Anda di halaman 1dari 12

MAZHAB

DALAM
FILSAFAT
UUD WAHYUDIN
FIKOM UNPAD
APA YANG
DIMAKSUD
DENGAN
MAZHAB?
Mazhab adalah aliran pemikiran dari golongan pemikir yang sepaham
dalam teori, ajaran bidang ilmu, cabang kesenian dsb. dan berusaha
untuk memajukan bidang tersebut.

Sehingga dapat dikatakan bahwa mazhab filsafat adalah aliran


pemikiran dari golongan pemikir terhadap ilmu filsafat.
Rasionalisme muncul abad 17
Empirisme muncul abad 17
Idealisme muncul abad 18
Positivisme muncul abad 19
Pragmatisme muncul abad 20
Fenomenologi muncul abad 20
Eksistensialisme muncul abad 20

JENIS MAZHAB FILSAFAT


RASIONALISME
Tokoh Rene Descrates (1596-1650)
Cogito Ergo Sum, aku berpikir maka aku
ada.

• Manusia memiliki kebebasan dalam


berkehendak oleh karena itu
manusia dapat merealisasikan
kebebasannya tersebut dan
kebebasanlah yang merupakan ciri
khas kesadaran manusia yang
berpikir.
• Menggunakan pola penalaran
deduktif dengan mengambil
kesimpulan dari suatu yang umum
untuk diterapkan kepada hal-hal yang
khusus.
EMPIRISME
Tokoh John Locke (1632-1704)
Bertentangan dengan Rasionalisme

• Pengetahuan didapat dari


pengalaman. Orang lahir sebagi
kertas putih. Setiap pengalaman
memberi coretan pada kertas itu.
• Metode yang dipakai adalah metode
Induktif, penalaran yang mengambil
kesimpulan dari suatu kebenaran
bersifat khusus untuk diterapkan
kepada hal hal berisfat umum.
Contoh : saya jatuh, merasa sakit.
Semua orang yang jatuh merasa
sakit.
IDEALISME
Tokoh Gottfried Wilhelm Leibniz (1646 – 1716)
Berusaha menjembatani pertentangan
antara rasionalisme dan empirisme.

• Mendasarkan filsafatnya atas


pengertian substansi, yaitu sesuatu
yang tanpanya sesuatu yang lain
tidak akan ada.
• Menurut Leibniz, ada banyak sekali
substansi, begitu banyaknya
sehingga tidak terhitung jumlahnya.
Tiap substansi disebut monade,
yang bersifat tunggal dan tidak
dapat dibagi–bagi. Monade tidak
dapat dihasilkan secara alamiah dan
tidak data dibinakan
Tokoh Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Semuanya yang real bersifat rasional
dan semuanya yang rasional bersifat
real.
• menggunakan metode dialektik,
yakni mengusahakan kompromi
antara beberapa pendapat atau
keadaan yang beralawanan satu
sama lain.
• Proses dialektik terdiri atas tiga fase,
fase pertama disebut tesa, yang
dilawan dengan fase kedua yang
disebut antitesa, fase ketiga yang
disebut sintesa yang memdamaikan
keduanya.
POTIVISME
Tokoh August Comte (1798 – 1857)
Berbeda dengan empirisme,
positivisme membatasi pada
pengalaman objektif yang tampak.

• Pemikiran filsafat berpangkal dari


apa yang telah diketahui, yang
faktual, yang positif, sehingga
sesuatu yang sifatnya metafisik
ditolak.
• Pengetahuan kita tidak boleh
melewati fakta – fakta, dengan
demikian ilmu pengetahuan empiris
diangkat menjadi contoh istimewa
dalam bidang pengetahuan
PRAGMATISME
Tokoh John Dewey (1859 – 1952)
Filsafat harus berpijak pada pengalaman
yang diolah secafa aktif kritis dan
memberikan pengarahan bagi perbuatan
manusia dalam kehidupan nyata.

• Pedoman pragmatism adalah logika


pengamatan.
• Pengetahuan yang berasal dari
pengalaman, rasio, pengamatan,
kesadaran lahiriah maupun batiniah,
bahkan yang bersifat abstrak atau mistis
pun akan diterima menjadi sebuah
kebenaran apabila membawa manfaat
praktis.
FENOMENOLOGI
Tokoh Edmund Husserl (1859-1938)
Fenomena tidak harus diamati dengan
indera, sebab fenomena juga dapat
dilihat atau ditilik secara rohani, tanpa
melewati indera.

• Fenomenologi adalah suatu aliran


yang membicarakan fenomena, atau
segala sesuatu yang menampkkan
diri.
• Husserl menegaskan hukum-hukum
logika yang memberi kepastian
sebagai hasil pengalaman bersifat a
priori dan bukan bersifat a posteriori.
EKSISTENSIALISME
Tokoh Jean Paul Sartre (1905-1980)
Filsafat eksistensialisme artinya cara
manusia berada di dalam dunia.

Sartre membagi ada atau berada (L etre)


menjadi dua macam, yaitu:
• L etre – en - soi (berada-dalam-diri),
berada dalam dirinya, berada itu sendiri.
Filsafat berpangkal dari realitas yang
ada, sebab realitas yang ada itulah yang
kita hadapi, kita tangkap dan kita
mengerti.
• L etre – pour - soi (ber-ada-untuk-diri)
berada yang dengan sadar akan dirinya,
yaitu cara berada manusia. Kesadaran
manusia bukanlah kesadaran akan
dirinya, melainkan kesadaran diri.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai