• Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,
kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%),
dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring, dalam presentase rendah.
• Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena
nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar
tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah didaerah tengkorak dan ke
lateral maupun ke posterior leher.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:158
Etiologi
• Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma
nasofaring adalah Virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien
nasofaring didapatkan titer anti-virus EB yang cukup tinggi.
• Banyak penyelidikan mengenai perangai dari virus ini dikemukakan,
tetapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain
yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti
letak geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan,
kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit
FKUI. Jakarta. Hal:158-159
Gejala dan Tanda Karsinoma Nasofaring
Gejala klinis karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:
• Gejala nasofaring, gejala ini dapat berupa perdarahan melalui hidung yang ringan
hingga berat, atau sumbatan pada hidung.
• Gejala telinga, ini merupakan gejala dini yang timbul karena asal tumor dekat
sekali dengan muara tuba eustachius, sehingga pembesaran sedikit pada tumor
akan menyebabkan tersumbatnya saluran ini dan menimbulkan gejala pada
telinga seperti, telinga nyeri, telinga berdenging, dan rasa tidak nyaman.
• Gejala mata, pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan gangguan pada saraf-
saraf di otak, salah satunya adalah keluhan pada mata berupa pandangan ganda.
• Gejala di leher, gejala ini dapat dilihat pada beberapa stadium akhir kanker
nasofaring berupa pembesaran atau benjolan di leher.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:159
Diagnosis
Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor
primer yang tersembunyi tidak terlalu sulit ditemukan.
pemeriksaan serologi igA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B
menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring.
Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind
biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyelusuri
konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan
dilakukan biopsi.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:160
• Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton .
Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca atau memakai
nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, masa tumor akan
terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan
dengan analgesia topikal dengan Xylocain 10%.
• Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan
maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring
dalam narkosis.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala
dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:160
Histopatologi
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk
karsinoma pada nasopharynx yaitu
• karsinoma sel skuomosa (berkeratinisasi)
• karsinoma tidak berkertinisasi dan
• karsinoma tidak berdiferensiasi.
Semua yang kita kenal selama ini dengan limfoepitelioma,
sel transisional, sel spindle, sel clear, anaplastik dan lain
lain dimasukkan dalam kelompok tidak berdiferensiasi.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:161
STADIUM
• Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union Internationale Contre
Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :
• T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.
• T0 : Tidak tampak tumor
• T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
• T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring
• T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring
• T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:161
Terapi :
Radioterapi merupakan pengobatan utama ditekankan
pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan
komputer.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162
• Pemberian ajuvan kemoterapi cis-platinum , bleomycin ,
dan 5-fluorouracil sedang kembangkan.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162
• Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap
benjolan dileher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu)
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7.
Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162
1. Perawatan paliatif :
-pasien akhirnya meninggal akibat keadaan umum yang buruk , perdarahan dari
hidung , dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat
alat vital akibat metastasis tumor.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162
2. Follow up :
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162
3. Pencegahan Karsinoma Nasofaring :
- pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal
didaerah dengan risiko tinggi.
- memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan resiko tinggi
ditempat lainnya,dan memperbaiki gaya hidup
- mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang
timbul dari bahan bahan yang berbahaya
- penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat
,meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai yang berkaitan
dengan kemungkinan faktor penyebab.
- melakukan tes serologik igA-Anti VCA dan igA anti EA secara massal
dimassa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan
karsinoma nasofaring secara lebih dini.
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ke 7. Badan
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal:162-163
Sifat-sifat Virus Epstein-Barr
Virus Epstein-Barr adalah
• Herves virus umum yang merupakan virus penyebab infeksi
mononukleosis akut dan faktor pengembangan nasofaring, limfoma
burkitt, dan gangguan limfoproliferatif lain pada orang-orang dengan
defisiensi imun.
• Sifat-sifat virus EB berbeda dari semua herpesvirus masnusia
lainnya.Genom DNA nya mengandung kurang lebih 172 kbp dan
memiliki kandungan guanin-plus-sitosin sebesar 59%. EBV dikenal
sebagai human herpes 4 (HHV4) termasuk famili Herpesviridae. Sub
famili Gammaherpesvirus dan genus Lymphocryptovirus.
• Faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap perkembangan KNF pada daerah risiko
tinggi KNF adalah pola hidup pejamu. Paparan dalam jangka waktulama senyawa
karsinogen dalam makanan yang mengandung derivate nitrosamine dapat memicu
timbulnya KNF. Derivate nitrosamine itu banyak terkandung pada ikan asin dan
makanan ayang diawetkan. Indonesia sebagai negara endemik KNF, membuat faktor
genetik dan infeksi EBV berperan lebih dominan sebagai penyebab timbulnya KNF.