Anda di halaman 1dari 66

KEMUNDURAN MUTU IKAN

DAN
PRINSIP TEKNOLOGI
PENGOLAHAN

Disampaikan pada:

MATERI PEMBELAJARAN
PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN
SMA AL HIKMAH BOARDING SCHOOL BATU
TA 2019/2020
PEMBUSUKAN IKAN

PENYEBAB
1. AKTIVITAS BIOLOGIS: bakteri, jamur, ragi dan serangga
2. AKTIFITAS ENZIM (AUTOLYSIS)
3. FISIK : kecerobohan dalam penanganan seperti luka memar, patah,
kering dan lain-lain
4. AKTIFITAS KIMIAWI : adanya reaksi reaksi kimia seperti ketengikan
(rancidity) yang diakibatkan oleh oksidasi lemak dan denaturasi (perubahan
sifat) protein.

ENZYM DAN BAKTERI

PEMBUSUKAN IKAN
Faktor yang Mempengaruhi
Kemunduran
Mutu Ikan

Cara/alat penangkapan
Cara penanganan
Reaksi ikan menghadapi kematian
Jenis dan ukuran ikan
Keadaan fisik sebelum mati
Suhu lingkungan
Kandungan lemak ikan
Kandungan protein
Jaringan otot /daging yang lemah
Penanganan yang tidak benar
APA YANG TERJADI KETIKA IKAN MATI ?

PRE-RIGOR

IN-RIGOR

POST-RIGOR

4
PRE-RIGOR
TERJADI
SELAMA 1-3 JAM
IN-RIGOR ATAU BEBERAPA
HARI SETELAH
IKAN MATI
POST-RIGOR

5
Pre Rigor
TAHAPAN /hyperaemia
PEMBUSUKAN IKAN

 Lendir ikan terlepas dari kelenjarnya didalam


kulit membentuk lapisan bening yang tebal di
sekeliling tubuh ikan.
 Pelepasan lendir dari kelenjar lendir ini
merupakan reaksi alami ikan yang sedang
sekarat terhadap keadaan yang tidak
menyenangkan.
 Jumlah lendir yang terlepas dan menyelimuti
tubuh ikan sangat banyak hingga mencapai 1 –
1,5 % dari berat tubuh ikan.
RIGOR MORTIS

 Lendir ini terdiri atas glukoprotein mucin yang


merupakan substrat yang sangat baik bagi
pertumbuhan bakteri.

 Tahapan ini ditandai dengan tubuh ikan yang


mengejang setelah mati akibat proses bio-kimia
yang kompleks dalam jaringan tubuh yang
menghasilkan kontraksi dan ketegangan.
Kekejangan ini dimulai dari bagian ekor dan
secara perlahan-lahan merambat kearah
kepala.
Lama dan selang waktu dimulainya rigor
mortis dipengaruhi oleh ; jenis ikan, kondisi
ikan, tingkat kelelahan ikan, ukuran ikan,
cara penanganan ikan dan temperatur
penyimpanan
8
RIGOR MORTIS PADA IKAN

JARAK WAKTU
TEMPERATUR ANTARA SAAT LAMA RIGOR
PENYIMPANAN KEMATIAN DAN
AWAL RIGOR

16 - 20ºC 1,00 – 1,50 Jam 16 – 20 Jam


22 - 28ºC 0,00 – 0,85 Jam 12 – 14 Jam

9
PADA FASE
RIGOR-MORTIS
IKAN DAPAT
DIKATAKAN
“ SEGAAAR ”

10
PEMBUSUKAN AUTOLYSIS/ ENZIMATIS

 Proses penguraian protein dan lemak oleh enzim


(protease an lipase) yang terdapat dalam daging
ikan ---------disebut juga sebagai proteolysis.
 Autolysis dimulai bersamaan dengan penurunan
pH.
 Autolysis tidak dapat dihentikan walaupun dalam
suhu yang sangat rendah dan proses ini akan
selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah
bakteri.
APA YANG TERJADI MENJELANG IKAN MATI ?
(Aerobic and anaerobic breakdown of glycogen in fish muscle)

AEROBIC
Glycogen
RESPIRATION

G CO2+H2O
Glucosa

O2

Creatine phosphate+ ADP ATP +Creatine

O2 X
- Struggle dying
- Death
Glucosa Lactic Acid

ANAEROBIC
RESPIRATION Glycogen
 Waktu ikan mati, senyawa organik di dalam
jaringan dipecah oleh enzim yang masih tetap
aktif.
 Glikogen terhidrolisa yang menghasilkan
akumulasi asam laktat (GLYCOLYSIS) dan
penurunan pH yang merangsang enzim untuk
menghidrolisa fosfat organik.
 Fosfat yang mula-mula terurai ialah creatine
phosphate membentuk creatine dan asam fosfat
yang kemudian diikuti oleh adenosim trifosfat
(ATP) menjadi adenosin difosfat (ADP) dan
asam fosfat.
14
Degradasi nukleotida
(perubahan flavor)
 Degradasi nukleotida dalam dagingikan
menghasilkan berbagai bahan flavor
 Bahan2 tsb dihasilkan dari penguraian ATP
oleh serangkaian reaksi defosforisasi dan
deaminasi
 ATP mengurai dengan cepat menjadi IMP
yang terakumulasi dalam daging
 IMP tinggi ------ flavor ikan: manis, meaty
 Proses autolysis berlanjut---- IMP 15
PEMBONGKARAN ATP DALAM DAGING IKAN,
SELAMA PEMBUSUKAN

ATP
(ADENOSIN TRI FOSFAT)

ADP

AMP
IDP +NH3 (INOSIN DIFOSFAT)
IMP + NH3

INOSIN
FOSFORILASE

HIPOSANTIN HIPOSANTIN
+ +
RIBOSA RIBOSA FOSFAT
Belly bursting
 Pembusukan enzymatis menyebabkan
pecah perut ikan terutama apabila ikannya
kenyang
 Ikan tsb mempunyai enzym pencernaan
yang tinggi dalam alat pencernaannya,
ikan akan cepat membusuk setelah
ditangkap
 Bakteri berkembang dan membentuk gas
CO2 dan H2 --------- pecah perut
17
PERUBAHAN WARNA PADA IKAN

1. Diskolorasi hitam
 Diakibatkan reaksi oksidasi tyrosinase
pada tyrosine
 Bahan pengawet sulfit ditambahkan
untuk mencegah diskolorasi hitam
 Udang direndam dalam 0,2 – 0,5%
sodium bisulfit selama 1 menit

18
2. Daging ikan kekuningan
 Penyimpanan beku dapat
menyebabkan daging ikan dibawah
kulit berwarna kekuningan
 Proses pembekuan akan mengganggu
kromatofor dan melepaskan karotenoid
yang migrasi ke lapisan lemak

19
3. Diskolorasi coklat (pencoklatan)

Reaksi protein atau asam amino dengan


produk dari oksidasi lemak
Lebih banyak terjadi pada ikan berlemak
tinggi

20
PEMBUSUKAN OLEH BAKTERI

Bakteri bersarang di permukaan tubuh, insang, saluran


darah dan saluran pencernaan ----- secara bertahap
masuk ke daging ikan, ------ penguraian oleh bakteri
mulai berlangsung intensif setelah proses rigor mortis
berlalu yaitu setelah daging ikan mengendur dan celah
serat daging terisi cairan.

lendir menjadi lebih pekat, bergetah, amis, mata terbenam


dan pudar sinarnya serta insang berubah warna dengan
susunan tidak teratur dan bau menusuk.
 Dalam industri pengolahan ikan ada 2 tipe
mikroorganisma terkait:
 saprophytic/spoilage bacteria

 pathogenic bacteria

22
Bakteri pembusuk

 Bertanggung jawab terhadap pembusukan


ikan
 Klas organisma pembusuk: Pseudomonas,
Acinobacter, Aeromonas & Moraxella
 Daging ikan kehilangan juicness,
kepadatan tekstur dll menjadi produk
yang lembek dengan flavor yang hilang,
diskolorasi dan bau busuk
23
BAKTERI PENYEBAB
PEMBUSUKAN
 PADA SUHU DINGIN:
 Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium
 PADA SUHU BIASA:
 Escherichia, Proteus, Serratia, Sarcina &
Clostridium
 PADA SUHU TINGGI:
 Micrococcus & Bacillus

24
BAKTERI PATOGEN

 Indigeneous bakteri
 Lingkungan perairan: clost botulinum,
vibrio sp dll
 Non – indigeneous bakteri

 kontaminasi: salmonella, E coli,


Shigella, dll

25
Perubahan yang terjadikarena
mikroorganisma pada ikan:
 Pembentukan histamin
 Pembentukan indol
 Pembentukan ammonia
 Pembentukan TMA
 Komponen lain

26
HISTAMIN

 Indikator utama keracunan scombrotoxin (toxin yang


dihasilkan ikan Scombroidae)

 Komponen amin biogenik (bahan aktif yang diproduksi


secara biologis melalui dekarboksilasi asam amino/histidin
bebas)

 Proses dekarboksilase melalui 2 cara : autolisis (aktivitas


enzim histidine decarboxylase/HDC) dan aktivitas bakteri
(Enterobacteriaceae dan Bacillaceae)

27
PERUBAHAN HISTIDIN MENJADI HISTAMIN

COOH H

NH2 C N NH2 C
DECARBOXILASE
CH2 BAKTERIOLOGIS
CH2
Proteus morgani

C NH Morganella morganii,
Klebsiella pneumoniae C NH
CH CH
CH N
CH N

28
Produksi Indol

 Konversi triptofan menjadi indol -----


akibat dari dekomposisi asam amino oleh
bakteri
 FDA menggunakan kadar indol bersama
dengan evaluasi sensory untuk mengukur
dekomposisi dang

29
KADAR INDOL TERHADAP KESEGARAN

KELAS I < 25 mg/100gr

KELAS II 25 – 50mg/100gr

KELAS III > 25 mg/100gr

30
Pembentukan ammonia

 Organisma pembusuk merubah komponen


nitrogen menjadi volatil bases yang
berbau
 Asam amino bebas dalam daging
digunakan organisma pembusuk melalui
proses deaminasi --------- ammonia

31
Pembentukan urea

 Urea terdapat pada ikan hiu dan pari dan


diuraikan menjadi ammonia oleh bakteri
 Kadar ammonia yang tinggi menjadi
indikator pembusukan

32
PERUBAHAN KIMIA UREA IKAN

NH2 H2O
(MIKRBIOLOGIS)
C = O 2NH3 + CO2
(AUTOLYSIS)
NH2
(AMONIAK)

(UREA)

33
Pembentukan TMA

 Ikan laut ditandai dengan kandungan


komponen yang tidak berbau: TMAO
 Organisma pembusuk merubah TMAO -----
TMA (bau busuk)

34
PERUBAHAN KIMIA TMAO IKAN

CH3 CH3
(BAKTERIOLOGIS)
CH3 N O CH3 N

CH3 CH3
(TMAO) (TMA BERBAU TIDAK ENAK)
CH3 H

N C == O
+
CH3 H
(DMA) (FORMALDEHID BERBAU
TIDAK ENAK)
35
Komponen lain

 Termasuk berbagai komponen volatil


seperti H2S, dimethylsulphide dan
methylmercaptan
 Ester dari asam lemak rendah seperti:
asam asetik, propionik, butirik
 Komponen volatil sulfur mempengaruhi
karakteristik organoleptik

36
AKTIFITAS FISIK
37

DISEBABKAN OLEH:
Perlakuan fisik: terbanting, tergencet, terluka
menyebabkan:
. memar, luka dan adanya benda asing
produk perikanan yang memar akan mudah mengalami
proses pembusukan.

Rusaknya jaringan di bagian yang memar akan


menyebabkan peningkatan aktivitas enzim proteolitik. Pada
ikan, bagian yang memar cenderung menjadi lunak dan
kemerahan
Pada bagian daging ikan yang mengalami memar
38aktivitas enzimnya meningkat sehingga akan
mempercepat proses pembusukan. Enzim akan
merombak karbohidrat, protein dan lemak menjadi
alkohol, amonia, dan keton.

Ikan yang tertangkap dengan pancing huhate


mengalami memar saat terbanting ke geladak
kapal.
Ikan yang ditangkap dengan jaring trawl atau
pukat cincin akan mengalami tekanan berat,
terutama ikan yang berada paling bawah.
39
Luka

diakibatkan tusukan atau sayatan oleh benda tajam.


Penggunaan pengait pada saat akan mengangkat
ikan hasil tangkapan dapat menyebabkan luka pada
ikan Apabila tidak segera ditangani dengan benar,
luka tersebut dapat menjadi jalan bagi mikroba
pembusuk untuk memasuki bagian tubuh ikan dan
merombak komponen di dalamnya.
Usaha untuk mempertahankan mutu ikan
adalah :

a. Mengurangi sebanyak mungkin jumlah enzim


dan bakteri pada tubuh ikan.
b. Membunuh atau sekurang-kurangnya
menghambat kegiatan sisa-sisa enzim dan
bakteri.
c. Melindungi ikan terhadap kontaminasi bakteri
atau penyebab kerusakan lain yang datang
dari luar.
PENGELOMPOKAN TEKNOLOGI
PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

Pendinginan
1. SUHU RENDAH
Pembekuan

2. SUHU TINGGI Pengalengan


Perebusan

3. PENGERINGAN
Pengasinan dan
pengeringan
4. FERMENTASI Terasi, peda,
bekasam, dll

Ikan asap, ikan


5. PENGASAPAN
kayu, dll

Kerupuk, fish jelly


6. LAIN-LAIN
produk, dll.
TUJUAN

 Menurunkan suhu ikan, memperlambat laju


pembusukan akibat aksi enzym dan bakteri
 Memperpanjang daya simpan/awet ikan
(Ikan beku lebih panjang daya simpannya
dibandingkan ikan yang di es)
Prinsip Pembekuan

Prinsip

• Menurunkan suhu ikan Pembentukan kristal es


• Menghentikan yang menurunkan
pertumbuhan ketersediaan air bebas
mikroorganisme di dalam pangan
• Memperlambat aktivitas sehingga pertumbuhan
enzim dan reaksi mikroorganisme
kimiawi terhenti
PEMBEKUAN (FREEZING)

Pemindahan panas dari bahan yang disertai perubahan


fase dari cair ke padat pada bahan pangan

Usaha menurunkan suhu di bawah 0ºC, dengan cara


melewati suhu zona kritis (-1ºC s/d -5ºC) secepat
mungkin sampai suhu ideal untuk penyimpanan
(maks -18ºC)
TAHAPAN DALAM PROSES PEMBEKUAN

1. Tahap pembuangan panas (REMOVAL OF HEAT) :


SUHU DAGING TURUN SECARA cepat s/d
sedikit di bawah 0ºC (titik beku air)

2. Tahap konversi air menjadi es : suhu daging agak


“statis” s/d mayoritas air menjadi es
(0ºC s/d -5ºC)

3. Tahap penurunan suhu beku : suhu daging turun


secara cepat s/d untuk disimpan dalam cold
storage (-30ºC)
PEMBEKUAN CEPAT (“Quick freezing”)

TERJADI APABILA PRODUK MELEWATI


SUHU 0 s/d -5ºC KURANG DARI 2 JAM DAN
SUHU PUSAT PRODUK AKHIR -20ºC
5

-5

-10
DAERAH MAX. PEMBENTUKAN KRISTAL
ES DAN MAX. DENATURASI PROTEIN
-18

-20
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

ILUSTRASI PEMBEKUAN CEPAT


PEMBEKUAN LAMBAT (“Slow freezing”)

Terjadi apabila pembekuan berlangsung lebih


dari 24 jam (melewati suhu -5ºC lebih dari 2
jam)

AKIBAT : - Dehidrasi (drip loss)


- Tekstur lunak
5

-5

-10 DAERAH MAX. PEMBENTUKAN KRISTAL


ES DAN MAX. DENATURASI PROTEIN

-18

-20
0 5 10 15 20 25 30 35

ILUSTRASI PEMBEKUAN LAMBAT


Kecepatan Pembekuan

Pembekuan
Lambat

Pembekuan
Cepat
Suatu metode pengawetan dimana “kadar air” produk
dikurangi sampai level tertentu sehingga produk stabil
untuk jangka waktu yang lebih panjang

 Bersifat tradisional
 Faktor-faktor yang berpengaruh selama proses
tidak terkontrol

 Mutu Produk akhir dan daya simpan


kurang baik
 Produk akhir tidak seragam
TUJUAN PENGERINGAN
Mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan enzim
pembusukan terhambat/terhenti sama sekali

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan :


1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengeringan
Suhu
Kecepatan aliran udara pengeringan
Kelembapan udara

2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan


Ukuran bahan
Kadar air awal
Tekanan parsial dalam bahan

53
Proses penetrasi senyawa volatil pada ikan yang dihasilkan
dari pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk
dengan rasa dan aroma spesifik

umur simpan lama :


aktivitas anti bakteri, menghambat aktivitas enzimatis

TUJUAN
 Memasukkan unsur-unsur asap (KETON, ALDEHID)
yang dapat menghambat aktifitas bakteri, enzym dan
kimia
 Mengurangi kadar air
 Pemberian bumbu
Senyawa kimia asap dari kayu
 Fenol (yang berperan sebagai antioksidan),
 Asam organik, alkohol, karbonil, hidrokarbon
 Senyawa nitrogen (nitro oksida, aldehid, keton, ester, eter)

Senyawa pada pengasapan yang bersifat


karsinogenik :
Senyawa Piliciclic aromatic hydrocarbon (PAH)
Ditemukan pada ikan asap

Senyawa N-nitroso compound (NNC)


Ditemukan pada daging asap

Senyawa Heterocyclic aromatic amine (HAA)


Ditemukan pada ikan dan daging bakar atau panggang.

55
TUJUAN

 Pemberian panas yang tinggi pada produk


untuk menghambat aktifitas penyebab
pembusukan
 Pemberian bumbu/media
 Kondisi kemasan: ANAEROB/VACUUM
STERILISASI PADA PENGALENGAN
Proses pemanasan (wadah dan isi) sampai mencapai suhu (tertentu) di atas titik didih
(100oC) dan waktu tertentu untuk mematikan semua mikroorganisme beserta spora-
sporanya yang menyebabkan kerusakan makanan

Sterilisasi Komersial :
Tingkat sterilisasi dimana semua mikroba (patogen, non-patogen, pembusuk,
pembentuk toksin) mati, namun tekstur, warna dan nilai nutrisi produk tidak rusak
Membunuh

Clostridium botulinum
1. Dapat memproduksi toksin yang mematikan Waktu dan suhu dipengaruhi :
(botulin) • Konsistensi atau ukuran partikel
2. Terdapat pada tanah/air, sehingga mudah bahan
mengkontaminasi bahan pangan • Derajat keasaman (nilai pH) isi
3. Tumbuh baik pada kondisi : tanpa oksigen, kaleng
30 – 37oC (mesofilik), pH > 4,6 – 7,5 • Ukuran head space
4. Dapat dihambat dengan : pengaturan pH, • Besar dan ukuran kaleng
pengaturan Aw (<0,85), garam (nitrit/nitrat,
• Kemurnian uap air (steam)
NaCl), pemanasan (Sterilisasi)
5. Menjadi target utama proses strelisasi • Kecepatan perambatan panas
produk pangan
Hal Penting pada proses pengalengan
1. Kemasan
 Bahan : kaleng, wadah kaca,
laminated pouches
(plastik/aluminium)
 Kondisi kemasan
 Kebersihan kemasan
(kontaminasi kotoran/debu
selama penyimpanan dan
transportasi)
2. Tahap Pre-Cooking
Melakukan pemanasan pendahuluan jaringan pangan, dengan tujuan :
Inaktifasi enzim
Mengurangi jumlah mikroba awal
Mengeluarkan cairan dan lemak dari produk
Koagulasi protein
Membentuk tekstur produk
Mengeluarkan udara yang terperangkap dalam jaringan pangan
mengurangi oksidasi dan terbentuknya headspace yang baik
Meningkatkan suhu bahan : kecukupan suhu pasteurisasi/ sterilisasi

3. Tahap Pengisian
Hal penting yang harus diperhatikan adalah :
- Berat produk
- Suhu produk
- Headspace (yg dikhawatirkan adalah
breaking)
4. Tahap Seaming
 Kemasan harus tertutup rapat
(hermetically sealed) dan kedap udara
untuk mencegah recontamination (dari
luar)
 Penutupan kaleng (double seam) harus
benar dan dilakukan pengecekan
periodically
 Proses Exhausting :
 menghilangkan sebagian besar udara
dan gas sebelum kaleng ditutup)
 Memberikan kondisi vakum
 Mengurangi terjadinya kebocoran
karena tekanan kaleng terlalu tinggi
(saat pemanasan)
 Mengurangi proses pengkaratan dan
reaksi oksidasi
5. Tahap Retorting
a. Proses Venting
Pengeluaran udara yang terkurung di dalam retort
b. Come Up Time/CUT (Waktu menaikkan suhu untuk mencapai suhu
sterilisasi) :
Waktu yang dibutukan untuk menaikkan suhu retort pada suhu yang
ditentukan (mis. ±116°C) dan tekanan yang diinginkan (mis. 0.8
kg/cm2)

6. Tahap Cooling
 Mencegah terjadinya over cooking pada produk yang dikalengkan
 Menghindari pembusukan termofilik (cold shock)
 Hal penting :
 Kualitas air pendingin (potable water)
 Kondisi sanitasi-hygiene setelah proses retorting

7. Tahap Inkubasi
Untuk melihat kondisi seaming dan kondisi fisik kaleng (indikasi kerusakan
produk : mis. Penggembungan, kebocoran)
Faktor kritis yang menentukan proses pengalengan :
1. Wadah/kaleng tertutup secara hermetis
Pengisian dan penutupan kaleng harus benar)

2. Perlakuan pemanasan yang cukup


Tercapainya sterilisasi komersial

3. Penanganan kaleng yang baik


Sebelum, selama dan setelah pemanasan untuk memastikan bahwa
integritas sambungan dan penutup tetap terjaga

Integritas sambungan dan penutupan merupakan


faktor penting, karena :
Selalu ada kemungkinan bahwa bakteri akan masuk
kembali dan mencemari produk yang telah disterilisasi
PASTEURISASI

Suatu proses pengolahan yang mengoptimalkan proses termal sehingga


dapat membunuh sebagian besar mikroba yang bersifat patogen
biasanya menggunakan suhu di bawah 1000C

Masih terdapat mikroba, sehingga


daya tahan simpan singkat

Tujuan pasteurisasi :
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum pada bahan pangan
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri
dan menginaktifkan enzim

63
Penambahan SAPP (Sodium acid Pyrophosphat)
pada Pasteurisasi :

1. Tidak vakum (masih ada udara di dalam kaleng),


sehingga dikhawatirkan terjadi discolorasi (SAPP sebagai
anti oksidan : Sodium acid)

2. Sifat daging rajungan sangat labil (mudah bebas)


sehingga perlu pyrophosphat (SAPP sebagai water
binding)

64
Faktor kritis dalam proses Pasteurisasi:
1. Keseragaman suhu di setiap posisi alat pasteurisasi

2. Konsistensi suhu proses (terutama jika digunakan air


sebagai media pemanas)

3. Waktu pasteurisasi

Anda mungkin juga menyukai