Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS NAROTAMA

SURABAYA

HUKUM ACARA
PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN
UMUM

Hukum Acara Mahkamah Konstitusi


Macam Permasalahan Pemilu
 Tindak Pidana Pemilu, diselesaikan dengan
mekanisme Hukum Acara Pidana
 Pelanggaran Administratif, diselesaikan oleh KPU
 Sengketa dalam hal Penyelenggaraan Pemilu,
diselesaikan oleh Bawaslu dan Panwaslu
 Perselisihan Hasil Pemilu, diselesaikan melalui MK
Jenis Perselisihan PHPU
 PHPU pada awalnya hanya terkait dengan masalah
kuantitatif, tetapi dalam perkembangannya lahir
Putusan Nomor 062/PHPU-B-II/2004 yang diajukan
saat Pilpres 2004.
 Dalam Putusan ini dijelaskan bahwa MK tidak hanya
berwenang untuk menyelesaikan permasalahan hasil
Pemilu secara kuantitatif, tetapi juga terhadap
penyelenggaraan pemilu yang nelanggar asas-asas
konstitusionalitas Pemilu (Kualitatif) sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Rezim Pemilu

Melalui Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, yang dimaksud


dengan Pemilu adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR,
DPD, dan DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden.

UU No. 24 Tahun HUKUM ACARA


2003 tentang
Mahkamah Konstitusi

Pasal 74  PHPU Anggota DPR,


DPD, dan DPRD serta
s.d  PHPU Presiden dan
Pasal 79 Wakil Presiden
Perkembangan Rezim Pemilu

 Putusan MK Nomor 072-073/PUU-II/2004 menyatakan


bahwa ‘rezim” pemilihan kepala daerah langsung
walaupun secara formal ditentukan oleh pembentuk UU
bukan merupakan rezim Pemilu, tetapi secara substantif
adalah Pemilu sehingga penyelenggaraannya harus
memenuhi asas-asas konstitusional Pemilu.
 Putusan ini yang menjadi latar belakang lahirnya UU
No. 22 Th. 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dan UU
12 th. 2008 tentang PerubahanKedua atas UU No. 32
Th. 2004.
UU No. 12 Tahun 2008
Tentang Perubahan Kedua
UU 32/2004 (Pasal 236 C)

Kewenangan mengadili
Perselisihan Hasil
Pasal 18 ayat (4) Pemilukada dialihkan
UUD 1945 dari MA ke MK

Kepala Daerah (Gubernur,


Bupati, Walikota)
harus dipilih secara
demokratis
UU Nomor 22 Tahun 2007
tentang
Penyelenggara Pemilu

Pemilihan Kepala Daerah


dan Wakil Kepala Daerah
kemudian dikategorikan
Rezim Pemilu sebagai Pemilu yang juga
harus diselenggarakan
oleh KPU
Pengalihan Wewenang Memutus
Sengketa Pemilukada

 Pasal 236C UU No. 12 Th. 2008 mengemanatkan


pengalihan wewenang memutus sengketa Pemilukada
dari MA ke MK dalam jangka waktu 18 Bulan sejak
diundangkan (28 April 2008 ).
 Pengalihan wewenang secara resmi dilakukan pada
oleh Ketua MA dan Ketua MK tanggal 29 Oktober
2008
Pemilu dan PHPU

 Pemilu dan PHPU Anggota DPR, DPD, dan


DPRD
 Pemilu dan PHPU Presiden dan Wakil Presiden

 Pemilu dan PHPU Pemilukada


PHPU dalam UU No 24 Th 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi
Pasal 74 ayat (2) UU MK memberikan pengertian bahwa
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) adalah
perselisihan mengenai “penetapan hasil pemilihan umum
yang dilakukan secara nasional oleh KPU” yang
mempengaruhi:
 Terpilihnya calon anggota DPD;
 Penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran
kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta
terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden;
 Perolehan kursi partai politik peserta Pemilu di suatu
daerah pemilihan.
UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
Pasal 258 UU 10/2008 merumuskan pengertian perselisihan
hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagai berikut:
(1) Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan
Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil
Pemilu secara nasional.
(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat
mempengaruhi perolehan kursi Peserta Pemilu.
UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden

Pasal 201 ayat (1) dan ayat (2) UU 42/2008 dapat


disimpulkan bahwa:
pengertian Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden adalah “pengajuan keberatan yang diajukan
oleh Pasangan Calon terhadap penetapan hasil Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU yang
penghitungan suaranya mempengaruhi terpilihnya
Pasangan Calon atau penentuan untuk dipilih kembali
pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada
Mahkamah Konstitusi.”
Pasal 74 ayat (2) UUMK juncto Pasal 258 UU 10/2008
dan Pasal 201 UU 42/2008 dapat disimpulkan bahwa:

1) Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) adalah


perselisihan antara Peserta Pemilu (parpol, perseorangan
calon anggota DPD, pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden) dan KPU sebagai penyelenggara Pemilu;
2) Yang diperselisihkan adalah penetapan perolehan suara
hasil Pemilu secara nasional oleh KPU;
3) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu
secara nasional dimaksud harus mempengaruhi:
a. Perolehan kursi parpol di suatu daerah pemilihan;
b. Terpilihnya calon anggota DPD; atau
c. Penentuan terpilihnya Pasangan Calon atau
penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden (putaran kedua).
Terdapat Perselisihan
Peserta mengenai Penetapan
KPU
Perolehan Suara Hasil
Pemilu Pemilu secara
Nasional

Mempengaruhi perolehan kursi partai politik di suatu daerah pemilihan, atau terpilihnya
calon Anggota DPD, atau penentuan pasangan calon yang masuk putaran kedua Pemilu
Presiden serta terpilihnya pasangan Presiden dan Wakil Presiden secara signifikan ??

Ya Tidak
Dapat dijadikan objek Tidak dapat dijadikan
sengketa objek sengketa
Perselisihan Hasil Perselisihan Hasil
Pemilu Pemilu
UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
 Pengertian perselisihan hasil Pemilu Kepala Daerah, dengan
merujuk Pasal 106 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UU 12/2008 dan UU No. 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu, dapat disimpulkan bahwa:
 Perselisihan Hasil Pemilu Kepala Daerah adalah perselisihan
antara pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah sebagai Peserta Pemilu Kepala Daerah dan KPU
provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota sebagai
penyelenggara Pemilu;
 Yang diperselisihkan adalah penetapan penghitungan suara
hasil Pemilukada yang ditetapkan oleh KPU provinsi atau
KPU kabupaten/kota yang mempengaruhi penentuan calon
untuk masuk ke putaran kedua Pemilukada atau terpilihnya
pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Undang-undang nampaknya membatasi masalah PHPU hanya
pada persoalan perselisihan angka-angka perolehan suara

Padahal, kedudukan dan fungsi MK sebagaimana


dijelaskan dalam UU MK adalah menjaga atau
mengawal Konstitusi agar dilaksanakan secara
bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan
cita-cita demokrasi (Penjelasan Umum UU MK).
Mengawal/menjaga Konstitusi berarti termasuk pula
menjaga/mengawal agar asas-asas Pemilu yang “Luber
dan Jurdil” dipatuhi baik oleh Penyelenggara Pemilu
maupun Peserta Pemilu, bahkan juga seluruh insitusi yang
terkait Pemilu.
 UU 10/2008 dan UU 42/2008, serta UU 32/2004 telah
menyediakan mekanisme penyelesaian berbagai
pelanggaran pemilu, baik administratif maupun pidana,
bahkan Pasal 257 ayat (1) UU 10/2008 dan Pasal 200
ayat (1) UU 42/2008 telah menentukan bahwa kasus
pelanggaran pidana Pemilu harus sudah selesai paling
lama 5 (lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu.
Akan tetapi, dari pengalaman MK menangani PHPU
tahun 2004 dan PHPU Pemilukada tahun 2008
menunjukkan bahwa berbagai pelanggaran Pemilu, baik
administratif maupun pidana tidak tertangani di institusi
yang berwenang menanganinya.
Mahkamah Konstitusi Menggali
sebagai KEBENARAN
Pengawal Konstitusi MATERIL
tidak
(asas LUBER dan semata-mata
JURDIL) Prosedural
Mekanisme pengajuan keberatan

 Diatur dalam Pasal 74 s.d. Pasal 79 UU MK sangat sumir dan


hanya menyangkut PHPU Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta PHPU
Presiden dan Wakil Presiden yang hanya memuat:

 Pihak yang berhak mengajukan keberatan, yaitu perorangan


WNI calon anggota DPD Peserta Pemilu, pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden Peserta Pemilu, dan Partai Politik
(Parpol) Peserta Pemilu, yang disebut sebagai Pemohon. UU MK
bahkan tidak menegaskan apakah KPU merupakan Termohon;
 PMK 1/2014: peserta perorangan parpol calon anggota DPR
dan DPRD bisa mengajukan keberatan dengan persetujuan ketua
dan sekjen parpol
 Objek permohonan, yaitu penetapan hasil Pemilu yang
ditetapkan secara nasional oleh KPU yang
mempengaruhi terpilihnya calon anggota DPD,
penentuan pasangan Presiden dan wakil Presiden yang
masuk putaran kedua atau terpilihnya pasangan calon,
dan perolehan kursi Parpol disuatu daerah pemilihan
(dapil);
 Tenggat (tenggang waktu) mengajukan permohonan,
yaitu 3 X 24 jam sejak KPU menetapkan hasil Pemilu
secara nasional;
 Isi permohonan, yaitu posita mengenai adanya
kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan
KPU dan hasil yang benar menurut Pemohon, serta
petitum berupa permintaan membatalkan penetapan
KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang
benar menurut versi Pemohon;
 Tenggat pengiriman berkas permohonan ke KPU, yaitu 3
hari kerja sejak permohonan diregistrasi di
Kepaniteraan MK;
 Tentang berbagai kemungkinan amar putusan: a) tidak dapat
diterima, jika tak memenuhi syarat subjectum litis, objectum litis,
dan tenggat; b) ditolak, jika permohonan tidak beralasan, dan
c) dikabulkan, jika permohonan beralasan, disertai pernyataan
pembatalan hasil Pemilu yang ditetapkan KPU dan
menetapkan hasil penghitungan suara yang benar;
 Tenggat (batas waktu) penanganan PHPU di MK, yaitu untuk
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD paling lambat 30 hari
kerja sejak permohonan diregistrasi dan untuk PHPU Presiden
dan Wakil Presiden 14 hari kerja sejak permohonan
diregistrasi;
 Penyampaian Putusan MK tentang PHPU kepada Presiden.
PASAL 86 UU No. 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi
 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 16/PMK/2009,
Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15/PMK/2008,
Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Kepala Daerah
 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 14/PMK/2008,
Pedoman Beracara dalam Perselihan Hasil Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
 Peradilan perkara PHPU oleh MK memang merupakan peradilan
yang cepat yang oleh undang-undang telah ditetapkan tenggat
penyelesaiannya. Bahkan, khusus untuk PHPU Anggota DPR, DPD,
dan DPRD serta PHPU Presiden dan Wakil Presiden juga harus
memperhatikan kalendar ketatanegaraan lima tahunan yang tidak
boleh dilewati.

 Pada dasarnya, PMK tentang PHPU yang diterbitkan oleh MK


sekedar sebagai pedoman atau acuan bagi kelancaran
penanganan PHPU, karena hukum acara yang diatur dalam
undang-undang masih sangat sumir, sangat terbuka untuk
penyempurnaan, serta harus menampung berbagai dinamika
dalam persidangan, termasuk persidangan melalui video
conference.
PUTUSAN PHPU
PHPU Legislatif 2004:
 Penetapan Perolehan Suara yang Benar (014-027/PHPU.A-II/2004)

PHPU Legislatif 2009:


 Pemilu sesuai budaya setempat di Yahukimo (47-81/PHPU.A-
VII/2009)
 Pemungutan Suara Ulang/Penghitungan Suara Ulang , Penghitungan
Kursi Tahap Ketiga (59-74-80-94/PHPU.C-VII/2009)
 MK Berwenang Adili Sengketa Hasil Pemilu Internal Parpol
(74/PHPU.C-VII/2009)

PHPU Eksekutif 2014:


MK menolak Permohonan Pemohon untuk Seluruhnya dalam
Permohonan Sengketa hasil Pemilu Presiden dengan Pemohon
Prabowo-Hatta (1/PHPU.PRES-XII/2014)

Anda mungkin juga menyukai