Anda di halaman 1dari 15

SLIDE PRESENTASI

Infeksi Histoplasma Capsulatum Pada Penderita HIV


(diambil dari kumpulan jurnal)

Wahyunita
P062191018
Ilmu Biomedik/Mikrobiologi
INFEKSI HISTOPLASMA
CAPSULATUM PADA
PENDERITA HIV

Wahyunita
P062191018
Ilmu Biomedik/Mikrobiologi
PENDAHULUAN
Mikosis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh jamur. Di Indonesia infeksi yang paling
banyak ditemukan adalah infeksi superfisialis, infeksi sistemik, jamur mirip protozoa dan
jamur dimorfik, salah satunya disebabkan oleh Histoplasma capsulatum.

Histoplasmosis merupakan infeksi oportunistik yang umum terjadi pada penderita HIV/AIDS.

Histoplasma capsulatum var capsulatum terutama mempengaruhi orang yang tinggal


di lembah sungai Ohio dan Mississippi di Amerika Serikat, dan mereka yang tinggal
di Amerika Latin. H capsulatum var duboisii hanya dijelaskan di Afrika. Alasan tepat
untuk distribusi endemik tidak jelas, tetapi dianggap mencakup iklim sedang,
kelembaban, dan karakteristik tanah.

Paparan H capsulatum dapat mengganggu aktivitas tanah . Arus udara kemudian dapat
membawa spora ini sejauh bermil-mil, memaparkan individu tanpa kontak langsung pada
situs yang terkontaminasi.
PENDAHULUAN
Di Amerika Serikat, histoplasmosis telah didiagnosis pada 2-5% dari populasi HIV-positif.
Tingkat infeksi yang jauh lebih tinggi telah dijelaskan di wilayah geografis di mana infeksi ini
endemik.

Tren penyebaran penyakit histoplasmosis sejalan dengan penyebaran virus HIV/AIDS dimana
terjadi gangguan kekebalan dan jika tidak diobati dengan obat antiretroviral, pasien akan
memasuki fase AIDS yang ditandai penurunan CD4 sampai dibawah angka kritis 200 sel/mm3.

Pada pasien dengan infeksi HIV lanjut, histoplasmosis hampir selalu dimanifestasikan oleh
tanda-tanda penyakit yang disebarluaskan secara progresif, seperti infeksi paru asimptomatik.

Setelah munculnya terapi antiretroviral (ART) yang efektif, bukti menunjukkan penurunan
kejadian histoplasmosis pada orang dengan AIDS.
TAKSONOMI
Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Subphylum : Ascomycotina

Class : Ascomycetes

Order : Onygenales

Family : Onygenaceae

Genus : Ajellomyces (Histoplasma)

Species : Histoplasma capsulatum


CIRI DAN MORFOLOGI
Bersifat dimorfik bergantung suhu.

• Pada suhu 35-37°C jamur ini berbentuk


yeast sedangkan pada suhu lebih
rendah/suhu kamar (25-30°C) membentuk
koloni filamen (mold) berwarna coklat tetapi
gambarannya bervariasi.
• Banyak isolat tumbuh lambat dan spesimen
memerlukan inkubasi selama 4-12 minggu
sebelum terbentuk koloni.
• Hialin hifa bersepta menghasilkan
mikrokonidia (2-5 µm) dan makrokonidia
berdinding tebal berbentuk sferis yang besar
dengan penonjolan materi dinding sel pada
daerah perifer (8-16 µm)
CIRI DAN MORFOLOGI

Bersifat dimorfik bergantung suhu.

• Dalam jaringan atau in vitro pada suhu 37 oC,


hifa dan konidia berubah menjadi sel yeast
kecil, oval (2 x 4 µm). Dalam jaringan,
merupakan parasit intraseluler fakultatif.
• Di laboratorium, dengan strain perkawinan
yang tepat, siklus seksual dapat
diperlihatkan, menghasilkan Ajellomyces
capsulatus, suatu telomorf yang
menghasilkan askospora.
SIKLUS HIDUP
Berkembang biak secara
Pada Askegonium akan
Fungi ini termasuk kedalam seksual dengan hifa yang
tumbuh saluran untuk
Ascomycota parasit yang bercabang-cabang ada yang
menghubungkan keduanya
dapat menghasilkan spora berkembang menjadi
(askegonium dan
askus (spora hasil askogonium (alat reproduksi
anteridium) yang disebut
reproduksi seksual) betina) dan anteridium (alat
saluran trikogin
reproduksi jantan)

Dua inti itu akan membelah


secara meiosis membentuk
Kemudian membelah secara
8 spora dan disebut spora Dari saluran ini, inti sel dari
mitosis sambil terus tumbuh
askus yang akan menyebar, anteridium berpindah ke
cabang yang dibungkus oleh
jika jatuh di tempat yang askogonium dan
miselium dimana terdapat 2
sesuai maka akan tumbuh berpasangan
inti pada ujung-ujung hifa
menjadi benang hifa yang
baru
SIKLUS HIDUP
PENYEBARAN
Histoplasmosis adalah infeksi oportunistik (IO) yang umum pada orang
HIV-positif

Jamur ini berkembang dalam tanah yang tercemar dengan kotoran burung,
kelelawar dan unggas, sehingga ditemukan dalam di kandang
burung/unggas dan gua

Infeksi menyebar melalui spora (debu kering) jamur yang dihirup saat
napas, dan tidak dapat menular dari orang yang terinfeksi

Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang rusak, biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150

Setelah berkembang, infeksi dapat menyebar pada paru, kulit, dan kadang
kala pada bagian tubuh yang lain
DIAGNOSIS
Spesimen Pemeriksaan Mikroskopik
• Sputum, urine, kerokan dari lesi superficial, • Sel ovoid kecil dapat diamati dalam
aspirat sumsum tulang dan sel darah buffy makrofag pada potongan histologi yang
coat. Preparat darah, preparat sumsum diwarnai dengan pewarnaan fungi atau
tulang, dan specimen biopsy dapat pada apusan sumsum tulang atau darah
diperiksa secara mikroskopik. yang diwarnai Giemsa.

Serologi
• Uji Complement Fixation (CF) untuk antibodi terhadap histoplasmin atau sel ragi menjadi positif
dalam 2 – 5 minggu setelah infeksi. Titer CF meningkat selama penyakit progresif kemudian turun
sampai kadar sangat rendah ketika penyakit tidak aktif.
• Pada uji imunodifusi (ID), Salah satu uji paling sensitif adalah radioassay atau immunoassay
enzim untuk antigen H. capsulatum dalam sirkulasi. Hampir semua pasien dengan histoplasmosis
diseminata menunjukkan uji positif untuk antigen dalam serum atau urine; kadar antigen turun
setelah pengobatan yang sukses dan timbul kembali saat relaps. Uji untuk antigen ini lebih
sensitif daripada uji antibodi konvensional pada penderita AIDS dengan histoplasmosis.
DIAGNOSIS

Biakan
Spesimen biakan dalam medium yang kaya, seperti blood agar glukosa sistein pada suhu 37 oC dan saboroud agar
pada suhu 25 – 30 oC. Pada plat blood agar (37oC), tumbuh sebagai fase budding yeast (bentuk yeast like), berupa
koloni berkeriput (wrinkled), seperti adonan (pasty). Pada saboroud dextrose agar (25oC), tumbuh dengan koloni
putih,seperti kapas (cottony) yang dapat berubah kuning atau coklat sesuai penuaan. Miselium di hasilkan dengan 2
macam spora :

macroconidia atau clamydosphore bulat, berdinding tebal


microconidia bulat, kecil, halus, muncul pada cabang
dan tertutup oleh projeksi (tuberculate) menyerupai knop
lateral pendek, atau melekat langsung pada dasar.
(knop like projection)

Biakan harus diinkubasi minimal selama 4 minggu.


Harus hati-hati terhadap hasil laboratorium jika
mencurigai histoplasmosis karena metode biakan darah
khusus, seperti medium kaldu fungi atau sentrifugasi
lisis, dapat digunakan untuk meningkatkan penemuan H.
capsulatum.
TERAPI
Pada bentuk diseminata yang mengancam nyawa pengobatan dimulai dengan
pemberian amfotersin B secara intravena dengan dosis 0,7 – 1 mg/hari tiap hari selama
1 – 2 minggu. Dosis total diberikan sebanyak 2500 mg untuk orang dewasa. Kemudian
diteruskan dengan itrakonazol 200 – 400 mg/hari sampai paling sedikit 6 bulan. Pada
histoplasmosis paru kronik dengan kavitas diperlukan pengobatan selama lebih dari satu
tahun untuk mencegah relaps.

Pada penderita AIDS dengan histoplasmosis ringan sampai sedang dapat diberikan
itrakonazol 200 mg tiga kali/hari untuk tiga hari pertama dilanjutkan denga 2 x 200 mg
selama 12 minggu.

Prinsip pengobatan histoplasmosis diseminata adalah pemberian terapi induksi untuk


mendapatkan perbaikan klinis diikuti terapi supresif untuk mencegah relaps. Terapi
induksi menggunakan amfoterisin B 0,5 – 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari – 2 minggu
tergantung respons penderita. Kemudian diikuti terapi supresif dengan itrakonazol 400
mg/hari selama kurang lebih 3 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Andrew H Limper, Antoine Adenis, Thuy Le, Thomas S Harrison.2017. Fungal infections in
HIV/AIDS. The Lancet Infectious. https://www.researchgate.net/publication/318812619
2. Silvio Alencar Marques, Maria Regina Cavariani Silvares. 2012. Cutaneous histoplasmosis
disclosing an HIV-infection. http://dx.doi.org/10.1590/abd1806-4841.20131812
3. Mircea Radu Mihu, Joshua Daniel Nosanchuk. 2012. Histoplasma Virulence and Host
Responses. International Journal of Microbiology. doi:10.1155/2012/268123
4. Carol A. Kauffman. 2017. Histoplasmosis: a Clinical and Laboratory Update. Infectious
Diseases Division, Department of Internal Medicine University of Michigan Medical School,
Ann Arbor, Michigan. doi:10.1128/CMR.00027-06
5. Azar MM, Hage CA. 2017. Laboratory diagnostics for histoplasmosis. J Clin Microbiol
55:1612–1620. https://doi.org/10.1128/JCM.02430-16
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai