Anda di halaman 1dari 119

ALERGI-IMUNOLOGI

PADA ANAK
RUSDI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
SUBBAGIAN ALERGI-IMUNOLOGI
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Memahami pengertian Alergi dan Imunologi.
2. Mengetahui epedimilogi penyakit terkait Alergi-
Imunologi pada anak.
3. Memahami etiologi / faktor etiologi dan faktor risiko
penyakit terkait Alergi-Imunologi pada anak
4. Memahami patofisiologi dan patomekanisme
penyakit terkait Alergi-imunologi pada anak.
5. Mampu mendiagnosis penyakit terkait.
6. Mampu menatalaksana dan menjelaskan prognosis
penyakit terkait.
ALERGI
Alergi, berasal dari bahasa Yunani : Allon argon,
artinya reaksi yang berbeda/menyimpang dari
normal terhadap berbagai rangsangan/zat dari
luar tubuh misalnya terhadap makanan, debu,
obat-obatan dan sebagainya

Merupakan reaksi/respon berlebihan


(Hiperreaktifitas) tubuh terhadap bahan asing
/antigen yang lazim disebut Alergen, yang
diperantarai imunoglobulin E (IgE)
Atopi, berasal dari bahasa Yunani topos, artinya
tempat, A-topos artinya tidak pada tempatnya.
Dalam dunia kedokteran artinya bakat terhadap
terjadinya alergi yang diturunkan

Dalam arti lain adalah kecenderungan bakat


seseorang dalam membentuk IgE
IMUNOLOGI
Mempelajari semua aspek dari sistem kekebalan
tubuh, semua organisme.

Mencakup: Hipersensitifitas, autoimun,


defisiensi imun, dll.

Dahulu merupakan cabang dari Mikrobiologi yg


mempelajari respon tubuh (tu kekebalan
terhadap infeksi)
Sejarah ringkas perkembangan
Girolamo Fracastoro: Teori kontagion:
Pada penyakit infeksi terdapat suatu zat yg
dapat memindahkan penyakit tsb dari satu
individu ke individu lain

Edward J(1798): seseorang dpt terhindar dari


infeksi Variola secara alamiah, bila ia terpajan
sebelumnya dg cacar sapi (Cow pox)
Louis Pasteur(1880): Dapat menemukan penyebab
penyakit infeksi dan dapat membiak
mikroorganisme.

Robert Koch(1880): menemukan kuman penyebab


Tuberkulosis. (1891): mengamati adanya Reaksi
Tuberkulin (RT).

Mantoux (1908): menggunakan RT untuk


mendiagnosis Tuberkulosis pada anak.
Calmette dan Guerin (1921): menemukan vaksin
BCG

Roux dan Yersin (1885): menemukan Toksin


Difteri.

Clemens von Pirquet dan Bela Shick(1905):


Anak yg mendapat serum kebal kuda kadang
menderita panas, pembesaran kelenjar, dan
eritema ( Serum sickness)
Charles Richet dan Paul Portier (1901):
penyuntikan zat toksin pd anjing tidak
menimbulkan kekebalan, tetapi menyebabkan
anjing mati (Anafilaksis)

Clemes von Piquet (1906): menggunakan istilah


Alergi
Charles Blackley(1873): mempelajari peny Hay
Fever
Wolf Eisner(1906) dan Meltzer(1910):
menamakan Hay Fever dg Human Anaphylaxis
SISTEM IMUNITAS TUBUH

Innate immunty Adaptive immunity


Fisika & Kimia
Limfosit
Komplemen
Sel Fagosit
Sel T Sel B
CRP Memori Antibodi
Sel NK & Aktif
Interferon
ALERGEN /ANTIGEN
REAKSI HIPERSENSITIFITAS
MENURUT Gell & Coombs
Tipe I : (IgE-mediated)
Ia=Anafilaktik, Ib=Anafilatoid
Fase cepat dan fase lambat
Tipe II : (Rx sitolitik)
Ab (selain IgE) target Ag pd
permukaan sel a jaringan
Tipe III: Kompleks imun mengendap di p.darah
Tipe IV: Diperankan oleh Limfosit T
TOPIK
ALERGI IMUNOLOGI
ALERGI MAKANAN ARTRITIS REUMATOID
DERMATITIS ATOPI JUVENILE
RINITIS ALERGI PURPURA HENOCH-
ASMA SCHONLEIN
SYOK ANAFILAKTIK LUPUS ERITEMATOSUS
SISTEMIK
URTIKARIA
SINDROM STEVEN -
JOHNSON
ALLERGIC MARCH = Perjalanan
Alamiah Penyakit Alergi
ALERGI SUSU SAPI
PENDAHULUAN
ASI makanan terbaik buat bayi
Bila tidak memungkinkan dapat ASI  SF
SF: Alergen, mensensitisasi sistem imun
Gejala klinis patognomonik ASS tidak ada
Gejala muncul pd: kulit, sal cerna dan
sal nafas.
Tata laksana: avoidance, SF-Hipoalergenik,
Obat (?)
DEFINISI
ASS: suatu reaksi yg tdk diinginkan yg
diperantarai secara imunologis terhadap protein
susu sapi. Biasanya dikaitkan dg RH tipe I, yg
diperantarai oleh IgE. Walaupun demikian ASS
dapat diakibatkan oleh rx imunologis yg tdk
diperantarai oleh IgE ataupun gabungan
proses keduanya.
ANGKA KEJADIAN
Insiden: 2-3% (Sumber lain: 2 -7,5%)
Pada bayi Dermatitis atopi: 35-45% --> ASS

Alergi makanan fatal di Inggris & Irlandia:


8 meninggal (4 org  oleh susu sapi.
Macdougall, et all. Arch Dis Child. 2002; 86: 236-239. )

Pada bayi wheezing: SF penyebab kedua


terbanyak.(putih telur:39%, susu sapi:28%, kacang tanah:18%,
gandum:15%. Kontaniemi-Syrjanen, et all. Pediatrics 2003; 111:855-861)

SPT: 24 anak: 37,5% kedele; 33% susu sapi.


ALERGEN PADA SUSU SAPI
Terdapat 2 fraksi
Casein: 76-86 %, membuat kental
dapat dipresipitasi dg asam
pH 4,6: 5 casein dasar: α, αδ, β, κ,γ

Whey: denaturasi krn pemanasan


(albumin serum bovin, γ-globulin
bovin, α-laktalalbumin)
RESPON IMUN SAAT LAHIR

Th 1 Th 2 Allergy
Protection

Th2-skewed
BARIER SALURAN CERNA

Barier saluran cerna:


Non-Imunologis
Imunologis:
innate : sel epitel, NK, Makrofag,
adaptive : limfosit
sIgA
sitokin
pH asam
Lisozim

Mukus
Y
sIgA Mukus

Lap epitel
M-cell
sIgA

Sel
Goblet

IgA Histamin
IL

Submukosa
IgE Y Y Y
Payer’s Patch

T-cell
Sel Plasma
PAF
B-cell Y
Makrofag

Serat otot polos

Th2: IL-4, IL-10

BARIER USUS
INDUKSI TOLERAN
Hiperreaktivitas makanan Bila:
toleransi oral tdk berkembang normal

Pd tikus, kelompok toleran: sel T spesifik

Pd anak alergi makanan: produksi IL-10 <<


Alergi makanan pada anak
Menetap : Dominasi Th2, IL-4 & IL-13
Toleran : IL-10 >>
(Tiemessen, et all. JACI. 2004; 113: 932-939 )
Lisozim

Mukus
Y
Y
sIgA Mukus

Lap epitel
M-cell
sIgA

Sel Goblet

IgA Histamin: -
YY IL
Y
IgG4

Submukosa
Y Y
Payer’s Patch

Tr1
Sel Plasma
PAF

B-cell
Makrofag

Serat otot polos

Th3 : IL-10, TGF-β


BARIER USUS-INDUKSI TOLERANSI ORAL
GAMBARAN KLINIS
Bervariasi ringan-berat
Umumnya: usia < 1 bln, 1 minggu dpt SF
Terutama pada 3 sistem organ:

Kulit: urtikaria, kemerahan kulit, pruritus,


dermatitis atopik
GAMBARAN KLINIS
Saluran nafas: rinitis, hidung tersumbat,
batuk berulang, asma

Saluran cerna: muntah, kolik, konstipasi,


diare, bab berdarah
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Darah tepi: eosinofil >3% (eosinofilia)
eosinofil total > 300/ml
- Darah pada tinja
- IgE spesifik; (Uji tusuk kulit/Skin prick test +
Kadar Serum)
- Eliminasi dan Provokasi:
Terbuka
Buta ganda (DBPCFC=Double Blind Placebo
Controlled Food Challenge)
 sbg baku emas
KLASIFIKASI & DIAGNOSIS
IgE mediated
Peran IgE, Gejala muncul: 30' -1 Jam
Non-IgE mediated
Peran IgG atau IgM
Gejala muncul: 1 – 3 jam
Gejala: kolik, enterokolitis, gagal tumbuh,
anemia, allergic eosinophilic
gastroenteropathy, proktokolitis
KLASIFIKASI & DIAGNOSIS
Pendekatan Diagnosis
Cermat dan teliti
Riwayat konsumsi susu/produk susu sapi
Interval waktu
Munculan klinis
Pemeriksaan penunjang
PENATALAKSANAAN
NUTRISI
Complete avoidance
ASI Ekslusif
Susu formula: Hidrolisat, Asam Amino
MEDIKAMENTOSA
Obat diberikan sesuai munculan klinis
Emergensi: epinefrin
PENCEGAHAN
Primer: Dilakukan sebelum tersensitisasi

Avoidance, Susu Formula-Hidrolisat parsial, dll

Sekunder: mencegah agar peny alergi dini tdk


berkembang menjadi alergi lanjut
Avoidance
Susu Formula-Hidrolisat menyeluruh,

Mencegah dominasi Th2,

Tersier; Mencegah agar penyakit alergi lanjut tdk kambuh.

Avoidance, SF-H, Cegah dominasi Th2


Obat
TOLERANSI
Sudah dimulai sejak th pertama kehidupan.
Tahun pertama : 15%.
Tahun kedua : 22-28%.
Tahun ketiga :51%.
Tahun keempat : 55-67%.
Tahun keenam : 78%.
Saarinen KM, et all. JACI. 2005; 116: 869-875
PENDAHULUAN

Anaphylaxis: Reaksi Hipersensitifitas.

Bersifat menyeluruh
Berat
Mengancam Nyawa

Allergy-Anaphylaxis
Anaphylaxis
Non-Allergy-Anaphylaxis
(Anaphylactoid)
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

Emergency  IGD

Akurat  cermat, teliti, dll

Problem kesulitan tersendiri pd anak


Insidens and Fatalitas

Anaphylaxis tdk selalu dikenali dg baik

Insiden dan fatalitas nya sering dilaporkan


salah

(Kemp SF, et al. J Allergy Clin Immunol 2002; 110: 341-348)


I.L. de Silva, S.S. Mehr, D.Tey, M.L.K.Tang. Paediatric anaphylaxis: a 5 year retrospective
review. Allergy 2008: 63: 1071–1076 . --> Royal Childrens Hospital Melbourne
Insidens and Fatalitas
Tasmania; 1990-1999 : 1149 kasus anafilaksis anaphylaxis
( 254 cases: < 14 Y)
(Brown SGA, et al. J Allergy Clin Immunol 2004; 114: 371-376)

UK dan Irlandia
Kasus anafilaksis : 231(0-15y) dipicu
makanan
8 kasus diantaranya meninggal.

Incidence 0,006/100.000/child age 0-15 y


(Macdougall CF, et al .Arch Dis Child 2002; 86: 236-239.)
Indonesia: ?
Etiology / Trigger

Food : milk, fish, crustacean


Nuts : peanut, almond, etc
Antibiotic : penicillin, cephalosporin
Anaesthetic drugs : suxamethonium, vecuronium,
Contrast media : iodinated, fluorescein
Immunotherapy : allergen
Other drugs : NSAID, ACE-I, local anaesthetic
T. Imamura, Y. Kanagawa, M. Ebisawa. A survey of patients with self-reported
severe food allergies in Japan. Pediatr Allergy Immunol 2008: 19: 270–274.
Australia: 1997-2005 : 112 fatal cases.
Trigger by: Food 7(6%).
Drug 22(20%)
Possible drug 42(38%)
Insect venom 20(18%)
Unclassified 15(13%)
Other 6(5%)

1994-2005 :
5007 cases trigger by food ( common in children )
9721 cases trigger by non food (common in adult)
(Liew WK, dkk, J Allergy Clin Immunol 2009; 123: 434-442.)
PATOGENESIS

Ben-Shoshan M, Clarke AE. Anaphylaxis: past,


present and future. Allergy 2011; 66: 1–14
PATOGENESIS
MANIFESTASI KLINIS

Gejala: tiba2, cepat dan progresif.


• Umumnya dalam beberapa menit

Mengancan nyawa: mengenai 


• Jalan nafas, sirkulasi, ggn kesadaran
KULIT:
KU: anxietas,
pucat angioedema, urtikaria, pruritus, flushing,
sianosis (late sign)

SAL NAFAS: RR >,stridor, suara serak, wheezing, nafas


pendek

GIT:
KARDIOVASKULER SSP:
mual,
muntah, : takikardi, hipotensi, sakit
kram abd, kolap, henti jantung kepala, ggn
ggn feses kesadaran
Stephanie Hompes, Alice Kohli, Katja Nemat, Kathrin Scherer, Lars Lange, Franziska Rueff,
et all. Provoking allergens and treatment of anaphylaxis in children and adolescents – data
from the anaphylaxis registry of German-speaking countries. Pediatric Allergy and
Immunology. 2011:22: 568–574
I.L.de Silva, S SMehr, D. Tey, M.L.K.Tang. Paediatric anaphylaxis: a 5 year retrospective review.
Royal Childrens Hospital Melbourne. Allergy 2008: 63: 1071–1076
DIAGNOSIS
Anamnesis, Pemeriksaan fisis
Diagnosis Banding

Keadaan yg mengancam nyawa:


Asma, syok septik, DLL

Keadaan yg tdk mengancam nyawa:


kepanikan, vasovagal, dll
Management

Specific Therapy depend on:


Location, Training and skill, No of responders,
Equipment and drug

Key point: A B C D E (Airway, Breathing, Circulation,


Disability, Exposure)

Anaphylaxis Algorithm (IDAI-AI WG)


Clinical sign Allergic Reactian

YA TIDAK
Emergency evaluation:
A: Stridor, suara serak, Oedema Clinical evaluation
B: Frek nafas, Wheezing, sianosis,
SpO2<92%
C: Pale, clammy, hypotension

TIDAK
YA
Tata laksana
Epinephrine 1:1000; 0,01 mg/kg/im/ max
sebagai peny
dose 0,3 mg, max 3 time /5-15 m
alergi
Re-evaluation: A, B, C
Oksigen
IVFD: Kristaloid (RL): 20 ml/KgBB
AH1: Diphenhydramine 1mg/kg, max 50 mg/ IV or
IM slowly

Clinical improve NR / Repeated sign


Observation: 4-6 jam
Steroid (Methylpred) 1-2 mg/kali,IV, max 125 mg, atau
Hydrocortisone (100mg/ml), IM/IV, slowly,
Doses ≤ 6 m : 25 mg
6 m – 6 y : 50 mg
6 – 12 : 100 mg
≥12 y : 200 mg
Kristaloid (RL) 20ml/kg/X, tetesan cepat/ max 60 ml/kgBB.
Bronchospasm : β2 agonist inhalasi
Prolonged shock : Resusitasi Kardiopulmoner, adrenaline
1:10.000, IV/slowly (titration n 0,1 µg - 1µg/kg/minute) or
other vasopressor
Equipment:

Oksigen
Spuit, abocath, Cristaloid (Ringer lactate), infus set
Drug: adrenaline, diphenhydramine, methyilpred or
hydrocortisone, β2 agonis inhale
Resucitation: ambu bag, laringoscope, ETT
Hospital Discharged :
Notes : trigger
Education : patient and parents
Drug : ???
DERMATITIS ATOPI
PENDAHULUAN
DERMATITIS ATOPI ( DA): Merupakan
inflamasi kulit bersifat kronik berulang, disertai
rasa gatal, timbul pada tempat predileksi
tertentu dan berhubungan dengan penyakit
atopi lainnya, seperti Rinitis alergik,
Konjungtivitis alergik, dan asma.

DA : Alergik ( ekstrinsik )
Non Alergik (intrinsik)
DA
13,5%

2,5% 2,6%.

Asma RA
4,7%
13,9%, 7,4%.
EPIDEMIOLOGI

Prevalensi, bayi & anak 10 -20 %, dewasa: 1-3%

Laporan dari 5 RS th 2013 : RSCM, RSHS, RS


Kandou, RSMH-Palembang, RSAM-Medan dan
RSSA Malang: 261 dari 2356 ( = 11,8%)

RSUP Lain..??
Allergic march
Dampak DA pada anak dan keluarganya

Ganggaun fisik Gangguan emosional

DA
Gangguan fungsi
Gangguan fungsi fisik
sosial
Dokter umum

Pediatrician Dermatolog

Konsultan /
Respirologist Nurisionist
DA
Konsultan / Pekerja sosial
Alergologist

Keperawatan
Psikolog
PATOMEKANISME

Genetik Mekanisme imunologi


Alamiah : Cathelicidin
Didapat : Th1/Th2
Kr: 1q21, 5q31-33
Treg
 IgE & Eosinofil

Neuropeptida /tropin:
FAKTOR Penurunan ceramides,
Nerve GF & Protein P  Gggn Stratum korneum,
Eosinofil ↑ Chymase, Filaggrin

Neroimunologi Disfungsi barier kulit


Bieber T. Atopic dermatitis. Ann Dermatol. 2010;22(2):125–37
T.Beiber. Ann Dermatol. Vol 22,no2, 2010
Thymic Stromal Lymphopoetin=TSLP
GAMBARAN KLINIS
Tipe Bayi (infantile type)
• Muncul pada fase lahir sampai usia 2 tahun.
• Pada 80% pasien onset dimulai sebelum usia 5 tahun.
• Pada bayi yang belum merangkak, lesipada: wajah,
kulit kepala dan permukaan ekstensor ekstremitas.
• Umumnya diawali oleh plak eritem, papul, vesikel
pada daerah predileksi
• Pada bayi/anak sudah merangkak lesi dapat timbul di
tangan dan lutut. Garukan menimbulkan terjadi erosi
dan ekskoriasi atau krusta, tidak jarang mengalami
infeksi. Tipe ini cenderung kronis dan residif.
Tipe anak (childhood type)
• Pada masa anak usia 2 – 12 tahun.
• Predileksi mendominasi daerah antecubital dan
fossa popliteal serta bagian belakang leher.
• Lesi kering, likenifikasi, batas tidak tegas, bila
karena garukan terlihat pula ekskoriasi
memanjang dan krusta.
• Dapat merupakan lanjutan dari tipe bayi atau baru
timbul pertama kali.
• Sering ditemukan lipatan Denni Morgan yaitu
lipatan kulit dibawah kelopak mata.
Tipe Dewasa (adult type)
• Dermatitis atopik dimulai pada usia 12 tahun
sampai dewasa.
• Gejala utama: pruritus, kelainan kulit berupa
likenifikasi, papul, eksema, dan krusta.
• Predileksi lesi secara klasik ditemukan pada
daerah fossa kubiti dan poplitea, leher depan dan
belakang, dahi serta daerah sekitar mata.
• Tipe ini adalah kelanjutan dari tipe bayi dan tipe
anak ataupun dapat timbul pertama kali.
DIAGNOSIS
Berdasarkan gambaran klinis Hanifin dan Rajka
minimal 3 kriteria mayor dan 3minor
Kriteria Diagnosis Dermatitis Atopik
Kriteria mayor (> 3)
– Pruritus
– Morfologi dan distribusi khas:
Bayi kelainan daerah muka dan ekstensor
Anak dan dewasa likenifikasi fleksural
– Dermatitis bersifat kronik dan residif
– Riwayat atopi (asma, rhinitis alergi, DA) pada
penderita dan keluarga
• Kriteria minor (>3)
– Onset usia dini
– Xerosis
– Kheilitis
– Papul perifolikuler hyperkeratosis di atas lesi hiperpigmentasi
– Kemerahan atau kepucatan di wajah
– Iktiosis/ hyperkeratosis Palmaris/ keratosis pilaris
– Dermatitis di daerah palmo-plantar
– Dermatitis di puting susu
– Pitiriasis Alba
– Garis Dennie Morgan
– Hiperpigmentasi daerah orbita
– Katarak dan keratokonus
– Konjuctivitis berulang
– White Dermographism
– Dermatitis di daerah kepala.
– Kemudahan mendapat infeksi Staphylococcus aureus dan herpes simpleks
– perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan emosi
– Intoleransi makanan
– Intoleransi terhadap bahan wol dan solven
– Reaktifitas uji kulit tipe cepat.
– Peningkatan IgE serum.
Derajat keparahan: SCORAD
(Severity Scoring of Atopic Dermatitis).
- A= Luas lesi (skor: 0-100)
- B= Intensitas morfologi lasi(skor: 0-18)
- C= Keluhan subjektif (skor: 0-20)

Jumlah Skor = A/5 + 7B/2+C


PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Rutin
- Spesifik: Skin Prick Test, IgE Spesifik
- Eliminasi makanan
- Open Chalenge Test / Double Blind Placebo
Controlled Food Challenge Test (DBPCFCT)
TATA LAKSANA DA di INDONESIA
LIMA PILAR Penatalaksanaan DA
1. Edukasi dan empowerment pasien serta
caregivers.
2. Menghindari dan memodifikasi fator
pencetus lingkungan /modifikasi gaya hidup/
3. Memperkuat dan mempertahankan fungsi
sawar kulit yang optimal.
4. Menghilangkan penyakit kulit inflamasi.
5. Megendalikan dan mengeliminasi siklus gatal
garuk
1. Edukasi dan empowerment
pasien serta caregivers

• Orang tua, pengasuh


SASARAN • Pasien

LEVEL • PPK I
• PPK II
EDUKASI • PPK III

• Problem DA
MATERI • Perawatan kulit
• Menghindari alergen, iritan
2. Menghindari dan memodifikasi faktor
pencetus lingkungan /modifikasi gaya hidup
- Alergen ( makanan, debu, tungu debu rumah, dll)
- Iritan
- Faktor lain suhu extrem, stres
3. Memperkuat dan mempertahankan
fungsi sawar kulit yang optimal

Mempertahankan
Memperbaiki sawar kulit integritas dan
penampilan kulit

PELEMBAB TERAPI
STANDAR

Mengembalikan
Mempertahankan hidrasi
kemampuan sawar lipid
kulit dg cara
 menarik, menahan
menurunkan TEWL
dan mendistribusikan air
Pelembab ideal
1. Efektif menghidrasi stratum korneum, serta
menurunkan dan mencegah TEWL ( Transepidermal
water loss).
2. Dapat membuat kulit lembut, supel dan
menurunkan TEWL.
3. Mengembalikan dan memperbaiki sawar lipid.
4. Elegan dan dapat diterima secara kosmetik.
5. Melembankan kulit sensitif dg bahan hipoalergenik,
bebas pewangi, dan non komedogenik.
6. Harga terjangkau.
7. Tahan lama.
8. Dapat diabsorpsi dg cepat dan segera menghidrasi
kulit
4. Menghilangkan penyakit kulit inflamasi

KortikoSteroid Topikal
- Cara, gunakan potensi terendah yg masih efektif, lama
pemberian, jumlah pemakaian (FTU)

Rekomendasi untuk Inhibitor Kalsineurin Topikal


- Sebagai lini kedua
- Pimecrolimus (ringan-sedang) dan Tacrolimus
- Diberikan usia > 2 tahun
- Hindari daerah: wajah dan lipatan  ES
Rekomendasi untuk kompres basah
- Untuk mengeringkan lesi yang basah dan yang
disertai infeksi bakteri.
- Diajarkan kepada Orang tua / pengasuh
Rekomendasi untuk terapi antibiotik
- Diberikan pada keadaan yang disertai dengan
infeksi sekunder.
- Pada daerah infeksi yang terlokalisasi.
- AB sistemik bila curiga Staphylococcus  1
minggu
Rekomendasi untuk terapi anti-
inflamasi/imunosupresan sistemik.
- Diberikan pada DA berat dan refrakter.
- Kortikosteroid ( Prednison, Metilprednisolon,
Triamsinolon).
- Imunosupresan lain ( Siklosporin,
metotrekxat, azatioprin)
- Fototerapi  SpKK
5. Megendalikan dan mengeliminasi
siklus gatal garuk

• Antihistamin sistemik dapat diberikan dari PPK


I
• AH1 atau AH2 (generasi) dapat digunakan
secara intermiten / jangka pendek
ARTRITIS REUMATOID JUVENIL

Merupakan sekumpulan penyakit jaringan ikat yang tidak homogen

Ditandai dengan artritis sendi dg tampilan klinis dan penyebab berbeda-beda

Prevalensi: 113,4 /100.000 anak


Usia puncak: 1-3 th & 9 th

AutoAg: agregat IgG & Ag sinovia


Patogenesis
ARJ sering dikaitkan dg imunopatogenesis penyakit kompleks imun
Sebagai Autoantigen adalah: agregat IgG & Ag sinovia

Kompleks imun (autoAg-AutoAb)  aktivasi Komplemen: pelepasan


sitokin inflamasi  reaksi Inflamasi’ dan ↑ aktivitas sistem imun selular
Seiring rx inflamasi juga terjadi proliferasi & kerusakan jar. sinovium

Pada tahap Kronik kerusakan yg lebih menonjol adalah tulang rawan,


ligamen, tendo, dan kemudian tulang.
(akibat respon imun seluler, enzim, jar granulasi)
Klinis
Memenuhi kriteria ACR (American College Rheumatology):
1. Usia penderita < 16 th
2. Artritis (bengkak atau efusi, adanya 2 atau lebih tanda: keterbatasan
sendi, nyeri saat gerak dan panas pd sendi) pada satu sendi atau lebih.
3. Lama sakit > 6 minggu.
4. Tipe onset penyakit dalam 6 bulan pertama:
a. poliartritis: ≥ 5 sendi.
b. Oligoartritis (pauciarticular): < 5 sendi.
c. Sistemik: Artritis dg minimal 2 minggu, mungkin terdapat ruam
atau keterlibatan ekstra-artikular spt limadenopati,
hepatosplenomegali atau perikarditis.
5. Kemungkinan penyakit artritis lain dapat disingkirkan.
Pemeriksaan laboratorium / Penunjang
Tidak ada pemeriksaan lab yg spesifik, diagnosis ditegakkan secara
klinis. Pemeriksaan yg dapat menyokong:

Anemia ringan-sedang.
LED dan CRP (meningkat; dapat digunakan sbg monitor terhadap
keberhasilan terapi)
C3 dan komplemen hemolitik meningkat.
Faktor reumatoid (jarang yg positif)
ANA (Anti Nuclear Antibody)
Pemeriksaan HLA, spt HLA-B27, HLA-DR5, HLA-DR8, HLA-BW35
Radiologi: pembengkakan jar lunak, pelebaran ruang sendi,
osteoporosis, erosi.
Tata laksana
Supportif, bersifat multidisiplin
Pencetus/risk factor
Antiinflamasi non steroid(AINS), dapat dipilih spt:
Naproksen 15-20mg/kgBB/hari, bagi 2 dosis;
Ibuprofen 35mg/kgBB/hari, bagi 3-4 dosis
Na diklofenak: 2-3 mg/kgBB/hari, bagi 2-3 dosis
Imunosupresan: diberikan pada kasus berat atau eksperimental
Kortikosteroid diberikan bila ada gejala sistemik berat: spt prednison dosis
tunggal atau terbagi 0,25-1 mg/kgBB (maks 40mg) dan tapp off.
Steroid intraartikuler dpt diberikan bila tdk ada respon dg AINS

Fisioterapi/occupational therapy
Ortopedi
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK
Merupakan peny sistemik evolutif yg mengenai beberapa organ tubuh
spt: ginjal, kulit, sel darah, sistem saraf.
Ditandai oleh inflamasi luas pd pembuluh darah dan jaringan ikat,
adanya autoantibodi, khususnya antibodi antinuklear.

Kerakteristik LES
1. Merupakan peny episodik.
2. Merupakan penyakit multisistim.
3. Ditandai oleh adanya antibodi antinuklear (khususnya anti ds-DNA)
dan antibodi lainnya.

Prevalensi: 1/2.400 (1968)


1/1.969(1974)
Etiologi dan patogenesis:

Faktor etiologi mencakup: faktor genetik, faktor endokrin, faktor obat dan
faktor infeksi
Hasil akhir dari interaksi antara faktor genetik, faktor yang didapat dan
faktor lingkungan tsb adalah gangguan imunitas yg ditandai dg
persistensi limfosit B dan T yg bersifat autoreaktif.

Autoantibodi yg terbentuk + autoantigen  kompleks imun  reaksi


Inflamasi  manifestasi klinis
hipertensi.Tbh tidak mampu mengenal Ag diri
AutoAg: nulear(DNA,dsDNA, dll)
Autoab
Kompleks imun aktvasi komplemen
Klinis:
Konstitusional : Demam, malaise, penurunan BB.
Kulit : butterfly rash, lupus diskoid, eritema periungual.
Fotosensitif, alopesia, ulserasi mukosa.
Muskuloskletal : poliartralgia & artritis, tenosinovitis, miopati, nekrosis aseptik.
Vaskular : fenomena Raynaud, retikularis livedo, trombosis,
eritromelalgia, lupus profundus.
Jantung : perikarditis dan efusi, miokarditis, endokarditis Libman-Sacks.
Paru : pleuritis, pneumonia basiler, atelektasis, perdarahan.
Gastrointestinal : peritonitis, disfungsi oesofagus, kolitis.
Hati,limpa,klenjar : Hepato-spleenomegali, limadenopati.
Neurologi : seizure, psikosis, polineuritis, neuropati perifer.
Mata : eksudat, papiledema. Retinopati.
Renal : glomerulonefritis, sindrom nefrotik hipertensi.
Pemeriksaan penunjang:
1. Analisis darah tepi lengkap.
2. ANA.
3. Anti-dsDNA.
4. Autoantibodi lain: anti Sm, antihiston, antifospolipid, RF, dll.
5. Titer komplemen: Ce3, C4 dan CH50.
6. Titer IgM, IgG dan IgA.
7. Krioglobulin.
8. Masa pembekuan.
9. Serologi sifilis.
10. Uji Coombs.
11. Elketroforeses protein.
12. Ureum dan kreatinin darah.
13. Protein urine (total 24 jam).
14. Biakan kuman tu: urine.
15. Foto Rontgen dada.
Kriteria Diagnosis LES menurut ACR ( memenuhi 4 dari 11
kriteria dibawah ini)
1. Bercak malar (butterfly rash): eritema datar / menimbul yg menetap di pipi.
2. Bercak diskoid: eritema menimbul dg adheren keratotic scalling dan folicular
plugging. Pd lesi lama dapat terjadi parut atropi.
3. Fotosensitif: bercak di kulit akibat paparan sinar matahari.
4. Ulkus mulut: ulkus mulut atau nasofaring, biasanga tdk nyeri.
5. Artritis: artritis non erosif di 2 atau lebih sendi.
6. Serositif: berupa pleuritis, efusi pleura, perikarditis
7. Gangguan ginjal: Proteinuria persisten: +3 , eirotrosit, dll.
8. Gangguan syaraf: Kejang tdk disebabkan oleh sebab lain, Psikosis.
9. Gangguan darah: terdapat salah satu spt: anemia, leukopenia, limfopenia.
Trombositopenia.
10. Gangguan Imunologi: terdapat salah satu kelainan Anti ds-DNA > normal, anti Sm +,
antifodpolopid +, kadar IgM atau IgG atau antikardiolipin abnormal.
11. ANA +
Tata laksana:
- Umum: oleh tim, konsuling, edukasi, istirahat, nutrisi yg tepat, tabir surya
- Pengobatan yg tepat terhadap infeksi:
- AINS utk tanda dan gejala muskouloskletal.
- Steroid: Prednison 1-2 mg/kgBB/hari, Bila berat berikan inisial
Metilprednisolon intravena dg interval tiap bulan.

- Imunosupresan lain: Azatioprin 1-2 mg/kgBB/hari;


Siklofospamid 1-2 mg/kgBB/hari
AIHA: (Auto Immune Hemolytic Anemia)

Kejadian tahunan: 1/100.000 orang

Klasifikasi
Warm reactive ab:
Primer/idiopatik
Sekunder: Kel limpoproliferatif, SLE, Inf mononukleosis, HIV

Cold reactive ab:


Idiopatik
Sekunder: atipikal pneu, inf mn-osis, kel limpoproliperatif

Paroxysmal cold hb-uria: Sifilis, pasca inf virus

Drug induce HA: Hapten med, kompleks imun, true AI anti RBC
Patofisiologi
Prinsip dasar: RH Tipe II atau III Gell &Coombs
RH II: Ab sirkulasi  Ag (permukaan sel atau jar)

Ag+Ab  opsonisasi (IgG) + C3b

Makrofag atau Complement


atau Killer cell

RH III: Ag bebas + Ab bebas  sirkulasi


Dapat tidak larut (Ab excess) atau larut (Ag )
Deposit  tu pd TD tinggi dg turbulence
KLINIS:
Mudah lelah
Malaise
Demam
Ikterus
Perubahan pada urine
Hepatomegali + splenomegali
Gejala primer peny dasar: SLE, GNK
LAB
Darah tepi:
sferositosis, polikromasi, poikilositosis
sel ery berinti, Hb ↓
Bill indirect serum ↑

DAT  Coombs: positive  menunjukan Ab/Compl pd


permukaan erythrocytes
ANA, anti-dsDNA, RF, dll
TATALAKSANA
1. KS 2-10 mg/KgBB/hari  tu IgG
2. Gamaglob iv: 2g/kgBB.
3. Transfusi darah.
4. Plasmafaresis/transfusi tukar tu: IgM
5. Splenektomi
PURPURA HENOCH-SCHONLEIN
Nama lain: Purpura anafilaktoid
Purpura nontrombositopenik.

Merupakan vaskulitis pembuluh darah kecil tersering pada anak,


Ditandai oleh lesi kulit spesifik berupa purpura
nontrombositopenik, artritis atau artrakgia, nyeri abdomen atau
perdarahan saluran cerna

Terdapat pada anak usia 2-15 th


ETIOLOGI dan PATOGENESIS
Factor: infection, drug, malignancy, hypersensitive, etc

Patogenesis; Terjadi ↑ IgA  ( alt pathw )


IgM / IgG (classic pathw)

glctosa bind Deposit IgA (pd kulit, ginjal, usus halus)


(pIgA1)

B cell
( ↓ β-1,3-galactosiltranf-ase)
IL-1, 6, TNF, free radcl-O2, prostanoid,
leukotriens, C5b-9, etc
Skin, GIT, Renal, Joint, etc
GAMBARAN KLINIS:
Kulit:
Purpura menimbul (palpable) tu daerah yg mendapat tekanan:
bokong dan tungkai bawah. Dapat juga berupa ptekie atau skimosis.

Sendi:
Berupa artritis atau artralgia, cenderung bersifat migran dan
mengenai sendi besar.

Saluran cerna:
ringan-berat: sakit perut / nyeri, kolik abdomen, muntah, dapat terjadi
gejala akut abdomen / intususepsi, perdarahan saluran cerna
KRITERIA DIAGNOSIS
Purpura non trombositopenik
Usia onset < 20 th.
Gejala abdominal: nyeri abdomen, bab berdara, dll.
Granulosit dinding pada biopsi: granulosit pd dinding arteriol atau vena.
TATA LAKSANA
Supportive & Symptomatic: hydration, electrolyte, etc
Analgesic: parasetamol, ibuprofen
Bila berat, dapat diberikan Kortikosteroid:
Prednison 1-2 mg/kgBB/hari, selama 5-7 hari.
Bila penyakit berat dan progresif (gangguan ginjal) dapat
diberikan steroid intravena spt metilprednisolon atau
Siklofospamid.

Anda mungkin juga menyukai