Anda di halaman 1dari 20

NAMA:NISRINA SALSABILA

NIM:221030490223

Sejarah Perkembangan Farmakologi :


a. Periode kuno (sebelum th 1700) Periode ini ditandai dengan observasi empirik
oleh manusia terhadap penggunaan obat. Bukit atau pencatatannya dapat
dilihat di Materia Medika yang disusun oleh Dioscorides (Pedanius).
Sebelumnya, catatan tertua dijumpai pada pengobatan Cina dan Mesir.

1) Claudius Galen (129–200 A.D.) adalah orang pertama yg mengenalkan


bahwa teori dan pengalaman empirik berkontribusi seimbang dalam
penggunaan obat.

2) Theophrastus von Hohenheim (1493–1541 A.D.), atau Paracelsus ,


adalah pionir penggunaan senyawa kimia dan mineral, yang dikenal juga
dengan bapak toksikologi.

3) Johann Jakob Wepfer (1620–1695), peneliti pertama yang melibatkan


hewan percobaan dalam ilmu farmakologi dan toksikologi

b. Periode modern
Pada abad 18-19, mulai dilakukan penelitian eksperimental tentang nasib obat,
tempat dan cara kerja obat, pada tingkat organ dan jaringan
a. Rudolf Buchheim (1820–1879) , mendirikan Institute of
Pharmacology pertama di The University of Dorpat (Tartu, Estonia)
tahun 1847.
b. Oswald Schmiedeberg (1838–1921), bersama seorang internist,
Bernhard Naunyn (1839–1925), menerbitkan jurnal farmakologi
pertama
c. John J. Abel (1857–1938), The “Father of American Pharmacology”
Farmakologi Dapat Didefinisikan :
a. Ilmu tentang kerja obat pada organisme sehat atau sakit
b. Ilmu tentang interaksi antara senyawa kimia dan sistem biologi
Pengertian Farmakologi :
Farmakologi berasal dari :
1. Kata “Farmakon” Yang berarti : “obat” dalam arti sempit, dan dalam makna
luas adalah : “Semua zat selain makanan yg dapat mengakibatkan perubahan
susunan atau fungsi jaringan tubuh”.
2. Logos yaitu : ilmu. Singkatnya Farmakologi ialah : Ilmu yang mempelajari cara
kerja obat didalam tubuh.
Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran dan farmasi, menyebabkan
farmakologi tidak dapat dibahas dari satu sisi keilmuan saja. Para ahli secara
cermat mengamati perkembangan ini dari tahun ke tahun melalui serangkaian
penelitian mendalam, terpadu dan lintas disiplin ilmu, sehingga kini kita mengenal
banyak cabang ilmu farmakologi yang berkembang menjadi cabang ilmu baru.
antara lain :

1. Farmakognosi Mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari


tanaman dan zat – zat aktifmya, begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan.
2. Biofarmasi Meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya
3. Farmakokinetika
a. Meneliti perjalanan obat mulai dari saat pemberiannya, bagaimana absorpsi
dari usus, transpor dalam darah dan distribusinya ke tempat kerjanya dan
jaringan lain.
b. Bagaimana perombakannya ( biotransformasi ) dan akhirnya ekskresinya oleh
ginjal.
c. Singkatnya farmakokinetika mempelajari segala sesuatu tindakan yang
dilakukan oleh tubuh terhadap obat.
4. Farmakodinamika Mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup
terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang
ditimbulkannya. Singkatnya farmakodinamika mencakup semua efek yang
dilakukan oleh obat terhadap tubuh
5. Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh
dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek
terapi obat barhubungan erat dengan efek toksisnya.
Obat – obat yang digunakan pada terapi dapat dibagi dalam tiga golongan besar
sebagai berikut :
1. Obat farmakodinamis Yang bekerja terhadap tuan rumah dengan jalan
mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia dalam
tubuh, misalnya hormon, diuretika, hipnotika, dan obat otonom.
2. Obat kemoterapeutis Dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh tuan
rumah. Idealnya obat ini memiliki kegiatan farmakodinamika yang sangat
kecil terhadap organisme tuan rumah dan berkhasiat sangat besar membunuh
sebanyak mungkin parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakteri,
virus). Obat – obat neoplasma (onkolitika, sitostatika, obat–obat kanker) juga
dianggap termasuk golongan ini
3. Obat diagnostik Merupakan obat pembantu untuk melakukan diagnosis
(pengenalan penyakit) misalnya untuk mengenal penyakit pada saluran
lambung-usus digunakan barium sulfat dan untuk saluran empedu digunakan
natrium propanoat dan asam iod organik lainnya.

INDIKASI
Kata “indikasi” dalam kedokteran memiliki dua definisi yang berbeda: pertanda
atau alasan. Dalam definisi yang pertama, orang dengan kondisi tertentu
menampilkan indikasi atau tanda-tanda bahwa mereka harus diperlakukan dengan
cara tertentu, baik dengan diberi pengobatan atau menjalani terapi tertentu seperti
operasi. Gejala juga bisa menjadi indikasi penyakit dan dokter dapat
menggunakan gejala sebagai metode untuk mendiagnosis penyakit.

EFEK SAMPING
adalah suatu dampak atau pengaruh yang merugikan dan tidak diinginkan, yang
timbul sebagai hasil dari suatu pengobatan atau intervensi lain seperti
pembedahan atau efek yang tidak diinginkan dari pengobatan seperti rambut
rontok disebabkan oleh kemoterapi dan kelelahan yang disebabkan oleh terapi
radiasi, dll.
INTERAKSI OBAT
adalah situasi di mana suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain yang
digunakan secara bersamaan, yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau
menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau direncanakan.
TOKSISITAS
adalah tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan terhadap organisme .
Toksisitas dapat mengacu pada dampak terhadap seluruh organisme, seperti
hewan, bakteri, atau tumbuhan, dan efek terhadap substruktur organisme, seperti
sel ( sitotoksisitas) atau organ tubuh seperti hati ( hepatotoksisitas).
DOSIS
adalah takaran obat yang menimbulkan efek farmakologi (khasiat) yang tepat dan
aman bila dikonsumsi oleh pasien.
DOSIS MAKSIMUM
adalah takaran dosis tertinggi yang masih boleh diberikan kepada pasien dan tidak
menimbulkan keracunan.
DOSIS LAZIM
adalah dosis yang diberikan berdasarkan petunjuk umum pengobatan yang biasa
digunakan, referensinya bisa berbeda-beda, dan sifatnya tidak mengikat, selagi
ukuran dosisnya diantara dosis maksimum dan dosis minimum obat
DURASI KERJA
adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi
WAKTU PARUH
adalah rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi
menurun sampai setengahnya
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh
terhadap obat. Farmakokinetika mencakup 4 proses :
1. Absorpsi
2. Distribusi
3. Metabolisme
4. Ekskresi

ABSORPSI
Proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada
cara pemberian, tempat pemberian obat adalah : Saluran cerna (mulut sampai
dengan rektum), kulit, paru, otot.
MACAM-MACAM CARA PEMBERIAN OBAT :
1. PER ORAL Tempat absorpsi utama : usus halus karena memiliki permukaan
absorpsi yang sangat luas yaitu 200 m2
2. DIBAWAH LIDAH Hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak karena
luas permukaannya kecil sehingga obat harus melarut dan di absorpsi denagn
sangat cepat . Ex : nitrogliserin
3. REKTAL Untuk pasien yang tidak sadar atau muntah. 50% darah dari rektum
melalui vena port sehingga eliminasi lintas pertama oleh hati hanya 50%. Absorpsi
sering tidak teratur dan tidak lengkap , iritasi mukosa umum.
Absorpsi sebagian besar obat secara difusi pasif. Sebagai barier absorpsi adalah
membran sel epitel saluran cerna : lipid bilayer. Agar dapat melintasi membran sel,
molekul obat harus mempunyai kelarutan lemak (setelah terlebih dahulu larut
dalam air).
DISTRIBUSI
1. Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan
lemah (ikatan hidrofobik, van der waals, hidrogen dan ionik).
2. Ada beberapa macam protein plasma :
3. Albumin ALBUMIN : mengikat obat-obat asma dan obat obat netral
(misalnya steroid) serta bilirubin dan asam asam lemak
4. α-glikoprotein α-glikoprotein : mengikat obat-obat basa
5. CBG CBG (Corticosteroid binding globulin ) : khusus mengikat
kortikosteroid
6. SSBG SSBG (sex steroid binding globulin) : mengikat hormon kelamin
Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh
tubuh. Komplek obat-protein terdisosiasi dengan sangat cepat. Obat bebas akan
keluar ke jaringan : ke tempat kerja obat, ke jaringan tempat depotnya, ke hati
(di mana obat mengalami metabolisme menjadi metabolit yang dikeluarkan
melalui empedu atau masuk kembali ke dalam darah) dan ke ginjal (dimana
obat/metabolitnya diekskresi ke dalam urin).

METABOLISME
Metabolisme obat terjadi di hati yaitu di membran endoplasmic reticulum
(mikrosom) dan di cytosol. Selain itu bisa di dinding usus, ginjal, parum darah,
otak dan kulit, juga di lumen kolon (flora usus). Tujuan metabolisme :
1. Mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar
dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu
2. Pada umumnya mengubah obat aktif menjadi inaktif tetapi sebagian berubah
menjadi lebih aktif, kurang aktif, toksik
Reaksi metabolisme yang terpenting :
1. Reaksi oksidasi : enzim cytochrome P450 , terjadi di hati
2. Reaksi glukuronidasi : enzim UDP-glukuronil transferase (UGT), terjadi
di hati, usus halus, ginjal, paru dan kulit Metabolisme obat akan
terganggu pada penyakit hati seperti sirosis, hati berlemak dan kanker
hati. Enzim metabolisme fase i dan fase ii mencapai kematangan setelah
tahun pertama kehidupan.

EKSKRESI
Organ yang terpenting untuk ekskresi obat : ginjal. Obat di ekskresikan
melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi
dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui
ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses : filtrasi glomerulus,
sekresi aktif di tubulus proksimal dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus.
Fungsu ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan dan setelah
dewasa menurun 1% per tahun.
Ekskresi obat yang kedua : melalui empedu ke dalam usus dan keluar
bersama feses. Obat dan metabolit yang larut lemak dapat direabsorpsi
kembali ke dalam tubuh dari lumen usus. Ekskresi melalui paru terutama
untuk eliminasi gas anestetik umum. Ekskresi dalam asi, saliva, keringat dan
air mata secara kuantitatif tidak penting. Ekskresi dalam ASI meskipun
sedikit penting artinya karena dapat menimbulkan efek samping pada bayi
yang menyusu pada ibunya. Ekskresi dalam saliva : kadar obat dalam saliva
sama dengan kadar obat bebas dalam plasma maka saliva dapat digunakan
untuk mengukur kadar obat jika sukar untuk memperoleh darah. Ekskresi ke
rambut dan kulit : mempunyai kepentingan forensic.

Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang
mempunyai khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya pada manusia relatif kecil. Obat yang digunakan
untuk membasmi mikroba harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi
mungkin di mana obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba,
tetapi relatif tidak toksik untuk hospes.
Aktivitas dan Spektrum
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik,
dan ada pula yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas
bakterisid. Antimikroba yang tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari
bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadarnya ditingkatkan. Antimikroba
dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Antimikroba yang berspektrum sempit: hanya efektif untuk jenis
bakteri gram positif atau negatif saja. Contoh penisilin G, penisilin V,
eritomisin, klindamisin, kanamisin, dan asm fusidat efektif terutama
terhadap bakteri gram positif saja, sedangkan streptomisin,
gentamisin, polimiksin B, dan asam nalidiksat khusus terhadap
kuman gram negative
2. Antimikroba yang berspektrum luas: efektif untuk berbagai jenis
mikroba. Contoh tetrasiklin aktif terhadap beberapa jenis bakteri gram
positif, gram negatif, rickettsia, dan Chlamydia.
Mekanisme Kerja:
1. Antibiotika bekerja dengan menghambat: metabolisme sel mikroba
(saingan), sintesis dinding sel mikroba, keutuhan membran sel mikroba,
sintesis protein sel mikroba dan sintesis asam nukleat sel mikroba.
2. Menghambat metabolisme sel mikroba Mikroba membutuhkan asam folat
untuk kelangsungan hidupnya. Bila sintesis asam folat dari PABA dihambat
oleh antimikroba maka kelangsungan hidupnya akan terganggu. Dengan
mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik. Contoh obat:
sulfonamide, trimetoprim, asam p-aminosalisilat, dan sulfonamide.
3. Menghambat sintesis dinding sel mikroba Contoh obat: penisilin,
sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Dinding sel terdiri dari
polipeptidoglikan, bila sintesis polipeptidoglikan dihambat maka dapat
menyebabkan dinding sel lisis oleh karena tekanan osmosis dalam sel yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan diluar sel.
4. Menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Contoh obat rifampisin, dan
golongan kuinolon.

Resistensi
Antibiotik yang digunakan pada penyakit infeksi kuman adakalanya tidak bekerja
lagi terhadap kuman-kuman tertentu yang ternyata memiliki daya tahan kuat dan
menunjukkan resistensi terhadap obat tersebut.
Penyebaran resistensi pada mikroba dapat terjadi secara vertikal (diturunkan ke
generasi berikutnya) atau yang sering terjadi ialah secara horizontal dari suatu sel
donor.

Faktor-faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi di klinik adalah


sebagai berikut :
1. Penggunaan antimikroba yang sering. Terlepas dari penggunaannya rasional
atau tidak, antibiotika yang sering digunakan biasanya akan berkurang
efektivitasnya. Karena itu penggunaan antibiotika yang irrasional perlu
dikurangi sedapatmungkin.
2. Penggunaan antibiotika yang irrasional terutama di rumah sakit merupakan
faktor penting yang memudahkan berkembangnya resistensi kuman.
3. Penggunaan antimikroba baru yang berlebihan. Beberapa contoh antimikroba
yang relatif cepat kehilangan efektivitasnya adalah siprofloksasin dan
kotrimoksazol.
4. Penggunaan antibiotika untuk jangka waktu lama memberi kesempatan
bertumbuhnya kuman yang lebih resisten.

Efek Samping :
1. Reaksi alergi Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan
melibatkan sistem imun tubuh hospes. Terjadinya tidak tergantung pada
besarnya dosis obat.
2. Reaksi idiosinkrasi Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan
secara genetik terhadap pemberian anti mikroba tertentu. Sebagai contoh 10%
pria berkulit hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat
primakuin. Ini disebabkan mereka kekurangan enzim glukosa-6-fosfat-
dehidrogenase (G6PD).
3. Reaksi toksik Efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semuajenis
antimikroba. Tetrasiklin dapat mengganggu pertumbuhan tulang dan gigi.
Dalam dosis besar obat ini bersifat hepatotoksik.
4. Perubahan biologik dan metabolik Penggunaan antimikroba berspektrum
luas dapat mengganggu keseimbangan ekologi mikro-flora normal tubuh
sehingga jenis mikroba yang meningkat populasinya dapat menjadi patogen.
Pada beberapa keadaan perubahan ini dapat menimbulkan super infeksi, yaitu
suatu infeksi baru yang terjadi akibat terapi infeksi primer dengan suatu AM.

Kombinasi Antimikroba
Penggunaan kombinasi dua atau lebih antimikroba tidak dianjurkan, terapi
terarah lebih disukai, tetapi beberapa kombinasi dapatlah bermanfaat, yaitu:
1. Pengobatan infeksi campuran Beberapa infeksi tertentu dapat disebabkan
oleh lebih dari satu mikroba yang peka terhadap antimikroba yang berbeda.
2. Pengobatan infeksi berat yang etiologinya belum jelas. Beberapa infeksi
berat, seperti septikemia, meningitis purulenta dan infeksi berat lainnya
memerlukan kombinasi antimikroba, karena keterlambatan pengobatan dapat
membahayakan jiwa pasien. Kombinasi diberikan dengan dosis penuh, bila
pemeriksaan mikrobiologi telah didapat maka AM yang tidak diperlukan dapat
dihentikan penggunaannya.

ANTIBIOTIKA
Dibawah ini akan dibahas secara berturut-turut Beta-Laktam (Penisilin dan
Sefalosporin), Kloramfenikol, Tetrasiklin, Aminoglikosida, Makrolida, dan
Linkomisin.
1.Penisilin Penisilin berasal dari jamur Penisilium notatum yang pertama kali
ditemukan tahun 1929 oleh Alexander Fleming. Penisilin digolongkan ke dalam
antibiotik beta-laktam karena mempunyai ciri terdapat cincin beta-laktam di dalam
struktur kimianya, yang berperan penting dalam aktivitas biologis senyawa ini.
Apabila cincin beta-laktam secara enzimatis dipisah oleh enzim betalaktamase
yang dihasilkan bakteri, maka produk yang dihasilkannya akan berkurang aktivitas
antibakterinya.
Mekanisme Kerja
Seperti halnya semua antibiotik golongan beta-laktam, kerja penisilin
menghambat pertumbuhan bakteri dengan jalan menghambat tahap spesifik dalam
sintesis dinding sel bakteri. Dinding merupakan lapisan luar yang kaku dari sel
bakteri, lapisan ini menutupi keseluruhan membran sitoplasma. Fungsi dari
dinding sel adalah mempertahankan bentuk sel dan mencegah terjadinya lisisnya
(pecah) sel bakteri yang dikarenakan perbedaan tekanan osmotik yang tinggi
antara cairan di dalam sel dan cairan di luar sel. Mekanisme kerja dari penisilin
adalah menghambat kerja protein pengikat penisilin (PBP) yang berfungsi
mengkatalisis reaksi transpeptidase dalam proses pembentukan dinding sel bakteri,
sehingga mengakibatkan matinya sel bakteri.
Resistensi
Resistensi terhadap penisilin dan antibiotik beta-laktam lainnya disebabkan oleh
salah satu dari empat mekanisme umum.
i. Inaktivasi antibiotik oleh enzim betalaktamase yang dihasilkan bakteri.
Enzim betalaktamase merusak cincin beta-laktam dari antibiotik yang
menyebabkan hilangnya aktivitas antibakteri dari antibiotik tersebut.
ii. Modifikasi struktur PBP pada bakteri sehingga menyebabkan antibiotik
betalaktamase tidak mampu berikatan dan menghambat protein tersebut.

Farmakokinetik
Absorbsi obat yang diberikan secara oral berbeda-beda. Absorbsi obat tergantung
pada stabilitas pada asam dan ikatan proteinnya. Metisilin dirusak oleh asam
lambung, sedangkan nafsilin absorbsinya secara oral tidak menentu, hal ini
menyebabkan kedua obat tersebut tidak cocok diberikan secara oral. Pemberian
secara parenteral menghasilkan absorbsi yang cepat dan menyeluruh pada sebagian
besar penisilin. Pemberian melalui jalur intravena lebih disukai daripada jalur
intramuskuler, karena pemberian intramuskuler dosis besar dapat menyebabkan
iritasi dan nyeri setempat. Penisilin didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh
dan berbagai jaringan.

Penggunaan Klinis
Penisilin merupakan antibiotik yang paling efektif dan paling luas penggunaannya.
Penisilin oral, kecuali amoksisilin sebaiknya tidak dikonsumsi setelah makan
untuk mengurangi ikatan pada protein makanan dan inaktivasi oleh asam lambung.
Kadar dalam darah dapat ditingkatkan dengan pemberian bersama probenesid 0,5
g peroral sehingga mengurangi eliminasi penisilin melalui ginjal.

Efek Samping
Reaksi efek samping yang terpenting dari golongan penisilin adalah reaksi alergi
karena hipersensitasi, shok anafilaksis, diare, mual, muntah, nefrotoksisitas, dan
neurotoksisitas. Wanita Hamil Dan Laktasi Penggunaan penisilin dianggap relatif
aman bagi wanita hamil dan menyusui. Interaksi Lama kerja antibiotika golongan
penisilindipengaruhi oleh probenesid, sulfin pirazon, asetosal, dan indometasin.
Efek penisilin dikurangi oleh antibiotik bakteriostatik, seperti tertrasiklin,
kloramfenikol, dan makrolida.

Aktivitas Dan Mekanisme Kerja


Sefalosporin mempunyai spektrum kerja yang luas, dan berkhasiat bakterisid pada
fase pertumbuhan kuman. Mekanisme kerja sefalosporin ialah menghambat
sintesis dinding sel mikroba.

FARMAKODINAMIK
Ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme
kerjanya.
Tujuan :
1. Untuk meneliti efek utama obat
2. Mengetahui interaksi obat dengan sel
3. Mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang
terjadi
Efek obat dalam tubuh terbagi atas dua :
1. Efek yang diharapkan
2. Efek yang tidak diinginkan
a. Efek samping obat (ngantuk, pusing, gangguan gastrointestinal )
b. Toksik Terjadi efek obat karena Interaksi obat dengan reseptor
(komponen makromolekul fungsional) pada sel organisme.
Hasil interaksi obat dengan tubuh :
1. Mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh
2. Memodulasi fungsi tubuh

Respons obat
Respon obat dipengaruhi oleh dosis obat yang diberikan, semakin tinggi dosis
yang diberikan maka akan semakin besar responnya dan sebaliknya.
Faktor yang mempengaruhi respon obat :
1. Konsentrasi obat dalam tubuh berbeda, intensitas berbeda, variasi efek
individual
2. Sensitifitas dan responsifitas respon obat berbeda
Hal-hal yang memodifikasi respon obat :
1. Ukuran tubuh pasien
2. Usia pasien
3. Faktor genetic
4. Faktor nutrisi
5. Ras
6. Penyakit yang diderita
7. Interaksi obat

RESEPTOR
Reseptor Reseptor adalah sebuah protein yang ada pada permukaan sel, organel
dalam sel dan dalam sitoplasma. Jumlah reseptor terbatas dalam sebuah sel.
TEORI RESEPTOR
Teori reseptor Reseptor obat adalah suatu makromolekul target khusus berada
pada permukaan sel atau intraseluler, yang mengikat suatu obat atau menimbulkan
kerja farmakologik.

INTERAKSI OBAT SECARA FARMAKODINAMIK DAN


FARMAKOKINETIK
Interaksi obat berarti saling pengaruh antar obat sehingga terjadi perubahan efek.
Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di
keluarkan lagi dari tubuh .Proses – proses tersebut meliputi , absorbsi , distribusi ,
metabolisme (biotransformasi ) dan eliminasi . Dalam proses tersebut , bila
berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan suatu
interaksi.
Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua , yaitu
1) interaksi farmakodinamik
2) interaksi farmakokinetik

INTERAKSI FARMAKOKINETIK
Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antara dua atau lebih obat yang diberikan
bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME (absorbsi , distribusi ,
metabolisme dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah
satu kadar obat dalam darah .
3. INTERAKSI DALAM MEKANISME ABSORBSI
– Absorbsi obat dapat terjadi melalui transport pasif maupun aktif , di mana
sebagian besar obat diabsorbsi secara pasif . Proses ini melibatkan difusi
obat dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar obat
lebih rendah . Pada transport aktif terjadi perpindahan obat melawan
gradient konsentrasi ( contohnya ion – ion dan molekul yang larut air) dan
proses ini membutuhkan energy . Absorbsi obat secara transport aktif
lebih cepat daripada secara transport pasif . Obat dalam bentuk tak-
terion larut lemak dan mudah berdifusi melewati membrane sel , sedangkan
obat dalam bentuk terion tidak larut lemak dan tidak dapat berdifusi
4. INTERAKSI DALAM MEKANISME DISTRIBUSI (KOMPETISI DALAM
IKATAN PROTEIN PLASMA)
Setelah suatu obat diabsorbsi ke dalam aliran darah maka obat akan
bersirkulasi dengan cepat ke seluruh tubuh , waktu sirkulasi darah rata – rata
1 menit . Saat darah bersirkulasi obat bergerak dari aliran darah dan masuk
ke jaringan – jaringan tubuh . Sebagian terlarut sempurna di dalam jaringan
cairan plasma , sebagian diangkut dalam bentuk molekul terlarut dan dalam
bentuk terikat protein plasma ( albumin ) . Ikatan protein sangat bervariasi ,
sebagian terikat sangat kuat.
Beberapa contoh obat yang berinteraksi di dalam proses distribusi yang
memperebutkan ikatan protein adalah sebagai berikut :
Warfarin - Fenilbutazon
Kedua obat ini terikat kuat pada protein plasma , tetapi fenilbutazon memiliki
afinitas yang lebih besar , sehingga mampu menngeser warfarin dan jumlah /
kadar warfarin bebas meningkat . Aktivitas antikoagulan meningkat , terjadi
resiko pendarahan.
Warfarin – Kloralhidrat
Metabolit utama dari kloralhidra adalah asam trikoloasetat yang sangat kuat
terikat pada protein plasma . Kloralhidra mendesak warfarin dari ikatan
protein sehingga meningkatkan respon antikoagulan.

3. INTERAKSI DALAM MEKANISME METABOLISME HEPATIK


Berbagai interaksi obat terjadi karena adanya suatu obat yang merangsang
metabolisme obat lain . Disamping itu pemberian secara kronis obat – obat
tertentu dapat pula merangsang metabolisme selanjutnya . Interaksi ini terjadi
akibat meningkatnya aktivitas enzim hepatic yang terlibat dalam metabolisme
obat tersebut.
peningkatan aktivitas enzim dapat disebabkan oleh :
 Peningkatan sintesis enzim sehingga jumlahnya meningkat , yang disebut
induksi enzim
– Senyawa yang dapat menginduksi enzim hepatic digolongkan atas dua
golongan yaitu :
– Golongan fenobarbital dan senyawa – senyawa yang kerjanya mirip
fenobarbital . Golongan ini yang paling banyak berperan untuk berbagai
obat.
– Golongan hidrokarbon polisiklik , hanya untuk beberapa obat.
 Penurunan kecepatan degradasi enzim

4. INTERAKSI DALAM MEKANISME EKSKRESI


– Interaksi obat dengan perubahan pH urin.
Perubahan pH urin mengakibatkan perubahan bersihan ginjal , melalui
perubahan jumlah reabsorbsi pasif di tubuli ginjal , yang hanya bermakna
secara klinis bila :
– Fraksi obat yang diekskresikan melalui ginjal cukup besar , lebih dari 30 %.
– Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5 – 10 atau asam lemah dengan pKa
3,0 – 7,5.
Interaksi obat dengan perubahan transpor aktif.
– Proses ini mungkin melibatkan system enzim di dalam ginjal . Obat – obat
tersebut diangkut dari darah melintasi sel – sel tubuli proksimal dan masuk
ke urin , melalui transpor aktif. Bila obat diberikan bersamaan diantaranya
dapat mengganggu eliminasi obat lainnya . Sebagai contoh , pemberian
bersamaan antara probenesid dan penisilin . Probenesid menghambat
ekskresi penisilin sehingga kadar antibiotik ini di dalam darah tetap tinggi
dan efeknya lama . Waktu paruh eliminasi penisilin akan meningkat 2 – 3
lebih lama . Hal ini merupakan interaksi yang menguntungkan untuk
pengobatan infeksi.

INTERAKSI FARMAKODINAMIK
– Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antar obat ( yang diberikan
bersamaan ) yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga menimbulkan
efek sinergis atau antagonis . Interaksi farmakodinamik berbeda dengan
interaklsi farmakokinetik . Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan
pada proses ADME . Pada interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan
kadar obat obyek dalam darah , tetapi yang terjadi adalah perubahan efek
obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya pada
tempat kerja obat , artinya ada perubahan tindakan obat tanpa perubahan
konsentrasi serum melalui faktor – faktor farmakokinetik.
TIPE TIPE INTERAKSI
1. Interaksi aditif atau sinergistik Dua obat memiliki efek farmakologi yang
sama , efek aditif . Interaksi aditif dapat terjadi antara dua efek utama atau
efek samping.
2. Interaksi antagonistic Pasangan obat memiliki aktivitas yang saling
berlawanan . Antikoagulan oral memperlama waktu pembekuan darah
dengan menghambat secara kompetitif efek vitamin K. Jika asupan vitamin
K meningkat , efek antikoagulan oral dilawan dan waktu prothrombin
kembali normal.
3. Interaksi karena perubahan mekanisme transpor obat. Sejumlah obat yang
kerjanya pada saraf adrenergic dapat dicegah mencapai tempat kerjanya
oleh adanya obat lain . Ambilan guanetidin diblok oleh chlorpromazine ,
haloperidol , tiotixene , dan sejumlah obat lain , sehingga efek antihipertensi
terhambat.

INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT


Interaksi ini biasanya terjadi ketika seseorang mengkonsumsi beberapa jenis
obat dalam waktu yang bersamaan.
Interaksi obat dengan obat lain dapat menyebabkan penurunan konsentrasi
dari obat tersebut . Efek ini sangat merugikan bila terjadi pada antibiotik.
Penurunan konsentrasi dari antibiotik yang digunakan , dapat menyebabkan
konsentrasi dari antibiotik yang digunakan , dapat menyebabkan terjadinya
resistensi .
Pada obat – obat yang memiliki indeks terapi yang sempit seperti
Teofilin , peningkatan konsentrasi dapat menimbulkan efek toksik pada
tubuh . Efek lain yang juga dapat terjadi adalah efek antagonis . Efek ini
dapat terjadi jika obat – obat yang dikonsumsi memiliki efek yang
berlawanan .Misalnya penggunaan obat asma pada pasien dengan penyakit
jantung . Obat asma yang bekerja agonis dengan Beta2 memiliki efek yang
berlawanan dengan obat jantung yang umumnya merupakan Beta –blocker.

INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN


– Ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat , perubahan
tersebut dianggap sebagai interaksi obat – makanan . Interaksi tersebut bisa
terjadi tetapi tidak semua obat dipengaruhi oleh makanan , dan beberapa
obat hanya dipengaruhi oleh makanan – makanan tertentu.
– Makanan dan obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda .
Sering zat tertentu didalam makanan memberikan efek . Perubahan –
perubahan lain dapat disebabkan oleh jumlah protein dalam diet , atau
bahkan cara makanan tersebut disiapkan . Salah satu cara paling umum
makanan mempengaruhi efek obat adalah dengan cara obat – obatan
tersebut diuraikan (dimetabolisme ) oleh tubuh.
Kemungkinan – kemungkinan yang menyebabkan dapat terjadinya interaksi obat
dengan makanan adalah:
– Perubahan motilitas lambung dan usus , terutama kecepatan pengosongan
lambung dari saat masuknya makanan dari saat masuknya makanan .
– Perubahan pH , sekresi asam serta produksi empedu
– Perubahan suplai darah di daerah splanchnicus dan di mukosa saluran cerna.
– Dipengaruhinya absorbsi obat oleh proses absorbsi dan pembentukan
komplek.
– Dipengaruhinya prose transport aktif obat oleh makanan.
– Perubahan biotransformasi dan eliminasi .

FASE – FASE DALAM INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN


1. Fase farmasetis
Fase farmasetis merupakan fase awal dari hancur dan terdisolusinya obat .
Beberapa makanan dan nutrisi mempengaruhi hancur dan larutnya obat . Maka
dari itu , keasaman makanan dapat mengubah efektifitas dan solubilitas obat – obat
tertentu.
2. Fase farmakokinetik
Fase farmakokinetik adalah ADME (absorbsi , distribusi , metabolisme , ekskresi).
Interaksi obat dan makanan paling signifikan terlibat dalam proses absorbs.
Makanan dan nutrisi dalam makanan dapat meningkatkan atau menurunkan
absorbsi obat dan mengubah ketersediaan hayati obat.
Interaksi pada proses distribusi , ada 2 macam mekanisme :
1. Interaksi obat dengan makanan pada ikatan protein plasma (farmakokinetik)
2. Interaksi obat dengan makanan pada reseptor (farmakodinamik)
Dampaknya merugikan karena dapat mengakibatkan kadar obat bebas naik
sehingga terjadi toksis.
Interaksi pada proses metabolisme
Peran metabolisme obat pada dasarrnya obat aktif larut dalam lemak diubah
menjadi tidak aktif sehingga mudah di keluarkan dari tubuh . Dimana enzyme
cytochrome P-450 memegang peranan. Makanan dapat memacu kerja enzyme
(enzym inducer) dan juga menghambat enzym (enzyme inhibitor).

Beberapa contoh interaksi pada proses metabolisme :


Asetaminophen ( paracetamol ) + charbroiled food mengakibatkan kadar
asetaminophen dalam darah rendah , demikian juga pada perokok.
Nifedipin + grapefruit juice mengakibatkan kadar nifedipine dalam darah
tetap tinggi dan efeknya jauh lebih lama.
INTERAKSI OBAT DENGAN NUTRISI
Bagian ini mencakup interaksi dimana ada bukti terdokumentasi bahwa obat
mengubah kemanjuran agen gizi , suplemen makanan dan vitamin. Informasi
tentang efek zat ini pada obat lain tercakup dalam bagian yang relevan untuk obat
itu .
CONTOH INTERAKSI :
1. Amygdalin + Ascorbic Acid ( vitamin C )
Vitamin C dapat meningkatkan hidrolisis amygdalin sehingga mengakibatkan
tingkat beracun sianida .
2. Ascorbic Acid ( Vitamin C ) + Salicylates
Aspirin mungkin mengurangi penyerapan asam askorbat sekitar sepertiga.
Tingkat salisilat serum tampaknya tidak terpengaruh oleh asam askorbat. Dalam
sebuah penelitian pada subyek sehat , kenaikan plasma lebih 3 jam adalah
sepertiga lebih rendah ketika dosis 500 mg tunggal asam askorbat diberikan
dengan aspirin 900 mg , bila dibandingkan dengan asam askorbat sendirian dan
ekskresi asam askorbat sekitar 50 % lebih rendah.

INTERAKSI OBAT DENGAN PENYAKIT


Obat sejatinya memiliki fungsi untuk menyembuhkan penyakit . Namun pada
pasien yang memiliki beberapa penyakit , pemilihan obat harus lebih diperhatikan
agar tidak terjadi interaksi . Misalnya seperti yang sudah di contohkan pada
penderita asma dan penyakit jantung . Penggunaan obat – obat jantung atau
hipertensi dapat memperparah asma jik sedang terjadi serangan . Orang – orang
yang mengidap hipertensi, tekanan darah rendah , glukoma , diabetes dan
pembesaran prostat perlu memperoleh perhatian lebih , karena biasanya interaksi
umum terjadi.

Anda mungkin juga menyukai