Anda di halaman 1dari 63

Abu Malik

Eka Rahayu
Galar S. Prasuma
Ni Putu Nurdika
Widya Lukitasari
Nama/Usia/TB/BB Ny. SA/28 thn/40 kg/151 cm
Alamat Malang
Status JKN
MRS/KRS 27-2-2019/11-3-2019
Keluhan utama Kejang, lemas
Riwayat penyakit saat ini Px post serangan kejang kurang lebih 2 hari yang lalu, selama kurang lebih 30
menit
Riwayat pengobatan ARV (berhenti), Cotrimoxazole 3x960 mg, Clindamycin 4x600 mg, New diatab,
Pirimetamin, Valganciclovir
Alergi Seafood
Riwayat kesehatan Sakit kepala, Tukak lambung, Vertigo, HIV (sejak 2017)
Riwayat keluarga Diabetes (Bapak), HT (Ibu)
Diagnosa awal 1. Toxoplasmosis cerebri
2. Chronic diarrhea (Amebiasis & Cryptosporidiosis)
3. HIV st IV dropout ARV (CD4 <50)
4. Post GTK (Generalized Tonik Klonik) Seizure DT no.1
5. Blurred vision
6. Severe headache + history of seizure
7. Epilepsy symptomatic
Diagnosa akhir Sama dengan diagnose awal
 Pasien berasal dari IGD RS P lalu dirujuk ke RSSA
 Pernah sebelumnya dirawat di RSSA
 Diagnosa HIV sejak 2017, sudah minum ARV namun dropout sejak
Agustus 2018 dan belum kembali minum ARV
 Penglihatan kabur (mata kiri) secara bertahap sejak 1 tahun yang lalu,
terasa jika terkena cahaya
 Nyeri (seperti ditusuk-tusuk) sejak 2 bulan yang lalu, terutama saat
malam hari
 Diare sejak 1 bulan yang lalu, tidak ada darah, frekuensi 4-5 kali/hari
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus
bersifat limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem
kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih
spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa
faktor T4 (CD4).

Infeksi HIV/AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang


disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) dimana
virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan
mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh (jumlah
sel T CD4+ menurun) sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.

Dipiro, 2015
Infection
with HIV

Sexual Parenteral Perinatal


• Jarum suntik • transplansental
yang tercemar • waktu
HIV. persalinan
• Alat-alat yang • waktu
tercemar HIV menyusui
• Tranplantasi
alat tubuh yang
mengandung
HIV

(Dipiro, 2015)
(WHO, 2017)
(WHO, 2017)
(Dipiro, Tabert, Yee, Martzke, & Possey, 2015)
(WHO, 2017)
(WHO, 2017)
Toxoplasmosis Cerebral merupakan suatu
infeksi pada jaringan otak yang disebabkan
oleh parasit protozoa Toxoplasma Gondii.

EPIDEMIOLOGI
Sekitar 10–15% penduduk di Hasil pemeriksaan IgM dan
Toxoplasma gondii hampir Amerika Serikat menunjukkan IgG anti Toxoplasma di
dapat ditemukan di seluruh hasil positif dalam Indonesia, manusia sekitar 2–
dunia dan telah menginfeksi pemeriksaan serologi. 63%, kucing 35–73%, babi
lebih dari 50% populasi Seropositif pada pasien HIV- 11–36%, kambing 11–61%,
manusia di dunia. Aids memperkirakan sekitar anjing 75% dan ternak
10 –45%. lainnya di bawah 10%.
ETIOLOGI
Toxoplasma Gondii merupakan parasit
obligate intraselular, terdiri dari 3 bentuk:
Ookista
Tachyzoit Kista (bradyzoite)
(spozoite)

Menjadi infeksi opportunity pada pasien HIV-Aids


dengan resiko tinggi pada kondisi CD4< 200 sel/mm3,
dan meningkat sebesar 30% tiap penurunan CD4 50
sel/mm3 (Antinoti et al, 2004)
Tes Serologi

Terdiri dari : Fieldman dye test (DT), Double sandwich IgM


enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), ELISA IgA, IgE
ELISA and aglutination test (AC/HS test), indirect fluorescent
antibody (IFA). (Irma Y, et al 2015)

Hasil Nilai rujukan Interpretasi

Anti toxoplasma 0,839 Negatif < 0,8 Interdeterminate


IgM Interdeterminate
≥ 0,8-1
Positif ≥ 1

Anti toxoplasma >650 Negatif < 1 Positif


IgG Interdeterminate
≥ 1-3
Positif ≥ 3
Brain CT Scan

Pemeriksaan Brain CT Scan pada pasien


dengan ET menunjukkan gambaran
menyerupai cincin yang multipel pada 70-
80% kasus. Pada pasien dengan AIDS yang
telah terdeteksi dengan IgG Toxoplasma
gondii dan gambaran cincin yang multipel
pada CT scan 85% merupakan ET. Lesi
Contoh hasil tersebut terutama berada pada ganglia
pemeriksaan Brain CT
Scan basal dan corticomedullary junction.
(Basavaraju A, 2016)
MRI

Merupakan prosedur diagnostik yang lebih


baik daripada CT scan dan sering
menunjukkan lesi-lesi yang tidak terdeteksi
dengan CT scan (Yostila D, et al 2018)

Contoh hasil MRI pada Otak ,


menunjukan adanya lesi
Gangguan
Demam
status mental

Kejang Sakit kepala

Gangguan
neurologis fokal
AIDSinfo.Guidelines for the Prevention and Treatment
of Opportunistic Infections in HIV-Infected Adults and
Adolescents. Last update 2017.
AIDSinfo.Guidelines for the Prevention and Treatment of
Opportunistic Infections in HIV-Infected Adults and Adolescents.
Last update 2017
Diare kronik: BAB dengan tinja cair 3x atau lebih per hari secara terus
menerus dalam 1 bulan (Kemenkes RI, 2011)

Diare merupakan salah satu manifestasi klinis HIV yang umum terjadi

Pada saluran pencernaan, terdapat beberapa jenis pertahanan tubuh


untuk mengeliminasi dan membersihkan zat patogen: asam lambung,
enzim-enzim pencernaan, cairan empedu, gerak peristaltik, dan flora
normal.

Pada pasien HIV/AIDS, salah satu atau lebih dari faktor-faktor di atas
“rusak” sehingga rentan terhadap serangan patogen.
Adsorbent: mengikat toksin bakteri, cairan, dan zat-zat
lain di saluran cerna untuk meningkatkan konsistensi
feses.
• Contoh: kaolin, bismuth subsalisilat, atapulgit

Anti motilitas: bekerja di reseptor opioid saluran cerna


untuk memperlambat motilitas dengan menurunkan
gerak peristaltik.
• Contoh: loperamid, atropine
Dikman, 2015
Cytomegalovirus (CMV) CMV retinitis merupakan infeksi
merupakan virus terbesar dalam okular oportunistik yang umum
kelompok virus herpes pada pasien HIV

CMV retinitis umumnya


Umumnya menyerang 40%
mempengaruhi retina perifer
pasien HIV/AIDS namun
dan manifestasi klinis dari awal
cenderung pada pasien dengan
penyakit cenderung minimal
jumlah CD4 <50/mm3
atau tidak ada.

Sama seperti virus herpes


CMV tetap dalam keadaan laten
lainnya, CMV masuk dalam
hingga pasien mengalami
keadaan laten dan secara
imunodefisiensi seperti pada
kontinu ditekan dengan imunitas
AIDS.
tubuh.

Stewart, 2010
Patofisiologi Manifestasi klinis
 CMV mencapai retina lewat
darah dan menginfeksi
endotel vaskular kemudian  Hilangnya penglihatan
menyebar ke sel retinal. secara bertahap
Berkurangnya jumlah sel  Adanya floaters
CD4 menyebabkan replikasi
CMV menjadi tidak  Photophobia
terkontrol.

Stewart, 2010
Terapi lini
pertama:
Valganciclovir,
dosis awal: 900
mg 2dd1
selama 21 hari
diikuti dengan
dosis
maintenance
900 mg/hari

Stewart, 2010
Epilepsi simptomatic merupakan gangguan saraf kronik dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan berulang secara spontan yang disebabkan lepasnya
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.

Menurut International League Against Epilepsi (ILAE), yang disebut epilepsi adalah
kecenderungan untuk terjadinya kejang tipe apapun secara klinis.

Tiap individu yang mengalami epilepsi mempunyai risiko yang bermakna untuk mengalami
kekambuhan kejang.

Waktu munculnya kejang terjadi secara mendadak, tidak disertai demam berulang dan
tidak dapat diprediksi.

Kejang yang menahun dan berulang dapat berakibat fatal, oleh karena itu sasaran terapi
utamanya adalah pengendalian penuh atas kejang.

Gidal dan Garnett, 2005


Idiopatik

Kriptogenik

Simptomatis

Panayiotopoulus, 2005
Perubahan konsentrasi ion
diruangan ekstraseluler Hipereksitasi neutron

Rangsangan mekanis, kimiawi dan


aliran listrik dari sekitarnya
Peningkatan pelepasan
neurotransmiter
Perubahan patologis dari
membran karena penyakit atau
keturunan
Lepasnya muatan listrik
secara berlebihan
Perbedaan potensial

Ion natrium berdifusi melalui


membran Kejang/epilepsi
(depolarisasi>repolarisasai)
Dipiro, 2008
Parameter Nilai 27/2 28/2 1/3 2/3 3/3 4/3 5/3 6/3 7/3 8/3 9/3 10/3 11/3
Normal
Suhu 36-37 36 36 36,1 36,5 36 35,8 36,1 36,3 36,3 36,3 36 36,5 36

Nadi (x/menit) 80-85 98 84 81 82 108 91 90 90 92 92 80 80 80

RR (x/menit) 20 20 20 21 20 20 20 19 19 20 20 20 20 20

Tekanan Darah 120/80 120/8 120/80 110/8 120/8 115/75 120/8 110/80 120/8 105/6 105/6 120/80 110/71 120/80
(mmHg) 0 0 0 0 0 7 7
Parameter 27/2 28/2 1/3 2/3 3/3 4/3 5/3 6/3 7/3 8/3 9/3 10/3 11/3

Nyeri 2 2 2 2 6 7 2 2 2 4 2 2 2

Mual + + + + + + + + + + + + +

Muntah + + - - - - - - - - - - -

Pusing + + + + + + + + + + + + +

Diare + + + + + + + + + + + + +

GCS - 456 456 456 456 111 456 456 456 456 456 456 456

Kejang - - - - - + - - - - - - -
Parameter Nilai normal 29/1 2/3 9/3
Hb 11,4-15,1 12 10,10 10
RBC 4,0-5,0 4,98 4,39 4,17
WBC 4,7-11,3 x 103/µL 5,82 6,46 4,99
Hematokrit (PCV) 38-42% 36,20 31,90 30,60
Trombosit (PLT) 142-424 x 103/µL 293 231 246
MCV 80-93 fl 72,70 72,70 73,40
MCH 27-31 pg 24,10 24,40 24,00
MCHC 32-36 g/dL 33,10 33,00 32,70
RDW 11,5-14,5% 13,90 14,40 16,10
Eosinofil 0-4 13,7 14,7 22,4
Basofil 0-1 0,2 0,2 0,2
Neutrofil 51-67 43,8 51,5 40,1
Limfosit 25-33 32,0 21,5 27,1
Monosit 2-5 10,3 12,1 10,2
Ureum/BUN 10-50 mg/dL 20 17,10 -
Creatinine 0,7-1,5 mg/dL 0,89 0,86 -
SGOT/AST 11-41 U/L 18 16 -
SGPT/ALT 10-41 U/L 9 7 -
 8/3, 9/3, 11/3 2019
IgG anti toxo : 7650 (positif)
IgM anti toxo : 0,839 (intermediate)
IgG anti CMV : 176,2 (positif index)
IgM anti CMV : 0,624 (negatif index)
Lesi intraaxial pada lobus temporobasal
kanan menyokong gambaran cerebritis (fase
early capsule)

Infark kronis pada nucleus lentiformis


bilateral
Obat Rute Dosis 27/2 28/2 1/3 2/ 3/3 4/ 5/3 6/3 7/3 8/3 9/3 10/3 11/3
3 3
Nacl 0,9% IVFD 2000 cc/2 jam             
Cotiomoxazol PO 1x960 mg       - - - - - - -
Attapulgit PO 2 tab/diare             
Paracetamol PO 3x500 mg             
Primetamin PO 1x200 mg   1x75 mg    1x50 mg      

Clindamicin PO 4x600 mg       - - - - - - -
Valgancyclovir PO 2x900 mg - -           
Codein PO 3x10 mg - - - -     - -   
Omeprazole IV 1x40 mg - - - -        
Diazepam IV 5 mg - - - - -  - - - - - - -
O2 NRBM 2-4 lpm - - - - -  - - - - - - -
Asam Folat PO 1x15 mg - - - - - -    3x1 3x1  
tab tab
Sulfadiazine PO 2x200 mg - - - - - -       
Fenitoin PO 2x100 mg - - - - - -       
Vitamin B6 PO 1x25 mg - - - - - -       
Cendo Lyceers 6x1 ODS - -           
Pirimetamin 50 mg no. VII S 1dd1

Sulfadiazine 500 mg no. LVI S 2dd 4 tab

Asam folat tab no. XXI 1 mg S 3 dd 1 tab

Omeprazole caps no. VII S 1dd1 caps ac


Subjective Objective Assessment Plan
- CD4+ : 28 cell/mm3 27/02/2019-4/3/2019 -METO :
Terapi Cotrimoxazole PO 1x960 mg Tanda-tanda infeksi (HR, RR, Suhu, WBC)
27/2/2019 Nilai CD4+
HR : 98 x/menit Indikasi :
RR: 20 x/menit Antibiotik profilaksis untuk ODHA dengan jumlah -MESO :
Suhu: 36 CD4 di bawah 200 sel/mm3 Mual, muntah, sakit kepala
Diberikan sebelum terapi ARV untuk
2/3/2019 1. Mengkaji kepatuhan pasien untuk minum obat Plan: terapi dilanjutkan (hingga 14 hari
HR : 82 x/menit 2. Menyingkirkan kemungkinan efek samping atau telah mengalami kenaikan CD4+ >
RR: 20 x/menit tumpang tindih antara kotrimoksasol dan obat 200 mm/3)
Suhu: 36,5 ARV. (Kemenkes RI, 2011) (Mastini, Djoerban, Yunihastuti, & Shatri,
WBC: 6,46 2017)
Eosinofil : 14,7 Dosis : 1x960 mg .
Limfosit : 21,5 (Kemenkes RI, 2011)
Monosit : 12,1
Mekanisme : menghambat enzim dihidrofolat
3/3/2019 reduktase sehingga menghambat produksi asam
HR : 108 x/menit tetrahidrofolik sehingga menghambat pembentukan
RR: 20 x/menit bakteri didalam tubuh (DIH 17th ed, 2009)
Suhu: 36
WBC: 4,99 Efek Samping : Mual, muntah, sakit kepala,
Eosinofil : 22,4 kejang(medscape.com)
Neutrofil : 40,1
Limfosit: 27,1
Monosit : 10,2 .
HR : 108x/menit
Subjective Objective Assesment Plan

- CD4+ : 28 cell/mm3

4/3/2019 4/3/2019 -
Kejang (+) HR : 91x/menit
RR: 20 x/menit
Suhu: 35,8

- 5/3/2019 5/3/2019 Plan : Terapi dihentikan.


HR : 90x/ menit Terapi Cotrimoxazole dihentikan
RR: 19 x/menit karena pasien kejang.
Suhu: 36,1
Subjektif Objektif Assessment Plan

27-2-2019 27-2-2019 27/2/2019-4/3/2019 MESO aktual dan potensial dari


Pasien Cotrimoxazole kombinasi antibiotik tersebut:
mengeluhkan Pasien MRS: - Indikasi: • Terutama reaksi alergi dan
pusing yang tidak CD4 28 iu cell/mm3 Terapi profilaksis pada pasien HIV dengan kadar CD4 resistensi
tertahankan. <100 iu/mm3 (AidsInfo,2017) • Monitoring kadar Hb
Hasil MRI: -Mekanisme:
Menghambat enzim dihidrofolate reduktase sehingga
2/3/2019 • Lesi intraaxial pada METO: Melihat perkembangan
menghambat produksi asam tetrahidrofolik dari asam
• Pasien masih lobus temporobasal klinis dari pasien
dihidrofolik (Trimetropin)
mengeluhkan kanan menyokong Menghambat sintesis asam dihidrofilik pada bakteri
pusing dan gambaran cerebritis melalui kompetisi dengan asam para amino benzoat. Terapi ini dilanjutkan selama 4-6
kesulitan (fase early capsule) -Dosis: 1x 960 mg P.O minggu. Kemudian dilakukan tes
dalam berjalan • Infark kronis pada -Dosis literatur : 1x960 mg serologi dan MRI pada akhir
• Sesekali nucleus lentiformis -Efek Samping: terapi (Aids info, 2017)
merasa kejang bilateral Gangguan GI (Mual muntah diare), reaksi alergi,
selama fotosensitivitas, gangguan darah, gangguan SSP (sakit Untuk Kotrimoksasol terapi
beberapa saat Dx: kepala, depresi, konvulsi) dilanjutkan selama 2 minggu,
• Dan gejala Toxoplasma Cerebral dan dihentikan ketika CD4>100
blurred vision Pirimetamin iu/mm3
masih ada -Indikasi:
Terapi kombinasi dengan sulfadiazin dan klindamisin
untuk penanganan infeksi parasiit T.Gondii pada pasien
HIV/AIDS
-Mekanisme:
Pirimetamin menghambat reduktase dihydrofolate dari
plasmodia dan dengan demikian menghambat biosintesis
purin dan pirimidin, yang sangat penting untuk sintesis
DNA dan penggandaan sel
Subjektif Objektif Assessment Plan

Dosis: 1 x 200 mg PO
Dosis Literatur: Pemberian loading dose 200mg .
Untuk BB <50kg: 1 x 50 mg. BB>50 kg: 1 x 75 mg
--Efek Samping: Mual muntah, sakit tenggorokan,
defisiensi folat.

Klindamisin
-Indikasi: Terapi kombinasi dengan sulfadiazin dan
klindamisin untuk penanganan infeksi parasiit
T.Gondii pada pasien HIV/AIDS
-Mekanisme: menekan sintesis protein dengan
mengikat subunit 50s, bakteriostatik atau
bakteriosida tergantung pada konsetrat obat.
-Dosis: 4 x 600 mg
Dosis Literatur: 4 x 600 mg
--Efek samping: gangguan GI(kolitis, nyeri
abdomen, mual muntah

*Terjadi DRP untuk pemberian Pirimetamin 1 x 75 Rekomendasi penurunan


mg PO. dosis Pirimetamin dari 1
Berat badan pasien <50 kg sehingga dosis yang x 75 mg menjadi 1 x 50
direkomendasikan adalah 1 x 50 mg PO mg
Subjektif Objektif Assessment Plan
4/3/2019 4/3/2019 Terapi kombinasi 3 antibiotik Rekomendasi penurunan
Pasien MRS: • Kotrimoksasol 1 x 960 mg PO dosis Pirimeamin dari 1 x 75
Pasien masih CD4 28 iu cell/mm3 • Pirimetamin 1 x 75 mg PO mg menjadi 1 x 50 mg
mengeluhkan pusing • Klindamisin 4 x 200 mg PO
dan kesulitan dalam Hasil MRI: Menghentikan kotrimoksasol
• Lesi intraaxial
berjalan pada lobus
Terjadi DRP untuk pemberian Pirimetamin 1 x
temporobasal 75 mg PO. Penggantian pemberian
Sesekali merasa kanan Berat badan pasien <50 kg sehingga dosis klindamisin menjadi
kejang selama menyokong yang direkomendasikan adalah 1 x 50 mg PO sulfadiazine
beberapa saat gambaran
cerebritis (fase *Penggunaan kotrimoksasol yang sudah Rekomendasi penurunan
Dan gejala blurred early capsule) diberikan sejak Desember hingga saat ini dosis Pirimetamin dari 1 x 75
• Infark kronis
vision masih ada pada nucleus
diduga memberikan efek samping neurologi mg menjadi 1 x 50 mg
lentiformis (kejang) pada pasien
bilateral
*Pemberian klindamisin dirasa tidak
Dx: memberikan perbaikan gejala klinis pasien
Toxoplasma sehingga diganti dengan sulfadiazine
Cerebral
Subjektif Objektif Assessment Plan
5/3/2019 8/3/2019 5/3/2019-11/3/2019 Monitoring Efek Samping aktual
Pasien masih dan potensial dari kombinasi
mengeluhkan pusing Hasil tes Terapi kombinasi 2 antibiotik antibiotik tersebut:
dan kesulitan dalam serologi • Pirimetamin 1 x 50 mg PO • Terutama reaksi alergi dan
berjalan Positif Sulfadiazine resistensi
Reaksi kejang infeksi Indikasi: Alternatif terapi untuk toxoplasma pada pasien • Monitoring kadar Hb
menurun Toxoplasma HIV/AIDS ketika pengguan klindamisin tidak efektif • Mual muntah
Gejala blurred vision IgM anti Mekanisme:
berkurang toxoplasma Inhibitor kompetitif dari enxim bakteri dihydropterotae Monitoring efektivitas terapi:
0,839 synthetase. Enzim ini diperlukan untuk pemrosesan yang tepat Melihat perkembangan klinis
7/3/2019 IgG anti dari asam para-aminobenoic (PABA) yang penting untuk sintesis dari pasien
Pusing berkurang toxoplasma asam folat.
dan sudah bisa >650 Dosis: 2 x 2000 mg Kombinasi terapi ini
berjalan jalan Dosis literatur: 2000-4000 mg/hari, terbagi dalam 2-4 kali sehari mengindikasikan terapi
Reaksi kejang (Aids info,2017) sebelumnya gagal, sehingga
menurun terapi dimulai hari pertama
Gejala blurred vision Menurut rekomendasi pemberian sulfadiazin + pirimetamin hingga 6 minggu kedepan
berkurang dapat menurunkan kadar asam folat dalam tubuh, sehingga
ditambahkan terapi asam folat
9/3/2019 Asam Folat
Reaksi kejang hilang Indikasi: Sebagai profilaksis defisiensi asam folat akibat
pemberian kombinasi pirimetamin dengan sulfadiazin
Mekanisme: meningkatkan pembentuksn koenzim dalam sistem
metabolisme sitesis purin dan pirimidin
Dosis: 1 x 1 mg
Dosis literatur: 10-25 mg/ hari
Dosis yang diberikan terlalu kecil
Subjective Objective Assessment Plan

- CD4+ : 28 cell/mm3 1/3/2019-11/3/2019 METO :


1/3/2019 Tanda-tanda infeksi (HR, RR,WBC,
Suhu: 36,1 Valganciclovir PO 2x900 mg Suhu, neutrofil, monosit, limfosit)
RR: 21 x/mnt Indikasi:terapi CMV retinitis Nilai CD4
HR: 81x/mnt Mekanisme: Valganciclovir dalam tubuh Keadaan penglihatan pasien
dikonversi menjadi ganciclovir. Bioavailabilitas (semakin memburuk atau
2/3/2019 ganciclovir dari valganciclovir lebih tinggi 10x membaik)
Eosinofil : 14,7 dibandingkan oral ganciclovir. Ganciclovir
Limfosit : 21,5 difosofrilasi menjadi senyawa yang menghambat MESO :
Monosit : 12,1 terikatnya deoksiguanosin trifosfat dengan DNA Demam, sakit kepala, diare
polimerase sehingga sintesis DNA virus terhambat
3/3/2019 (DIH, 2008) Terapi seharusnya dilanjutkan
Eosinofil : 22,4 Dosis: 2x900 mg hingga CD4 > 100 sel/µL kurang
Neutrofil : 40,1 Dosis literatur: 900 mg dengan interval 12 jam lebih selama 6 bulan
Monosit : 10,2 hingga CD4 ≥100 cells/µL selama ≥6 bulan (PPAM
HR : 108x/menit RSSA)
ES: demam (31%), sakit kepala (9-22%), insomnia
11/3 (16%), diare (16-41%), mual (8-30%) (DIH, 2008)
Penglihatan membaik

Cendo Lyteers
Indikasi: untuk membantu melumasi mata akibat
kekurangan cairan mata dan gangguan penglihatan
Kandungan: NaCl, KCl
Dosis: 6x1 ODS

.
Subjective Objective Assessment Plan
27/2-11/3/2019 27/2/2019-11/3/2019 METO :
Diare pasien (apakah semakin
Pasien GCS 456 Attapulgit memburuk atau membaik)
mengalami diare Indikasi: terapi diare pasien
Mekanisme: mengabsorbsi kelebihan MESO :
cairan di saluran cerna, sehingga Konstipasi ringan
meningkatkan konsistensi feses
Dosis: 2 tab/diare (1 tablet: 600 mg)
Dosis literatur: 1200-1500 mg tiap kali
diare, max: 8400 mg/hari (DIH, 2008)
ES: konstipasi ringan

.
Subjektif Objektif Assesment Plan

4/3/2019 GCS 456 4/3/2019 METO : Frequensi kejang


Pasien kejang Diazepam MESO : Sakit kepala, diare, dan
kurang lebih - Indikasi: euphona
Terapi untik kejang yang dialami pasien (DIH, 2009)
selama 15 - Dosis literatur
menit 5-10 mg IV dapat diulang 10-15 menit maksimal 30 mg (Mims.com)
- Dosis yang diberikan
5 mg Intravena
- Mekanisme
Meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion Ce dengan
mengikat reseptor benzodiazepin stereospesifik dengan CNS dan
meningkatkan efek penghambat GABA yang menghasilkan
hiperpolansasi & stabilisasi (Mims.com)
- Efek samping
Sakit kepala, diare, euphona (Medscape)
METO : Kejang
5/3-11/3/2019 MESO : Sakit kelapa, mual dan
Phenitoin diare
- Indikasi PLAN : Terapi dilanjutkan untuk
Mencegah dan mengontrol kejang pada penderita epilepsi (DIH, 2009) mencegah timbulnya kejang
- Dosis literatur
200-500 mg (Mims.com)
- Dosis yang diberikan
2 x 100 mg (PO)
- Mekanisme
Menstabilkan membran neuron & mengurangi aktivitas kejang
(Mims.com)
- Efek Samping
Sakit kepala, mual, dan diare (Medscape)
Subjektif Objektif Assesment Plan

4/3/2019 GCS 456 5/3-11/3/2019 METO : Kejang


Pasien kejang MESO : Sakit kelapa, mual dan
Vitamin B6
kurang lebih diare
selama 15 menit - Indikasi
Mencegah efek samping fenitoin
- Dosis literatur
200-500 mg (Mims.com)
- Dosis yang diberikan
1x25 mg
Efek Samping
Sakit kepala, mual
Subjektif Objektif Assesment Plan
GCS 456 3/3-11/3/2019 METO : adanya tanda-tanda stress
Omeprazol ulcer seperti mual, nyeri perut
- Indikasi: Mencegah stress ulcer MESO : Sakit kelapa, pusing, ruam
- Dosis literatur: 40 mg/hari (DIH, 2008)
- Dosis yang diberikan: 1x40 mg
- Mekanisme: proton pump inhibitor, menekan produksi
asam lambung dengan menghambat pompa H+/K+ ATP
di sel parietal lambung (DIH, 2008)
- Efek Samping: Sakit kepala (3%-7%), pusing (2%), ruam
(2%), konstipasi (1-2%) (DIH)
 Rekomendasi penurunan dosis Pirimetamin dari 1 x 75 mg menjadi 1 x 50 mg,
dikarenakan berat badan pasien <50 kg
 Efek samping dari valganciclovir (diare), pirimetamin dan fenitoin (anemia) 
monitoring
 Terapi valganciclovir seharusnya dilanjutkan hingga pasien KRS dan terdapat
peningkatan nilai CD4
Pasien mendapatkan terapi sebagai berikut: Cotrimoxazole, Pirimetamine,
Sulfadiazine, Valganciclovir, Asam Folat, Clindamycin, Fenitoin, Vitamin B,
Codein, Diazepam, Attapulgit, Paracetamol, Omeprazol, dan Cendo Lyters

Instruksi tindak lanjut: meneruskan pengobatan hingga 6 minggu, pada minggu


ke-3 dilakukan evaluasi. Pasien disarankan kontrol sesuai jadwal. Rencana
dilakukan MRI: 9 April 2019. Rencana tanggal kontrol ke Poli Tropmed: 18/3/19

Drug Related Problem: tidak ada ESO aktual yang terjadi


 Meningkatkan kepatuhan pasien dengan memberikan konseling dan motivasi
 Dipiro, J. T., Tabert, R. J.,Yee, G. C., Martzke, G. R., & Possey, L. M. 2015. Pharmacotherapy Handbook.
 Kemenkes RI. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
 WHO. 2017. WHO Case Definitions Of HIV For Surveillance And Revised Clinical Staging And
Immunological Classification Of HIV-Related Disease In Adults And Children, 52. Retrieved from
http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/HIVstaging150307.pdf
 Stewart, M W. Optimal management of cytomegalovirus retinitis in patients with AIDS. Clinical
Ophthalmology, 2010: 4 (285-299)
 PPAM RSSA
 Dikam A E, Schonfeld E, Srisarajivakul N C, Poles M A. Human Immunodeficiency Virus-Associated
Diarrhea: Still an Issue in the Era of Antiretroviral Therapy. Dig Dis Sci, 2015 (60):2236-2245
 Mastini, K. A., Djoerban, Z., Yunihastuti, E., & Shatri, H. (2017). The Patterns of Primary
Cotrimoxazole Prophylaxis in Adult HIV Patients in HIV Integrated Clinic Cipto Mangunkusumo
Hospital Jakarta in 2004-2013 Gambaran Pemberian Profilaksis Primer Kotrimoksazol pada Pasien
HIV Dewasa di Unit Pelayanan Terpadu HIV RSCM. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 4(4), 169–177.

Anda mungkin juga menyukai