Anda di halaman 1dari 30

DIFTERI

Alma Soviana S
Hamdan Ramadhan
Qanitah Binti Marzuki
Ainaaffina Binti Suhaimi
Andi Ratih Radiah Iskandar
Puteri Nur Adeeba Binti Mohamad Nasaee
Rindayanti Dahlan
Selfiana Lani Kurni
Ferry Mendila
Dini Mutia Khairunnisa
Paramita Dian Lestari
Anamnesis
• Demam dialami sejak 3 hari sebelum MRS.
• Tidak kejang
• Batuk, tidak sesak
• Tidak muntah
Identitas Pasien
• Nomor RM : 831902 Anak ke 1 dari 1 bersaudara
• Nama : Athar Dzaky
N Jenis Tgl Lahir Umur Sehat/Sakit
• Alamat : Hertasning Baru O Kelamin
• No. Telp : 085230761017
• Tanggal Lahir: 26/Juni/2013 1 Laki-laki 25/6/2013 4 Penderita

• Umur : 4 Tahun 7 Bulan 2 Tahun

• Agama : Islam
• Jenis Kelamin: Laki-laki
• Suku Bangsa: Bugis
Anamnesis
• Alloanamnesis
• Keluhan utama : Demam
• Seorang anak laki-laki usia 4 tahun datang berobat ke RS Wahidin dengan keluhan
utama demam sejak 3 hari sebelum MRS, demam tidak terus-menerus. Pasien tidak
kejang, tidak batuk, tidak sesak. Riwayat nyeri tenggorokan dirasakan terutama saat
menelan. Anak malas makan dan minum. Tidak muntah. Buang air besar biasa
lancar. Buang air kecil lancar kuning. Riwayat disekitar rumah ada penderita difteri
disangkal.
Status Neonatal
• Tempat lahir : Rumah Sakit
• Ditolong Oleh : Dokter
• Lahir : Spontan
• Segera Menangis : Pasien segera menangis
• BBL : 3500 gram
• PBL : 50 cm
• Riwayat IMD : Pasien mendapat ASI esklusif sejak lahir
• Bayi Cukup Bulan, Sesuai Masa Kehamilan
Imunisasi
Status Imunisasi
Belum 1 2 3 4 Booster 18
Pernah Bulan-2 Tahun
BCG √
HEP. B √ √ √ √
POLIO √ √ √
DPT √ √ √
CAMPAK √
HIB √
PCV √
ROTAVIRU √
S
INFLUENZ √
A
MMR √
VARISELA √
HEP A √
TIFOID √
HIV √
• BB : 27 kg
Pemeriksaan Fisis • Kepala
• PB/TB : 112 cm o Rambut : Hitam lurus
o Bentuk : Mesosefal
• LLA : 23 cm
o Ukuran : Normosefal
• LK : 52 cm o Ubun-Ubun : Sudah Menutup
• LD : 67 cm • Muka : Simetris kanan dan kiri
• LP : 63 cm • Mata : cekung tidak ada
• BB/TB : terletak diatas+ 3SD (gizi • Telinga : otore tidak ada
obesitas • Hidung : Rhinore tidak ada
• Bibir
• TB/U : terletak diatas+ 2SD (TB
o Pucat : Tidak ada
normal
o Sianosis : Tidak ada
• BB/U : terletak diatas+ 3SD Sakit o Kering : Tidak ada
• Sakit sedang/Gizi obesitas/GCS 15 • Mulut
• Tanda-Tanda Vital o Gigi : caries dentis tidak ada
o Tekanan Darah : 90/60 mmHg o Sel Mulut : Stomatitis tidak ada
o Tenggorok : Ada Hiperemis
o Frekuensi Nadi : 110x/menit
o Tonsil : T2-T2 hiperemis
o Pernafasan : 28x/menit Ada membran putih kekuningan
o Suhu : 38,9 C Mudah berdarah
• Leher : kaku kuduk tidak ada
Thoraks • Abdomen
• Bentuk : Simetris kiri dan kanan o PP : Datar, ikut gerak nafas
• Payudara : Tidak ada kelainan o PD : Peristaltik ada kesan normal
• Jantung o PR :
o PP : Ictus cordis tidak tampak • Lien : Tidak teraba
o PR : thrill tidak teraba • Hepar : Tidak teraba
o PK : Batas atas intercostal III kiri, • Massa: Tidak teraba
Batas kanan linea parasentralis kanan
• PK : Timpani
Batas kiri linea midclavicularis sinistra
• Kelenjar limfe : Limfadenopati tidak ada
o PD : Bunyi jantung I/II murni reguler
• Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Bising jantung tidak ada
• Status pubertas : A1G1P1
• Paru
• Ekstremitas : Tidak ada kelainan
o PP : Pengembangan simetris kiri- kanan
• Kolumna vertebra : Tidak ditemukan
o PR : Sela iga kiri sama dengan kanan
gibbus dan scoliosis
o PK : Batas paru hepar intercostal VI kanan
• Refleks fisiologis :kesan normal
Batas paru belakang kanan V.Thorakal x
• Tonus : normal
Batas paru belakang kiri V.Thorakal XI
o PD : Bunyi napas vesikuler, tidak ada • Refleks patologis : Babinsky, Chaddock, Gordon,
bunyi tambahan
Oppenheim tidak ditemukan
Penatalaksanaan
• Demam • Paracetamol
270mg/8jam/IV jika suhu
>38.5
• Cairan • Dextrose 5% 20 tts/menit
• Antibiotik • Ampicillin 500 mg/6 jam
IV

• Atasi difteri
• Serum Anti difteri 40.000
(skin test dan eye IU intravena (dalam 100
test terlebih ml NaCl 0.9%) habis
dahulu) dalam 1 jam
Pembahasan
PENDAHULUAN

Difteri adalah infeksi akut


yang terjadi secara local pada
membrane mukosa atau kulit
yang disebabkan oleh bakteri
dari genus Corynebacterium
diphteriae dan Corynabacteria
non difteri. Corynebacteria adalah
bakteri gram positif, fakultatif
anaerob, bersifat nonmotil
PENDAHULUAN

Difteri sering bermanifestasi pada saluran pernapasan atas dan


kulit.

Difteri tanpa pengobatan antibiotic dapat menular selama 2-6


minggu

Golongan umur yang sering terkena difteri adalah 5-7 tahun

Jenis kelamin yang sering menderita difteri adalah perempuan


dikaitkan dengan daya imunitasnya yang rendah
DEFINISI

Difteri merupakan suatu penyakit infeksi akut pada faring,


laring, tonsil, hindung dan membran mukosa atau kulit, yang
disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphtheriae.
EPIDEMIOLOGI

Pada awal tahun 1990,WHO melaporkan endemik difteri di Bilangan kasus difteri
beberapa bagian dunia (Brasil, Nigeria, India, Indonesia, Filipina dan di
bebarapa bagian dari Uni soviet)
48 Indonesia
Insiden tertinggi terjadi pada umur 15-34 tahun, dengan 70% kasus 39

berusia > 15 tahun.

Sebelum penggunaan vaksin pada tahun 1920, didapatkan 100-200 kasus


per 100.000 penduduk di Amerika Serikat, dan menurun menjadi 0,001
kasus per 100,000 penduduk.
BILANGAN
KA
Tidak ada perbedaan kejadian difteri pada laki-laki dan Rs Dr. M. Jamil Padang (1990-1992)

perempuan. RS Wahidin Sudirohusodo (1987-1990)


EPIDEMIOLOGI

Tahun Jumlah Kasus


2010 432
2011 806
2012 1192
2013 475
2014 421
2017 622
ETIOLOGI

Pewarnaan pada sel Corynebacterium diphtheriae dari medium Pai dan


diwarnai dengan biru metilen. Panah menunjukkan ujung yang seperti gada.
PATOFISIOLOGI

C diphtheriae masuk ke saluran pernapasan bagian atas (bisa melalui kulit, saluran genital atau mata)

C diphtheriae dalam hidung atau mulut, berkembang pada sel epitel mukosa saluran napas atas terutama pada tonsil

C diphtheriae menghasilkan endotoksin, yang dilepaskan oleh endosome

Reaksi inflamasi lokal, selanjutnya terjadi kerusakan jaringan dan nekrosis.

Pada daerah nekrosis ini terbentuk fibrin, yang kemudian diinfiltrasi oleh sel darah putih

Toksin yang diproduksi lebih banyak, daerah nekrosis makin luas dan dalam

Terbentuk eksudat fibrosa yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin, sel epitel, sel leukosit, sel eritrosit yang berwarna abu-
abu sampai hitam (pseudomembran)
Kerusakan jaringan lokal menyebabkan toksin menyebar melalui aliran limpa dan hematogen ke organ lain, seperti
miokardium,ginjal, dan sistem saraf.
GEJALA KLINIS

• Demam ( 380C atau 1040F) atau di atas dan kadang-kadang menggigil


• Sianosis
• Malise
• Sakit tenggorokan
• Sakit kepala
• Batuk, dispenia , stridor pernapasan, mengi.
• Suara serak , disfagia.
• Pemebentukan pseudomembran dan limfadenopati.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan bakteriologis
- Preparat apusan dan biakan kuman difteri dari bahan apusan mukosa hidung dan
tenggorokan.
• Darah rutin
- Hb, leukosit, hitung jenis
• Urine lengkap
- Protein & sedimen
• Enzim CPK segera pada saat masuk rumah sakit
• Ureum dan kreatinin bila ada kecurigaan komplikasi ginjal
• EKG dilakukan sejak hari 1 perawatan kemudian secara serial minimal 1x/minggu
kecuali bila ada indikasi bisa dilakukan 2-3x/minggu
KOMPLIKASI

Gagal Nafas

Gagal Jantung

Kelumpuhan

Kematian
DIAGNOSA BANDING
DIFTERI EPIGLOTITIS FARINGITIS
DEMAM + + +
BATUK - - -
DISFAGIA + + +
UMUR + + +
TONSIL HIPEREMIS + + +

PSEUDOMEMBRAN + - -

TONSIL BERDARAH + - -
TATALAKSANA

• menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya


Tujuan • mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi
pengobatan: minimal
• mengeliminasi C. diphtheriae untuk mencegah penularan
• mengobati infeksi penyerta dan penyulit

• Pengobatan Umum
Pengobatan: • Pengobatan Khusus
Penatalaksanaan
• Umum
o Isolasi semua pasien dengan difteri yang dicurigai sampai diagnosis dikonfirmasi atau dengan standar, kontak
(gunakan APD) dan tindakan pencegahan transmisi (memakai masker wajah bedah) sampai dua kultur dari
tenggorokan dan hidung (dan lesi kulit pada difteri kulit) diambil, paling sedikit 24 jam.
o Pemantauan (dalam perawatan intensif) untuk komplikasi yang berpotensi mengancam jiwa (misalnya penyumbatan
jalan nafas karena penyakit trakeobronkial) atau manifestasi sistemik (terutama komplikasi jantung)
o Pantau pola EKG secara teratur pada semua pasien dengan difteri. Tingkat AST serum juga dapat digunakan untuk
memantau miokarditis.
o Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat, makanan lunak yang
mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori.
• Spesifik
o Pengobatan antitoksin difteri (DAT) menetralisir toksin difteri dan mencegah perkembangan
penyakit. DAT harus diberikan pada semua kasus difteri yang mungkin terjadi tanpa menunggu
konfirmasi laboratorium; keputusan untuk menggunakan DAT didasarkan pada diagnosis klinis.
o Pengobatan antibiotik bukan pengganti pengobatan DAT. Meskipun antibiotik belum terbukti
mempengaruhi penyembuhan infeksi lokal, namun antibiotik diberikan untuk membasmi
organisme dari nasofaring dan mencegah penularan lebih lanjut ke orang lain.
1. Serum Anti Difteri
(SAD)/Difteri Anti Toksin (DAT)
Tipe Difteri/Dosis ADS (KI)/ Cara pemberian • Bila uji kulit/mata positif,ADS
diberikan dengan cara desentisasi
Difteria Hidung 20.000 Intramuscular (Besredka) dengan interval 20 menit,
dengan dosis berikut:
Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular / Intravena • 0,1 ml larutan 1:20, subkutan (dalam
Difteria Faring 40.000 Intramuscular / Intravena cairan NaCl 0,9%)
• 0,1 ml larutan 1:10, subkutan
Difteria Laring 40.000 Intramuscular / Intravena
• 0,1 ml tanpa dilarutkan, subkutan
Kombinasi lokasi diatas 80.000 Intravena • 0,3 ml tanpa dilarutkan,
Difteria + penyulit, bullneck 80.000-100.000 intramuskular
Intravena • 0,5 ml tanpa dilarutkan,
intramuskular
Terlambat berobat (>72 jam) 80.000-100.000
• 0,1 ml tanpa dilarutkan, intravena
Intravena
2. Antibiotik
• Penisilin prokain 1.20.000 U/hari/
•Terapi diberikan selama 14 hari. intramuskular tiap 12 jam selama 14 hari atau
bila hasil biakan 3 hari berturut-turut (-).
•Dilakukan dua biakan berturut-turut dari
hidung dan tenggorok (atau kulit) yang • Eritromisin 2 gram/hari, maks 2 g/hari/oral, tiap
6 jam selama 14 hari.
diambil berjarak 24 jam sesudah selesai
terapi, untuk evaluasi jangkitan kuman. • Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000
U/kgBB/hari, i.m. atau i.v. , dibagi dalam 4
dosis.
• Amoksisilin.
• Rifampisin.
• Klindamisin
PROGNOSIS

Tergantung dari umur, virulensi basil difteri, lokasi dan penyebaran membran, status imunisasi
penderita, kecepatan pengobatan, ketepatan diagnosis, dan perawatan yang diberikan.

Lebih baik setelah ditemukan ADS dan antibiotik daripada sebelumnya (angka kematian 5-10%)

Penderita difteri dengan keterlibatan jantung memepunyai prognosis sangat buruk (angka
kematian 60-90%)

Tingkat kematian yang tinggi disebabkan oleh difteri jenis gravis/invasive dan bullneck diphtheria
(angka kematian 50%)

Angka kematian yang tinggi juga berlaku pada umur kurang 5 tahun dan lebih 40 tahun.
EDUKASI DAN PENCEGAHAN

Edukasi tentang kebersihan umum dan kesadaran tentang


penyakit difteri.

Pencegahan yang terbaik adalah dengan vaksinasi.

Toksoid difteri dipersiapkan dengan pengobatan


formaldehid toksin, kekuatannya dibakukan, dan diserap
pada garam alumunium, yang memperbesar imunogenitas,
untuk pencegahan penyakit difteri, pertussis dan tetanus.
DAFTAR PUSTAKA

• Feranita,dkk. 2014. Determinan Kejadian Difteri Klinis Pasca Sub Pin Difteri Tahun 2012 Di Kabupaten Bangkalan.jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1.Surabaya.
• Setiati,et all .2014. buku ajar ilmu penyakit dalam.Jakarta: interna publishing.
• Riza A Dan Muhammad. Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Aktif Kader Dalam Penjaringan Kasus Probable Difteri. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 3 September 2015.
Surabaya.
• Firman,Dkk. Penyelidikan Epidemiologi Klb Difteri Di Kecamatan Geneng Dan Karang Jati Kabupaten Ngawi Tahun 2015. Jurnal Wiyata, Vol. 3 No. 2 Tahun 2016.Surabaya
• Both L, White J, Mandal S, Efstratiou A. Access to diphtheria antitoxin for therapy and diagnostics . Euro Surveill. 2014;19(24):pii=20830. Available online:
http://www.eurosurveillance.org/ViewArticle.aspx?ArticleId=20830
• Bishai W, Murphy J. Diphtheriae and Other Corynebacterial Infections. In: Kasper et all, editors. Harrison’s Principl,es of Internal Medicine 19th Edition. United States: McGraw-Hill
Education. 2015. p:977
• Ahmad A. Difteri. In: Setiati S, et al., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2014. p: 644-645
• Cohen C, Gouveia L, et al. Diphtheriae: NICD Recommendations for Diagnosis, Management and Public Health Response. National Institute for Communicable Diseases. 2016. p:5
• Brooks G, Butel J, Morse S. Jawetz, Melick, & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. Jakarta: EGC. 2007 p: 214-215
• Kolybo DV, Labyntsev AA, Romaniuk SI. Immunobiology of Diphtheria Recent Approaches for The Prevention, Diagnosis, and Treatment of Disease. Biotechnologia Acta, V 6, No 4, 2013.
• Murtaza,dkk. Diphtheria:Clinical Manifestations,Diagnosis and Role of Immunization In Prevention. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS) Volume 15, Issue 8 Ver. III
(August. 2016). Malaysia
• Ranuh, I. N. (2013). Beberapa Catatan Kesehatan Anak. Jakarta: CV Sagung Seto.
• Use of Diphtheria Antitoxin (DAT) for Suspected Diphtheria Cases. (21 September 2016). Diphtheria Antitoxin (DAT) Protocol CDC IRB, 3.
• Suprapto, N., & Mulya Rahma Karyanti. (2014). Difteri. In Kapita Selekta Kedokteran (pp. 71-72). Jakarta: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai