Anda di halaman 1dari 15

Penyakit Ketinggian

(altitude sickness)
Troposfer
•Lapisan terbawah dari atmosfer dan paling dekat dengan permukaan
bumi
•Ketinggian sekitar 0 – 12 km di atas permukaan bumi -> khatulistiwa:
kurang dari 16 km (800C); daerah sedang: sekitar 11 km (540C);
daerah kutub: sekitar 8 km (460C)
•Terjadi peristiwa cuaca dan iklim -> perubahan suhu, angin, tekanan
udara, dan kelembaban udara
•Untuk perubahan suhu -> setiap naik 100 m dari permukaan bumi,
suhu udara turun ± 0,60C
•80% dari seluruh gas penyusun atmosfer berada di lapisan atmosfer
ini
•Lapisan troposfer terdiri atas:
1. Lapisan planetair: 0 – 1 km
2. Lapisan konveksi: 1 – 8 km
3. Lapisan tropopause: 8 – 12 km -> pembatas antara troposfer
dengan stratosfer; kegiatan udara secara vertikal terhenti
Pesawat komersial mempunyai kabin bertekanan (cabin pressure) yang biasanya telah
disesuaikan dengan tekanan barometric pada ketinggian 1500 sampai 2500 meter
(5000- 8000) dari permukaan laut.

Tetapi tekanan kabin pesawat ini bervariasi sesuai dengan tipe pesawat, kondisi cuaca
dan adanya gangguan di dalam perjalanan udara.

Munculnya gangguan di dalam perjalanan udara, secara umum disebabkan oleh


perubahan tekanan, suhu dan kelembaban atmosfir akibat ketinggian.

Dimana tekanan udara yang normal sebesar 760 mmHg pada permukaan laut akan
menurun menjadi 180 mmHg hingga 120 mmHg, dan penurunan tekanan udara ini
akan menurunkan juga tekanan parsial oksigen sekitar 20% dari seluruh tekanan udara.

Selain itu, penurunan tekanan udara juga mengakibatkan penurunan suhu udara 2°
Celcius untuk setiap kenaikan 1000 kaki, hingga mencapai ketinggian dengan suhu
konstan yaitu pada suhu -55° Celcius.

Ketinggian juga mengakibatkan semakin keringnya udara sekitar. Kondisi inilah yang
akhirnya akan memberikan dampak negatif dan gangguan bagi fungsi fisiologis tubuh
Mendaki gunung Semeru, Rinjani,
Kerinci, apalagi Everest,
merupakan impian setiap orang
yang senang naik gunung.
Namun, di balik perasaan senang
naik gunung, ada penyakit yang
patut diwaspadai.
Para pendaki yang suka naik gunung
kemungkinan terserang penyakit ketinggian
atau altitude sickness. 

Altitude sickness adalah kondisi umum yang


dapat terjadi ketika seseorang naik ke
dataran tinggi terlalu cepat.

Kondisi ini seringkali menyerang pendaki


yang berada di ketinggian lebih dari 2000
meter di atas permukaan laut.
Altitude sickness adalah kondisi dimana
tubuh pendaki kekurangan oksigen dan
menerima tekanan udara yang hebat saat
berada di ketinggian.
Sama seperti hipotermia, altitude
sickness dapat membuat seseorang
meninggal dunia.

"Altitude sickness membuat gelembung


paru-paru (alveolus) bocor. Hingga
menyebabkan akumulasi cairan pada otak
dan paru-paru (pulmonary edema dan
cerebral edema), ringkasnya paru-paru
dan otak terisi air dari bocornya
gelembung paru-paru tersebut,"

"Kalau airnya sudah sampai otak, 40


persen maka akan meninggal.

Kalau airnya di paru-paru, 25 persen maka


Apa itu Penyakit Ketinggian?
Penyakit ketinggian bisa disebabkan oleh udara dingin,
kelembaban udara yang rendah, peningkatan radiasi
ultraviolet, dan penurunan tekanan udara.

Jumlah oksigen akan menipis di dataran tinggi. Akibatnya


tubuh harus bernapas lebih cepat untuk mendapatkan lebih
banyak oksigen.
Penyakit ketinggian umumnya
ditandai dengan beberapa gejala,
antara lain
.sakit kepala,
.pusing,
.tidak nafsu makan,
.sakit perut,
.mual,
.merasa lemas dan lelah.

Jika Anda hendak naik gunung,


sebaiknya ketahui bagaimana cara
mengatasi penyakit ketinggian ini.
Di antara berbagai gejala yang muncul pada penyakit ketinggian, fenomena
ini biasanya dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu:

Acute Mountain Sickness (AMS)


Gejala AMS meliputi adanya mual dan muntah, dikombinasikan dengan sakit
kepala yang kuat dan kehilangan nafsu makan. Kebanyakan orang mengeluh
kelelahan akibat kondisi ini. AMS adalah tipe yang paling umum dialami saat
seseorang berada di tempat tinggi.

High Altitude Cerebral Edema (HACE)


Gejala HACE meliputi semua gejala AMS, bersamaan dengan kelemahan
beberapa bagian tubuh. Kaki tidak mampu berjalan, lesu, dan mengalami
kebingungan terhadap kondisi yang dihadapi. Jika HACE tidak segera
ditangani, akibatnya bisa fatal.

Hight Altitude Pulmonary Edema (HAPE)


Hampir menyerupai HACE, kondisi HAPE meliputi semua gejala dua tipe di
atas. Tetapi gejalanya lebih banyak menyerang ketidakmampuan bernapas.
Penderitanya bisa mengalami sesak napas, batuk dan badan lemas yang
ekstrem. Kondisi ini juga bisa menjadi fatal jika tidak segera ditangani. 
Cara Mengatasi Penyakit Ketinggian
Jika Anda mengalami atau menemukan seseorang yang
mengalami penyakit ketinggian, Anda bisa melakukan
beberapa cara berikut ini:

•Istirahat
Jika merasakan tanda-tanda penyakit ketinggian, usahakan
untuk beristirahat secepatnya. Jika kondisi badan Anda
sudah lebih baik, disarankan untuk turun setidaknya 300 -
600 meter dari tempat Anda berada. Jangan naik lagi
hingga gejala penyakit hilang sepenuhnya. Jika gejala yang
dialami semakin parah, usahakan untuk turun ke
ketinggian serendah mungkin dan segera cari pertolongan
medis.
•Terapi oksigen
Memberikan oksigen murni dapat membantu masalah pernapasan
parah akibat penyakit ketinggian pada pendaki. Setidaknya,
pernapasan akan membaik untuk sementara. Namun, efek terapi
oksigen kurang efektif jika dibandingkan turun ke ketinggian yang
lebih rendah. Penderita penyakit ketinggian dengan gejala yang
parah atau buruk harus turun gunung, bahkan sesudah mendapat
perawatan oksigen.

•Obat-obatan
Obat penghilang rasa sakit dapat digunakan untuk mengobati
sakit kepala ringan yang disebabkan oleh penyakit ketinggian,
contohnya paracetamol. Jika mengalami mual atau muntah, obat
antiemetik seperti prometazin dapat digunakan untuk meredakan
mual pada altitude sickness. Jika susah bernapas, inhaler yang
disertai obat tekanan darah tinggi, diduga mampu mengurangi
tekanan pada arteri di paru-paru.
Tindakan lain
Jika gejala penyakit ketinggian yang dialami ringan,
jangan mendaki lebih tinggi, setidaknya untuk 24 -
48 jam ke depan.

Selain itu, disarankan untuk minum banyak cairan


(non-alkohol), tidak berolahraga, tidak merokok, dan
Anda harus beristirahat hingga merasa jauh lebih
baik.
Pastikan untuk selalu memberitahukan kondisi apa pun yang
Anda rasakan kepada teman-teman yang naik gunung bersama
Anda, baik itu ringan atau berat.

Hal ini akan membantu Anda dan mereka menjadi lebih


waspada terhadap munculnya gejala-gejala penyakit ini.

Selain itu, sebelum naik gunung disarankan untuk mempelajari


dan memahami tentang penyakit ketinggian, gejalanya, dan
bagaimana mengatasinya.

Anda mungkin juga menyukai