Anda di halaman 1dari 47

Rakha Salim

Hamdan Ramadhan
Ferry Mendila
Widya Astuti Muslimin
Andi Syalazil Marjua
Mizaan Fatihah
Nurhayati I Darise
IDENTITAS PASIEN

• NAMA : DA
• JENIS KELAMIN : LAKI- LAKI
• USIA : 1 TAHUN 2 BULAN
• TANGGAL LAHIR : 22-12-2016
• AGAMA : ISLAM
• ALAMAT : JL. KANDEA
• RUMAH SAKIT : RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO
• NO. RM :80-08-57
• TANGGAL MASUK :
KELUHAN UTAMA

• Keluhan Utama : Sesak


• Anamnesis Terpimpin :
Sesak dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Ada biru. Tidak demam. Tidak kejang. Tidak muntah. Anak
malas makan dan minum. Ada riwayat BAB keluar darah.
BAK lancar, kuning. Riwayat dirawat di RS Wahidin dengan
diagnosis Tetralogy Of Fallot. Demam 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.
KELUHAN UTAMA
• Pasien tidak memiliki riwayat alergi dan tidak pernah
menderita penyakit lain. Saat ini pasien diberi susu
formula. Riwayat pemberian ASI selama 1 bulan.
• Pasien adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Ayah pasien
berusia 36 tahun dan sehat, sedangkan ibu pasien berusia
25 tahun dan sehat.

No. Jenis Kelamin Umur Sehat / Sakit

1 Perempuan 8 tahun Sehat

2 Laki-laki 1 tahun 2 Penderita


bulan
STATUS NEONATAL

• TEMPAT LAHIR : RUMAH SAKIT


• DITOLONG OLEH : DOKTER
• LAHIR : SPONTAN
• SEGERA MENANGIS : YA
• BBL : 2850 GRAM
• PBL : 50 CM
• RIWAYAT IMD :-
• VITAMIN K :-
STATUS IMUNISASI

IMUNISASI BELUM 1 2 3 4 5 BOOSTER


BCG √
HEP B √
POLIO √
DPT √
CAMPAK √
HIB √
PCV √
VARICELLA √
TYPHOID √
LAIN-LAIN √
PEMERIKSAAN FISIS
• Keadaan umum : Sakit • Status gizi :
sedang / Gizi Kurang / GCS • BB : 6 KG
15 • PB : 65 CM
• LLA : 9.5 CM
• Tanda vital : • LK : 46 CM (Normal 45-50
• TD : 90/50 cm)
• Nadi : 103x/ menit, reguler • LD : 43 CM
kuat angkat • LP : 4,5 CM
• Napas : 52x/menit • BB/TB : Terletak diantara -
• Suhu : 37.1ºC 2SD dan -3SD (GIZI KURANG)
• SpO2 : 72% • TB/U : Terletak dibawah -
3SD (SHORT STATURE)
• BB/U : Terletak dibawah -
3SD
PEMERIKSAAN FISIS

• Pucat : Tidak ada • Ubun-ubun besar : belum menutup


• Sianosis : Ada pada mukosa, wajah, ujung jari dan ekstremitas • Hidung : rhinore tidak ada
• Ikterus : Tidak ada • Bibir : Ada sianosis
• Turgor : Baik • Lidah : kotor tidak ada
• Kulit : Scar BCG ada • Mulut : stomatitis (-)
• Edema : Tidak ada • Caries : tidak ada
• Kepala : Normocephal, Mesocephal • Gigi :-
• Muka : Simetris
• Tenggorok : Hiperemis (-)
• Rambut : Hitam tidak mudah tercabut
• Tonsil : T1-T1 hiperemis (-)
• Telinga : Otore tidak ada
• Leher : kaku kuduk tidak ada
• Mata : Kojunctivitis tidak ada
• Ekstremitas : clubbing finger
PEMERIKSAAN FISIS
• Thoraks : Simetris kiri kanan
• Bentuk : simetris kiri-kanan

• Payudara : tidak ada kelainan


• Paru
• PP : Simetris kiri-kanan, tampak kebiruan

• PR : Sela iga kiri sama dengan kanan


• PK : batas paru hepar intercostal VI kanan,
batas paru belakang kanan vertebra thoracal X,
batas paru belakang kiri vertebra thoracal XI
• PD : Bunyi pernapasan bronchovesikuler, bunyi tambahan

Ronki ada, wheezing tidak ada


PEMERIKSAAN FISIS

• Jantung
• PP : ictus cordis tidak tampak
• PR : thrill tidak teraba
• PK : batas atas intercostal III kiri,
batas kanan linea parasternalis kanan,
batas kiri linea midclavicularis kiri
• PD : Bunyi jantung I murni reguler, bising ada jantung
pansistolik grade 3/6
PEMERIKSAAN FISIS

• Abdomen • Status pubertas : A1P1G1


• PP : Datar, ikut gerak nafas • Anggota gerak : wasting tidak ada
• PD : Peristaltik (+) kesan normal. • Kol. Vertebralis : scoliosis tidak ada,
• PR : Lien dan hepar tidak teraba, gibbus tidak ada
nyeri tekan tidak ada, tidak ada • Refleks fisiologis : KPR ada/ada,
nyeri tekan epigastrium BPR ada/ada, APR ada/ada, TPR
• PK : Timpani ada/ada. Kesan meningkat

• Kelenjar limfa : tidak teraba • Refleks patologis : babinski,


gordon, chaddock, oppenheim
• Alat kelamin : tidak ada kelainan tidak ada
PEMERIKSAAN TAMBAHAN

1. Darah Rutin
WBC : 7.000 u/L
RBC : 7.150.000 u/L
HGB : 21 gr/dL
HCT : 70%
PLT : 106.000 u/L
2. Foto Thorax
Kesan : Bronchopneumonia bilateral
Diagnosis Kerja

Community Acquaired Pneumonia +


Penyakit Jantung Bawaan Sianotik e.c
Tetralogy of Fallot
Penatalaksanaan

• Oksigen nasal kanul 2L/menit


• Infus KAEN 3B 500 cc, 9 tetes per menit
• Propanolol 1,5 mg/12jam/oral
• Gentamisin 15 mg/12jam/intravena
• Ceftazidine 300mg/6jam/intravena
Tetralogy of
Fallot
Definisi

• Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan biru


(sianotik) yang terdiri dari 4 kelainan khas
1. Defek septum ventrikel
2. Stenosis pulmonal infundibular
3. Overriding aorta
4. Hipertrofi ventrikel kanan
• Merupakan PJB Sianotik yang paling sering ditemukan,
mencakup 5-8% seluruh PJB.
Patofisiologi

Kelainan yang paling : Stenosis


Pulmonal dan VSD
1. VSD menyebabkan tekanan
ventrikel kiri dan kanan sama
2. Stenosis Pulmonal
menyebabkan Aliran ke paru
terhambat
Sehingga darah yang miskin
oksigen masuk ke aorta
Gejala

• Tampak biru pada mukosa mulut dan


kuku, kadang-kadang disertai jari-jari.
• Nafas cepat dan dyspnea d’effort
• Cepat Lelah, sering jongkok (squating)
setelah berjalan beberapa langkah
Auskultasi: Bunyi jantung pertama
biasanya normal, bunyi jantung 2
terpisah dengan komponen pulmonal,
dan terdengar bising sistolik ejeksi di sela
iga II parasternal kiri
• Pemeriksaan Darah
• Didapatkan jumlah eritrosit dan hematocrit yang sesuai dengan
derajat desaturasi.
• Elektrokardiogram
• Tampak deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan.
Kadang diseertai hipertrofi atrium kanan.
• Foto torak
• Gambaran pembuluh darah paru berkurang (oligemia) dan
konfigurasi jantung yang khas seperti sepatu boot (boot shape)
• Ekokardiogram
• Tampak defek septum ventrikel jenis perimembranus dengan
overriding aorta kurang lebih 50% dan penebalan infundibulum
ventrikel kanan
Permasalahan

• Anak dengan kelainan ini akan biru sejak lahir, karena


hipoksia dan menyebabkan pertumbuhan badan yang
kurang dibandingkan dengan anak seusianya.
Permasalahan

• Spel Sianotik/serangan sianotik


(hypercyanotic spell)
• Anak tampak lebih biru, pernafasan
cepat, kesadaran menurun, dan
kadang-kadang disertai kejang yang
terjadi secara tiba-tiba dan
memerlukan penanganan khusus.
• Umumnya dialami pada usia 3 bulan
sampai kurang lebih 3 tahun, sering
timbul pagi hari waktu anak bangun
tidur, setelah buang air besar, atau
saat demam.
• Berlangsung 15-30 menit
Tatalaksana Hypercyanotic spell

• Bayi harus ditempatkan dalam posisi knee-chest position


• Oksigen 100%
• morfi n sulfate, 0,1-0,2 mg/kg im atau sc
• Fenilefrin 0,02 mg/kg IV
• Crystalloid or colloid fluid bolus: 10-20ml/kg by rapid IV
push
Tatalaksana

• Tujuan pokok dalam menangani tetralogy fallot adalah


koreksi primer yaitu penutupan defek septum ventrikel
dan pelebaran infundibulum ventrikel kanan.
• Umumnya koreksi primer ini dilaksanakan pada usia
kurang lebih 1 tahun, dengan perkiraan berat badan
sudah mencapai sekurangnya 8 kg.
Terapi paliatif

• Membuat pirau antara arteri sistemik dengan arteri


pulmonalis. Contoh: Blalock-Tausig shunt (pirau arteri
subclavia dengan cabang arteri pulmonalis.
• Dilakukan pada pasien berumur <1 tahun, berat badan <8 kg
yang sering mengalami spel sianotik, atau terdapat desaturase
oksigen hebat (<70%)
Prognosis

• Tanpa penanganan yang baik:


• 25% meninggal dalam 1 tahun, 40% sebelum 4 tahun, 70%
sebelum usia 10 tahun dan 95% sebelum 40 tahun.
• Mayoritas pasien yang sudah di operasi mengalami
tumbuh kembang yang baik hingga dewasa
community acquired pneumonia
Suatu peradangan pada paru akut
parenkim paru yang dapat disebabkan
oleh berbagai macam mikroorganisme
seperti bakteri, virus, jamur, maupun
parasit.
Epidemiologi

• Sebuah studi menyebutkan rata-rata kasus pneumonia dalam setahun


adalah 12 kasus setiap 1000 orang.

• Mortalitas pada penderita CAP yang membutuhkan perawatan


rumah sakit dan meningkat pada populasi tertentu seperti pada
penderita CAP dengan bakterimi, dan penderita yang memerlukan
perawatan di intensive care unit (ICU).

• Angka mortalitas juga lebih tinggi ditemukan pada negara


berkembang, pada usia muda, dan pada usia lanjut, bervariasi dari
10 – 40 orang tiap 1000 penduduk di negara-negara barat.
Etiologi

• Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai


macam mikroorganisme, contohnya :
 bakteri
 virus
 jamur
 protozoa

Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan


bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita
pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.
Faktor resiko

Ada beberapa faktor resiko pada pasien CAP,


diantantaranya:

Defisit Berat badan


Gizi buruk
immunologi lahir rendah

Tidak
Imunisasi
mendapatkan
tidak lengkap
ASI
Patogenesis
PROSES PATOLOGI PARU PADA PNEUMONIA

Tahap kongesti:
Tahap ini merupakan awal respon inflamasi. Lobus yang terkena
menjadi merah dan berat karena kongesti vaskular. Protein
berlebihan, neutrofil berlimpah dan banyak bakteri dapat terlihat
pada alveoli. Tahap ini berlangsung selama 1 sampai 2 hari

Tahap hepatisasi merah:


Lobus yang terkena menjadi merah, kencang dan mengakuisisi
hati seperti konsistensi. Cairan protein berubah menjadi helm fibrin
dengan eksudat seluler yang ditandai neutrofil. Ekstravasasi sel
darah merah yang memberi warna merah pada paru
terkonsolidasi. Tahap ini berlangsung selama 2 sampai 4 hari.
PROSES PATOLOGI PARU PADA
PNEUMONIA

Tahap hepatisasi abu-abu:


Lobus yang terkena menjadi kering, f dan abu-abu karena sel-sel
merah terlisis. Eksudat seluler neutrofilik menurun karena
kerusakan sel inflamasi dan makrofag sekarang terlihat. Beban
mikro organisme juga berkurang. Tahap ini berlangsung selama 4
sampai 7 hari.

Tahap resolusi:
Karena tindakan enzimatik, materi fibrinous dicairkan dan aerasi
paru terbentuk kembali secara bertahap. Makrofag adalah sel
utama di alveoli. Ada pengurangan progresif eksudat cairan dan
seluler dari alveoli dengan cara ekspirasi dan drainase limfatik yang
mengarah ke parenkim paru normal selama lebih dari 3 minggu
Manifestasi klinis

Kesulitan
Sesak napas Demam
makan/minum

Serangan pertama atau


Batuk yang awalnya kering,
berulang, untuk
berubah menjadi produktif
Tampak lemah dengan dahak purulen
membedakan dengan kondisi
imunokompromise, kelainan
bahkan bisa berdarah
anatomi bronkus atau asma
Diagnosis
Anamnesis:
Batuk yang awalnya kering, berubah menjadi
produktif dengan dahak purulen bahkan bisa
berdarah
Sesak napas
Demam
Kesulitan makan/minum
Tampak lemah
Serangan pertama atau berulang, untuk
membedakan dengan kondisi imunokompromise,
kelainan anatomi bronkus atau asma
Diagnosis
Pemeriksaan Fisis:

 Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas dan nadi


harus dilakukan pada saat awal pemeriksaan
 Penilaian keadaan umum antara lain kesadaran dan
kemampuan makan/minum
 Gejala distress napas seperti takipneu, retraksi subcostal,
batuk, krepitasi, dan penurunan suara paru
 Demam atau sianosis
 Anak dibawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala
pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit
akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen.
Pada bayi, terdapat gejala pernapasan tidak teratur dan
hipopnea
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi:
 Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin
pada anak dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan
tanpa komplikasi
 Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita
pneumonia yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang
ditemukan membingungkan
 Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila
didapatkan adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya
komplikasi, pneumonia berat, gejala menetap atau
memburuk, atau tidak respon terhadap antibiotik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu
dilakukan untuk membantu menentukan pemberian
antibiotik
Pemeriksaan kultur dan pewarnaan gram sputum
dengan kualitas yang baik direkomendasikan dalam
tatalaksana anak dengan pneumonia berat
Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada
pasien rawat jalan, tetapi direkomendasikan pada
pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap
anak yang dicurigai menderita pneumonia bakterial
Jika ada efusi pelura, dilakukan pungsi pleura dan
dilakukan pemeriksaan mikrologis, kultur serta deteksi
antigen bakteri untuk diagnosis dan pemberian antibiotik
Pemeriksaan CRP, LED dan pemeriksaan fase akut lain
Penatalaksanaan

Pemberian terapi antibiotik adalah untuk mengeradikasi patogen


penyebab infeksi. Terapi antibiotik yang diberikan pada penatalaksanaan
awal adalah terapi empirik karena patogen penyebab sulit untuk
didiagnosis secara pasti pada kebanyakan pasien CAP.

Inpatients (rawat inap)


 Non-ICU: respiratori fluoroquinolone, atau antibiotik beta-lactam ditambah
macrolide
 ICU: Antibiotik beta-lactam (ceftriaxone, cefotaxime, atau
ampicillin/sulbactam), ditambah azithromycin atau respiratori
fluoroquinolone
Penatalaksanaan

Outpatients (rawat jalan) riwayat penggunaan antibiotik


dalam 3 bulan terakhir dengan
• Sebelumnya dalam kondisi sehat, Respiratori fluoroquinolone
tidak ada riwayat penggunaan Berikan :
antibiotik dalam 3 bulan terakhir
Berikan : Makrolid atau Doksisiklin • Levofloxacin
• Gemifloxacin
• Moxifloxacin atau
• Antibiotik betalactam
(amoxicillin dosis tinggi,
amoxicillin/clavulanate, atau
cefpodoxime)
• Ditambah macrolide

• Dengan penyakit komorbid* atau


Pemantauan

• Pada pasien CAP dengan penyakit komorbid atau dengan


riwayat penggunaan antibiotik dalam 3 bulan terakhir
terjadinya Drug Resistant Streptococcus pneumoniae (DRSP)
menjadi perhatian penting dan penatalaksanaannya adalah
dengan pemberian antibiotik oral beta-laktam seperti
amoxicilin dosis tinggi, amoxicillin/clavulanate, cefpodoxime
dikombinasi dengan macrolide.
• Terapi pada pasien CAP dapat dihentikan apabila telah
memenuhi kriteria berikut:
1. Pasien setidaknya mendapat terapi selama minimal 5 hari,
2. Bebas demam selama 48-72 jam,
3. Tidak ditemukan lebih dari 1 tanda yang menunjukkan
ketidakstabilitas klinik akibat CAP.
Komplikasi

Efusi Pleura Emfisema Abses Paru

Pneumotora Gagal
Sepsis
k Napas
Prognosis

BAIK
Tergantung dari :
1. Faktor penderita
2. Bakteri
penyebab
3. Penggunaan
antibiotik yang
tepat serta
adekuat
Pencegahan

Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza)

• Sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang


efektivitinya.
• Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan
risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes,
penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll.
• Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek
samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan
reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3

Anda mungkin juga menyukai