Anda di halaman 1dari 20

FINANCIAL DISTRESS DAN REORGANISASI

KELOMPOK 7 :
1. Grace Kurniawan Putri B.231.17.0323
2. Ayu Karistina Utami B.231.17.0325
3. Novi Wulandari B.231.17.0328
4. Diah Arum Nastiti B.231.17.0329
5. Rikha Esti Pangestu B.231.17.0331
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kajianpustaka.com/2018/10/financial-
distress-kesulitan-keuangan.html
https://reynardsimanjuntak.blogspot.com/2012/03/res
trukturisasi-reorganisasi.html
https://cacingkurcaci.blogspot.com/2016/12/re-
organisasi-perusahaan.html
Harjito, D.Agus., dan Martono. 2014. Manajemen Keuangan Edisi
Ke 2. Yogyakarta : EKONISA
PENGERTIAN FINANCIAL DISTRESS
Financial Distress atau kesulitan keuangan adalah
suatu kondisi keuangan perusahaan sedang dalam
masalah, krisis atau tidak sehat yang terjadi sebelum
perusahaan mengalami kebangkrutan.
Financial distress terjadi ketika perusahaan gagal
atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban debitur
karena mengalami kekurangan dan ketidakcukupan
dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya
lagi.
JENIS FINANCIAL DISTRESS
1. Economic Failure :
Suatu keadaan pendapatan perusahaan tidak dapat menutup
total biaya perusahaan, termasuk biaya modal.
2. Bussines Failure :
Suatu keadaan perusahaan menghentikan kegiatan
operasional dengan tujuan mengurangi (akibat) kerugian bagi kreditor.
3. Technical insolvency :
Suatu keadaan perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban
yang jatuh tempo.
4. Insolvency in bankruptcy :
Suatu keadaan nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai
pasar aset perusahaan.
5. Legal bankruptcy :
Suatu keadaan perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum.
KATEGORI FINANCIAL DISTRESS
1. Financial Distress Kategori A (Sangat tinggi dan membahayakan)
Pada kategori ini memungkinkan perusahaan dinyatakan berada di
posisi bangkrut.
2. Financial Distress Kategori B (Tinggi dan dianggap berbahaya)
Pada kategori ini perusahaan harus memikirkan berbagai solusi
realistis dalam menyelamatkan berbagai aset yang dimiliki.
3. Financial Distress Kategori C (Sedang dan masih dianggap masih bisa
menyelamatkan diri)
Pada kategori ini perusahaan sudah harus melakukan perombakan
berbagai kebijakan dan konsep manajemen yang diterapkan sebelumnya.
3. Financial Distress Kategori D (Rendah)
Pada kategori ini, perusahaan dianggap hanya mengalami fluktuasi
finansial temporer yang disebabkan oleh berbagai kondisi eksternal dan
internal.
Penyebab Financial Distress
1. Struktur permodalan yang kurang
2. Menggunakan peralatan dan metode bisnis yang
ketinggalan jaman
3. Ketiadaan perencanaan bisnis
4. Kualifikasi pribadi
Cara Memprediksi Financial Distress
1. Menggunakan Formula Z-Score

Formula Z-Score untuk memprediksi kebangkrutan dari Altman


merupakan sebuah multivariate formula yang digunakan untuk
mengukur kesehatan finansial dari sebuah perusahaan. Altman
mempergunakan lima jenis rasio, yaitu

1. Working Capital to Total Assets

2. Retained Earning to Total Assets

3. Earning Before Interest and Taxes to Total Assets

4. Market Value of Equity to Book Value of Total Debt dan Sales to


Total Assets.
Persamaan Altman Z-Score untuk perusahaan industri yang telah

go public dapat dirumuskan sebagai berikut:

Z = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5

Keterangan :

X1 = Modal kerja dibagi total aset

X2 = Laba ditahan dibagi total aset

X3 = Laba sebelum pajak dan Bunga dibagi total aset

X4 = Nilai pasar modal dibagi dengan nilai buku hutang

X5 = Penjualan dibagi total aset


Asumsi persamaan Z-Score :

a. Z-Score > 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat


sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.

b. 1,81 < Z-Score < 2,99 berada di daerah abu-abu sehingga


dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan
keuangan, namun kemungknan bangkrut sama besarnya
tergantung dari keputusan kebijaksanaan manajemen
perusahaan sebagai pengambil keputusan.

c. Z-Score < 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memilki


kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi
sehingga kemungkinan bangkrutnya sangat besar.
2. Menggunakan Analisa Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan merupakan suatu alat yang
digunakan menganalisa serta mengetahui kondisi perkembangan
keuangan perusahaan terutama bagi pihak manajemen.

Jenis-jenis Rasio Keuangan yaitu :

1. Rasio Likuiditas

2. Rasio Solvabilitas

3. Rasio Aktivitas

4. Rasio Profitabilitas

5. Rasio Pasar
PENGERTIAN REORGANISASI
Reorganisasi pada umumnya adalah pengaturan
atau perbaikan mengenai susunan kapital suatu
perseroan, biasanya yang meliputi penarikan kembali
semua efek yang belum diselesaikan, dan
penggantiannya dengan efek yang baru.
LANGKAH – LANGKAH REORGANISASI
1. Menentukan Nilai Perusahaan
Penilaian yang sering digunakan, dan yang
termasuk sederhana, adalah menghitung nilai
perusahaan berdasarkan tingkat kapitalisasi.
2. Menentukan Struktur Modal Yang Baru
Struktur modal tersebut bertujuan mengurangi
beban tetap (bunga) agar perusahaan bisa beroperasi
dengan lebih fleksibel.
JENIS – JENIS REORGANISASI
PERUSAHAAN
1. Reorganisasi Portofolio / Asset
Reorganisasi portofolio merupakan kegiatan penyusunan
portofolio perusahaan supaya kinerja perusahaan menjadi
semakin baik.
2. Reorganisasi Modal atau Keuangan
Reorganisasi modal atau keuangan adalah penyusunan
ulang komposisi modal perusahaan supaya kinerja keuangan
menjadi lebih sehat.
3. Reorganisasi Manajemen / Organisasi
Reorganisasi manajemen dan organisasi merupakan
penyusunan ulang komposisi manajemen, struktur organisasi,
pembagian kerja, sistem operasional, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan masalah managerial dan organisasi.
Cara Melakukan Reorganisasi Perusahaan

1. Melakukan penghematan biaya.


2. Menjual aktiva-aktiva yang tidak
diperlukan.
3. Divisi (unit bisnis) yang tidak menguntungkan
dihilangkan atau digabung
4. Menunda rencana ekspansi sampai situasi dinilai
telah menguntungkan.
Interpretasi:
1. Pada rasio X1 (Working Capital to Total Asset), PT. Holcim Indonesia memperoleh
nilai rasio X1 terendah bahkan bernilai negatif. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
rasio likuiditas yang dimiliki PT. Holcim Indonesia sangat rendah bila dibandingkan
dengan rasio X1 pada PT. Indocement Tunggal Prakarsa dan PT. Semen Indonesia.
2. Rasio X2 (Retained Earning to Total Asset) yang diperoleh PT. Holcim Indonesia
terlihat paling rendah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan total aktiva
yang dimiliki PT. Holcim Indonesia dalam menghasilkan laba ditahan masih rendah
bila dibandingkan kedua perusahaan semen lainnya.
3. PT. Holcim Indonesia memiliki rasio X3 (EBIT to Total Asset) yang sangat rendah.
Rendahnya rata-rata nilai rasio tersebut mengindikasikan bahwa rasio profitabilitas
dari total aktiva dalam menghasilkan laba bersih sebelum bunga dan pajak sangat
rendah bila dibandingkan dengan PT. Indocement Tunggal Prakarsa dan PT. Semen
Indonesia.
4. Dalam pengelolaan hutang, total aktiva yang dimiliki PT. Holcim Indonesia lebih
banyak diperoleh dari hutang. Hal ini mengartikan bahwa PT. Holcim Indonesia
cendrung bergantung pada hutang daripada modal sendiri, hal tersebut terlihat dari
rendahnya rata-rata nilai rasio X4 (Book Value of Equity to Total Liabilities) yang
diperoleh PT. Holcim Indonesia bila dibandingkan dari kedua perusahaan semen
lainnya.
5. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT. Semen Indonesia Tbk
(SMGR) secara konsisten masuk dalam kategori perusahaan yang sehat dan kecil
kemungkinan mengalami kebangkrutan pada tahun 2011-2015 karena kedua
perusahaan semen tersebut memiliki nilai Z lebih dari 2,6 (Z>2,6).
6. PT. Holcim Indonesia Tbk dengan kode SMCB masuk dalam kategori non-distress
area pada tahun 2011-2012 karena nilai Z pada tahun tersebut lebih dari 2,6
(Z>2,6).
7. PT. Holcim Indonesia masuk dalam kategori grey area pada tahun 2013 karena nilai
Z kurang dari 2,6 namun lebih atau sama dengan 1,1 pada tahun 2013 (1,1>Z<2,6)
dan masuk dalam kategori distress area pada tahun 2014-2015 karena nilai Z
kurang dari 1,1 (Z<1,1). Pada kondisi ini, perusahaan berpotensi mengalami
kebangkrutan dan harus segera melakukan berbagai upaya penanganan tanda awal
kebangkrutan melalui manajemen yang tepat.
KESIMPULAN DAN
Kesimpulan
SARAN
1. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT. Semen Indonesia
Tbk
(SMGR) secara konsisten masuk dalam kategori perusahaan yang sehat
dan kecil
kemungkinan mengalami kebangkrutan pada tahun 2011-2015.
Sedangkan PT.
Holcim Indonesia Tbk dengan kode SMCB masuk dalam kategori non-
distress area
pada tahun 2011-2012.
2. PT. Holcim Indonesia masuk dalam kategori grey area pada tahun 2013
dan masuk
dalam kategori distress area pada tahun 2014-2015. Pada kondisi ini,
perusahaan
berpotensi mengalami kebangkrutan dan harus segera melakukan
berbagai upaya
penanganan tanda awal kebangkrutan melalui manajemen yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai