Anda di halaman 1dari 37

Asuhan Keperawatan Anak dengan

Gangguan Sistem Imunologi

HIV/AIDS, DHF, SLE

Oleh:
Ferika Indarwati, S.Kep.,Ns., MNg
DEFINISI
• Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit
depresi sistem imun yang disebabkan oleh retrovirus HIV tipe 1 atau
HIV tipe 2 (Copstead dan Banasik, 2012)
HIV

• Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu


kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi oleh HIV (Sylvia & Lorraine, 2012)
• AIDS: Hitungan sel T CD4+ <200/μI atau Hitungan sel T CD4+ <14% sel
T total, tanpa memandang kategori klinis, simtomatik atau
asimtomatik , adanya infeksi oportunistik
FAKTOR RESIKO
• Hubungan seksual berganti pasangan
• Ibu ke Bayi
• Transfusi darah yang tercemar HIV
HIV

• Pemakaian alat kesehatan yang tidak disterilisasi dengan baik dan benar
• Penggunaan jarum suntik secara bergantian
• Memakai alat personal hygiene yang tajam/runcing/dapat melukai
kulit/membrane mukosa tubuh bergantian
• HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan,
hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan
sosial yang lain.
PATOFISIOLOGI
• Menurut Robbins, Dkk (2011) Perjalanan infeksi HIV paling baik
dipahami dengan menggunakan kaidah saling memengaruhi antara
HIV dan sistem imun.
HIV

• Ada tiga tahap yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi


antara virus dan penjamu:
(1) fase akut pada tahap awal;
(2) fase kronis pada tahap menengah;
(3) fase krisis, pada tahap akhir.
PATOFISIOLOGI
▪ (1) fase akut pada tahap awal
Respon awal yang imunokompeten terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal
yang secara khas: penyakit yang sembuh sendiri yang terjadi pada 50% hingga
70% dari orang deawasa selama 3-6 minggu setelah infeksi; ditandai dengan
gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, mialgia, demam, ruam, dan
kadang-kadang meningitis aseptik.
▪ (2) fase kronis pada tahap menengah
HIV

sebagian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga
beberapa tahun. Pada pasien tidak menunjukkan gejala ataupun menderita
limfadenopati persisten, dan banyak penderita yang mengalami infeksi
oportunistik “ringan” seperti ariawan (Candida) atau harpes zoster selama fase
ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut.
▪ (3) fase krisis, pada tahap akhir.
Kehancuran system imun dan peningkatan viremia yang nyata. Khasnya
pasien mengalami demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan berat
badan, dan diare. Jumlah sel CD4+ menurun dibawah 500 sel/μL. Pasien
mengalami infeksi oportunistik
Diagnosis
Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
• ✓ ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
• ✓ Western blot (positif)
• ✓ P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
• ✓ Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim
HIV

reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)


Tes untuk deteksi gangguan system imun.
• ✓ LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
• ✓ CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap
antigen)
• ✓ Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
• ✓ Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
• ✓ Kadar immunoglobulin (meningkat)
PENATALAKSANAAN
• Penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta malignansi,
penghentian replikasi virus HIV lewat terapi antivirus, dan penguatan
serta pemulihan sistem imun melalui penggunaan terapi
HIV

immunomodulator.
• Perawatan suportif juga sangat penting karena efek infeksi HIV dan
penyakit AIDS yang sangat menurunkan keadaan umum pasien; efek
tersebut mencangkup malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan dan
imobilisasi dan perubahan status mental.
HIV MASALAH KEPERAWATAN
CONTOH RENPRA
HIV
CONTOH RENPRA
HIV
EBN
• Khezri, M., Farokhzadian, J., Nematollahi,
M., Foroughameri, G., & Sharifi, H. (2019).
HIV/AIDS prevention education: An
effective tool for enhancing street
children's knowledge and attitude. A
HIV

randomized controlled trial. Children and


Youth Services Review, 104, 104351.
• Chaka, T. E., Abebe, T. W., & Kassa, R. T.
(2019). Option B+ prevention of mother-to-
child transmission of HIV/AIDS service
intervention outcomes in selected health
facilities, Adama town, Ethiopia. HIV/AIDS
(auckland, nz), 11, 77.
DEFINISI
➢ Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu penyakit atuoimun
yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia &
Lorraine, 2006 )
SLE

➢ Rare disease, Childhood-onset SLE (cSLE) is a rare disease dengan incidence


of 0.3-0.9 per 100.000 children-years and a prevalence of 3.3-8.8 per
100.000 children.
➢ Anak lebih jarang daripada orang dewasa
➢ Banyak ditemui pada wanita, Ras tertentu (Asians, African American,
Hispanics and native Americans),
➢ Pada anak onset timbulnya SLE: remaja
FAKTOR RESIKO

- Factor genetic
- Factor Humoral
- Factor lingkungan
- Kontak dengan sinar matahari
SLE

- Infeksi virus/bakteri
- Obat golongan sulva
- Penghentian lehamilan
- Trauma psikis
PATOGENESIS
SLE
SLE
KLASIFIKASI
➢Sistemik lupus eritematosus (Tipe lupus
ini dapatmenyebabkan inflamasi pada
beberapa macam organ)
➢Discoid lupus (Tipe lupus ini hanya
SLE

terbatas pada kulit dan ditampilkan


dalam bentuk ruam yang muncul pada
muka, leher, atau kulit kepala.)
➢Drug induced lupus (disebabkan oleh
obat jenis hidralazin dan prokainamid)
TANDA DAN GEJALA

➢Manifestasi konstitusional: kelelahan, penurunan berat


badan, demam, rambut rontok,hilangnya nafsu makan,
perbesaran kelenjar getah bening, bengkak, sakit kepala,
mual dan muntah.
➢Manifestasi muskuloskeletal: nyeri otot, nyeri sendi, atau
SLE

nampak seperti artritis.


➢Manifestasi kulit: lesi mukokutaneus bentuk reaksi dari
fotosensitifitas, diskoid rash, subacute cutaneus lupus
erythematosus, lupus profundus, alopecia, teleangiektasis,
vaskulitis, depigmentasi pada bibir dan lain sebagainya.
➢Manifestasi paru, kardio, renal dan gastro
(From Hanson and Gluckman 2014, Physiology Review 94: 1027-1076)
DIAGNOSIS

➢Bila terdapat 4 kriteria dari 11 kriteria ➢9). Gangguan hematologi


American Rheumatisms Association (anemia
(ARA) yaitu : hemolitik,leukopenia,trombosito
➢1). Malar rash, penia, atau leukopenia),
➢2). Discoid rash, ➢10). Kelainan imunologis (hasil
➢3). Photosensitive, tes sel lupus eritematosus
➢4). Oral ulcers, terdapat antibodi anti DNA,
➢5). Arthritis non erosif, antibodi anti sel lupus atau hasil
➢6). Serositis (pleuritis/carditis), test serologis false positif untuk
➢7).Gangguan ginjal (proteinuri >500mg/ sifilis, antibodi anti fosfolipid),
hari atau silinder sel/ cellular cast), ➢11). Antibodi anti nuclear (ANA)
➢ 8).Gangguan neurologis (kejang, positif
psikosis)
PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa (NSAID, Kortikosteroid,


Azathioprine, Siklofosfamid,
SLE

Mrthotrexate)
2. Edukasi dan konseling (Paparan sinar UV,
diit, Latihan, Istirahat tidur, Kontrol nyeri,
Dukungan keluarga)
3. Rehabilitasi
MASALAH KEPERAWATAN
SLE
CONTOH RENPRA
SLE
CONTOH RENPRA
SLE
EBN
➢ Fangtham, M., Kasturi, S., Bannuru, R. R., Nash, J.
L., & Wang, C. (2019). Non-pharmacologic therapies
for systemic lupus erythematosus. Lupus, 28(6), 703-
712.
➢ Hasil sistematik review menunjukkan: eksersise dan
intervensi psikologis sebagai terapi pendukung dari terapi
medis, dapat menurunkan kelelahan, depresi, nyeri dan
meningkatkan kualitas hidup penderita SLE.
➢ Li, J., Shi, Y., & Zhou, W. (2022). Sandplay therapy could be
a method to decrease disease activity and psychological
stress in children with systemic lupus erythematosus.
Lupus, 09612033211072398.
➢ da Silva, S. G. L., Terreri, M. T., Abad, T. T. O.,
Machado, D., Fonseca, F. L. A., Hix, S., ... & Len, C.
A. (2018). The effect of nutritional intervention on the
lipid profile and dietary intake of adolescents with
juvenile systemic lupus erythematosus: a
randomized, controlled trial. Lupus, 27(5), 820-827.
DEFINISI & ETIOLOGI

➢Demam dengue disebabkan oleh virus dengue


yang termasuk dalam genus flavivirus
DHF

➢Vektor dari DHF adalah Aedes aegypti, aedes


albopictus, aedes aobae, aedes cooki, aedes
hakanssoni, aedes polynesis, aedes
pseudoscutellaris, aedes rotumae (Sumarmo,
2005)
EPIDEMIOLOGI
➢Kementrian Kesehatan Indonesia (2019), terdapat 133 jiwa meninggal dunia dari
13.683 kasus DHF. Demikian pula pada bulan Februari 2019 kasus DHF terus
mengalami peningkatan yang mencapai 16.692 kasus, sedangkan pasien
meninggal mencapai 169.
DHF
MANIFESTASI KLINIK
➢Demam tinggi (2-7 hari),
➢Perdarahan (petekia, purpura,
epiktasis, perdarahan gusi),
DHF

➢Pembesaran hati
(hepatomegali),
➢Tekanan darah menurun,
➢Pembesaran kelenjar limfa,
➢Gelisah,
➢Timbul sianosis di sekitar mulut,
➢Muntah,
➢Melena.
SPEKTRUM KLINIS DHF
DHF
KLASIFIKASI
Menurut Suriadi (2010) derajat penyakit DHF diklasifikasikan menjadi
4 golongan, yaitu :
a. Derajat I : demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan
spontan. Uji tourniquet positif, trombositopenia dan
DHF

hemokonsentrasi.
b. Derajat II : sama dengan derajat I, ditambah gejala peerdarahan
spontan.
c. Derajat III : ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti
nadi lemah dan cepat (> 120 x/mnt) tekanan nadi sempit (< 120
mmHg).
d. Derajat IV : nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur.
FASE & KOMPLIKASI DHF
➢Fase demam berdarah atau Dengue
Hemmorhagic Fever berdasarkan
Widagdo (2012) :
a. Fase demam tinggi.
DHF

b. Fase kritis.
c. Fase penyembuhan.
Komplikasi DHF:
a. Gagal ginjal.
b. Efusi pleura.
c. Hepatomegali.
d. Gagal jantung
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

➢Pemeriksaan darah tepi.


➢Pemeriksaan jumlah trobosit
DHF

➢Pemeriksaan limfosit apical


➢Pemeriksaan hematokrit
➢Uji serologi dengue Ig M dan
Ig G
PENATALAKSANAAN

➢Simtomatik pasien

➢Pemberian cairan
DHF

➢Pemberian transfuse trombosit


➢Diet
➢Edukasi
DHF PATOFISIOLOGI
MASALAH KEPERAWATAN
➢Hipertermi
➢Nyeri
➢Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
DHF

➢Intoleransi kativitas
➢Pola nafas tidak efetif
➢ Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
➢Resiko perdarahan
CONTOH RENPRA

34
EBN DHF
• Andriani, N. W. E. (2014). Kajian Penatalaksanaan
Terapi Pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pada Penderita Anak Yang Menjalani Perawatan Di
Rsup Prof. Dr. RD Kandou Tahun
2013. PHARMACON, 3(2). DOI:
https://doi.org/10.35799/pha.3.2014.4771
DHF

• Hanklang, S., Ratanasiripong, P., & Sivasan, S.


(2018). Effectiveness of the intervention program
for dengue hemorrhagic fever prevention among
rural communities in Thailand: A quasi-experimental
study. Journal of Health Research.
• Kosasih, C. E., Lukman, M., Solehati, T., & Mediani,
H. S. (2021). Effect of dengue hemorrhagic fever
health education on knowledge and attitudes, in
elementary school children in West Java, Indonesia.
Linguistics and Culture Review, 5(S1), 191-200.
Referensi
• PPNI-INA. 2017. Standar diagnosis keperawatan Indonesia. https://snars.web.id/sdki/
• Andriani, N. W. E. (2014). Kajian Penatalaksanaan Terapi Pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada Penderita Anak Yang
Menjalani Perawatan Di Rsup Prof. Dr. RD Kandou Tahun 2013. PHARMACON, 3(2). DOI:
https://doi.org/10.35799/pha.3.2014.4771
• Chaka, T. E., Abebe, T. W., & Kassa, R. T. (2019). Option B+ prevention of mother-to-child transmission of HIV/AIDS service
intervention outcomes in selected health facilities, Adama town, Ethiopia. HIV/AIDS (auckland, nz), 11, 77.
• Fangtham, M., Kasturi, S., Bannuru, R. R., Nash, J. L., & Wang, C. (2019). Non-pharmacologic therapies for systemic lupus
erythematosus. Lupus, 28(6), 703-712.
• Hanklang, S., Ratanasiripong, P., & Sivasan, S. (2018). Effectiveness of the intervention program for dengue hemorrhagic fever
prevention among rural communities in Thailand: A quasi-experimental study. Journal of Health Research.
• Kosasih, C. E., Lukman, M., Solehati, T., & Mediani, H. S. (2021). Effect of dengue hemorrhagic fever health education on
knowledge and attitudes, in elementary school children in West Java, Indonesia. Linguistics and Culture Review, 5(S1), 191-200.

36
The Power of PowerPoint - thepopp.com
Terimakasih

37

Anda mungkin juga menyukai