TINJAUAN PUSTAKA
Ikan
Pencucian
Pemfiletan
Daging Lumat
Pertama: air dingin
Pencucian Kedua: air dingin
Ketiga: air dingin + NaCl 0,2 - 0,3 %
Pengurangan air
Screwpress
Penambahan cryoprotectant Silent cutter
Surimi beku
Gambar 2 Proses pengolahan surimi (Okada, 1992).
Surimi merupakan produk olahan hasil perikanan yang bersifat setengah
jadi (intermediate product) yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
produk-produk olahan yang membutuhkan sifat pembentukan gel yang lebih
dikenal dengan ”surimi-based products” seperti bakso, otak-otak dan nugget.
(1) Bakso ikan
Bakso ikan adalah produk olahan daging ikan berbentuk gel homogen yang
dibuat dari campuran daging lumat, tepung tapioka/sagu dan bumbu-bumbu
seperti: bawang putih, bawah merah, lada, garam, gula dengan proses
penggilingan, pengadonan, pencetakan dan perebusan. Fungsi teknologi
pembuatan bakso adalah sebagai upaya untuk mendapatkan produk hasil
perikanan berbentuk gel dengan rasa yang disukai menurut selera, terutama pada
sensasi kekenyalan pada waktu ditekan dan dikunyah (Poernomo et al, 2004). Proses
pengolahan bakso dapat dilihat pada Gambar 3.
Surimi
Penimbangan
Pencampuran/Pengadonan
Gambar 3 Diagram dengan
alir proses pembuatan urutan:
bakso ikan.
1. daging 2. garam
2.2 Unit Pengolahan Ikan3. tapioka 4. es
5. minyak goreng 6. gula
Unit Pengolahan Ikan
7. (UPI)
lada adalah tempat usaha yang digunakan untuk
8. MSG
menangani dan mengolah ikan. Unit pengolahan ikan berdasar Peraturan Menteri
Perebusan ± 80 - 90 oC
(sampai dengan mengapung ± 10 menit)
Bakso
Kelautan dan Perikanan Nomor 18 tahun 2006 tentang Skala Usaha Pengolahan
Hasil Perikanan dibedakan menjadi; UPI skala mikro, UPI skala kecil, UPI skala
menengah, dan UPI skala besar.
Pembedaan skala UPI ditetapkan berdasarkan parameter:
1) Omset, adalah total volume produksi hasil olahan dikali harga satuan dalam
satu tahun (dalam rupiah)
2) Aset, adalah kekayaan produktif diluar bangunan dan tanah yang dikonversi
dalam rupiah
3) Jumlah tenaga kerja, adalah jumlah karyawan yang terlibat dalam satu UPI
selain pemilik, baik tenaga kerja tetap maupun harian/borongan
4) Status hukum dan perijinan, adalah legalitas yang diperoleh UPI baik badan
hukum maupun perijinan usaha lain
5) Penerapan teknologi, adalah jenis dan tingkatan peralatan produksi yang
digunakan oleh UPI:
[1] Manual yaitu penerapan teknologi proses produksi UPI yang
sebagian besar menggunakan tenaga manusia
[2] Semimekanik yaitu penerapan teknologi proses produksi UPI
yang sebagian menggunakan mesin
[3] Mekanik yaitu penerapan teknologi proses produksi UPI yang sebagian
besar menggunakan mesin
6) Teknis dan manajerial, adalah kemampuan pengelolaan suatu UPI dari aspek
produksi pengolahan hasil perikanan untuk memenuhi kriteria sertifikasi:
[1] UPI yang belum memiliki SKP adalah UPI yang dalam operasional
usaha pengolahannya belum atau sudah menerapkan dan memenuhi
persyaratan kelayakan dasar tetapi belum dilakukan penilikan oleh
petugas pengawas mutu yang ditunjuk oleh Competent Authority;
[2] SKP adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan cq. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan yang menerangkan bahwa UPI telah memenuhi persyaratan
kelayakan dasar yang ditentukan;
[3] Sertifikat Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) adalah surat
keterangan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan cq.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan selaku
Otoritas Kompeten (Competent Authority) yang menerangkan bahwa UPI
telah memenuhi persyaratan dalam bentuk tanggung jawab, prosedur,
proses, dan sumber daya organisasi untuk menerapkan PMMT.
Berdasarkan parameter tersebut ditetapkan nilai kumulatif untuk masing
masing skala usaha sebagai berikut; UPI skala mikro memiliki nilai kumulatif
parameter skala usaha antara 20 – 44, UPI skala kecil memiliki nilai kumulatif
parameter skala usaha antara 45 – 69, UPI skala menengah memiliki nilai
kumulatif parameter skala usaha antara 70 – 89, dan UPI skala besar memiliki
nilai kumulatif parameter skala usaha antara 90 – 100.
Kriteria usaha menengah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1999 Tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
(1) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp l0.000.000.000.00 (sepuluh miliar
rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
(2) Milik warga negara Indonesia;
(3) Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai dan berafiliasi baik langsung maupun
tidak langsung dengan usaha besar;
(4) Berbentuk usaha orang perseorangan badan usaha yang tidak berbadan
hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum.
Untuk mengembangkan usaha pengolahan hasil perikanan, bidang-bidang
pemberdayaan usaha menengah yang mendapat perhatian meliputi:
(1) Pembiayaan
1) melakukan fasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal
kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses
terhadap pasar modal dan lembaga pembiayaan lainnya;
2) membentuk dan rnengembangkan lembaga penjamin kredit, serta
meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor;
3) melakukan fasilitasi restrukturisasi utang/kredit usaha menengah yang
bermasalah.
(2) Pemasaran
1) mendorong peningkatan pangsa pasar melalui pengembangan sarana
promosi, forum bisnis, informasi, penetrasi, jaringan pasar serta
kemitraan usaha;
2) membantu pelaksanan penelitian dan pengembangan pemasaran,
pemasyarakatan E-commerce serta peningkatan fungsi rumah dagang
(trading house).
(3) Teknologi
Mendorong pelaksanaan alih teknologi untuk pengembangan dan
peningkatan mutu desain, produk, proses produksi dan pelayanan sehingga
memenuhi standar mutu internasional.
(4) Sumber daya manusia
Menggalakkan lembaga-lembaga yang sudah ada dan yang akan
dikembangkan untuk melakukan pendidikan, pelatihan, bimbingan dan
konsultasi dalam rangka peningkatan kemampuan manajerial, teknik
produksi, mutu produk dan pelayanan serta pemasaran.
(5) Perizinan
Menyederhanakan sistem dan prosedur perizinan terutama pendirian,
pembiayaan dan pengembangan.
(6) Menyusun skala prioritas dalam pemberdayaan usaha menengah terutama
yang berkaitan dengan pengembangan ekspor, penyerapan tenaga kerja
serta pemenuhan kebutuhan pokok.
2.3 Analisis Kelayakan Finansial
Analisis finansial dilakukan dengan mengelompokkan biaya-biaya yang
terjadi pada usaha pengolahan ikan. Struktur biaya tersebut terdiri dari biaya tetap
dan biaya variabel. Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui tingkat
kelayakan usaha. Kriteria penilaian kelayakan usaha rugi laba meliputi: analisis
pendapatan atau keuntungan usaha, revenue cost ratio, payback period, dan
analisis titik impas (Sutojo S., 2002).
(1) Analisis keuntungan usaha
Total penerimaan merupakan fungsi dari hasil usaha UPI (Q) dan harga
(P) sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
TR = f (P,Q)
TC = TFC + TVC
= TR - TC
Kriteria:
R/C Ratio < 1 ; usaha tidak layak
R/C Ratio = 1 ; usaha impas
R/C Ratio > 1 ; usaha layak
(3) Payback period
Analisis ini dilakukan untuk melihat waktu pengembalian investasi dengan
membandingkan investasi dengan keuntungan selama satu tahun. Rumus yang
digunakan:
PP = Investasi /
Dari metode analisis tersebut akan dihasilkan suatu kombinasi nilai kelayakan
terhadap suatu kawasan/lokasi yang potensial untuk dikembangkan baik secara
kelayakan fisik maupun kelayakan sosial, ekonomi dan manfaat.
(4) Analisis titik impas
Analisis titik impas dilakukan untuk melihat produksi susu minimum yang
harus dihasilkan. Dengan analisis titik dapat diketahui pada tingkat produksi
berapa hasil penjualan sama dengan jumlah biaya, sehingga perusahaan tidak
memperoleh keuntungan atau kerugian. Untuk mengetahui ini semua, maka
dilakukan pemisahan biaya tetap dengan biaya variabel secara jelas dan benar.
Pendekatan untuk perhitungan titik impas dalam penelitian ini adalah BEP dalam
jumlah unit produksi dan harga. Untuk menentukan titik impas dapt dilakukan
dengan rumus sebagai berikut:
1) Current ratio
Current ratio menunjukkan sejauh mana kewajiban lancar (current
liabilities) dijamin pembayarannya oleh aktiva lancar (current asset).
2) Cash ratio
Analisis cash ratio sering dilakukan untuk mengukur likuiditas perusahaan
berdasarkan komposisi dari pos tunai (cash) dan surat-surat berharga terhadap
kewajiban lancar. Rumus perhitungan cash ratio sebagai berikut.
3) Quick ratio
Perhitungan nilai quick ratio didasarkan pada kualitas dan komposisi dari
persediaan barang (inventory). Bila persediaan barang memiliki perputaran yang
cepat (fast moving item) maka nilai likuiditasnya akan lebih baik dibandingkan
dengan barang yang perputarannya lambat (slow moving item). Perhitungan nilai
quick ratio sebagai berikut:
Penjualan Kredit
Perputaran Piutang Dagang x 1 kali
Piutang dagang
4) Perputaran persediaan
Perputaran persediaan merupakan indikator keberhasilan manajemen
dalam mengelola persediaan barang. Rumus perhitungan mengenai nilai
perputaran persediaan barang sebagai berikut:
HPP
Perputaran Persediaan Barang 1 kali
x
Persediaan
HPP
Perputaran Hutang x 1 kali
Dagang Hutang Dagang
Laba Bersih
ROI 100%
Total Aktiva x
4) Return on equty (ROE)
Return on equity (ROE) mengukur berapa besar pengembalian yang diperoleh
pemilik usaha atas modal yang ditanamkan pada usaha tersebut. Rumus
perhitungan ROE sebagai berikut:
Laba Bersih
RO 100%
Modal Sendiri
E x
2.5 Optimalisasi
Optimalisasi produksi diperlukan UPI dalam rangka mengoptimalkan
sumberdaya yang digunakan agar suatu produksi dapat menghasilkan produk
dalam kuantitas dan kualitas yang diharapkan, sehingga dapat mencapai tujuan
UPI yang menguntungkan. Secara umum, optimalisasi merupakan suatu usaha
pencapaian keadaan terbaik yang merupakan pendekatan normatif dengan
mengidentifikasi penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan
pada titik maksimal atau minimal fungsi tujuan.
Setiap UPI atau produsen berusaha mencapai keadaan optimal dengan
memaksimalkan keuntungan yang dihasilkan atau dengan meminimalkan biaya
yang dikeluarkan dalam proses produksi. UPI selalu berusaha mencapai hasil
terbaik yang mungkin dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Namun
demikian solusi permasalahan dalam teknik optimalisasi jarang menghasilkan
suatu solusi yang terbaik. Hal ini terjadi karena berbagai kendala yang dihadapi
berada di luar jangkauan UPI.
Menurut Soekartawi (1995), optimalisasi produksi adalah penggunaan
faktor–faktor produksi yang terbatas seefisien mungkin. Faktor–faktor produksi
tersebut adalah modal, mesin, peralatan, bahan (bahan baku dan bahan tambahan
pangan) dan tenaga kerja. Berdasarkan langkah–langkah optimalisasi, maka
setelah masalah diidentifikasi dan tujuan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah
formulasi model matematik yang meliputi 3 (tiga) tahap, yaitu (Mulyono, 1991):
(1) Menentukan variabel yang tidak diketahui (variabel keputusan) dan
dinyatakan dalam simbol matematik.
(2) Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linier
(bukan perkalian) dari variabel keputusan.
(3) Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam
persamaan atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linier dari
variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumberdaya masalah itu.
Fungsi tujuan dalam teknik optimalisasi merupakan unsur yang penting
karena akan sangat menentukan kondisi optimal suatu keadaan. Selain itu
pembentukan model perlu perhatian khusus, sebab model akan membantu dalam
menganalisis untuk mengambil keputusan ke arah kerangka logis secara
menyeluruh. Penyelesaian suatu optimalisasi jarang diperoleh suatu hasil yang
terbaik karena disebabkan oleh berbagai kendala yang bersifat fisik, teknis, dan
beberapa kendala lain yang berada diluar jangkauan pelaku kegiatan tersebut.
2.5.1 Program linier
Linear programming adalah suatu metode programasi yang variabelnya
disusun dengan persamaan linier. Oleh berbagai analis, linear programming
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “programasi linier”,
“pemrograman garis lurus”, “programasi garis lurus”, atau lainnya
(Soekartawi, 1995). Menurut Supranto (1988), sebagian besar dari persoalan
manajemen berkenaan dengan penggunaan sumberdaya secara efisien atau alokasi
sumber–sumber yang terbatas (tenaga kerja terampil, bahan mentah, modal) untuk
mencapai tujuan yang diinginkan (desire objective) seperti penerimaan hasil
penjualan yang harus maksimal, jumlah biaya transportasi yang harus minimal,
dan sebagainya. Untuk mencapai hasil yang maksimal dengan sumberdaya yang
terbatas tersebut, maka terdapat suatu metode yang dapat digunakan yaitu linear
programming yang dapat memberikan banyak sekali hasil pemecahan persoalan
sebagai alternatif pengambilan tindakan.
Menurut Handoko (1997), linear programming adalah suatu metode
analitik paling terkenal yang merupakan suatu bagian kelompok teknik–teknik
yang disebut programasi matematik. Pada umumnya, metode–metode programasi
matematikal dirancang untuk mengalokasikan berbagai sumberdaya yang terbatas
diantara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya–sumberdaya tersebut agar
berbagai tujuan yang telah ditetapkan (biasanya maksimisasi laba atau minimisasi
biaya) dicapai atau dioptimalkan. Sebutan linear dalam “linear programming”
berarti hubungan–hubungan antara faktor–faktor adalah bersifat linier atau
konstan, atau fungsi–fungsi matematik yang disajikan dalam model haruslah
fungsi–fungsi linier. Hubungan linier berarti bahwa bila satu faktor berubah, maka
suatu faktor lain berubah dan dengan jumlah yang konstan secara proporsional.
Sebagai contoh, fungsi pengupahan jam kerja para karyawan atas dasar satuan jam
kerja adalah linier (semakin banyak jam kerja, semakin besar upah total).
Menurut Soekartawi (1995), program linier mempunyai beberapa
kelebihan sebagai berikut: (1) mudah dilaksanakan, apalagi kalau dengan
menggunakan alat bantu komputer; (2) dapat menggunakan banyak variabel,
sehingga berbagai kemungkinan untuk memperoleh pemanfaatan sumberdaya
yang optimal dapat dicapai; dan (3) fungsi tujuan (objective function) dapat
difleksibelkan (direlax) sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data
yang tersedia. Misalkan bila ingin meminimalkan biaya atau memaksimalkan
keuntungan dengan data yang terbatas.
Kelemahan dari program linier ini adalah apabila alat bantu komputer
tidak tersedia, maka program linier dengan menggunakan banyak variabel akan
menyulitkan analisisnya dan bahkan tidak mungkin dikerjakan dengan cara
manual saja. Variabel yang sedikit jumlahnya dapat dikerjakan secara manual
dengan metode simpleks.
Program linier itu sendiri sebenarnya merupakan metode perhitungan
untuk perencanaan terbaik diantara kemungkinan–kemungkinan tindakan yang
dapat dilakukan. Penentuan rencana terbaik tersebut terdapat banyak alternatif
dalam perencanaan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang
terbatas. Dengan demikian, maka teknik program linier dapat digunakan dalam
dua cara, yaitu (Soekartawi, 1995):
(1) Meminimumkan biaya dalam rangka tetap mendapatkan total penerimaan atau
total keuntungan sebesar mungkin (selanjutnya cara seperti ini dikenal dengan
istilah program “minimisasi” atau “meminimumkan” (minimize).
(2) Memaksimumkan total penerimaan atau total keuntungan pada kendala
sumberdaya yang terbatas (selanjutnya disebut dengan istilah program
“memaksimumkan”, atau “maksimisasi” (maximize).
Kedua cara tersebut hasilnya relatif tidak berbeda. Penggunaan salah satu
dari cara tersebut dilakukan karena tersedianya data yang berbeda. Hal ini dapat
terjadi karena data yang digunakan di program linier ini dapat berupa data yang
dikumpulkan sendiri (data primer) sehingga peneliti yang bersangkutan dapat
menggunakan program linier sesuai dengan kehendaknya.
Menurut Nasendi dan Anwar (1985), agar dapat menyusun dan
merumuskan suatu persoalan dan atau permasalahan yang dihadapi ke dalam
program linier, maka terdapat lima syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
(1) Tujuan
Tujuan ini harus jelas dan tegas yang disebut fungsi tujuan. Fungsi tujuan
tersebut dapat berupa dampak positif, manfaat–manfaat, keuntungan–
keuntungan, dan kebaikan–kebaikan yang ingin dimaksimalkan, atau dampak–
dampak negatif, kerugian–kerugian, resiko–resiko, biaya–biaya, jarak–jarak,
waktu, dan sebagainya yang ingin diminimalkan.
bahwa nilai–nilai Xj tidak perlu integer (hanya 0 dan 1 atau bilangan bulat),
tetapi dapat berupa non integer (misalnya 1/2; 0.58; 38.987; dan sebagainya).
(5) Deterministik, yaitu asumsi ini menghendaki agar semua parameter dalam
model program linier (yaitu nilai–nilai cj, aij, dan bi) tetap dan diketahui atau
ditentukan secara pasti. Dalam dunia nyata kadang asumsi ini memang
parametrisasi.
Sanitasi
Higiene Pekerja