Anda di halaman 1dari 54

PENDAHULUAN

OLEH :
Teodhora, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
Perkembangan Awal Toksikologi
• Kata racun”toxic” adalah • ”Papyrus Ebers (1552) orang Mesir kuno
memuat informasi lengkap tentang pengobatan dan
berasal dari bahasa Yunani, obat.
yaitu dari akar kata "tox", • Papyrus : memuat ramuan untuk racun, seperti
antimon (Sb), tembaga, timbal, hiosiamus, opium,
dimana dalam bahasa Yunani terpentine, dan verdigris (kerak hijau pada
berarti "panah". Dimana permukaan tembaga).
• Sedangkan di India (500 - 600 B.C.) di dalam
panah pada saat itu digunakan Charaka Samhita : disebutkan, bahwa tembaga,
sebagai senjata dalam besi, emas, timbal, perak, seng, bersifat sebagai
racun,
peperangan, yang selalu pada • dan di dalam Susrata Samhita : banyak menulis
anak panahnya terdapat racun. racun dari makanan, tanaman, hewan, dan
penangkal racun gigitan ular.
Hippocrates (460-370 B.C.),
• Dikenal sebagai bapak kedokteran, disamping itu dia juga
dikenal sebagai toksikolog dijamannya.
• Dia banyak menulis racun dari bisa ular dan di dalam bukunya juga
menggambarkan, bahwa orang Mesir kuno telah memiliki
pengetahuan penangkal racun, yaitu dengan menghambat laju
penyerapan racun dari saluran pencernaan
zaman Mesir dan Romawi kuno adalah
Pendacious Dioscorides (A.D. 50),
• Dikenal sebagai bapak Materia • Untuk mencegah keracunan, orang
Medika, adalah seorang dokter tentara. senantiasa berusaha menemukan dan
Di dalam bukunya dia mengelompokkan mengembangkan upaya pencegahan
racun dari tanaman, hewan, dan mineral. atau menawarkan racun. Usaha ini
• Hal ini membuktikan, bahwa efek seiring dengan perkembangan
berbahaya (toksik) yang ditimbulkan oleh toksikologi itu sendiri
zat racun (tokson) telah dikenal oleh
• Namun, evaluasi yang lebih kritis
manusia sejak awal perkembangan
beradaban manusia.
terhadap usaha ini baru dimulai oleh
• Oleh manusia efek toksik ini banyak Maimonides (1135 - 1204) dalam
dimanfaatkan untuk tujuan seperti bukunya yang terkenal Racun dan
membunuh atau bunuh diri. Andotumnya
Sumbangan yang lebih penting bagi kemajuan
toksikologi terjadi dalam abad ke-16 dan
sesudahnya.
• Paracelcius adalah nama samaran dari Philippus Aureolus
Theophratus Bombast von Hohenheim (1493-1541), toksikolog besar,
yang pertama kali meletakkan konsep dasar dari toksikologi.
• Dalam postulatnya menyatakan: “Semua zat adalah racun dan
tidak ada zat yang tidak beracun, hanya dosis yang
membuatnya menjadi tidak beracun”.
• Pernyataan ini menjadi dasar bagi konsep hubungan dosis
reseptor dan indeks terapi yang berkembang dikemudian hari.
Matthieu Joseph Bonaventura Orfila dikenal
sebagai bapak toksikologi modern.
• Ia adalah orang Spayol yang terlahir • Dia adalah orang pertama, yang
di pulau Minorca, yang hidup antara menjelaskan nilai pentingnya analisis
tahun 1787 sampai tahun 1853. kimia guna membuktikan bahwa
Pada awal karirnya ia mempelajari simtomatologi yang ada berkaitan
kimia dan matematika, dan dengan adanya zat kimia tertentu di
selanjutnya mempelajari ilmu dalam tubuh.
kedokteran di Paris. Dalam • Orfila juga merancang berbagai
tulisannya (1814- 1815) metode untuk mendeteksi racun
mengembangkan hubungan dan menunjukkan pentingnya analisis
sistematik antara suatu informasi kimia sebagai bukti hukum pada kasus
kimia dan biologi tentang racun. kematian akibat keracunan.
ZAT YANG BERPOTENSI SEBAGAI
RACUN
• Rumah tangga : disinfektan, insektisida
• Pertanian : pestisida
• Medis : narkotika, obat keras dan obat lain
• Industri : logam berat, asam dan basa kuat
KERJA DAN EFEK TOKSIK
OLEH :
Teodhora, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
Kerja toksik umumnya berasal dari proses fisika, biokimia dan biologik
yg sangat rumit dan komplek. Terdiri dr 3 yaitu :
- Fase eksposisi  kontak atau terpaparnya organisme dgn
xenobiotika/tokson
- Fase toksokinetik reaksi organisme dgn xenobiotika/tokson
- Fase toksodinamik  kerja xenobiotika/tokson pada organisme
FASE EKSPOSISI
• Disebut jg fase farmasetika. Dimana umumnya hanya dapat terjadi
efek toksik jika xenobiotika terabsorpsi terjadi pelepasan xenobiotic
dari bentuk farmasetiknyamnembus membrane biologis
• hanya tokson yg berada dlm bentuk terlarut , terdispersi molekuler yg
dapat terabsorpsi menuju sirkulasi sistemik (kecuali seny radioaktif).
Contoh…
paparan xenobiotika melalui oral (misal sediaan dalam bentuk padat:
tablet, kapsul, atau serbuk), maka terlebih dahulu kapsul/tablet akan
terdistegrasi (hancur), sehingga xenobiotika akan telarut di dalam
cairan saluran pencernaan. Xenobiotika yang terlarut akan siap
terabsorpsi secara normal dalam duodenal dari usus halus dan
ditranspor melalui pembuluh kapiler mesenterika menuju vena porta
hepatika menuju hati sebelum ke sirkulasi sistemik.
• Selain bentuk farmasetiknya, Laju absorpsi suatu xenobiotika
ditentukan juga oleh sifat membran biologi dan aliran kapiler
darah tempat kontak. Suatu xenobiotika, agar dapat
diserap/diabsorpsi di tempat kontak, maka harus melewati membran
sel di tempat kontak. Suatu membran sel biasanya terdiri atas lapisan
biomolekular yang dibentuk oleh molekul lipid dengan molekul
protein yang tersebar diseluruh membran
Eksposisi melalui kulit
• Eksposisi (pemejanan) yang paling mudah dan paling lazim terhadap
manusia atau hewan kosmetik, produk rumah tangga, obat topikal,
cemaran lingkungan, atau cemaran industri di tempat kerja
• Pejanan kulit terhadap tokson sering mengakibatkan berbagai lesi
(luka), namun tidak jarang tokson dapat juga terabsorpsi dari
permukaan kulit menuju sistem sistemik.
Eksposisi melalui inhalasi
• Pemejanan xenobiotika yang berada di udara dapat terjadi melalui
penghirupan xenobiotika tersebut. Tokson yang terdapat di udara
berada dalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan partikel padat
dengan ukuran yang berbeda-beda.
• Alveoli merupakan tempat utama terjadinya absorpsi xenobiotika
Kemudahan absorpsi ini berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli,
cepatnya aliran darah, dan dekatnya darah dengan udara alveoli.
Laju absorpsi bergantung pada daya larut gas dalam darah. Semakin
mudah larut akan semakin cepat diabsorpsi.
Eksposisi melalui saluran cerna
• Pemejanan tokson melalui saluran cerna dapat terjadi bersama
makanan, minuman, atau secara sendiri baik sebagai obat maupun zat
kimia murni.
• Pd umumnya kmungkinan tokson terserap dari rongga mulut (sub
lingual), dari lambung sampai usus halus, atau eksposisi tokson
dengan sengaja melalui jalur rektal.
• Kecuali zat yang bersifat basa atau asam kuat , atau zat yang
dapat merangsang mukosa, pada umumnya tidak akan
memberikan efek toksik kalau tidak diserap.
• Cairan getah lambung bersifat sangat asam, sehingga senyawa asam
lemah akan berada dalam bentuk tdk terionisasi yang lebih mudah
larut dalam lipid dan mudah terdifusi, sehingga senyawa-senyawa
tersebut akan mudah terserap di dalam lambung.
• Senyawa basa lemah, pada cairan getah lambung akan terionisasi
oleh sebab itu akan lebih mudah larut dalam cairan lambung.
Senyawa basa lemah, karena cairan usus yang bersifat basa, akan
berada dalam bentuk tdk terionisasi, sehingga senyawa basa lemah
akan lebih mudah terserap melalui usus ketimbang lambung

:: tdk terionisasi = terabsorbpsi


terionisasi = blm terabsorbpsi
• umumnya tokson melintasi membrane saluran pencernaan menuju
sistem sistemik melalui :
1. Absorpsi pasif pergerakan dr kons tinggi ke rendah
2. Absorpsi aktif mmbutuhkan carier (pembawa) untuk bergerak
melawan perbedaan kons
3. Pinositosis mmbwa xenobiotic mnembus mmbran dgn proses
menelan
ABSORPSI
Merupakan proses perpindahan racun dari tempat
penyerapannyamelintasi membrane tubuh dan masuk ke dalam darah.
Kecepatan absorpsi racun merupakan factor penting dalam kaitannya
dgn ketoksisikan sebuah racun
Mekanisme absorpsi racun :
1. Difusi pasif difusi pasif larut air dan difusi pasif larut lemak (tdk
butuh energi)
2. Transport aktif (butuh energi)
3. Pinositosis
• TEMPAT absorpsi racun Kulit/dermis, paru-paru, saluran cerna
Oleh karena xenobiotika akan didistribusikan secara cepat
ke dalam suatu volume yg besar sesudah masuk ke system
sirkulasi systemic maka konsentrasi xenobiotika di dalam
system sirkulasi akan menjadi sangat rendah dibandingkan
terhadap konsentrasi xenobiotika di tempat eksposisi
Contoh : dosis obat biasanya dlm milligram, sedangkan
konsentrasi dlm plasma seringkali menjadi microgram per
milliliter. Apabila obat diberikan peroral maka konsentrasi
obat di saluran cerna akan jauh lebih besar dibandingkan
dalam plasma perbedaan konsentrasi yg besar ini yg
berperan sbg daya penggerak selama absorpsi
Laju difusi
Kebanyakan obat bersifat asam atau basa lemah dmn umumnya dlm larutan berair
akan berada dlm bentuk ion-dan tidak terion  bentuk ion sering tdk dpt menembus
membrane sel krn daya larut dlm lipidnya yg rendah sebaliknya, bentuk tdk terionisasi
cukup larut dlm lipid sehingga dpt menembus membrane dgn laju penetrasi yg
bergantung pd lipofilitasnya
• Contoh :
Senyawa warfarin diberikan melalui rute per-oral , maka dpt diperkirakan warfarin akan
lbh mudah diserap di lambung ketimbang di usus halus krn pH lambung umumnya
bersifat asam berkisar 1,5-7,0 pd pH 3,8 hampir sekitar 90% warfarin berada dlm
keadaan siap untuk di absorpsi
Begitupun sebaliknya terhadap senyawa basa lemah
Laju aliran darah
Laju aliran darah di pembuluh-pembuluh kapiler di tempat absorpsi juga
berpengaruh thdp laju absorpsi xenobiotika pada PERBEDAAN KONSENTRASI
XENOBIOTIKA di kedua sisi membrane
Pd awal absorpsi umumnya konsentrasi xenobiotika di tempat absorpsi jauh
lebih tinggi ketimbang di sisi dlm membrane (pembuluh darah perifer)
APABILA laju aliran pd pembuluh darah kapiler tersebut relative cepat , maka
xenobiotika akan dgn cepat terbawa menuju seluruh tubuh
pd tempat absorpsinya kesetimbangan konsentrasi antara tempat absorpsi dan
pembuluh darah akan lbh lama tercapai dan terdapat perbedaan konsentrasi
antar 2 sisi yg relative besar
Difusi akan tetap berlangsung selama terdapat perbedaan konsentrasi antara
kedua sisi membran
Difusi pasif larut air (hidrofilik)
Dmn tokson merupakan zat yg bersifat hidrofilik (larut air) zat ini lebih
cenderung melewati pori dgn cara filtrasi melewati pori krn molekulnya yg
kecil
Saluran pori ini umumnya penuh terisi air sehingga hanya memungkinkan
dilewati oleh tokson yg relative larut air dgn berat molekul kurang dari 200
Dalton
Oleh krn itu kemungkinan laju aliran air melewati pori ini yg bertindak sbagai
daya dorong adalah molekul-molekul tokson untuk melintasi pori .
Transport aktif
Molekul tokson tokson dipindahan dari ekstrasel ke intrasel membutuhkan energi ada
carrier (dmn obat akan diangkut oleh carier yg ada di membrane kmudian akan dipindahkan
dari ekstrasel ke intrasel setelah tokson berpindah ke dalam sel nanti si carrier yg akan
melepaskan tokson

Mengangkut beberapa obat  yg diangkut metabolism membrane melalui energi TRANSPORT


AKTIF dependen  tidak seperti energi difusi. Proses berasal dari ATP ketika ATP mengalami
HIDROLISIS ke ADP  ada energi tinggi yg berasal dari putusnya IKATAN FOSFAT

Melawan gradien konsentrasi dari konsentrasi rendah ke kons tinggi  memerlukan energi
(ATP) diubah menjadi ADP + fosfat+ energi = melawan gradien konsentrasi pd mkanisme kerja
transport aktif
Bila kosentrasi tokson meningkat secara terus-menerus dimana awalnya laju
transport akan meningkat  akhirnya tercapai suatu keadaan yg menunjukkan
system (carrier) menjadi jenuh
Dgn demikian laju transport akan mencapai laju maksimum  dmn pd keadaan ini
telah terjadi kejenuhan kompleks antara tokson-pembawa
Molekul pembawa bs sangat efektif terhadap molekul tokson bila struktur tokson
menyerupai substrat alami yg di transport aktif, maka tokson sesuai untuk ditransport
aktif dgn mekanisme pembawa yg sama
Oleh krn itu tokson-tokson mempunyai struktur serupa dpt berkompetisi untuk
mmbentuk komplek tokson-pembawa pd tempat absorpsi  sehingga dpt terjadi
antagonism kompetitif untuk menduduki molekul pengemban
pinositosis
tokson adalah makromolekul yg sangat besardiangkut melalui
selaput membrane sel karena ukuran besar tokson tsb tidak akan
muat di saluran atau kantong PEMBAWA PROTEIN sehingga akan
dibawa atau diangkut ke dalam sel lalu akan tinggal dlm sel sebagai
suatu gelembung atau vakuola
Absorpsi tokson melalui saluran
cerna
Untuk xnobiotika yg mempunyai kelarutan kecil dlm air  laju
kelarutan seringkali mnjadi tahap paling lambat
Contoh :
Pd pemakaian oral (sediaan dlm bntuk solid/pdat) terlebih dahulu
kapsul/tablet terdisintegrasi lalu akan terlarut xenobiotika dlm cairan
saluran pencernaan tokson yg terlarut akan terabsorpsi scara normal
dlm duodenal usus halus dan ditransport melalui pembuluh darah
kapiler mesenterika menuju vena porta hepatica menuju hati sebelum
ke SIRKULASI SISTEMIK
FAKTOR YG MEMPENGARUHI JUMLAH
XENOBIOTIK DLM MENCAPAI SIRKULASI
SISTEMIK DLM BENTUK BEBAS

1. pH yg ekstrim kemungkinan dipengaruhi oleh stabilitas


xenobiotika pH lambung sangat asam dan pH lambung bervariasi
untuk stiap spesies (tikus 3,8-5, kelinci kisaran 3,9, manusia kisara 1-
2) dilaporkan terdapat bbrp senyawa yg stabilitasnya menurun
dlm pH asam
2. enzim-enzim hidrolisis saluran cerna kaya terhadap brbagai
enzim hidrolisis tdk spesifik, sperti : enzim lipase, protease,
amilase enzim-enzim ini kemungkinan jg dpt menguraikan
xenobiotika selama berada di saluran cerna
3. Mikroflora usus dpt menguraikan molekul xenobiotika mnjadi
prodak metabolic yg mungkin tdk mmpunyai aktivitas farmakologis
dibandigkan senyawa induknya atau bahkan justru membentuk produk
metabolic dgn toksisitas yg lbh tinggi
4. Metabolisme di dinding usus dgn bantuan enzim-enzim katalisis
yg mempunyai kemampuan untk melakukan metabolism (reaksi
biokimia) bagi senyawa sblm mencapai pembuluh darah  melalui
reaksi hidrolisis dan konjugasi, reaksi monoamine aoksidase dan bbrp
enzim yg mengkatalisis reaksi oksidatif lainnya (cyp3A4/5 atau sitokrom
3A4/5)
5. Mebolisme di hati  setelah xenobiotika diabsorpsi dari saluran
cerna maka dari pembuluh-pembuluh kapiler darah di mikrovili usus
melalui pembuluh vena hepatica menuju hati hati adalah tempat
utama terjadi reaksi metabolism
6. makanan makanan yg trdpt di lumen saluran cerna mgkin jg
mmberikan pengaruh pd absorpsi xenobiotika dr saluran cerna krn
jenis makanan jg mmpengaruhi gerakan peristaltic usus, pH lambung,
dan pengosongan lambung
Absorpsi xenobiotika melalui
saluran nafas
Tempat utama adalah alveoli paru-paru
Sistem pernafasan mmpunyai kapasitas absorpsi yg tinggi melalui alveoli berkaitan
dgn luas permukaan alveoli, laju aliran darah yg cepat dan dekatnya darah dgn udara
alveoli
Luas permukaan alveoli sangat luas , ketebalan dinding membrane relative tipis,
permeabilitas tinggi, laju aliran darah tinggi, tdk terdapat reaksi first pass efek
Berlaku untuk gas (karbon monooksida, oksida nitrogen, dan belerang oksida) dan
uap cairan (benzene dan karbon tetraklorida)
Misal : senyawa ammonium kuartener sangat sulit diserap jika diberikan jalur
oral namun pd pemberian melalui rute nasal menunjukkan konsentrasi di darah yg
hamper sama dibandingkan dgn secara IV
Absorpsi xenobiotika perkutan
Agar dpt terabsorpsi ke dlm kulit xenobiotika harus melintasi membrane
epidermis dan dermis diserap melalui folikel lewat melalui sel-sel keringan
atau kelenjar sebasea
Jalur dlm melintasi membrane epidermis dan dermis merupakan jalur utama
penetrasi xenobiotika dari permukaan kulit menuju sistemik KARENA jaringan
tsb merupakan bagian terbesar dr permukaan kulit
FASE PERTAMA ABSORPSI PERKUTAN difusi tokson lewat epidermis melalui
sawar (barrier) lalu lapisan tanduk (stratum corneum) zat non polar melarut
dan berdifusi mlalui matrik lipid diantara filamen protein  zat polar berdifusi
lewat filamen luar yaitu filamen protein stratum korneum yg terhidrasi
• FASE KEDUA : difusi tokson melewati dermis yg mengandung medium
difusi yg berpori, nonselektif dan cair sbg sawar, dermis kurang
efektif dibandingkan stratum korneum kerusakan stratum korneum
dpt mengakibatkan peningkatan absorpsi perkutan
• Zat yg dpt mengakibatkan kerusakan pd stratum korneum adlah asam
basa kuat, gas mustard, bbrp pelarut sprit dimetil silfoksida (DMSO)
DISTRIBUSI
XENOBIOTIKA mencapai sirkulasi sistemik Bersama dgn darah akan diedarkan atau
didistribusikan ke seluruh tubuh  lalu akan terdistribusi lbh jauh melewati membrane sel
menuju system organ atau ke jaringan-jaringan tubuh
xenobiotika secara reversible meninggalkan aliran darah dan masuk menuju cairan
ekstraseluler atau masuk ke dalam sel dari jaringan atau organ
Distribusi xenobiotika dlm tubuh  melalui proses transport dmn dikelompokkan ke dalam
dua proses utama yaitu konveksi (transport xenobiotika bersama aliran darah) dan
transmembrane (transport xenobiotika melewati membrane biologis)
Distribusi xenobiotika dipengaruhi oleh :
• Tercampurnya xenobiotika di dlm darah , laju aliran darah dan laju transport
transmembrane , umumnya ditentukan oleh factor sifat fisikokimia xenobiotika
• Transport transmembrane dpt melalui difusi pasif, difusi terfasilitasi, transport aktif atau
pinositosis
Laju aliran darah di organ dan
jaringan
Organ tubuh seperti ginjal, hati, otak, paru-paru, jantung, lambung dan
usus, adalah organ-organ yang memiliki laju aliran darah (perfusi) yang baik.
Akibat dari aliran darah yg cepat, jangka waktu terpapar sangat singkat
dalam kapiler (sekitas 2 detik) maka mula-mula xenobiotika akan
terdistribusi dengan cepat pada organ atau jaringan dengan perfusi yang
baik.
organ atau jaringan yang mempunyai banyak kapiler darah pada awal proses
distribusi (sebelum kesetimbangan distribusi tercapai) akan mengambil
jumlah xenobiotika yang lebih besar dibandingkan daerah yang pasokan
darahnya kurang.
Ikatan Protein
• Ikatan protein berpengaruh juga pada intensitas kerja, lama kerja
toksik dan eliminasi xenobiotika dari dalam tubuh. Umumnya
xenobiotika yang terikat pada protein akan susah melewati
membran sel, sehingga xenobiotika tersebut akan susah
dieliminasi (biotransformasi dan ekskresi) karena xenobiotika yang
terikat tidak mampu menuju tempat metabolisme (umumnya di
dalam sel hati) atau tidak dapat melewati filtrasi glomerulus di
ginjal.
• Xenobiotika tersebut akan berada di dalam cairan plasma dalam
waktu yang lebih lamaHal ini akan berpengaruh pada lama kerja
toksiknya.
METABOLISME
Xenobiotika yang masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh
sistem enzim tubuh, sehingga senyawa tersebut akan mengalami
perubahan struktur kimia dan pada akhirnya dapat diekskresi dari
dalam tubuh.
Proses biokimia yang dialami oleh ”xenobiotika” dikenal dengan
reaksi biotransformasi yang juga dikenal dengan reaksi metabolisme.
Biotransformasi atau metabolism pada umumnya berlangsung di hati
dan sebagian kecil di organ-organ lain seperti: ginjal, paru-paru,
saluran pencernaan, kelenjar susu, otot, kulit atau di darah.
proses biotransformasi dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase I (reaksi
fungsionalisasi) dan fase II (reaksi konjugasi).

fase I tokson akan mengalami pemasukan gugus fungsi baru, pengubahan


gugus fungsi yang ada atau reaksi penguraian melalui reaksi oksidasi
(dehalogenasi, dealkilasi, deaminasi, desulfurisasi, pembentukan oksida,
hidroksilasi, oksidasi alkohol dan oksidasi aldehida); reaksi reduksi (reduksi
azo, reduksi nitro reduksi aldehid atau keton) dan hidrolisis (hidrolisis dari
ester amida).
fase II  Tokson yang telah siap atau termetabolisme melalui fase I akan
terkopel (membentuk konjugat) atau melalui proses sintesis dengan senyawa
endogen tubuh, seperti: Konjugasi dengan (asam glukuronida asam amino,
asam sulfat) metilasi, alkilasi, dan pembentukan asam merkaptofurat.
EKSKRESI
Setelah diabsorpsi dan didistrubusikan di dalam tubuh, xenobiotika/tokson dapat dikeluarkan
dengan cepat atau perlahan. Xenobiotika dikeluarkan baik dalam bentuk asalnya maupun sebagai
metabolitnya. adalah melalui ginjal bersama urin, tetapi hati dan paru-paru juga merupakan alat
ekskresi penting bagi tokson tertentu.
TOKSON dpt dikeluarkan dari tubuh dlm bentuk : asalnya, konjugat, metabolit
Ekskresi urin. Ginjal sangat memegang peranan penting dalam mengekskresi baik senyawa eksogen
(xenobiotika) maupun seyawa endogen, yang pada umumnya tidak diperlukan lagi oleh tubuh.
Proses utama ekskresi renal dari xenobiotika adalah: filtrasi glumerula, sekresi aktif tubular, dan
resorpsi pasif tubular.
Ekskresi empedu. Hati juga merupakan alat tubuh yang penting untuk ekskresi xenobiotika, terutama
untuk senyawa-senyawa dengan polaritas yang tinggi (anion dan kation), kojugat yang terikat pada
protein plasma, dan senyawa dengan berat molekul lebih besar dari 300. Umumnya, begitu senyawa
tersebut terdapat dalam empedu, mereka tidak akan diserap kembali ke dalam darah dan
dikeluarkan lewat feses.
Ekskresi paru-paru. Zat yang pada suhu badan berbentuk gas terutama diekskresikan lewat
paruparu. Cairan yang mudah menguap juga mudah keluar lewat udara ekspirasi.
TOKSIKODINAMIK
• Toksikodinamik  apa yg dilakukan xenobiotika terhadap manusia sehingga
ketika molekul tokson masuk kdlm tubuh maka mulai terjadi interaksi dgn sel
reseptor. Hal ini akan membentuk terjadinya sinyal, dmn sinyal akan melalui
serangkaian reaksi efek toksik
• fase toksodinamik atau farmakodinamikinteraksi antara molekul
tokson atau obat pada tempat kerja spesifik, yaitu reseptor dan juga proses-proses
yang terkait dimana pada akhirnya timbul efek toksik atau terapeutik.
• Kerja sebagian besar tokson umumnya melalui penggabungan dengan
makromolekul khusus di dalam tubuh dengan cara mengubah aktivitas biokimia dan
biofisika dari makromolekul tersebut. Makromolekul ini sejak seabad dikenal
dengan istilah reseptor,
• reseptor, merupakan komponen sel atau organisme yang berinteraksi dengan
tokson dan yang mengawali mata rantai peristiwa biokimia menuju terjadinya suatu
efek toksik dari tokson yang diamati.
ligan

LIGAN atau molekul tokson (xenobiotika) dibagi menjadi 2 yaitu :


AGONIS DAN ANTAGONIS
- Agonis  tokson + reseptor  efek tokson
- Antagonis  terbagi 2 yaitu, antagonis kompetitif dan antagonis alosterik
1. Antagonis kompetitif  ligan agonis +ligan antagonis secara kompetitif berusaha
menempati posisi reseptor pd sisi aktif efeknya ?? Maka apabila antagonis yg lbh
dulu menempati sisi reseptor tsb akan menurunkan efek farmakologistokson lbh
lama dlm darah
2. Antagonis alosterik  ligan antagonis akan menempati sisi reseptor yg tdk aktif  hal
ini akan beri respon pnurunan efek farmakologis tokson lbh lama dlm darah
• Berdasarkan mekanisme munculnya efek akibat interaksi tokson-reseptor,
interaksi ini secara umum dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok, yaitu
interaksi agonis (menimbulkan efek yang searah) dan interaksi antagonis
(menimbulkan efek yang berlawanan).
• Istilah-istilah ini juga digunakan untuk membahas interaksi farmakologis dari
suatu xenobiotika. Istilah antagonisme digunakan pada keadaan yang
menunjukkan kombinasi efek lebih kecil daripada jumlah efek zat masing-
masing. Sedangkan agonis (sinergisme) berarti bahwa kombinasi dua zat,
minimal merupakan penjumlahan efek masing-masing (sinergisme aditif) atau
lebih besar dari penjumlahan efek masing-masing (sinergisme supraaditif).
KELOMPOK RESEPTOR DIBAGI
MENJADI 4 JENIS :

1.Saluran ion ligand


2.Reseptor yg menggandeng protein G
3.Reseptor yg berhubungan dgn enzim
4.Reseptor intraseluler
Saluran ion ligan
• Ligan tokson
• Ketika ligan tokson berikatan dgn reseptor kanal ion maka saluran
ion akan mengalami pembukaan dan terbuka sangat sebentar
• memungkinkan ion seperti natrium, kalium, klorida, kalsium dll untuk
masuk melalui membrane
• Dapat secara langsung menimbulkan efek intraseluler atau tdk
langsung memulai pelepasan molekul intraseluler second
messenger (G-protein reseptor)
Reseptor yg menggandeng protein-
G
• Melewati membrane sel sebanyak 7 kali (polipeptida) terdapat
subunit alfa, beta, gamma GDP melekat pd ketiga subunit tsb
• Beta dan gamma dalam bentuk aktif, sdgkan subunit alfa dlm bntuk
tdk aktif
• Ketika ligan tokson berikatan dgn reseptor maka GTP (triphosfat
nukleosida) meningkat  menggantikan posisi GDP
• Menyebabkan subunit alfa mengalami pemisahan dari kompleksnya
menuju enzim/protein terjadi respon yg terbagi mnjadi 3 macam
yaitu Gs, Gi, Gq
• Gs protein G distimulasi sehingga diaktifkan enzim adenilil siklase
Menghasilkan peningkatan AMP Siklik (adenosin monofosfat) melalui adanya
ATP (adenosin trifosfat) AMP sangat penting respon mnjd lbh kuat
• Gi adalah protein G yg kerjanya melalui penghambatan, dmn enzim adenilik
siklase dihambat dan dgn demikian terjadi penurunan AMP siklik dlm sel
• Gq mengaktifkan enzim fosfolipase (PLC) PLC menghasilkan second
messenger yaitu DAG (diasilgliserol ) dan IP3 (mositol trifosfat)
DAG sama seperi AMP siklik  mengaktivasi protein kinase  terjadi
fosforilasi protein respon seluler
IP3 meningkatkan kalsium  respon seluler

• Jika tidak ada lagi molekul tokson maka reseptor kmbali pada posisi istirahat
yaitu GTPGDP
RESEPTOR YG BERKAITAN DGN
• Reseptor ini seprti protein G ENZIM
memiliki pengikatan ekstraseluler
• Ligan tokson berikatan dgn reseptor merangsang aktivitas enzimatik di dlm
sel Enzim tirosin kinase
• Ligan tokson berikatan dgn 2 reseptor  mnyebabkan terjadinya perubahan
konformasi terjadi agregasi trhdp kdua reseptor
• Terbentuk dimer pd daerah tirosin kinase teraktivasi dan menyebabkan
perubahan ATP menjadi ADP menghasilkan fosforilasi auto reseptorPd
setiap tirosin kinase akan terjadi penambahan gugus fosfat
• Lalu protein akan muncul dan menempel kan diri pd tirosin yg telah
terfosforilasi RESPON SELULER
RESEPTOR INTRASELULER
• Reseptor terdapat di dalam sel
• Ligan tokson terlebih dahulu menyeberangi membrane lipid  ketika
sdh berada dalam sel kemudian akan berikatan dgn reseptor ligan
tokson diaktifkan
• Reseptor tsb dpt bergerak masuk ke nucleus dan mengikat DNA dan
mengatur ekspresi gen akhirnya mengarah pada ekspresi sintesis
proteinrespon seluler

Anda mungkin juga menyukai