( ADR’s )
Pendahuluan
Pada awal 1900, Paul Ehrlich
menggambarkan bahwa obat yang ideal
adalah sebagai “magic bullet”.
Setiap obat dapat bekerja pada tepat pada
sasaran, tidak merusak jaringan sehat.
Saat ini sudah mulai banyak ditemukan obat
yang disebut “targeted therapy”
Tetapi sebagian besar masih bersifat sistemik
dan multi target.
Pendahuluan
Sebagian besar obat mempunyai beberapa efek, tetapi
biasanya hanya satu efek yang bersifat sebagai
“therapeutic effect” yang dipergunakan sebagai
pengobatan penyakit.
Efek lain yang timbul selain “therapeutic effect” dapat
bersifat merugikan dapat pula tidak “side effect”
Ketika pasien membeli obat untuk membantu masalah
kesulitan tidur, drowsiness merupakan efek
therapeutic dari antihistamin, tetapi jika pasien
membeli obat allergy yang mengandung antihistamin
maka drowsiness merupakan efek samping.
Definisi
WHO mendefinisikan Adverse drug reaction is
“a response to a drug that is noxious and
unintended and occurs at doses normally used in
man for the prophylaxis, diagnosis or therapy of
disease, or for modification of physiological
function”
Noxious : injurious, hurtful, harmful.
Definisi ini tidak termasuk ADR yang ditimbulkan
karena kesalahan penggunaan obat ( medication
error )
ADR, Toxic effec, side effect ?
Toxic effect : kejadian yang timbul sebagai
suatu yang berbeda dari efek terapeutic
yang diharapkan yang tidak timbul pada
dosis normal.
Side effect : Kejadian yang timbul terkait
dengan efek farmakologi sesuatu senyawa
obat.
Sebagian besar efek samping bersifat lemah, dan
dapat segera hilang jika obat dihentikan atau dosis
diubah.
Tetapi ada beberapa yang menyebabkan kerusakan
jaringan yang bersifat permanen, bersifat serius,
hilangnya lama dan bahkan menyebabkan kematian.
Gangguan pencernaan merupakan ADR yang paling
sering terjadi mengingat sebagian besar penggunaan
obat secara po.
Pada geriatri jaringan otak paling sering terkena
drowsiness & confusion.
Penggolongan ADR
Berdasar Penyebabnya :
Type A : Augmented Pharmacologic effect dose
related & predictable
Type B : Bizarre ( idiosyncratic ) non dose
related & unpredictable.
Type C : Chronic effects
Type D : Delayed effects
Type E : End of treatment effect
Failure therapy
Berdasarkan tingkat keparahan :
Menyebabkan kematian
Mengancam jiwa
Hospitalization
Kecacatan yang bersifat persistent
Membutuhkan intervensi untuk mencegah
kerusakan jaringan yang permanen.
Berdasarkan lokasi kejadian :
Bersifat lokal jika kejadian efek samping
tersebut terbatas pada lokasi tertentu.
Sistemik meskipun obat dipakai secara
lokal, kemungkinan dapat menyebabkan efek
sistemik.
Berdasarkan mekanismenya :
Faktor Genetik : metabolisme yang abnormal pada
fase I dan fase II disebabkan karena faktor genetik
Farmakogenomik
Comorbid disease ( penyakit penyerta ) : biasanya
berupa penurunan fungsi ginjal dan hepar,
menyebabkan perubahan metabolisme.
Interaksi dengan obat lain ( drugs interaction ) :
biasanya pada penggunaan obat bersama-sama
(polypharmacy). Interaksi dapat terjadi berupa
interaksi obat-obat ataupun obat-makanan.
Potensial interaksi obat dapat terjadi jika pasien
menggunakna obat-obat OTC, termasuk
diantaranya adalah herbal medicine dan
supplements.
Interaksi dapat bersifat agonis dan antagonis.
Interaksi obat – obat dapat mempengaruhi
enzym cytochrome P450 enzym inducer atau
enzym inhibitor.
Menyebabkan kadar obat dalam darah atau
sehingga berakibat obat kurang efektif atau
sebaliknya obat menjadi toksik
Case causality
assessment
How close is the relationship between
drug and event?
Did the drug cause the event?
Assessing the strength of the relationship
between the drug and the event.
Can seldom say without any doubt that a
specific drug caused a specific reaction
Use the accumulation of case reports at
national level is immensely valuable
providing the means for determining real
cause and effect.
Use epidemiological studies to confirm
causality
The literature (9 points of consideration –
Morges, Switzerland , 1981)
The score :-
C1 – Certain
C2 – Probable
C3 – Possible
C4 – Unlikely
C5 – Unclassifiable
WHO Causality Categories
C1: Plausible time, not related to
underlying condition, concurrent
disease, other drugs or chemicals,
related pharmacologically, +ve
dechallenge, +ve rechallenge
C2: Reasonable time, unlikely to be
related to concurrent disease, other
drugs,+ve dechallenge, no
rechallenge
CAUSALITY ASSESSMENT
C3: Reasonable time, may be due to
concurrent disease, other drugs, no
information on dechallenge
C4: Improbable temporal relationship,
other confounding factors such as
drugs, chemicals, underlying disease
C5: Insufficient information to analyse
the report
Definitions
Dechallenge – withdrawing the drug(s)
and recording the outcome – improved or
not improved
Rechallenge – giving one drug again
under the same conditions as before and
recording the outcome – recurrence or no
recurrence.
Management ADR’s
ADR’s yang bersifat cepat dan dengan keparahan tinggi
harus segera diberi tindakan, misalnya : anaphylactic
shock
Segera hentikan semua obat yang utama digunakan
Lakukan clinical benefit-risk judgment
Jika reaksi sebagai akibat dari dosis lakukan
penyesuaian dosis.
Jika dengan menghentikan obat-obatan ADR’s tetap ada,
maka perlu diberikan terapi untuk mengatasi ADR’s.
Misal : Mual/muntah yang hebat karena penggunaan
obat anti kanker berikan obat anti mual.
Pantau kondisi pasien sampai keadaan pulih kembali.
Pelaporan ADR’s
Pelaporan ADR’s sangat penting terutama untuk
memperkirakan kemungkinan yang terjadi pada
pasien yang lain.
WHO mempunyai worldwide database di analysis
secara global oleh : WHO collaborating Centre for
International Drug Monitoring ( The Uppsala
Monitoring Center )
European Pharmacovigilance Research Group
mengkoordinasikan drug safety exercise untuk
negara-negara eropa.
Indonesia mempunyai MESO pelaporan kejadian
ESO ke BPOM yang dilakukan secara sukarela.
Pasien Yang Potensial ADR’s
Pediatric
Elderly
Hepatic failure
Renal Failure
Polypharmacy
Golongan Obat Yang Potensial
menimbulkan ADR’s
Aminoglikosida
Amfotericin
Sitostatika
Kortikosteroid
Digoxin
Heparin
Warfarin
Lidocain
Phenytoin
Theophilin
Thrombolitic agent
EVALUASI ADR’s
Setiap kejadian ADR’s harus didokumentasikan
Hasil dokumentasi dilakukan review
Farmasis dapat mencegah ADR’s dengan cara
skrining pasien meliputi : aleri obat, interaksi
obat, dosis yang benar, duplikasi pengobatan,
dan kontraindikasi
Institusi dapat menggunakan data review ADR’s
untuk menetapkan program DUE.
Sebagai bahan untuk pasien konseling
INTERAKSI OBAT
OBAT VS OBAT
OBAT VS MAKANAN
OBAT VS UJI LAB
OBAT VS PENYAKIT
MEKANISME
INTERAKSI FARMASETIK /
INKOMPATIBILITAS
INTERAKSI FARMAKOKINETIK
INTERAKSI FARMAKODINAMIK
INTERAKSI FARMASETIK
ABSORPSI
DISTRIBUSI
METABOLISME
EKSKRESI
ABSORPSI
Interaksi langsung
Mengubah pH di saluran cerna
mengubah bioavailabilitas
DISTRIBUSI
Interaksi ikatan obat-protein
Bermasalah jika:
- terikat kuat (> 90 %), VD <<<
- indeks terapi sempit
- toksisitas terjadi sebelum eliminasi
- eliminasi sudah jenuh
- Hipoalbuminemia
METABOLISME
Meningkatkan kecepatan metabolisme
enzyme inducers, e.g : Alcohol, Barbiturate,
Phenobarbital, tobacco smoke, Rifampin
Menurunkan kecepatan metabolisme
enzyme inhibitors, e.g : Amiodarone,
Chloramphenicol, Cimetidine, Erythromycin
EKSKRESI
Sirkulasi Enterohepatik
Reabsorpsi di tubular ginjal
Mengubah pH urin
INTERAKSI FARMAKODINAMIK
ANTAGONIS
KEMAKNAAN KLINIK
Jika :
toksisitas
efikasi
MISPERSEPSI
tentang INTERAKSI OBAT
Interaksi tidak dapat dicegah
Sedikit yang bermakna secara klinik
Terjadi pada setiap pasien
Terjadi dalam waktu yang singkat
Jika terjadi, maka ganti dengan obat lain
Tidak perlu tahu mekanisme
Selalu perlu penyesuaian dosis
KEPUSTAKAAN tentang
INTERAKSI OBAT
Tidak cukup waktu untuk mendeteksi interaksi
obat yang tertunda
Ekstrapolasi yang salah terhadap obat dalam
satu golongan
Ekstrapolasi yang salah terhadap obat dosis
tunggal dan dosis ganda
Ekstrapolasi yang salah antara orang sehat dan
pasien
Mengabaikan efek dosis
SUMBER INFORMASI
Buku teks
Farmakologi
Stockley, Hansten, Drug Interaction
Facts
Electronik (CD)
Drug Interaction Facts
Medical Letter
Penelusuran kepustakaan
Medline