Anda di halaman 1dari 34

SGD 2 – MODUL THT

Skenario 4 – LEHER BENGKAK


SKENARIO 4 – LEHER BENGKAK
Seorang pasien laki-laki, suku Batak, usia 50 tahun datang ke puskesmas
dengan keluhan benjolan pada leher kiri. Pada anamnesis didapati pasien juga
sering mengeluhkan sakit kepala, hidung berdarah, hidung tersumbat, telinga
tersumbat, telinga berdenging, penurunan pendengaran pada telinga kiri selama
6 bulan terakhir dan diplopia. Riwayat Penyakit sebelumnya sering Faringitis dan
Rhinitis disebabkan Virus. Dokter menyebutkan tentang keterlibatan Ebstein
barr virus terhadap pembentukan tumor yang dialaminya sekarang. Pasien
diketahui merokok kira-kira 1 bungkus/hari dan suka makan ikan asin. Pada
pemeriksaan Fisik, pada leher dijumpai massa kiri kira-kira berdiameter 6 cm,
konsistensi keras, batas tegas, nyeri tidak ada.
•More info :
Hasil Rhinoskopi posterior dijumpai massa pada nasofaring dengan diagnosa
histopatologi non keratinizing undifferentiated carcinoma nasopharyngeal.
Pasien ini berencana akan diberikan terapi kemoradiasi.
Terminologi
• Diplopia
• Gejala dimana pasien melihat dua tampilan dari satu objek.
• Ebstein barr virus
• Disebut juga virus herpes manusia 4 adalah virus dari famili
herpes, dan merupakan salah satu virus yang paling umum
pada manusia.
• Faringitis
• Suatu penyakit peradangan yang menyerang faring.
• Rhinitis
• Peradangan atau iritasi yang terjadi pada membran mukosa
didalam hidung.
• Kemoradiasi
• Kemoterapi dengan terapi radiasi. Kemoterapi (dikenal sebagai obat cytotoxic)
adalah nama yang diberikan untuk obat yang membunuh sel-sel kanker.
Terapi radiasi (juga dikenal sebagai radioterapi) adalah nama yang diberikan
untuk sinar x energi tinggi yang digunakan untuk membunuh sel sel kanker.
• Non keratinizing undifferentiated carcinoma nasopharyngeal
• Klasifikasi dari histopatologi karsinoma nasofaring
Identifikasi Masalah
• Pasien laki-laki, suku batak, usia 50 thn, datang dengan keluhan benjol
pada leher kiri.
• Anamesis : sakit kepala, hidung berdarah, hidung tersumbat, telinga
tersumbat, telinga berdenging, penurunan pendengaran pada telinga kiri
selama 6 bulan terakhir dan diplopia.
• Riwayat Penyakit : Faringitis dan Rhinitis disebabkan Virus.
• Pemeriksaan Fisik : Massa pada leher kiri kira-kira berdiameter 6 cm,
konsistensi keras, batas tegas, nyeri tidak ada.
• Hasil pemeriksaan Rhinoskopi posterior : Massa pada nasofaring dengan
diagnosa histopatologi non keratinizing undefferentiated carcinoma
nasopharyngeal
Analisa Masalah
1. Apa hubungan keluhan pasien dengan diplopia ?
2. Apa penyebab sakit kepala dan hidung berdarah ?
3. Bagaimana ebstein barr virus bisa membentuk tumor ?
5. Apakah ada hubungan merokok dan suka makan ikan asin dengan
pembentukan tumor yang dialami pasien ?
6. Kenapa dokter berencana memberikan terapi kemoradiasi ?
1. Apa hubungan keluhan pasien dengan diplopia ?
Jawab :
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak
melalui beberapa lobang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat
terjadi, Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak
ke III, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga terjadi diplopia.
2. Apa penyebab sakit kepala dan hidung berdarah ?
Jawab :
Sakit kepala disebabkan karena gangguan pada telinga sehingga
mengakibatkan gangguan keseimbangan sampai ke nervus ke delapan
hingga ke nukleus dan serabut-serabut saraf. Hidung berdarah
disebabkan karena adanya rhinitis dan diduga karena akibat dari massa
di nasofaring yang diduga sebagai tumor ganas.
4. Bagaimana ebstein barr virus bisa membentuk tumor?
Jawab :
Ebstein barr virus (EBV) mempunyai protein onkogenik yaitu mampu
mengubah sel normal menjadi sel ganas. Genom EBV akan berintegrasi
dengan genom sel pejamu, sehingga sel pejamu akan mengekspresikan
protein yang homolog dengan protein anti apoptosis dan menjadi
immortal dengan aktif berproliferasi tanpa terkendali.
• Apakah ada hubungan merokok dan suka makan ikan asin dengan
pembentukan tumor yang dialami pasien ?
Jawab :
Merokok merupakan faktor yang menyebabkan perubahan mukosa dan
merusak silia. Sedangkan Ikan Asin diketahui mengandung derivate
nitrosamin yang merupakan karsinogen ( zat pemicu kanker). Ini karena
dalam proses pengasinan dan penjemurannya, sinar matahari bereaksi
dengan nitrit pada daging ikan sehingga membentuk senyawa
nitrosamin yang memicu pertumbuhan sel kanker.
6. Kenapa dokter berencana memberikan terapi kemoradiasi ?
Jawab :
• Karena diduga os tersebut terkena tumor ganas, karena didapati Massa pada
leher kiri kira-kira berdiameter 6 cm, konsistensi keras, batas tegas, nyeri tidak
ada. Massa pada nasofaring dengan diagnosa histopatologi non keratinizing
undefferentiated carcinoma nasopharyngeal yang merupakan gambaran
histopatologi dari karsinoma nasofaring. Sehingga dilakukan kemoradiasi
untuk membunuh sel-sel kanker tersebut.
Mapping Concept

Anamesis : sakit kepala, hidung


berdarah, hidung tersumbat,
telinga tersumbat, telinga
Pasien laki-laki, suku batak, usia Keluhan : benjolan pada leher Riwayat Penyakit : Faringitis dan
berdenging, penurunan
50 thn. kiri. Rhinitis disebabkan Virus.
pendengaran pada telinga kiri
selama 6 bulan terakhir dan
diplopia

Hasil pemeriksaan Rhinoskopi


posterior : Massa pada Pemeriksaan Fisik : Massa pada
nasofaring dengan diagnosa leher kiri kira-kira berdiameter 6
DD : Karsinoma Nasofaring
histopatologi non keratinizing cm, konsistensi keras, batas
undefferentiated carcinoma tegas, nyeri tidak ada.
nasopharyngeal
Learning objective
Mahasiswa/i mampu memahami, menjelaskan :
• Definisi, etiologi, manifestasi, diagnosis, histopatologi, stadium,
penatalaksanaan dari Karsinoma Nasofaring
• sifat-sifat virulogi epstein barr virus (EBV)
Karsinoma Nasofaring
• Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di indonesia.

• Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,
kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%),
dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring, dalam presentase rendah.

• Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena
nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar
tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah didaerah tengkorak dan ke
lateral maupun ke posterior leher.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:158
Etiologi
• Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma
nasofaring adalah Virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien
nasofaring didapatkan titer anti-virus EB yang cukup tinggi.
• Banyak penyelidikan mengenai perangai dari virus ini dikemukakan,
tetapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain
yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti
letak geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan,
kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman.

Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit
FKUI. Jakarta. Hal:158-159
Gejala dan Tanda Karsinoma Nasofaring
Gejala klinis karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:
• Gejala nasofaring, gejala ini dapat berupa perdarahan melalui hidung yang ringan
hingga berat, atau sumbatan pada hidung.
• Gejala telinga, ini merupakan gejala dini yang timbul karena asal tumor dekat
sekali dengan muara tuba eustachius, sehingga pembesaran sedikit pada tumor
akan menyebabkan tersumbatnya saluran ini dan menimbulkan gejala pada
telinga seperti, telinga nyeri, telinga berdenging, dan rasa tidak nyaman.
• Gejala mata, pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan gangguan pada saraf-
saraf di otak, salah satunya adalah keluhan pada mata berupa pandangan ganda.
• Gejala di leher, gejala ini dapat dilihat pada beberapa stadium akhir kanker
nasofaring berupa pembesaran atau benjolan di leher.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:159
Diagnosis
Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor
primer yang tersembunyi tidak terlalu sulit ditemukan.
pemeriksaan serologi igA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B
menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring.
Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind
biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyelusuri
konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan
dilakukan biopsi.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:160
• Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton .
Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca atau memakai
nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, masa tumor akan
terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan
dengan analgesia topikal dengan Xylocain 10%.

• Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan
maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring
dalam narkosis.

Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala
dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:160
Histopatologi
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk
karsinoma pada nasopharynx  yaitu
• karsinoma sel skuomosa (berkeratinisasi)
• karsinoma tidak berkertinisasi dan
• karsinoma tidak berdiferensiasi.
Semua yang kita kenal selama ini dengan limfoepitelioma,
sel transisional, sel spindle, sel clear, anaplastik dan lain
lain dimasukkan dalam kelompok tidak berdiferensiasi.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:161
STADIUM
• Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union Internationale Contre
Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :
• T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.
• T0 : Tidak tampak tumor
• T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
• T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring
• T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring
• T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak

• N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional


• N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
• N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan
• N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat digerakkan
• N3 : Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral, yang sudah melekat pada jaringan
sekitar.

• M = Metastase, menggambarkan metastase jauh


• M0 : Tidak ada metastase jauh
• M1 : Terdapat metastase jauh.
Penatalaksanaan Karsinoma
Nasofaring :
Stadium 1 : Radioterapi
Stadium II dan III : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N< 6 cm : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N > 6 cm : Kemoterapi dosis penuh
dilanjut kan dengan kemoradiasi

Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:161
Terapi :
 Radioterapi merupakan pengobatan utama ditekankan
pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan
komputer.

Pengobatan tambahan yang diberikan berupa :


-diseksi leher -kemoterapi
-pemberian tetrasiklin -seroterapi
-interferon -vaksin dan anti virus

Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162
• Pemberian ajuvan kemoterapi cis-platinum , bleomycin ,
dan 5-fluorouracil sedang kembangkan.

• kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-patinum


meskipun efek samping yang cukup berat tetapi
memberikan kesembuhan yang baik.

• Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-


fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi
yang bersifat “radiosensitizer” memperlihat kan hasil
yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien
karsinoma nasofaring.

Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162
• Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap
benjolan dileher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu)

• Tumor induknya sudah hilang yang buktikan dengan pemeriksaan


radiologik dan pemeriksaan serologi serta tidak ditemukan adanya
metastasis jauh.

Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7.
Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162
1. Perawatan paliatif :

-Perhatian pertama diberikan kepada pasien yang diberikan radiasi.

-Pengobatan simtomatis untuk meningkat kulitas hidup pasien.

-Perawatan paliatif di indikasikan langsung terhadap pengurangan rasa


nyeri,mengontrol gejala dan untuk mengurangi nyeri akibat metastasis tulang.

-pasien akhirnya meninggal akibat keadaan umum yang buruk , perdarahan dari
hidung , dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat
alat vital akibat metastasis tumor.

Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162
2. Follow up :

- Tidak seperti keganasan kepala dan leher yang lainnya ,


karsinoma nasofaring mempunyai risiko terjadi rekurensi
(relaps-kambuh) dan follow up jangka panjang
diperlukan.

- Kekambuhan tersering terjadinya kurang dari 5 tahun.


5/15% kekambuhan seringkali terjadi antara 5-10 tahun.
Sehingga pasien karsinoma nasofaring perlu difollow up
setidaknya 10 tahun setelah terapi.

Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162
3. Pencegahan Karsinoma Nasofaring :
- pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal
didaerah dengan risiko tinggi.
- memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan resiko tinggi
ditempat lainnya,dan memperbaiki gaya hidup
- mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang
timbul dari bahan bahan yang berbahaya
- penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat
,meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai yang berkaitan
dengan kemungkinan faktor penyebab.
- melakukan tes serologik igA-Anti VCA dan igA anti EA secara massal
dimassa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan
karsinoma nasofaring secara lebih dini.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162-163
Sifat-sifat Virus Epstein-Barr
Virus Epstein-Barr adalah
• Herves virus umum yang merupakan virus penyebab infeksi
mononukleosis akut dan faktor pengembangan nasofaring, limfoma
burkitt, dan gangguan limfoproliferatif lain pada orang-orang dengan
defisiensi imun.
• Sifat-sifat virus EB berbeda dari semua herpesvirus masnusia
lainnya.Genom DNA nya mengandung kurang lebih 172 kbp dan
memiliki kandungan guanin-plus-sitosin sebesar 59%. EBV dikenal
sebagai human herpes 4 (HHV4) termasuk famili Herpesviridae. Sub
famili Gammaherpesvirus dan genus Lymphocryptovirus.

https://www.academia.edu/12945024/Deteksi_Virus_Epstein-Barr. Diakses : 9 Oktober 2018


Klasifikasi
Grup : Grup 1 (dsDNA)
Famili : Herpesviridae
Genus : Lymphocryptovirus
Spesies : Human herpes virus 4 (hhv-4)

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor


ganas yang berasal dari epitel nasofaring. Lesi awal
keganasannya terletak pada fossa Ressomuller. Tumor
ganas juga dapat dijumai pada didinding lateral di
depan tuba Eusthachius, di atap nasofaring.

https://www.academia.edu/12945024/Deteksi_Virus_Epstein-Barr. Diakses : 9 Oktober 2018


• Infeksi EBV adalah faktor utuma etiologi KNF. EBV mempunyai dua fase titik dan laten.
Pada fase laten daur infesksi EBV hanya sedikit gen laten yang diekspresikan, sehingga
jumlah kopi DNA virus dipertahankan dalam tingkat yang relative rendah dan tidak
diproduksi virion .
EBV mempunyai protein onkogenik yaitu mampu mengubah sel normal menjadi
sel ganas.Genom EBV akan berintegrasi dengan genom sel pejamu, sehingga sel
pejamu akan mengekspresikan protein yang homolog dengan protein anti apoptosis dan
menjadi immortal dengan aktif berproliferasi tanpa terkendali.

• Faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap perkembangan KNF pada daerah risiko
tinggi KNF adalah pola hidup pejamu. Paparan dalam jangka waktulama senyawa
karsinogen dalam makanan yang mengandung derivate nitrosamine dapat memicu
timbulnya KNF. Derivate nitrosamine itu banyak terkandung pada ikan asin dan
makanan ayang diawetkan. Indonesia sebagai negara endemik KNF, membuat faktor
genetik dan infeksi EBV berperan lebih dominan sebagai penyebab timbulnya KNF.

https://www.academia.edu/12945024/Deteksi_Virus_Epstein-Barr. Diakses : 9 Oktober 2018


REFERENSI
• Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 158-163.

• Dian Kusumawardani. Laporan Praktikum Virologi. Deteksi Virus Epstein Barr


https://www.academia.edu/12945024/Deteksi_Virus_Epstein-Barr. Diakses : 9
Oktober 2018
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai