Anda di halaman 1dari 54

PRINSIP KEMUNDURAN MUTU

DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN

Oleh :
PUSAT SERTIFIKASI MUTU DAN
KEAMANAN HASIL PERIKANAN
KEMUNDURAN MUTU IKAN
Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya
pembusukan, yang disebabkan : AKTIVITAS ENZIM, KIMIAWI DAN BAKTERI

Aktivitas enzim (autolysis) :


Proses penguraian protein dan lemak oleh enzim (protease dan lipase) perubahan
rasa (flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture).

Aktivitas kimiawi :
terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen
Oksigen yang ada di udara mengoksida lemak daging ikan tengik (rancid)

Aktivitas bakteri
Dipicu oleh terjadinya kerusakan komponen dalam tubuh ikan karena aktivitas enzim dan
aktivitas kimia pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan

Faktor yang Mempengaruhi Kemunduran


Mutu Ikan

 Cara/alat penangkapan
 Cara penanganan
 Reaksi ikan menghadapi kematian
 Jenis dan ukuran ikan
 Keadaan fisik sebelum mati
 Suhu lingkungan
Proses perombakan pada ikan terdiri dari 3 tahap :
1. Tahap Pre rigor
 Mutu dan kesegaran bahan pangan sama seperti ketika masih hidup
 Terlepasnya lendir (glukoprotein dan musin) dari kelenjar bawah kulit

2. Rigor
 Bahan pangan memiliki kesegaran dan mutu seperti ketika masih
hidup,namun kondisi tubuhnya secara bertahap menjadi kaku (berubah
dari elastis menjadi kaku)
 Akibat perubahan kimia yang kompleks (sirkulasi darah berhenti, suplai
oksigen berkurang glikogen berubah menjadi asam laktat
 pH ikan menurun, jumlah ATP menurun, kekenyalan menurun

3. Tahap Post Rigor


 Ikan masih segar, namun proses pembusukan daging ikan telah dimulai
 Kondisi isi kembali elastis
TAHAPAN PERUBAHAN SEJAK IKAN MATI MENJADI BUSUK

Diklasifikasikan menjadi 3 tahap :

A.Tahap I
 Perubahan :

- ATP dan Kreatin Fosfat (menurun)


- Glikogen asam laktat (proses glikolisa)
- Aktivitas enzim ATP-ase dan Kreatinfosfokinase
meningkat
- Terjadi antara 1 – 7 jam setelah ikan mati
- Tergantung jenis ikan
Lanjutan…

B. Tahap II
 Daging menjadi lebih keras/ kaku

 Terjadi penggabungan protein aktin dan protein


miosin mejadi protein aktomiosin

C. Tahap III
 Daging menjadi lunak secara perlahan

 Bakteri mulai berkembang


APA YANG TERJADI MENJELANG IKAN MATI ?
(Aerobic and anaerobic breakdown of glycogen in fish muscle)

AEROBIC
Glycogen
RESPIRATION

G CO2+H2O
Glucosa

O2

Creatine phosphate+ ADP ATP +Creatine

O2 X
- Struggle dying
- Death
Glucosa Lactic Acid

ANAEROBIC
RESPIRATION Glycogen
PEMBONGKARAN ATP DALAM DAGING IKAN,
SELAMA PEMBUSUKAN

ATP
(ADENOSIN TRI FOSFAT)

ADP

AMP
IDP +NH3 (INOSIN DIFOSFAT)
IMP + NH3

INOSIN
FOSFORILASE

HIPOSANTIN HIPOSANTIN
+ +
RIBOSA RIBOSA FOSFAT
PEMBUSUKAN
PEMBUSUKAN AKIBAT PERUBAHAN
SENYAWA KIMIA

(TMAO, UREA, TMA,


TVB, HISTAMIN, dll.)
PARAMETER KESEGARAN
KARENA AKTIFITAS BAKTERI
Pembentukan Formalin secara alami pada seafood

CH3 CH3
Bakteriologis
CH3 N O CH3 N (TMA)
CH3
CH3
(TMAO) CH3
H
N + C == O
H
CH3
(DMA) (FORMALDEHID)

9
HISTAMIN

 Indikator utama keracunan scombrotoxin (toxin yang


dihasilkan ikan Scombroidae)

 Komponen amin biogenik (bahan aktif yang diproduksi


secara biologis melalui dekarboksilasi asam amino/histidin
bebas)

 Proses dekarboksilase melalui 2 cara : autolisis (aktivitas


enzim histidine decarboxylase/HDC) dan aktivitas bakteri
(Enterobacteriaceae dan Bacillaceae)

10
Pembentukan Histamin

CO2

11
Prinsip penanganan ikan
a. Pembunuhan

menarik dari ikan < 50 kg ikan > 50 kg


pancing

bagian kepala Mengangkat ikan


ikan yang tidak dengan kait pada
boleh dikait rahang bawah
b. Pendarahan/pembuangan darah

memotong memotong pembuluh memotong pembuluh


pembuluh darah di darah di atas insang darah dibagian sisi
belakang sirip dada batang ekor
c. Penurunan Suhu Ikan (Lowering temperature/slurry ice)

● Pendinginan dilakukan dengan cara memberikan es


(pengesan)
● Pengesan dilakukan dengan memasukkan hancuran es
kedalam isi perut terlebih dahulu, kemudian ikan tuna
direndam dalam air laut yang telah diberi es (air laut : es =
1 : 2) antara 6-12 jam.
● Pindahkan ikan ke dalam palka yang berisi es curai pada
bagian dasar dan ditutup dengan es curai secukupnya serta
dihindari penumpukan ikan yang terlalu tinggi.
d. PENYIMPANAN IKAN
SISTEM “COLD BOX” (PETI DINGIN)
• Menggunakan peti-peti / box: kayu, pastik, bahan sintetis, bahan aluminium.
• Aluminium: mudah di kontrol, dibersihkan, kondisi ikan lebih baik karena ikan tidak
mendapatkan tekanan dan beratnya tidak berkurang. Selain itu saat
pembongkaran juga jadi lebih mudah dan cepat. Kerugiannya terlalu banyak
memakan tempat di dalam kapal.
SISTEM SHELFING
• Dengan satu lapisan ikan dalam satu rak.
• Sekat dipasang dengan jarak sekitar 20 cm.
• Kelemahan dari cara ini akan memakan waktu, tenaga dan ruang palka.
SISTEM BULKING
• Ikan ditumpuk dalam kotak/ruangan palka lapis demi lapis.
• Dasar diberi es yang telah dihancurkan kurang lebih tebalnya 15 cm.
• Ikan dibelah perutnya disimpan dengan bagian perutnya di bawah agar air/cairan
tidak tertampung dalam perutnya tapi mengalir ke dasar palka.
• Lapisan ikan tidak boleh terlalu tebal agar pendinginannya merata.
• Cairan dari pelelehan es diusahakan tidak mengalir ke lapisan bawahnya. Jadi
diberi kemiringan pada lapisan dasar agar air dapat mengalir ke pinggir lalu
dibuang.
CARA YANG SEDERHANA DAN MURAH
MENGHAMBAT KEMUNDURAN MUTU IKAN
DENGAN SUHU RENDAH /PENGES-AN

 Es adalah medium yang ideal, karena :


 Mempunyai kemampuan pendinginan yang
besar
 Tidak berbahaya/ merusak ikan
 Cepat mendinginkan ikan
 Cairan es dapat membersihkan lendir, darah,
dan kotoran lain
 Ikan tetap basah/ tidak kering
PENGELOMPOKAN TEKNOLOGI
PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

Pendinginan
1. SUHU RENDAH
Pembekuan

2. SUHU TINGGI Pengalengan


Perebusan

3. PENGERINGAN
Pengasinan dan
pengeringan
4. FERMENTASI Terasi, peda,
bekasam, dll

Ikan asap, ikan


5. PENGASAPAN
kayu, dll

Kerupuk, fish jelly


6. LAIN-LAIN
produk, dll.
TUJUAN

 Menurunkan suhu ikan, memperlambat laju


pembusukan akibat aksi enzym dan bakteri
 Memperpanjang daya simpan/awet ikan
(Ikan beku lebih panjang daya simpannya
dibandingkan ikan yang di es)
Prinsip Pembekuan

Prinsip

• Menurunkan suhu ikan Pembentukan kristal es


• Menghentikan yang menurunkan
pertumbuhan ketersediaan air bebas
mikroorganisme di dalam pangan
• Memperlambat aktivitas sehingga pertumbuhan
enzim dan reaksi mikroorganisme
kimiawi terhenti
PEMBEKUAN (FREEZING)

Pemindahan panas dari bahan yang disertai perubahan


fase dari cair ke padat pada bahan pangan

Usaha menurunkan suhu di bawah 0ºC, dengan cara


melewati suhu zona kritis (-1ºC s/d -5ºC) secepat
mungkin sampai suhu ideal untuk penyimpanan
(maks -18ºC)
TAHAPAN DALAM PROSES PEMBEKUAN

1. Tahap pembuangan panas (REMOVAL OF HEAT) :


SUHU DAGING TURUN SECARA cepat s/d
sedikit di bawah 0ºC (titik beku air)

2. Tahap konversi air menjadi es : suhu daging agak


“statis” s/d mayoritas air menjadi es
(0ºC s/d -5ºC)

3. Tahap penurunan suhu beku : suhu daging turun


secara cepat s/d untuk disimpan dalam cold
storage (-30ºC)
PEMBEKUAN CEPAT (“Quick freezing”)

TERJADI APABILA PRODUK MELEWATI


SUHU 0 s/d -5ºC KURANG DARI 2 JAM DAN
SUHU PUSAT PRODUK AKHIR -20ºC
5

-5

-10
DAERAH MAX. PEMBENTUKAN KRISTAL
ES DAN MAX. DENATURASI PROTEIN
-18

-20
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

ILUSTRASI PEMBEKUAN CEPAT


PEMBEKUAN LAMBAT (“Slow freezing”)

Terjadi apabila pembekuan berlangsung lebih


dari 24 jam (melewati suhu -5ºC lebih dari 2
jam)

AKIBAT : - Dehidrasi (drip loss)


- Tekstur lunak
5

-5

-10 DAERAH MAX. PEMBENTUKAN KRISTAL


ES DAN MAX. DENATURASI PROTEIN

-18

-20
0 5 10 15 20 25 30 35

ILUSTRASI PEMBEKUAN LAMBAT


Kecepatan Pembekuan

Pembekuan
Lambat

Pembekuan
Cepat
Terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap
air di udara dan bahan yang dikeringkan
kandungan uap air udara lebih sedikit (udara mempunyai
kelembapan nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan)

 Bersifat tradisional
 Faktor-faktor yang berpengaruh selama proses
tidak terkontrol

 Mutu Produk akhir dan daya simpan


kurang baik
 Produk akhir tidak seragam
PRINSIP PENGERINGAN

Suatu metode pengawetan dimana


“kadar air” produk dikurangi sampai level
tertentu sehingga produk stabil untuk
jangka waktu yang lebih panjang
TUJUAN PENGERINGAN
Mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan enzim
pembusukan terhambat/terhenti sama sekali

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan :


1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengeringan
 Suhu
 Kecepatan aliran udara pengeringan
 Kelembapan udara

2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan


 Ukuran bahan
 Kadar air awal
 Tekanan parsial dalam bahan

30
Proses penetrasi senyawa volatil pada ikan yang dihasilkan
dari pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk
dengan rasa dan aroma spesifik

umur simpan lama :


aktivitas anti bakteri, menghambat aktivitas enzimatis

TUJUAN
 Memasukkan unsur-unsur asap (KETON, ALDEHID)
yang dapat menghambat aktifitas bakteri, enzym dan
kimia
 Mengurangi kadar air
 Pemberian bumbu
Senyawa kimia asap dari kayu
 Fenol (yang berperan sebagai antioksidan),
 Asam organik, alkohol, karbonil, hidrokarbon
 Senyawa nitrogen (nitro oksida, aldehid, keton, ester, eter)

Senyawa pada pengasapan yang bersifat


karsinogenik :
 Senyawa Piliciclic aromatic hydrocarbon (PAH)
Ditemukan pada ikan asap

 Senyawa N-nitroso compound (NNC)


Ditemukan pada daging asap

 Senyawa Heterocyclic aromatic amine (HAA)


Ditemukan pada ikan dan daging bakar atau
panggang.
32
TUJUAN

 Pemberian panas yang tinggi pada produk


untuk menghambat aktifitas penyebab
pembusukan
 Pemberian bumbu/media
 Kondisi kemasan: ANAEROB/VACUUM
HEAT TRANSFER
Proses perpindahan energi yang  Perpindahan energi panas dari
terjadi karena adanya perbedaan suatu benda ke benda lain
suhu di antara benda atau material  Meramalkan laju perpindahan
panas yang terjadi

Konduksi
Konveksi
Radiasi
Metode perpindahan panas pada
1. Konduksi
Proses perpindahan panas dari daerah bersuhu tinggi ke daerah
bersuhu rendah dengan media pengahantar panas tetap

2. Konveksi
Proses perpindahan panas yang terjadi antara permukaan padat
Faktor yang berpengaruh
dengan fluida dengan media penghantar berupa fluida (cairan) atau
kombinasi keduanya

3. Radiasi
Proses perpindahan panas yang terjadi karena pancaran/sinaran/
radiasi melalui gelombang elektro-magnetik, tanpa memerlukan media
perantara
PENGALIRAN PANAS

Slowest
Heating Point

10%

a. Konduksi b. Konveksi
STERILISASI
Proses pemanasan sampai mencapai suhu di atas titik didih (100oC)
untuk mematikan semua mikroorganisme beserta spora-sporanya
Kurva Kematian Mikroba karena Pemanasan
 Sejumlah mikroba dipanaskan pada
suhu (T) konstan tertentu, maka
sebagian mikroba akan mati (jumlah
menurun)
 Sifat ketahanan panas mikroba pada
suhu yang berbeda-beda
 D = waktu pemanasan pada suhu
konstan tertentu yang menurunkan
jumlah mikroba sebesar 1 desimal
atau 1 siklus log (mis. dari 10.000
mjd 1.000/ memusnahkan 90%
populasi)

Nilai D disebut juga = laju kematian konstan/Konstanta laju kematian/


decimal reduction time
Pengaruh perubahan suhu (Nilai Z)

 Nilai D suatu mikroba sangat dipengaruhi


suhu pemanasan
 Semakin tingi suhu pemanasan, maka nilai
D semakin kecil
 Konstanta pengaruh suhu terhadap
perubahan nilai D adalah nilai Z
 Z = peningkatan suhu pemanasan yang
diperlukan untuk mencapai perubahan
nilai D sebesar 1 desimal (1 siklus log cycle
perubahan jumlah mikroba) : menaikkan
suhu sebesar 10oC maka nilai D akan
berkurang 90% (1 siklus log)
Siklus logaritma
 Laju penurunan jumlah mikroba oleh
panas hingga level yang aman
mengikuti orde 1 atau menurun
secara logaritma
 Penurunan jumlah mikroba/siklus
logaritma = S
38
Nilai Sterilisasi/Pasteurisasi (Nilai F0)
Proses thermal pada pengolahan pangan perlu dihitung agar kombinasi
suhu dan waktu yang diberikan dapam proses pemanasan cukup untuk
memusnahkan bakteri dan sporanya (patogen dan pembusuk)

: waktu proses thermal pada suhu


tertentu untuk membunuh mikroba target
hingga pada level yang diinginkan
(tergantung suhu proses dan nilai Z)
Convection Conduction
heating heating
Faktor yang mempengaruhi proses thermal :

1. Karakteristik produk yang dikalengkan (pH keseimbangan,


metode pengasaman, konsistensi/ viskositas bahan,
bentuk/ukuran bahan, aktivitas air, persen padatan, rasio
padatan/cairan, ukuran partikel, dll

2. Kemasan (jenis dan dimensi, metode pengisian bahan ke


dalam kemasan)

3. Proses dalam retort (jenis retort (kemampuan retort


berbeda), jenis media pemanas, posisi wadah dalam retort,
tumpukan wadah, pengaturan kaleng, kemungkinan terjadinya
nesting, dan sebagainya)
STERILISASI PADA PENGALENGAN
Proses pemanasan (wadah dan isi) sampai mencapai suhu (tertentu) di atas titik didih
(100oC) dan waktu tertentu untuk mematikan semua mikroorganisme beserta spora-
sporanya yang menyebabkan kerusakan makanan

Sterilisasi Komersial :
Tingkat sterilisasi dimana semua mikroba (patogen, non-patogen, pembusuk,
pembentuk toksin) mati, namun tekstur, warna dan nilai nutrisi produk tidak rusak
Membunuh

Clostridium botulinum
1. Dapat memproduksi toksin yang mematikan Waktu dan suhu dipengaruhi :
(botulin) • Konsistensi atau ukuran partikel
2. Terdapat pada tanah/air, sehingga mudah bahan
mengkontaminasi bahan pangan • Derajat keasaman (nilai pH) isi
3. Tumbuh baik pada kondisi : tanpa oksigen, kaleng
30 – 37oC (mesofilik), pH > 4,6 – 7,5 • Ukuran head space
4. Dapat dihambat dengan : pengaturan pH, • Besar dan ukuran kaleng
pengaturan Aw (<0,85), garam (nitrit/nitrat,
• Kemurnian uap air (steam)
NaCl), pemanasan (Sterilisasi)
5. Menjadi target utama proses strelisasi • Kecepatan perambatan panas
produk pangan
Proses Pengalengan Ikan Tuna

Receiving Preparation Pre- Cooling


RM cooking

Seaming Medium Filling Trimming


Filling

Retorting Cooling Incubation Packaging


and Labelling
Proses Pengalengan Ikan Sardine

Receiving Preparation Soaking Filling


RM (Cutting &
Gutting,
washing)

Seaming Medium Draining Pre-


Filling cooking

Retorting Cooling Incubation Packaging


and Labelling
Hal Penting pada proses pengalengan
1. Kemasan
 Bahan : kaleng, wadah kaca,
laminated pouches
(plastik/aluminium)
 Kondisi kemasan
 Kebersihan kemasan
(kontaminasi kotoran/debu
selama penyimpanan dan
transportasi)
2. Tahap Pre-Cooking
Melakukan pemanasan pendahuluan jaringan pangan, dengan tujuan :
 Inaktifasi enzim
 Mengurangi jumlah mikroba awal
 Mengeluarkan cairan dan lemak dari produk
 Koagulasi protein
 Membentuk tekstur produk
 Mengeluarkan udara yang terperangkap dalam jaringan pangan
mengurangi oksidasi dan terbentuknya headspace yang baik
 Meningkatkan suhu bahan : kecukupan suhu pasteurisasi/
sterilisasi

3. Tahap Pengisian
Hal penting yang harus diperhatikan adalah :
- Berat produk
- Suhu produk
- Headspace (yg dikhawatirkan adalah
breaking)
4. Tahap Seaming
 Kemasan harus tertutup rapat
(hermetically sealed) dan kedap udara
untuk mencegah recontamination (dari
luar)
 Penutupan kaleng (double seam) harus
benar dan dilakukan pengecekan
periodically
 Proses Exhausting :
 menghilangkan sebagian besar udara
dan gas sebelum kaleng ditutup)
 Memberikan kondisi vakum
 Mengurangi terjadinya kebocoran
karena tekanan kaleng terlalu tinggi
(saat pemanasan)
 Mengurangi proses pengkaratan dan
reaksi oksidasi
5. Tahap Retorting
a. Proses Venting
Pengeluaran udara yang terkurung di dalam retort
b. Come Up Time/CUT (Waktu menaikkan suhu untuk mencapai suhu
sterilisasi) :
Waktu yang dibutukan untuk menaikkan suhu retort pada suhu yang
ditentukan (mis. ±116°C) dan tekanan yang diinginkan (mis. 0.8
kg/cm2)

6. Tahap Cooling
 Mencegah terjadinya over cooking pada produk yang dikalengkan
 Menghindari pembusukan termofilik (cold shock)
 Hal penting :
 Kualitas air pendingin (potable water)
 Kondisi sanitasi-hygiene setelah proses retorting

7. Tahap Inkubasi
Untuk melihat kondisi seaming dan kondisi fisik kaleng (indikasi kerusakan
produk : mis. Penggembungan, kebocoran)
Faktor kritis yang menentukan proses pengalengan :
1. Wadah/kaleng tertutup secara hermetis
Pengisian dan penutupan kaleng harus benar)

2. Perlakuan pemanasan yang cukup


Tercapainya sterilisasi komersial

3. Penanganan kaleng yang baik


Sebelum, selama dan setelah pemanasan untuk memastikan
bahwa integritas sambungan dan penutup tetap terjaga

Integritas sambungan dan penutupan merupakan


faktor penting, karena :
Selalu ada kemungkinan bahwa bakteri akan masuk
kembali dan mencemari produk yang telah disterilisasi
A--Water line.
B--Steam line.
C--Temperature control.
D--Overflow line.
E1--Drain line.
E2--Screens.
F--Check valves.
G--Line from hot water storage.
H--Suction line and manifold.
I--Circulating pump.
J--Petcocks.
K--Recirculating line.
L--Steam distributor.
M--Temperature-controller sensor.
N--Temperature-indicating device
sensor.
O--Water spreader.
P--Safety valve.
Q--Vent valve for steam processing.
R--Pressure gage.
S--Inlet air control.
T--Pressure control.
U--Air line.
V--To pressure control instrument.
W--To temperature control
instrument.
X--Wing nuts.
Y1--Crate support.
Y2--Crate guides.
Z--Constant flow orifice valve.
Z1--Constant flow orifice valve used
during come-up.
Z2--Constant flow orifice valve used
during cook.
PASTEURISASI

Suatu proses pengolahan yang mengoptimalkan proses termal sehingga


dapat membunuh sebagian besar mikroba yang bersifat patogen
biasanya menggunakan suhu di bawah 1000C

Masih terdapat mikroba, sehingga


daya tahan simpan singkat

Tujuan pasteurisasi :
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum pada bahan pangan
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri
dan menginaktifkan enzim

51
Penambahan SAPP (Sodium acid Pyrophosphat)
pada Pasteurisasi :

1. Tidak vakum (masih ada udara di dalam kaleng),


sehingga dikhawatirkan terjadi discolorasi (SAPP sebagai
anti oksidan : Sodium acid)

2. Sifat daging rajungan sangat labil (mudah bebas)


sehingga perlu pyrophosphat (SAPP sebagai water
binding)

52
Faktor kritis dalam proses Pasteurisasi:
1. Keseragaman suhu di setiap posisi alat pasteurisasi

2. Konsistensi suhu proses (terutama jika digunakan air


sebagai media pemanas)

3. Waktu pasteurisasi

Anda mungkin juga menyukai