 jam. Loperamid tidak boleh
diberikan pada diare berdarah atau dicurigai diare inflamatorik.
• Anti sekretorik
Bismuth subsalisilat dan agen terbaru racecadotril aman
digunakan pada anak-anak. Namun tidak pada orang dewasa
dengan kolera.
• Antispamodik
Hyocine-n-buttilbiomid 10 mg, 2-3x sehari, maksimum 100mg/hari
Ekstrak belladona 5-10mg, 3x sehari
Papaverin 30-60mg, 3x sehari
Mebeverin 35-100mg, 3x sehari
• Pengeras feses
Atalpugit 2 tablet @630 mg tiap diare, maksimal 12 tablet/hari
Smektit 9g/24 jam dibagi dalam 3 dosis
Koolin-pektit 2,5 tablet @550mg/20mg tiap diare, maksimal 15
tablet/24 jam
Terapi Definitif
Lini pertama pada orang dewasa adalah
kuinolon (mis. Siprofloksasin 2x 500 mg -selama
5-7 hari), lini kedua kotrimoxazole 2x160/800
mg selama 5-7 hari. Bila curiga infeksi parasit,
terapi pilihan adalah metronidazole 3x250-500
mg selama 7-14 hari.
j. Komplikasi
Bila tidak teratasi bisa menjadi diare kronis
(terjadi sekitar 1 % pada diare akut pada
wisatawan). Bisa timbul defisiensi laktase,
pertumbuhan bakteri di usus secara berlebihan,
sindrom malabsorpsi.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam/ editor, Siti Setiati – ed.VI – Jilid I. 2015. Jakarta : interna
Publishing
3. Diare akut et causa parasit
k. Prognosis
Dubia ad bonam
4. Ancylostma duodenale
a. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan
telur pada pemeriksaan tinja. Karena telur sulit
ditemukan pada pada infeksi ringan disarankan
menggunakan prosedur konsentrasi.
b. Cara Infeksi
Larva filariform
Ancylostoma
duodenale secara per
oral tertelan bersama
makanan yang
terkontaminasi tanah
c. Epidemiologi
• Insidens tinggi ditemukan pada penduduk
indonesia, terutama di daerah pedesaan,
khususnya perkebunan. Seringkali pekerja
perkebunan yang langsung berhubungan dengan
tanah mendapat infeksi lebih dari 70%
• Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja
sebagai pupuk kebun (diberbagai daerah
tertentu) penting dlm penyebaran infeksi
• Pertumbuhan larvar Ancylostoma duodenale (23-
25 derajat celcius)
d. Gejala Klinis
• Larva di sekitar tempat menembus kulit menyebabkan
iritasi local disebut ground itch yang merupakan reaksi
alergi, paling sering terjadi di kaki. Gejala akibat larva
di jaringan paru mirip pharingitis.
• Keberadaan cacing dewasa di usus halus menyebabkan
keluhan tidak enak pada perut, nyeri epigastrium,
mual, muntah dan diare. Gejala anemia terjadi secara
perlahan sesuai infeksi yang menahun terjadi anemia
kekurangan zat besi atau anemia hipokromik
mikrositik.
e. Morfologi
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut
yang melekat pada mukosa dinding usus. Ancylostoma duodenale
ukurannya lebih besar dari Necator americanus. Yang betina ukurannya
10-13 mm x 0,6 mm, yang jantan 8-11 x 0,5 mm, bentuknya
menyerupai huruf C, Necator americanus berbentuk huruf S, yang
betina 9 – 11 x 0,4 mm dan yang jantan 7 – 9 x 0,3 mm. Rongga mulut
A.duodenale mempunyai dua pasang gigi, N.americanus mempunyai
sepasang benda kitin. Alat kelamin jantan adalah tunggal yang disebut
bursa copalatrix. A.duodenale betina dalam satu hari dapat bertelur
10.000 butir, sedang N.americanus 9.000 butir. Telur dari kedua spesies
ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40 – 60 mikron, bentuk lonjong
dengan dinding tipis dan jernih. Ovum dari telur yang baru dikeluarkan
tidak bersegmen. Di tanah dengan suhu optimum23oC - 33oC, ovum
akan berkembang menjadi 2, 4, dan 8 lobus.
f. Pengobatan
• Mebendazole
• Albendazole
• Pyrantel pamoat
• Anti anemia
g. Siklus hidup
Telur dikeluarkan bersama feses → bila telur
berada di tanah dengan kondisi sesuai, menetas
→ larva rhabditiform → larva filariform (stadium
infektif) → sirkulasi darah → paru-paru →
esophagus → usus halus → cacing dewasa
h. Morfologi telur
• berbentuk oval ukuran : panjang ± 60 μm dan
lebar ± 40 μm
• dinding 1 lapis tipis dan transparan
• isi telur tergantung umur :
Tipe A → berisi pembelahan sel (1 – 4 sel)
Tipe B → berisi pembelahan sel (> 4 sel)
Tipe C → berisi larva
i. Morfologi cacing dewasa
• Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dgn
mulut yg merekat pd mukosa dinding usus halus
• Betina mengeluarkan 10.000-25.000 telur/hari
• Bentuk tubuh menyerupai huruf C
• Jantan P: 8-11mm, D:0,4-0,5 mm
• Betina 10-13 mm, D: 0,6 mm
• Pada rongga mulut terdapat 2 pasang gigi ventral
• Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks
5. Hubungan pekerjaan di ladang
dengan diare
6. Bagaimana cacing dapat
menyebabkan diare
• Manusia yang terinfeksi bisa dilihat dari fesesnya bila menyetuh
tanah berubah menjadi larva 1 ( Larva rabditiform ) memakan
bahan organik dalam tanah melalui masa evolusi sebelum berubah
menjadi larva 3 ( larva filaroformes) – memasuki kulit, selain itu
jalan alternatifnya bisa masuk secara oral- pembuluh darah – paru
paru- trakea –dan esophagus dan dari esophagus migrasi ke usus
(selama perpindahan berubah menjadi larva 4 dan pada usus
menjadi larva 5, larva duodenale yang masuk secara oral tidak
melewati langkah migrasi paru melainkan langsung ke usus
menempel pada mukosa usus dan menghisap darah (10.000-
20.000 perhari) cacing dewasa yang ada di usus halus akhirnya
menyebabkan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan
konstipasi.