Anda di halaman 1dari 32

IDK NITA MINGGU KEDUA

Daftar Isi :
1. DVT
2. Insufisiensi Vena Kronik
Deep Vein Thrombosis (DVT)
• Deep vein thrombosis (DVT) merupakan
pembentukan bekuan darah (Thrombus)
pada lumen vena dalam (deep vein) yang
diikuti oleh reaksi inflamasi dinding
pembuluh darah dan jaringan perivena.
Thrombus itu apaan

sumber : Channel yutubnya Armando H. (kiri)


sumber : Channel yutubnya Armando H.
Patogenesis plus Etiologi

• Patogenesis deep vein thrombosis


(DVT), atau yang juga dikenal sebagai
thrombosis vena dalam, didasari oleh
trias Virchow (Virchow’s Triad) yang
dikemukakan oleh Rudolph Virchow.
Trias Virchow
• Trias Virchow mencakup 3
faktor: endotel, stasis, dan
hiperkoagulabilitas. Salah satu
dari ketiga faktor saja dinilai
tidak cukup untuk memicu
clotting / menggumpalnya
darah, namun ketiga faktor ini
bersama-sama dapat
meningkatkan risiko
terbentuknya gumpalan darah.
Stasis
• Stasis vena dapat terjadi karena berbagai keadaan yang
menyebabkan perlambatan atau obstruksi aliran vena. Karena hal
inilah DVT cenderung terjadi di daerah yang memiliki aliran darah
yang lebih lambat, seperti pada kantung/sinus di sisi katup-katup
vena dalam pada ekstremitas bawah.
• Stasis vena menyebabkan peningkatan viskositas darah dan
pembentukan mikrotrombus yang tidak ikut mengalir bersama aliran
darah. Mikrotrombus yang terbentuk dapat membesar dan
berpropagasi.
Hiperkoagulabilitas
• Kondisi lingkungan yang hiperkoagulabel dapat disebabkan oleh
kondisi klinis dari pasien maupun karena lambatnya aliran darah yang
menyebabkan penurunan protein antitrombotik, disertai dengan
ekspresi prokoagulan yang meningkat terutama P-selectin yang
menarik sel-sel imun yang membawa tissue factor ke endothel.
Endotel
• Endotel berperan dalam mendukung terbentuknya
thrombus. Kecilnya rasio permukaan sel-sel endotel
terhadap volume darah mendukung aktivitas prokoagulasi
yang diperantarai faktor VIII, von Willebrand, faktor VII,
dan prothrombin.
• Sementara itu, prothrombin sendiri menghambat
aktivitas antikoagulasi dari activated protein C, sehingga
menghambat jaras antikoagulasi alami yang terjadi.
Epidemiologi
• Deep vein thrombosis (DVT) merupakan bagian dari kelompok besar thromboemboli
vena (Venous Thromboembolism).. Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama
untuk terkena VTE pertama kali, namun laki-laki lebih berisiko untuk mengalami
thrombosis berulang.
• Indonesia
Belum ada data yang mencatat kejadian DVT berskala nasional, namun berdasarkan
penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2008, prevalensi DVT di Indonesia
pada pasien pasca operasi ginekologi mencapai 33.3%.
• Mortalitas
Mortalitas DVT paling sering disebabkan oleh komplikasi emboli paru, yang mencakup
sepertiga kasus DVT.
DIAGNOSIS
Diagnosis deep vein thrombosis (DVT), atau thrombosis vena dalam, dapat dicurigai
sejak awal secara klinis dan ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang berupa
modalitas imaging (ultrasonografi, CT scan, atau MRI). Alur penegakkan diagnosis
DVT saat ini dapat diurutkan sebagai berikut:
• Anamnesis dan pemeriksaan fisik
• Kriteria Wells (pretest probability assessment) untuk menentukan kemungkinan
diagnosis DVT (likely atau unlikely)
• Bila DVT likely; lakukan imaging (ultrasonografi atau imaging lainnya yang sesuai).
Bila hasil positif, maka DVT ditegakkan. Bila hasil negatif, maka bukan DVT.
• Bila DVT unlikely; lakukan uji D-dimer. Hasil D-dimer negatif mengeksklusi
diagnosis DVT. Namun bila D-dimer positif, ulangi ultrasonografi setelah 6-8 hari.
Anamnesis dan Px Fisik
Anamnesis untuk pasien yang dicurigai DVT harus menggali faktor-
faktor risiko DVT, gejala DVT, serta riwayat thrombosis sebelumnya.
Sementara itu, pemeriksaan fisik yang umumnya ditekankan pada DVT
adalah ditemukannya tanda klasik DVT (Homans sign) atau adanya nyeri
betis pada saat dorsofleksi kaki dengan lutut lurus.
• Nyeri Tungkai Bawah (50%)*
• Edema Tungkai Bawah
• Perubahan Warna (phlegmasia alba dolens (milk leg) , phlegmasia
cerulea dolens (blue leg))
• Tanda Dan Gejala Emboli Paru
Kriteria Wells
Hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
dapat digunakan untuk memperkirakan risiko
DVT dengan kriteria Wells (1997), di mana
kriteria ini sudah diperbaharui pada publikasi
tahun 2003 seperti dijabarkan dalam tabel di
samping.

Sistem skoring kriteria Wells yaitu sebagai


berikut:

≤1 : DVT unlikely
≥2 : DVT likely
Diagnosis Banding
• Selulitis
• Tromboflebitis septik
• Tromboflebitis superfisial
• Gagal jantung kongestif
• Emboli paru
• Baker cyst
• Budd-chiari syndrome
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium (D-Dimer)
• Pemeriksaan Radiologis (Ultrasonografi / USG vena, Conventional
Contrast Venography, Computed Tomography Scan / CT scan (CT
venography), Magnetic Resonance Imaging / MRI (MR venografi)
TALAK
Tujuan pengobatannya adalah :
• Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.
• Mengurangi morbiditas pada serangan akut.
• Mengurangi keluhan post flebitis
• Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo
emboli.
DVT akut dapat ditatalaksana dengan secara rawat jalan menggunakan LMWH dan
VKA jika risiko emboli paru rendah. Protokol tatalaksana ini memiliki risiko
kumulatif komplikasi perdarahan <12%. Pasien DVT dengan keadaan berikut harus
dirawat inap:
• Diduga atau terbukti ada kejadian emboli • Obesitas morbid (>150 kg)
paru konkomitan • Gagal ginjal (kreatinin >2 mg/dL)
• Komorbiditas kardiovaskular atau pulmonal • Tidak tersedia atau tidak dapat
yang signifikan dimonitor ketat bila rawat jalan
• DVT Iliofemoral • Tidak dapat mengikuti instruksi
• Kontraindikasi terhadap antikoagulan • Tuna wisma
• Gangguan koagulasi familial atau turunan: • Tidak ada kontak yang dapat
defisiensi antitrombin III (ATIII), dihubungi
prothrombin 20210A, defisiensi protein C • Kondisi geografis (terlalu jauh dari
atau protein S, atau faktor V Leiden rumah sakit)
• Gangguan perdarahan familial • Pasien / keluarga menolak terapi
• Kehamilan rawat jalan
Heparin (LMWH)
• Keuntungan penggunaan LMWH
adalah dapat diberikan subkutan 1-2
kali sehari, dosis pasti, tidak perlu
pemantauan laboratorium,
efektivitas baik, serta efek samping
trombositopenia dan osteoporosis
lebih jarang dibanding
unfractionated heparin (UFH).
• Keterbatasan golongan ini adalah
tidak bisa digunakan pada pasien
dengan gangguan ginjal berat karena
terutama diekskresikan via ginjal.
Vitamin K Antagonist (VKA) / Warfarin
• Warfarin adalah obat pilihan untuk antikoagulasi akut,
namun obat ini memerlukan waktu sekitar 1 minggu agar
dapat bekerja sehingga diberikan segera setelah diagnosis
DVT ditegakkan bersamaan dengan bridging therapy sambil
menunggu VKA bekerja.
• Dosis standar yang digunakan adalah 5 mg/hari, dapat
disesuaikan setiap 3-7 hari untuk mendapat nilai INR antara
2.0-3.0. Durasi penggunaan adalah 3-6 bulan untuk DVT
tanpa komplikasi.
• Pada penggunaan warfarin, lakukan pemantauan terhadap
prothrombin time (PT) atau INR.
Lainnya
• Terapi Thrombolisis
• Vena Cava Filter
• Stocking Kompresi Elastis
Insufisiensi Vena Kronik
• Chronic venous insufficiency (CVI) pada tungkai bawah yaitu kelainan
denganhipertensi vena, yang disebabkan oleh perubahan abnormal
pada struktur dan fungsivena; baik vena tepi dan atau system
vena dalam termasuk varises serta komplikasinya.
Etiologi
• Etiologi insufisiensi vena kronik adalah disfungsi atau inkompetensi
katup vena, baik secara primer maupun sekunder.
• Inkompetensi primer disebabkan ketiadaan katup vena bawaan
(kongenital) /// Kelemahan intrinsik dari dinding katup.
• Inkompetensi sekunder disebabkan kelainan dinding vena akibat
varises, obstruksi akibat trauma, dan atau trombosis vena.
Inkompetensi Katup Vena Disfungsi Pompa Otot
• Inkompetensi katup vena dapat • Disfungsi pompa otot, terutama
disebabkan berbagai faktor. betis, menyebabkan
pengosongan darah vena dari
Namun, sering kali merupakan ekstremitas bawah menjadi tidak
inkompetensi sekunder akibat efektif. Umumnya, disfungsi
lemahnya dinding vena secara pompa otot terjadi sekunder
akibat obstruksi atau refluks
kongenital. Hal ini menyebabkan vena. Pengosongan darah vena
dilatasi vena meski dalam yang tidak efektif ini
tekanan yang normal. menyebabkan darah terkumpul
(blood pooling).
Hipertensi Vena
• Hipertensi vena adalah gangguan hemodinamik berupa tingginya
tekanan hidrostatik pada vena, terutama di ekstremitas bawah, akibat
inkompetensi katup vena dan disfungsi pompa otot yang
menyebabkan blood pooling.
• Hipertensi vena akan memicu respon inflamasi dan agen-agen
vasoaktif, serta mempengaruhi sistem mikrovaskular, di antaranya
menyebabkan distensi dan peningkatan permeabilitas kapiler.
• Peningkatan permeabilitas ini menyebabkan kebocoran cairan,
protein, dan leukosit ke jaringan sekitar. Hal ini dapat berujung pada
remodelling kapiler, deposisi fibrinogen, dan kolagen, sehingga terjadi
fibrosis dan hipoksia jaringan.
Faktor Risiko
• Riwayat insufisiensi vena, deep vein thrombosis (DVT), flebitis, atau trauma tungkai
bawah sebelumnya
• Usia: kejadian insufisiensi vena kronik meningkat seiring usia, terutama >50 tahun
• Jenis kelamin: wanita lebih sering dibandingkan pria (3:1)
• Aktivitas: terlalu lama berdiri atau duduk, mengangkat beban berat, keterbatasan
gerak ekstremitas, gaya hidup sedenter
• Hipertensi
• Obesitas: indeks massa tubuh > 30 kg/m2 meningkatkan risiko insufisiensi vena
kronik, dengan odd ratio pada wanita 3,1 dan pria 6,5.
• Riwayat kehamilan multipel
• Riwayat insufisiensi vena atau varises pada keluarga
Epidemiologi
• Di Amerika Serikat, penderita insufisiensi vena kronik diperkirakan mencapai
2,5 juta jiwa, 20% di antaranya mengalami ulkus venosus. Pasien wanita > pria.
Namun, Edinburgh Vein Study pada tahun 2002 menemukan bahwa
insufisiensi vena kronik lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan
wanita, yaitu 9,4% dan 6,6%, meningkat seiring usia yaitu 21% dan 12% pada
pria dan wanita >50 tahun.
• Belum ada pencatatan epidemiologi insufisiensi vena kronik di Indonesia.
• Kondisi insufisiensi vena kronik sendiri tidak menyebabkan kematian. Namun,
komplikasi insufisiensi vena kronik dapat menyebabkan kematian. Pasien
dengan insufisiensi vena kronik mengalami peningkatan risiko deep vein
thrombosis (DVT) dan emboli paru. DVT ditemukan pada 1,3% kasus dan
mortalitas keseluruhan mencapai 1,6%.
Diagnosis - Anamnesis
Anamnesis yang perlu digali pada pasien dengan kecurigaan insufisiensi vena
kronik, antara lain:
Gejala seperti nyeri, bengkak, adanya ulkus, atau perubahan warna kulit pada
ekstremitas bawah
Riwayat varises, deep vein thrombosis (DVT), flebitis, atau trauma tungkai
bawah
Gali faktor risiko seperti usia, jenis kelamin, serta aktivitas fisik seperti terlalu
lama berdiri atau duduk, keterbatasan anggota gerak bawah, dan gaya hidup
sedenter
Adanya riwayat kehamilan multipel, obesitas, atau hipertensi
Riwayat insufisiensi vena atau varises pada keluarga
Diagnosis - Px Fisik
• Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan pada pasien dengan
kecurigaan insufisiensi vena kronik, meliputi inspeksi kulit dan vena
tungkai bawah, palpasi sepanjang dilatasi vena dan otot betis,
pengukuran diameter betis, serta pemeriksaan spesifik seperti Brodie-
Trendelenburg test (atau tes Trendelenburg) dan ankle brachial index
(ABI).
Diagnosis - Px Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang berperan dalam menegakkan insufisiensi
vena kronik adalah dengan pemeriksaan radiologi, terutama dengan
USG duplex. Meskipun demikian, pencitraan lainnya seperti venografi
dan Doppler juga memiliki peranan dalam mendiagnosis insufisiensi
vena kronik.
• Ultrasonografi / USG
• Phlebografi (Venografi dengan Xray dan Kontras)
• Venous Plethysmography
• Computed Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Venography
(MRV)
• Ambulatory Venous Pressure Monitoring (AVP)
Diagnosis Banding
• Deep Vein Thrombosis (DVT)
• Lymphedema
• Kaki Gajah / filariasis limfatik
• Gagal Jantung
TALAK
• Penatalaksanaan insufisiensi vena kronik bertujuan untuk meredakan
gejala, mencegah sequele dan komplikasi, serta membantu
penyembuhan ulkus. Penatalaksanaan insufisiensi vena kronik
dibedakan menjadi noninvasif dan invasif. Hingga kini belum ada
terapi farmakologi yang terbukti efektif untuk insufisiensi vena kronik.
Tata laksana noninvasif dengan stoking kompresi disarankan menjadi
pilihan pertama tata laksana.
TALAK
• NonInvasif
• gradient compression stocking
• Invasif
• Venoblasi
• Penatalaksanaan ulkus venosus

Anda mungkin juga menyukai