Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit yang masih
menjadi masalah di dunia, terutama bagi negara – negara yang sedang berkembang.
WHO memperkirakan jumlah kasus malaria setiap tahun antara 300 – 500 juta
dengan lebih dari 1 juta kematian.1 Malaria adalah penyakit yang terus endemik di
beberapa daerah di Indonesia walaupun pemerintah telah melakukan berbagai usaha
untuk mengobati dan mencegah malaria.2
Secara nasional, terdapat 318 kabupaten/kota atau 61,9% yang telah
dinyatakan bebas malaria pada tahun 2020. Jumlah ini meningkat dibandingkan
tahun 2019 yang sebanyak 300 kabupaten/kota. Pada tahun 2020, terdapat tiga
provinsi yang seluruh kabupaten/ kotanya telah dinyatakan bebas malaria, yaitu
DKI Jakarta, Bali, dan Jawa Timur. Sedangkan tiga provinsi di Indonesia bagian
timur yang belum memiliki status eliminasi malaria, yaitu Maluku, Papua Barat,
dan Papua. Dan papua merupakan provinsi tertinggi dengan angka kesakitan
malaria sebesar 63,12 per 1.000.3
Malaria dapat mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu
melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), sehingga merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Malaria dapat pula menyebabkan
kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu
hamil.4 Malaria pada anak dibawah umur lima tahun dapat menyebabkan malaria
berat karena kurangnya imunitas dan belum terbentuknya kekebalan terhadap
malaria dalam tubuh. Hal ini yang menyebabkan banyak anak yang meninggal
akibat malaria.5
Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan hingga berat yang
membahayakan jiwa. Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka
anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita
demam harus ditanyakan. Keluhan yang penting diperhatikan saat mencurigai
pasien mengalami malaria adalah demam disertai menggigil, berkeringat dan dapat

1
2

disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal – pegal.6 WHO
merekomendasikan bahwa semua orang di segala usia yang secara epidemiologis
tersangka malaria harus melakukan konfirmasi parasitologis diagnosis malaria baik
dengan pemeriksaan mikroskopis atau rapid diagnositic test (RDT).5
Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM)
yang diberikan secara kombinasi untuk mencegah dan mengurangi terjadinya
resistensi. Penatalaksanaan malaria bergantung pada tingkat keparahannya.6

1.2 Tujuan Penulisan


Untuk mendapatkan informasi dan menyegarkan kembali tentang Malaria
pada Anak, baik dari patofisiologi, gejala klinis, serta penatalaksanaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium,
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk dan tidak dapat bertransmisi secara
langsung dari satu orang ke orang lain,4 Manifestasi klinis dapat berupa demam,
anemia, dan pembesaran limpa.7

2.2 Etiologi
Malaria disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang dan
berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles bentina.8 Spesies Plasmodium pada
manusia adalah, Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,
Plasmodium malariae, dan Plasmodium knowlesi.6 yang selanjutnya akan disingkat
dengan P. falciparum, P. vivax, dan lainnya.
2.2.1 Morfologi Plasmodium
Pada waktu berada di dalam sel – sel parenkim hepar, Plasmodium didapatkan
dalam bentuk skizon preeritrositik yang berbeda ukuran dan jumlah merozoit
didalamnya. Skizon preeeritrositik pada P. vivax berisi 12.000 merozoit berukuran
sekitar 42 𝜇 , sedangkan pada P. falciparum berisi 40.000 merozoit yang berukuran
60 × 30 𝜇. Kemudian pada P. ovale berisi 15.000 merozoit berukuran 75 × 45 𝜇,
sedangkan P. malariae tidak memiliki bentuk skizon preeritrositik.9
Spesies – spesies Plasmodium yang terdapat di dalam sel darah merah daapt
dibedakan Morfologi bentuk – bentuk stadiumnya, yaitu bentuk trofozoit, skizon
dan bentuk gametosit. Morfologi masing – masing Plasmodium yang terdapat
dalam darah diperiksa melalui hapusan darah.9
a. Trofozoit
Plasmodium mempunyai trofozoit yang berbeda bentuknya antara stadium
yang masih baru terbentuk (trofozoit muda, early trophozoite) dan pada stadium
yang lanjut (trofozoit lanjut, late trophozoite). Trofozoit muda P. vivax pada

3
4

Gambar 2.1, mula – mula berbentuk cincin yang mengandung bintik – bintik
basofil, kemudian menjadi trofozoit yang berbentuk amuboid yang mengandung
bintik – bintik Schuffner (Schuffner dots).

Gambar 2.1 Trofozoit muda P. vivax9

Pada infeksi dengan P. vivax eritrosit yang terinfeksi tampak membesar


ukurannya. Pada trofozoit lanjut, selain tampak adanya pigmen parasit sering
ditemukan lebih dari satu parasit (double infection) di dalam satu sel eritrosit.9
P. falciparum mempunyai trofozoit muda berbentuk cincin yang mempunyai
inti dan tampak sebagian dari sitoplasma parasit berada di tepi dari eritrosit (bentuk
ini disebut sebagai accole atau form applique). Pada infeksi dengan P. falciparum
juga sering dijumpai satu sel eritrosit oleh lebih dari satu parasit yang mempunyai
bintik kromatin ganda seperti pada Gambar 2.2. Trofozoit lanjut pada spesies ini
mengandung bintik – bintik Maurer (Maurer dots).9

Gambar 2.2 Trofozoit muda P. falciparum9

Pada P. malariae trofozoit muda berbentuk cincin dan eritrosit yang terinfeksi
parasit ini tidak membesar ukurannya. P. malariae mempunyai trofozoit lanjut yang
khas bentuknya seperti pita (band-form) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3
berikut. Tidak dijumpai bintik Schuffner pada parasit ini.
5

Gambar 2.3 Trofozoit lanjut pada P. malariae9

Gambar 2.4 bagian A menunjukkan trofozoit P. knowlesi yang bentuknya


menyerupai trofozoit P. malariae yaitu dapat berbentuk batang. Sedangkan
trofozoit P. ovale mirip bentuknya dengan trofozoit P. vivax, yaitu adanya bintik
Schuffner dan pigmen. Bentuk khas terdapat pada eritrosit yang terinfeksi parasit
ini, yaitu selain agak membesar ukurannya juga eritrosit mempunyai bentuk yang
tidak teratur dan bergerigi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 bagian B.9

Gambar 2.4 A. Trofozoit P. knowlesi ; B. Trofozoit P. ovale9

b. Skizon
Bentuk skizon tiap spesies Plasmodium berbeda – beda ukuran dan jumlahnya
maupun susunan merozoitnya. Pada Gambar 2.5 menunjukkan P. vivax memiliki
skizon yang berukuran antara 9 − 10 𝜇 yang mengisi pen uh eritrosit yang
tampak membesar ukurannya, dengan susunan merozoit yang tampak tidak teratur.9

Gambar 2.5 Skizon P. vivax9,10

Sedangkan pada Gambar 2.6 skizon P. falciparum berukuran 5 𝜇


mengandung merozoit yang tidak teratur susunannya. Eritrosit yang terinfeksi
Plasmodium ini tidak membesar ukurannya.9
6

Gambar 2.6 Skizon P. falciparum9

Pada P. malariae, skizon berukuran 7 𝜇, bentuknya teratur dan mengisi penuh


eritrosit yang terinfeksi. Skizon mempunyai merozoit berjumlah 8 buah yang
tersusun rapi seperti bunga mawar (bentuk roset) seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.7.9 P. Knowlesi diketahui memiliki bentuk skizon yang sama dengan P.
malariae. Beberapa sumber mengatakan bahwa tidak terdapat gambaran yang khas
dari sitoplasma, nukleus, dan pigmen parasit maupun eritrosit yang terinfeksi yang
dapat dengan mudah membedakan P. knowlesi dan P. malariae.11 Sedangkan P.
ovale mempunyai berukuran 6 𝜇, mengisi tiga perempat bagian dari eritrosit yang
terinfeksi yang agak membesar ukurannya. Terdapat 8 buah yang susunannya tidak
teratur.9

Gambar 2.7 Skizon P. malariae9

c. Gametosit
P. vivax mempunyai bentuk gametosit yang lonjong atau bulat dengan
eritrosit yang membesar ukurannya dan mengandung bintik – bintik Schuffner yang
ditunjukkan pada Gambar 2.8 bagian A, sedangkan Gambar 2.8 bagian B
menunjukkan Gametosit P. falciparum yang mempunyai bentuk khas seperti pisang
dengan ukuran panjang gametosit lebih besar dari ukuran diameter eritrosit. 9
7

Gambar 2.8 A. Gametosit P. vivax ; B. Gametozit P. falciparum10

P. malariae mempunyai gametosit yang berbentuk bulat atau lonjong dengan


eritrosit yang tidak membesar. Gametosit P. ovale lonjong bentuknya. Eritrosit yang
terinfeksi parasit ini berukuran normal, agak membesar atau sama besar dengan
ukuran gametosit. Terdapat bintik Schuffner pada eritrosit yang terinfeksi.9

Gambar 2.9 Gametosit P. ovale9

2.2.2 Siklus Hidup Plasmodium


Malaria disebabkan oleh protozoa Plasmodium intraseluer yang
ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk Anopheles betina. Saat ini, tercatat ada
lima spesies Plasmodium yang diketahui dapat menyebabkan malaria pada
manusia, yaitu P. falciparum, P. vivax, P. ovale, P. malariae, P. knowlesi. P.
knowlesi adalah spesies yang sebelumnya hanya diidentifikasi pada kera. Kasus
pertama yang terjadi pada manusia tercatat di semenanjung Malaysia pada tahun
1965.12
Siklus hidup Plasmodium berlangsung di dalam tubuh manusia dan juga
nyamuk Anopheles. Manusia merupakan hospes perantara tempat berlangsungnya
siklus hidup aseksual sedangkan di dalam tubuh nyamuk berlangsung siklus hidup
seksual. Siklus hidup aseksual terdiri atas empat tahapan, yaitu tahap skizogoni
preeritrositik, tahap skizogoni eksoeritrositik, tahap skizogoni eritrositik, dan tahap
gametogoni sebagai berikut9 :
a. Skizogoni preeritrositik
Sporozoit Plasmodium yang berada di kelenjar liur nyamuk Anopheles masuk
8

ke pembuluh darah manusia saat nyamuk menghisap darah manusia selama lebih
kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit mula – mula akan memasuki jaringan
sel – sel parenkim hepar dan berkembang menjadi tropozoit.10 Pada P. vivax tahap
skizogoni preeritrositik berlangsung selama 8 hari, pada P. falciparum berlangsung
selama 6 hari, P. ovale berlangsung selama 9 hari, sedangkan lamanya tahap
skizogoni preeritrositik P. malariae sukar ditentukan.9
b. Skizogoni eksoeritrositik
Di dalam hepar, siklus preeritrositik P. falciparum hanya berlangsung satu
kali, sedangkan spesies lainnya siklus ini dapat berlangsung berulang kali (local
liver cycle). Local liver cycle disebut skizogoni eksoeritrositik yang merupakan
sumber pembentukan stadium aseksual parasit yang menjadi penyebab terjadinya
kekambuhan (relaps) pada malaria vivax, malaria ovale, dan malaria malariae.9
Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian trofozoit di hepar tidak langsung berkembang
menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dormant yang disebut hipnozoit.
Hipnozoit tersebut akan tinggal di dalam parenkim hepar selama berbulan – bulan
dan bertahun – tahun, kemudian bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif
sehingga dapat menimbulkan relaps.14
c. Skizogoni eritrositik
Siklus ini terjadi di dalam sel darah merah (eritrosit). Siklus ini berlangsung
selama 48 jam pada P. vivax, P. falciparum, dan P. ovale, sedangkan pada P.
malariae berlangsung selama 72 jam. Pada tahap skizogoni eritrositik ini akan
terjadi bentuk – bentuk trofozoit, skizon, dan merozoit yang mulai dijumpai 12 hari
sesudah terinfeksi P. vivax, dan 9 hari sesudah terinfeksi P. falciparum.
Meningkatnya jumlah parasit malaria karena multiplikasi pada tahap skizogoni
eritrositik mengakibatkan pecahnya sel eritrosit yang menyebabkan terjadinya
demam yang khas pada gejala klinis malaria.9
d. Gametogoni
Sebagian dari merozoit yang terbentuk sesudah tahap skizogoni eritrositik
berlangsung beberapa kali, akan berkembang menjadi bentuk gametosit.
Pembentukan gametosit terjadi di dalam eritrosit yang terdapat di dalam kapiler –
kapiler limpa dan sumsum tulang. Tahap gametogoni ini berlangsung selama 96
9

jam. Gametosit tidak menyebabkan gejala klinis pada penderita malaria, sehingga
penderita dikategorikan sebagai karier malaria.9
Nyamuk Anopheles adalah hospes definitif plasmodium karena di badan
nyamuk berlangsung daur hidup seksual atau siklus sporogoni. Gametosit yang
terhisap bersama darah manusia di dalam badan nyamuk akan berkembang menjadi
bentuk gamet dan akhirnya menjadi bentuk sporozoit yang infektif bagi manusia.
Untuk dapat menginfeksi seekor nyamuk Anopheles sedikitnya dibutuhkan 12
parasit gametosit Plasmodium per mililiter darah.9
Proses awal pematangan parasit terjadi di dalam lambung nyamuk dengan
terbentuknya 4 – 8 mikrogramet dari satu mikrogametosit, perkembangan dari satu
makrogametosit menjadi 1 makrogamet. Sesudah terjadi fusi antara mikrogamet
dan makrogamet menjadi zigot, dalam waktu 24 jam zigot akan berkembang
menjadi ookinet. Sesudah menembus dinding lambung nyamuk ookinet akan
memasuki jaringan yang terdapat diantara lapisan epitel dan membran basal dinding
lambung, lalu berubah bentuk menjadi ookista. Di dalam ookista yang bulat
bentuknya akan terbentuk ribuan sporozoit. Ookista yang telah matang akan pecah
dindingnya dan sporozoit akan keluar meninggalkan ookista yang pecah lalu
memasuki hemokel tubuh nyamuk. Sporozoit kemudian menyebar ke berbagai
organ nyamuk. Sebagaian besar sporozoit memasuki kelenjar ludah nyamuk
(salivary glands) sehingga nyamuk menjadi vektor yang infektif dalam penularan
malaria.9

2.3 Epidemiologi
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan utama dunia dan terjadi di
lebih 100 negara. Daerah transmisi utama terdapat di Asia, Afrika, dan Amerika
Selatan.1 Sustainable Development Goals (SDGs) menetapkan malaria sebagai
salah satu komitmen global untuk dikendalikan. Pada SDGs dengan tujuan
globalnya menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan
seluruh penduduk semua usia, dengan target meningkatkan kesejahteraan seluruh
penduduk semua usia, dengan target meningkatkan eliminasi malaria di setiap
kabupaten kota maupun provinsi.13
10

Pada tingkat nasional program eliminasi malaria ditetapkan melalui


Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April
2009 tentang “Eliminasi Malaria di Indonesia”. Target program eliminasi adalah
seluruh wilayah di Indonesia bebas dari malaria selambat – lambatnya tahun 2030.
Secara nasional, terdapat 318 kabupaten/kota (61,9%) yang telah dinyatakan bebas
malaria pada tahun 2020. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2019 yang
sebanyak 300 kabupaten/kota. Tiga provinsi di Indonesia bagian timur belum
memiliki kabupaten/kota yang berstatus eliminasi malaria, yaitu Maluku, Papua
Barat, dan Papua.3
Pada Gambar 2.10 berikut merunjukkan persebaran kabupaten/kota endemis
malaria pada tahun 2020 di seluruh Indonesia. Warna putih menunjukkan
kabupaten/kota eliminasi. Tingkat endemisitas digambarkan dengan warna hijau,
kuning dan gradasi merah.3

Gambar 2.10 Peta Endemisitas Malaria3

Angka kesakitan malaria digambarkan dengan indikator Annual Parasite


Incidence (API) per 1000 penduduk, yaitu proporsi antara pasien positif malaria
terhadap penduduk berisiko di wilayah tersebut dengan konstanta 1000. Pada tahun
2020, papua merupakan provinsi tertinggi dengan angka kesakitan malaria sebesar
63,12 per 1000 penduduk, jauh diatas provinsi yang lain.3
Provinsi Kalimantan Tengah yang kabupaten/kotanya sudah mencapai
eliminasi pada tahun 2018 sebanyak 10 kabupaten/kota (71,4%), yaitu kabupaten
Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Lamandau, Sukamara, Seruyan,
Katingan, Barito Utara, Barito Timur, Barito Selatan dan Kota Palangka Raya. 13
11

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi malaria diawali dengan keluhan masuknya Plasmodium sp. Ke
dalam pembuluh darah yang kemudian memasuki sel – sel hepar dan disana
berlangsung siklus hidup secara seksual. Plasmodium yag akhirnya berkembang
hingga menjadi skizon, akan merusak eritrosit. Demam mulai timbul bersamaan
dengan pecahnya skizon yang mengeluarkan bermacam – macam antigen. Antigen
ini akan merangsang sel – sel makrofag, monosit, atau limfosit yang mengeluarkan
berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Necrosis Factor) dan IL-6
(Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan dibawa ke hipotalamus dan terjadi demam.
Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda –
beda. P. falcuparum memerlukan waktu 36 – 48 jam, P. vivax / P. ovale selama 48
jam, dan P. malariae selama 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap
hari, P. vivax / P. ovale selang waktu antara demam adalah satu hari bebas demam,
dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari.14
Anemia juga dapat terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi
maupun yang tidak terinfeksi. P. vivax dan P. ovale hanya menginfeksi eritrosit
muda yang jumlahnya 2 % dari seluruh jumlah eritrosit, sedangkan P. malariae
menginfeksi eritrosit dewasa yang jumlahnya sebanyak 1 % dari jumlah seluruh
eritrosit. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax, P. ovale, dan P. malariae
umumnya terjadi pada kondisi kronis. Sedangkan pada P. falciparum menginfeksi
semua jenis eritrosit, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut maupun
kronis.14
Malaria berat akibat P. falciparum menyebabkan proses sekuestrasi, yaitu
tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh darah kapiler. Selain itu, pada
permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai
antigen P. falciparum. Sitokin (TNF, IL-6, dan lain-lain) yang diproduksi oleh
makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel
kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan dengan sel endotel kapiler, maka akan
terjadi proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadinya iskemia jaringan.
Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya “rosette”, yaitu
bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya.
12

Pada proses sitoadherensi ini juga terjadi proses imunologik, yaitu terbentuknya
mediator – mediator antara lain sitokin (TNF, IL-6, dan lain – lain), dimana
mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan
tertentu.14

2.5 Klasifikasi malaria


2.5.1 Berdasarkan etiologi
Klasifikasi malaria menurut etiologi dibedakan menjadi lima macam sesuai
dengan lima spesies Plasmodium yang teridentifikasi, yaitu sebagai berikut 6 :
a. Malaria Falciparum
Malaria falciparum atau yang dikenal sebagai Malaria Tropika, merupakan
malaria yang disebabkan oleh P. falciparum. Gejala demam yang ditimbulkan
merupakan demam yang intermitten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling
sering menjadi malaria berat.6 Masa Inkubasi P. Falciparum adalah 9 – 14 hari.14
Malaria ini merupakan malaria yang dapat menimbulkan penyakit mikrovaskular,
karena dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti malaria serebral,
anemia berat syok, dan lain sebagainya.7
b. Malaria Vivax
Malaria vivax atau Malaria Tersiana disebabkan oleh infeksi P. vivax. Gejala
demam berulang dengan interval bebas demam 2 hari. Masa inkubasi P. vivax
adalah 12 – 14 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat yang disebabkan
oleh P. vivax.6
c. Malaria Ovale
Malaria ovale disebabkan oleh P. ovale dengan masa inkubasi selama 16 – 18
hari.14 Manifestasi klinis pada malaria jenis ini biasanya bersifat ringan. Pola
demam malaria ovale sama seperti pada malaria vivax. Jenis ini jarang dijumpai dan
umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.7
d. Malaria Malariae
Malaria malariae biasa disebut dengan Malaria Kuartana. Malaria ini
disebabkan oleh infeksi P. malariae dengna masa inkubasi selama 18 – 40 hari.
Gejala demam dapat berulang dengan interval bebas demam selama 3 hari.14
13

e. Malaria Knowlesi
Malaria knowlesi merupakan malaria yang awalnya terdeteksi hanya pada
kera, disebabkan oleh P. knowlesi dengan masa inkubasi 10 – 12 hari. Gejala
demam menyerupai malaria falciparum.6

2.5.2 Berdasarkan tingkat keparahan


Klasifikasi malaria berdasarkan tingkat keparahan terbagi menjadi Malaria
Ringan dan Malaria Berat. Malaria ringan merupakan Malaria yang diderita tanpa
adanya komplikasi, sedangka malaria berat merupakan malaria dengan adanya
komplikasi.
a. Malaria ringan (Malaria tanpa komplikasi)
Pada daerah hiper atau holoendemik, kontrol malaria tidak efektif sehingga
serangan malaria akut sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Pada
anak usia lebih dari 5 tahun yang sudah mendapat imunitas, maka gejala klinisnya
menjadi lebih ringan. Pada daerah hipoendemik malaria, semua usia dapat terserang
malaria.9
Anak pada mulanya menjadi letargik, mengantuk atau gelisah, anoreksia,
pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala dan mual. Demam selalu dijumpai
tetapi bervariasi. Muntah, nyeri perut dan diare agak jarang dijumpai. Pembesaran
hepar sering dijumpai pada anak. Pada serangan akut, pembesaran hepar biasanya
terjadi pada awal perjalanan penyakit (pada akhir minggu pertama) dan lebih sering
terjadi daripada pembesaran lien. Hepar biasanya lunak dan terus membesar sesuai
dengan progresifitas penyakit, namun fungsinya jarang terganggu dibandingkan
dengan orang dewasa. Ikterus dapat dijumpai pada beberapa anak, terutama
berhubungan dengan hemolisis.9
Lien yang membesar umumnya dapat diraba pada minggu kedua; pembesaran
lien progresif sesuai dengan perjalanan penyakit. Pada anak yang telah mengalami
serangan berulang, lien dapat sangat besar dengan konsentrasi keras. Anemia
merupakan akibat penting malaria falciparum pada anak. Pada infeksi akut,
beratnya anemia berhubungan langsung dengan derajat parasitemia. 9
Malaria ovale mempunyaigejala klinis lebih ringan daripada malaria tertiana.
14

Pada hari terakhir masa inkubasi, anak menjadi gelisah, anoreksia sedangkan anak
yang lebih besar mengeluhkan nyeri kepala dan nausea. Demam periodik tiap 48
jam tetapi stadium dingin dan menggigil jarang dijumpai pada bayi dan balita.
Selama episode demam, anak selalu merasa dingin dan menggigil dalam waktu
singkat. Demam sering terjadi pada sore hari. Malaria tertiana dan ovale jarang
disertai anemia berat. Hati pada umumnya membesar dan teraba pada akhir minggu
pertama.9
Gambaran klinis malaria kuartana menyerupai malaria tertiana, hanya periode
demam terjadi tiap 72 jam. Sindrom nefrotik dapat terjadi pada umur 2 – 12 tahun
dengan puncak usia 5 – 7 tahun. Dijumpai edema berat, proteinuria berat yang
menetap, hipoproteinemia berat dan asites. Serum albumin kurang dari 2 g/dL
bahkan pada 95% kurang dari 1 g/dL.9
b. Malaria berat
Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh P. falciparum stadium
aseksual. Malaria dengan disertai satu atau lebih kelainan seperti tertera di bawah
ini merupakan malaria berat, antara lain9 :
1. Malaria serebral dengan kesadaran menurun (delirium, stupor, koma)
2. Anemia berat, kadar hemoglobin ≤5 g/dL
3. Dehidrasi. Gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit
4. Hipoglikemia berat
5. Gagal ginjal
6. Edema paru akut
7. Kegagalan sirkulasi (Algid malaria)
8. Kecenderungan terjadi perdarahan
9. Hiperpireksia / hipertermia
10. Hemoglobinuria / Black water fever
11. Ikterus
12. Hiperparasitemia

2.6 Gejala Klinis


Malaria memiliki gejala klasik atau yang disebut Trias, yang membedakan
15

karakterisik gejalanya dengan penyakit yang lain. Gejala klasik atau trias malaria,
adalah sebagai berikut6,7 :
a. Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung selama lebih kurang 15 menit sampai dengan 1 jam.
Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, nadi cepat dan lemah, bibir
serta jari – jari pucat kebiruan (sianosis), kulit kering dan terkadang disertai muntah.
b. Stadium demam (hot stage)
Stadium ini berlangsung lebih kurang 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan.
Muka merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi cepat
kembali, merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41℃ atau
lebih. Pada anak – anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang.
c. Stadium berkeringat (sweating stage)
Stadium ini berlangsung selama lebih kurang 2 – 4 jam. Penderita berkeringat
sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun, kadang – kadang sampai dibawah
normal. Setelah itu biasanya penderita dapat tertidur dan setelah bangun tidur,
penderita merasa lemah, tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali
melakukan kegiatan sehari – hari.
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami
oleh penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum
mempunyai kekebalan terhadap malaria atau penderita yang baru pertama kali
menderita malaria. Sedangkan di daerah endemik malaria dimana penderita
mempunyai kekebalan terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan,
bahkan tidak selalu ada, dan sering bervariasi tergantung spesies yang menginfeksi
dan sistem kekebalan tubuh penderita.7
Gejala klasik lebih sering dialami penderita malaria vivax, sedangkan pada
malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada.
Diantara periode demam, terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama
12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam
pada malaria malariae.7
16

2.7 Diagnosis
Diagnosis malaria dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Secara
klinis, sesuai rekomendasi WHO malaria dapat dicurigai berdasarkan daerah
epidemiologinya, yaitu sebagai berikut1 :
a. Di daerah non-endemis, diagnosis klinis malaria tidak berat harus didasarkan
pada kemungkinan paparan malaria saat bepergian ke daerah endemis dan
riwayat demam tiga hari terakhir tanpa gejala berat lainnya.
b. Di daerah endemis, diagnosis klinis didasarkan pada riwayat demam dalam
24 jam terakhir atau adanya gejala anemia.
2.10.1 Anamnesis
Keluhan utama dapat meliputi Trias Malaria, yaitu menggigil, demam, dan
berkeringat. Keluhan penyerta yang lain dapat berupa nyeri kepala, mual, muntah,
diare, dan nyeri otot atau pegal – pegal. Adapun riwayat – riwayat yang harus
ditanyakan kepada penderita, antara lain riwayat berkunjung satu bulan terakhir ke
daerah endemik malaria, riwayat tinggal di daerah endemik malaria, riwayat sakit
malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir. 7
Pada penderita malaria berat, dapat ditemukan keadaan seperti gangguan
kesadaran dalam berbagai derajat, keadaan umum yang lemah, kejang, mata dan
tubuh kuning, hingga perdarahan dari hidung, gusi, atau saluran cerna. 7
2.10.2 Pemeriksaan Fisik
a. Malaria Ringan
Demam (pengukuran termometer ≥ 37,5℃, Konjungtiva atau telapak tangan
pucat, pembesaran lien (splenomegali), dan pembesaran hepar (hepatomegali).7
b. Malaria Berat
Infeksi oleh P. falciparum disertai salah satu atau lebih kelainan, yaitu
Malaria Serebral. Gangguan status mental, kejang, koma, hipoglikemia (gula darah
< 50 𝑚𝑔/𝑑𝐿. Distress pernafasan, temperatur > 40 ℃, hipotensi, oliguria atau
anuria, anemia dengan hematokrit < 20% atau menurun dengan cepat, kreatinin >
1,5 𝑚𝑔/𝑑𝐿, parasitemia > 5 %, bentuk lanjut (trofozoit lanjut atau schizont) P.
falciparum pada apusan darah tepi, hemoglobinuria, perdarahan spontan dan
kuning.7
17

2.10.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di puskesmas atau di
pelayanan medis lainnya. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
Spesies dan stadium plasmodium, kepadatan parasit. 7
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal – hal
berikut7 :
1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap
6 jam sampai 3 hari berturut – turut.
2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berikut – berukut
tidak ditemukan parasit, maka pemeriksaan sedian darah telah selama 3 jam
berturut – turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria tadi
singkirkan.
Interpretasi identifikasi dari pemeriksaan mikroskop secara kuantitatif adalah
sebagai berikut14 :
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB / Lapang Pandang
Besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 – 10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 – 100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan > 10 parasit dalam 1 LPB)
b. Pemeriksaan dengan Rapid Diagnostik Test
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metode imunokromatografi, dalam bentuk disptik tes. Pemeriksaan
ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa
dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survey tertentu. 7
Malaria yang dapat diidentifikasi adalah P. falciparum dan non P. falciparum.14
c. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat
Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat meliputi, darah rutin, kimia darah
lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, albumin, ureum, kreatinin,
elektrolit darah, analisi gas darah) EKG, Foto toraks, analisis cairan serebrospinalis.
18

Biakan darah dan uji serologi, dan Urinalisis.7

2.8 Diagnosis Banding


Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan hingga berat yang
membahayakan jiwa. Manifestasi klinis malaria menyerupai beberapa penyakit
berikut.6 Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala ringan sampai
berat, terutama dengan penyakit – penyakit di bawah ini14 :
a. Demam Tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,
obstipasi), lidah kotor, laju nadi relatif lambat, leukopenia, limfositosis relatif.
b. Demam Dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2 – 7 hari, disertai keluhan sakit kepala,
nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, trombositopenia
dan peningkatan hemoglobin serta hematokrit pada demam berdarah dengue. Tes
serologi positif (antigen dan antibodi).
c. Demam berdarah dengue
Demam tinggi terus – menerus selama 2 – 7 hari disertai syok atau tanpa syok
dengan keluhan nyeri kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi perdarahan
(epistaksis, gusi, petekie, purpura, hematoma, hemetemesis dan melena), sering
muntah, trombositopenia dan peningkatan hemoglobin dan hematokrit, uji serologi
positif (antigen dan antibodi)
d. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjungtival
infection (kemerahan pada konjungtiva), nyeri kaki yang mencolok. Pemeriksaan
serologi microscopic agglutination test (MAT) atau tes serologi positif. Riwayat
pekerjaan pasien yang menunjang adanya transmisi leptospirosis (pembersih
selokan, sampah, dan lain – lain). Insiden penyakit ini meningkat biasanya setelah
banjir.
19

2.9 Komplikasi
Malaria berat merupakan malaria yang disertai komplikasi – komplikasi
sehingga memperberat kondisi penderita. Berikut komplikasi yang sering dijumpai
pada anak :
2.9.1 Malaria Serebral
Kejang pada anak dengan malaria dapat merupakan permulaan serangan
malaria serebral. Walaupun demikian, harus diingat bahwa kejang demam sering
terjadi oleh sebab yang lain. Pada malaria serebral, kesadaran anak apatis sampai
koma. Tanda neurologik yang penting pada malaria serebral adalah gangguan upper
motor neuron yang simetris. Delirium, halusinasi atau anak rewel hingga
mengamuk jarang ditemukan. Pemeriksaan cairan seresbropinal biasanya dalam
batas normal. Pada kebanyakan kasus malaria serebral, dijumpai parasitemia berat
disertai anemia berat. Kadang – kadang jumlah parasitemia didalam darah tepi
rendah yang mungkin disebabkan oleh pengobatan antimalaria. Edema paru,
dijumpai pada 10 % kasus anak, sedangkan oliguria dan azotemia jarang ditemukan
pada anak dibandingkan orang dewasa.9
Gejala paling dini pada malaria serebral pada anak – anak umumnya adalah
demam (37,5 - 41℃), selanjutnya nafsu makan menurun, sering mengalami mual
dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang mendahului koma dapat sangat
singkat, umumnya 1 – 2 hari. Anak – anak yang sering mengalami penurunan
kesadaran setelah demam harus diperkirakan mengalami malaria serebral, terutama
jika koma menetap lebih dari setengah jam setelah kejang. 9
2.9.2 Anemia
Derajat anemia tergantung dari derajat dan lamanya parasitemia terjadi.
Seorang anak yang mendadak menderita anemia berat seringkali berhubungan
dengan hiperparasitemia. Anemia dapat pula terjadi akibat hancurnya eritrosit yang
mengandung parasit. Anak dengan anemia berat dapat mengalami takikardia dan
dispnea.9
20

2.10 Tatalaksana
Pengobatan malaria tanpa komplikasi harus dibedakan antara pengobatan
malaria dengan komplikasi. Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini
menggunakan DHP dan Primakuin.6 Dalam satu tablet derivat kombinasi artemisin
DHP mengandung dihydroartemisinin 40 mg dan piperaquine 320 mg.15 Pemberian
kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Disamping
itu, pemberian promakuin sebagai gametosidal dan hipnosidal.6
Aktivitas anti malaria dari bahan aktif derivat Artemisin berada pada struktur
endoperoksida yang unik. Besi dari pemecahan hemoglobin mereduksi ikatan
endoperoksid dan melepaskan dengan kuat radikal bebas oxo dari spesies yang
dapat membunuh parasit. Artemisin juga memperlambat sintesa protein dalam
perkembangan parasit dan bekerja pada membran parasit dengan memakai oksigen
lipid dengan peroksidasi lemak. Obat ini menghambat perkembangan tropozoit
yang berarti mencegah progresivitas penyakit. Derivat artemisin diabsobsi dengan
baik pada pemberian secara intramuskular maupun oral. Obat ini dapat mulai
bekerja 12 jam setelah pemberian dan ekskresi secara cepat yang sebagian besar
melalui aliran empedu.16
Kontraindikasi penggunaan primakuin adalah pada bayi usia kurang dari 6
bulan, ibu hamil, dan pada penderita kekurangan G6PD.

2.10.1 Pengobatan malaria tanpa komplikasi


1. Malaria falciparum dan Malaria vivax
Pengobatan malaria falciparum dan vivax saat ini menggunakan DHP di
tambah primakuin. Dosis DHP untuk malaria falciparum sama dengan malaria
vivax, Primakuin untuk malaria falciparum hanya diberikan pada hari pertama saja
dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivax selama 14 hari dengan dosis
0,25 mg/kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan dan ibu
hamil juga ibu menyusui bayi usia < 6 bulan dan penderita kekurangan G6PD.6
Pengobatan malaria falciparum dan malaria vivax adalah seperti yang tertera pada
Tabel 2.1 dan Tabel 2.2
21

Tabel 2.1 Pengobatan malaria falciparum menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin6
Jumlah tablet per hari menurut berat badan (kg)
>17- >30- >40-
Jenis ≤5 >5-6 >6-10 >10-17 >60-80 >80
Hari 30 40 60
Obat
0-1 2-<6 6-12 5-9 10-14 ≥15 ≥15 ≥15
<5 thn
bln bln bln thn thn thn thn thn

1-3 DHP 1⁄ 1⁄ 1⁄ 1 1 1⁄2 2 3 4 5


3 2 2
1 Primakuin - - 1⁄ 1⁄ 1⁄ 3⁄ 1 1 1
4 4 2 4

Tabel 2.2 Pengobatan malaria vivax dan ovale menurut berat badan dengan DHP
dan Primakuin6
Jumlah tablet per hari menurut berat badan (kg)
>6- >17 >40- >60-
Jenis ≤5 >5-6 >10-17 >30-40 >80
Hari 10 -30 60 80
Obat
0-1 2-<6 6-12 5-9 10-14 ≥15 ≥15 ≥15
<5 thn
bln bln bln thn thn thn thn thn

1-3 DHP 1⁄ 1⁄ 1⁄ 1 1 1⁄2 2 3 4 5


3 2 2
1-14 Primakuin - - 1⁄ 1⁄ 1⁄ 3⁄ 1 1 1
4 4 2 4

Catatan6 :
a. Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabia
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan, maka pemberian obat dapat
berdasarkan kelompok umur.
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan, maka dosis yang
dipakai adalah berdasarkan berat badan.
c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
22

d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan ibu menyusui bayi <6
bulan.
e. Pemberian primakuin harus disertai edukasi pemantauan warna urin selama 3
hari pertama setelah minum obat. Jika warna urin menjadi coklat tua atau
hitam, segera hentikan pengobatan dan rujuk ke rumah sakit.
f. Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin, dan lain-lain),
segera kirim ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan atau rumah sakit. Dosis
primakuin pada penderita malaria dengan defisiensi G6PD 0,75 mg/KgBB/
minggu diberikan selama 8 minggu dengan pemantauan warna urin dan kadar
hemoglobin.
2. Pengobatan malaria vivax yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivax relaps (kambuh) diberikan dengan regimen
ACT yang sma tetapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari
(harus disertai dengan pemeriksaan laboratorium kadar enzim G6PD).6
3. Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT, yaitu DHP selama 3
hari ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama
dengan untuk malaria vivax.6
4. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae diberikan DHP selama 3 hari dengan dosis sama
dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan Primakuin.6
5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum dan P. vivax / P. ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan DHP selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.6
Tabel 2.3 Pengobatan infeksi campur P. falciparum, P. vivax / P. ovale dengan
DHP dan Primakuin6
Jumlah tablet per hari menurut berat badan (kg)
Jenis
Hari >6- >17 >40- >60-
Obat ≤5 >5-6 >10-17 >30-40 >80
10 -30 60 80
23

0-1 2-<6 6-12 5-9 10-14 ≥15 ≥15 ≥15


<5 thn
bln bln bln thn thn thn thn thn

1-3 DHP 1⁄ 1⁄ 1⁄ 1 1 1⁄2 2 3 4 5


3 2 2
1-14 Primakuin - - 1⁄ 1⁄ 1⁄ 3⁄ 1 1 1
4 4 2 4

6. Pengobatan malaria knowlesi


Diagnosa malaria knowlesi ditegakkan dengan PCR (Polymerase Chain
Reaction). Pengobatan suspek malaria knowlesi sama seperti malaria falciparum.6

2.10.2 Pengobatan malaria dengan komplikasi


Pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi adalah dengan
Artesunat intravena. Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg
serbuk asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%.
Keduanya dicampur untuk membuat 1 ml larutan sodium artesunat. Kemudian
diecerkan dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9% sebanyak 5 ml sehingga konsentrasi
60 mg / 6 ml (10mg/ml). Obat diberikan secar bolus perlahan – lahan.6
Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgBB secara intravena sebanyak 3
kali jam ke 0, 12, 24 di hari pertama. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgBB intravena
setiap 24 jam sehari sampai penderita mampu minum obat oral. Dosis artesunat
untuk anak adalah 3 mg/kgBB bila berat badan anak ≤20 kg. Sedangkan pada anak
dengan berat badan > 20 kg menggunakan dosis 2,4 mg/kgBB.6
Pada malaria berat cenderung terjadi edema pulmo akibat adanya sekuestrasi
cairan, karena itu perlu hati – hati dalam memberikan cairan. Adapun prinsip
pemberian cairan pada malaria berat adalah sebagai berikut 6 :
a. Pemberian cairan diperhitungkan secara individual sesuai kebutuhan pasien.
Bila masih dapat peroral berikan cairan per oral. Bila diperlukan infus (tidak
bisa makan dan minum), cairan pilihan NaCl 0.9% tetesan 1-2 ml/KgBB/jam,
monitor tanda-tanda vital dan produksi urin. Bila anuria dilakukan dialisis
(RRT/Renal Replacement Therapy). Bila terjadi edema paru, maka batasi
pemberian cairan dengan monitoring ketat dan bila terjadi gagal nafas perlu
dilakukan pemasangan ventilator. Bila MAP/Mean Arterial Pressure <65
24

mmHg (syok) dilakukan pemberian cairan NaCl 0.9% 5 ml/KgBB, dan


pemberian vasopressor.
b. Tidak boleh / kontraindikasi pemberian cairan kristaloid dan koloid dan tidak
boleh bolus cairan.
c. Pemberian NaCl 0,9% pada anak dengan malaria berat menggunakan 3-5
ml/kgBB/jam selama 3 – 4 jam kemudian diturunkan menjadi 2 – 3
ml/kgBB/jam sebagai cairan maintenance.
d. Pilihan cairan maintenance dapat menggunakan NaCl 0,45% hingga Dextrose
5%.

Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen DHP atau ACT lainnya (3hari) dan primakuin (sesuai dengan jenis
plasmodiumnya. Pada kasus anak dengan malaria berat, antibiotik spektrum luas
diberikan segera sesudah pemberian artesunat. Antibiotik dihentikan bila keadaan
umum membaik dan tidak ada infeksi (antibiotik dievaluasi dalam 48-72 jam).6
Selain itu, pengobatan simptomatik dapat dengan antipiretik pada anak yang
demam, untuk mencegah hiperpireksia dengan paracetamol 15 mg/kgBB/dosis
setiap 4 – 6 jam. Apabila terjadi hiperpireksia (suhu > 40℃), beriakn paracetamol
dosis initial 20 mg/kgBB/dosis dilanjutkan dengan dosis rumatan 15
mg/kgBB/dosis. Pada anak kejang, sebaiknya diberikan diazepam intravena
perlahan dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/dosis atau diazepam rektal 5 mg (berat
badan< 10 𝑘𝑔) atau 10 mg (berat badan > 10 𝑘𝑔), dan segera dirujuk ke rumah
sakit, karena kejang merupakan salah satu gejala malaria berat yang membutuhkan
penanganan lanjutan.1
Suplementasi zat besi dengan atau tanpa zinc secara bermakna meningkatkan
kadar hemoglobin pada penderita malaria tropika di daerah endemis. Namun,
pemberian zat besi pada malaria dengan anemia ringan tidak dianjurkan, kecuali
bila disebabkan oleh defisiensi besi.1

2.11 Follow Up
Pada penderita rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke-3, ke-
25

7, ke-14, ke-21, dan ke-28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis (parasitologi). Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa
pengobatan dan evaluasi, penderita segera dianjurkan datang kembali tanpa
menunggu jadwal tersebut.6
Pada penderita rawat inap evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan
pemeriksaan klinis dan darah malaria secara kuantitatif hingga klinis membaik dan
hasil mikroskopis negatif. Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada hari ke-3, ke-7,
ke-14, ke-21, dan ke-28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis.6

2.12 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk malaria dikatakan tidak hanya
dengan pemberian obat profilaksis, karena tidak ada satupun obat malaria yang
dapat melindungi secara mutlak terhadap infeksi malaria. Sehingga prinsip
pencegahan malaria, terdiri atas empat, yaitu Awareness (kewaspadaan terhadap
risiko malaria), Bites Prevention (mencegah gigitan nyamuk), Chemoprophylaxis
(pemberian obat profilaksis), Diagnosist and Treatment (penegakan diagnosa dan
terapi).6
1. Pemakaian obat profilaksis
Semua anak dari daerah non-endemik apabila masuk ke daerah endemik
malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari
daerah endemi malaria, tiap minggu diberikan obat anti malaria. 6,17
a. Doksisiklin 2 mg/kgBB setiap hari, namun diminum sehari sebelum
bepergian dan selama bepergian hingga 4 minggu setelah kembali. Tidak
lebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak disarankan untuk ibu hamil dan anak
kurang dari 8 tahun.16
b. Klorikuin 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg sekali seminggu.1
c. Sulfadoksin 10-15 mg/kgBB sekali seminggu (hanya untuk umur 6 bulan atau
lebih).1
2. Menghindari gigitan nyamuk. Bisa dilakukan dengan memakai kelambu atau
kasa anti nyamuk, atau bisa menggunakan obat pembunuh nyamuk.6
26

2.13 Prognosis
Sebagian besar anak dengan malaria tanpa komplikasi akan menunjukkan
perbaikan dalam 48 jam setelah dimulai pengobatan dan bebas demam setelah 96
jam. Apabila malaria dapat dideteksi lebih dini dan diberi pengobatan yang tepat,
prognosis malaria tanpa komplikasi pada anak umumnya baik.1
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium,
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk dan tidak dapat bertransmisi secara
langsung dari satu orang ke orang lain. Malaria merupakan salah satu masalah
kesehatan utama dunia dan terjadi di lebih 100 negara. Sustainable Development
Goals (SDGs) menetapkan malaria sebagai salah satu komitmen global untuk
dikendalikan. Pada tingkat nasional program eliminasi malaria ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 293/Menkes/SK/IV/2009. Target program
eliminasi adalah seluruh wilayah di Indonesia bebas dari malaria selambat –
lambatnya tahun 2030. Tiga provinsi di Indonesia bagian timur belum memiliki
kabupaten/kota yang berstatus eliminasi malaria, yaitu Maluku, Papua Barat, dan
Papua.
Malaria disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang dan
berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles bentina. Spesies Plasmodium pada
manusia adalah, Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,
Plasmodium malariae, dan Plasmodium knowlesi. Malaria memiliki gejala khas
atau yang lebih dikenal dengan trias malaria, yaitu menggigil, demam dan
berkeringat. Durasi demam yang muncul bergantung pada tiap spesies yang
menginfeksi penderita tersebut.
Pemeriksaan untuk mendiagnosis malaria adalah pemeriksaan sediaan darah
(SD) tebal dan tipis dan pemeriksaan dengan RDT untuk mendeteksi antigen parasit
malaria. Malaria yang dapat diidentifikasi adalah P. falciparum dan non P.
falciparum. Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini menggunakan DHP dan
Primakuin. Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah
resistensi.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Liwan AS. Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria tanpa Komplikasi pada


Anak. CDK. 2016;6(42). p425-429.
2. Debora J, Rinonce HT, Pudjohartono MF, dkk. Prevalensi Malaria di
Asmat, Papua : Gambaran Situasi Terkini di Daerah Endemik Tinggi.
Journal of Community Empowerment for Health. 2018; 1(1) : p13-22.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2020. 2021 : p202-204.
4. Paskalita II, Patanduk Y. Malaria pada Anak di Bawah Umur Lima Tahun.
Jurnal Vektor Penyakit. 2015;9(2):p65-71.
5. Rampengan NH. Terapi Malaria pada Anak. Jurnal Biomedik.
2015;7(3):p.5-11.
6. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria.
2020.
7. Fitriany J, Sabiq A. Malaria. Jurnal Averrous. 2008;4(2).
8. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan
Kasus Malaria di Indonesia. 2008.
9. Soedarmo SS. Garna H, Hadinegoro SR. Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI. Sagung Seto.
2015;2:p.80-101.
10. Adhinata FD, Suryani E, Dirgahayu P. Identification of Parasite
Plasmodium SP on Thin Blood Smears with Rule-Based Method. Jurnal
Itsmart. 2016;5(1):p16-24.
11. Ambarita LP. Plasmodium Knowlesi : Distribusi, Gambaran Mikroskopis,
Gejala Penderita dan Vektor Potensial. Jurnal Ekologi Kesehatan.
2014;13(3):p.201-209
12. Nelwan RHH. Malaria Plasmodium Knowlesi, 204 th ed. Jakarta. Cermin
dunia kedokteran; 2013.p327-9.

28
13. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah. Profil Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah tahun 2019. 2020
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman Tatalaksana
Malaria. 2013.
15. Isnawati A, dkk. Bioequivalence study of dihydroartemisinin-piperaquine
(DHP) generic formulation in fixed-dose combination, in healthy
Indonesian volunteers. Bali Medical Journal. 2018;7(2):290-295.
16. Azlin, Emil. Obat Anti Malaria. Sari Pediatri. 2004;5(4):150-154.
17. Wangi YS, Sumardika IW. Doxycycline sebagai Kemoprofilaksis Malaria
untuk Wisatawan. CDK-299. 2015;42(6):462-465.

29

Anda mungkin juga menyukai