Anda di halaman 1dari 37

BATU SALURAN KEMIH

TERMINOLOGI

• Batu saluran kemih (BSK)


• Batu yang terbentuk di saluran kemih yang meliputi
• batu ginjal,
• ureter,
• buli, dan
• uretra.
STONES CLASSIFIED BY AETIOLOGY
NON INFECTION INFECTION GENETIC DRUG
CALCIUM OXALATE MAGNESIUM CYSTINE
AMMONIUM
PHOSPHATE

CALCIUM PHOSPHATE CARBONATE APATITE XANTHINE

URIC ACID AMMONOIUM URATE 2,8


DYHIDROXYADENINE
Classification of stones
Stone size Up to 5 mm 5-10 mm 10-20 mm > 20 mm

Stone Kidney
(calyx, pelvis)
Ureter (upper,
middle or distal)
Bladder - Urethra

location
Radio-opaque : Poor-radioopacity : Radioluscent :
X-ray Calcium Struvite Uric Acid
characteristics Apatite Ammonium Urate
Cystine Xanthine
2,8 dihydroxyadenine
Drug Stone
PREVALENSI DAN
EPIDEMIOLOGI
• Di Indonesia 
• kasus tersering di antara seluruh kasus urologi.
• angka prevalensi batu saluran kemih nasional belum
ada
• Di dunia berkisar antara 1-20%.
• Laki-laki banding perempuan yaitu 3:1
• Puncak insiden terjadi pada usia 40-50 tahun
FAKTOR RESIKO
UMUM PENYAKIT GENETIK ANATOMIS
USIA MUDA HYPERPARATIROID SISTINURIA OBSTRUKSI UPJ
KETURUNAN SINDROM METABOLIK HIPEROKSALORIA DIVERTIKULUM
KALIKS
BRUSHITE NEFROKALSINOSIS RTA TYPE I STRIKTUR URETRA
BATU INFEKSI GINJAL POLIKISTIK XANTINURIA REFLUKS VESIKO-
URETERO-RENAL
ASAM URAT PENYAKIT GI TRACT HORSHOE KIDNEY
GINJAL TUNGGAL KELAINAN MED SPIN URETEROCELE

REKURENSI /
KEKAMBUHAN
• HIGH RISK

LITHOGENESIS
PHYSICOCHEMISTRY AND
PATHOGENESIS
Pembentukan ( formasi ) BSK  proses yang complex dan berurutan terjadi pada saat flitrat glomeruli
melewati nephron.
Proses dimulai ketika urine mulai dalam kondisi supersaturasi terhadap bahan terlarut yang dapat
membentuk kristal atau nukleus ( ion, molecule )
Kristal / nucleus yang terbentuk akan keluar bersama urine, atau karena suatu sebab akan tertahan
dalam ginjal sehingga proses berlanjut menjadi bertambah besar

PROSES LITHOGENESIS
1. State of Saturation
2. Nucleation and Crystal Growth, Aggregation, and Retention
3. Inhibitors and Promoters of Crystal Formation
4. Matrix
CALCIUM AND URINARY
OXALATE VOLUME
URINARY
SATURATION
PROMOTORS: INHIBITORS:
High urinary excretion of High urinary excretion of ??
calcium oxalate and ?? potassium and magnesium

CRYSTAL NUCLEATION AND


GROWTH

AGGREGATION

STONE
STATE OF SATURATION
concentration product (CP),
• Contoh , CP untuk NaCL is, CP = [Na+][Cl−].
• thermodynamic solubility product (Ksp), adalah nilai CP pada keadaan dimana bahan terlarut /
komponen kristal berada pada keadaan seimbang
• Jika pada kondisi diatas ditambahkan NaCL maka terjadi kondisi supersaturasi – presipitasi
kristal, kecuali jika dilakukan intrvensi tertentu misalnya dengan merobah pH atau
temperature cairan.
• Nilai CP pada keadaan ini  formation product ( Kf )
• Dalam cairan H20 murni, larutan garam akan mengkristal jika Nilai Kf sudah terlewati,
kecuali jika terjadi perobahan suhu / pH,dll
• Fltrat glomeruli : jika komponen batu Calsium Oksalat mencapai nilai Ksp,
kristalisasi belum tentu terjadi karena ada unsur inhibitor dan molekul lain
• Kelarutan Ca-Oxalale di urine >4X pada air
• Faktor formasi batu ( supersaturasi ) Ca-Oxalate : volume urine dan citrate rendah ;
peningkatan konsentrasi Ca, Ox, phosphat, Uric Acid,
• Faktor inhibitor dan faktor lainnya akan meningkatkan nilai Kf 7-11 X
• Jika nilai Kf terlewati  KRISTALISASI
NUCLEATION AND CRYSTAL GROWTH,
AGGREGATION, AND RETENTION
• Nuclei  kristal yang sudah terbentuk dan tidak akan larut lagi
• Transit time filtrat glomeruli melewati nephron 5-7 menit
• Jika cukup enerji (supersaturation level) & nucleus cukup stabil, serta cukup waktu maka
nucleus akan tebentuk dan berada dalam nephron
• Inhibitors ( citrate ), destabilize nuclei,
• promoters stabilize nuclei : memunculkan “binding site” utk mengakomodir kristal lainnya
yang sudah terbentuk.
• Homogenous Nucleation : nukleasi yang tebentuk dalam larutan murni
• Dalam Urine, Nukeasi terbentuk melalui proses “heterogeneous nucleation” dengan cara
menempel pada permukaan cell epithelial, cell debris, atau kristal lainnya.
• Dalam Urine, Nukeasi terbentuk melalui proses “heterogeneous nucleation” dengan cara
menempel pada permukaan cell epithelial, cell debris, atau kristal lainnya.
• Kontroversi Formasi dan “growth” partikel kristal
• Free crystal particle growth versus fixed particle growth.
• Free crystal particle growth , awalnya ditentang karena pertimbangan transit time. Setelah
diteliti lagi ternyata supersaturasi, crystal growth, dapat terjadi dalam waktu transit time
yang normal.
• Salah satu teori untuk fixed praricle growth adalah : adanya oxalate-induced injury pada
renal tubular epithelial cells sehingga menyebaban kristal calcium oxalate dapat menempel
• Davalos and colleagues (2010) ; menggunakan kultur cell
• Kristal calcium oxalate monohydrate menginduksi oxidative stress
pada cell epitel tubulus dan memicu apoptosis.
• N-acetylcysteine, a potent antioxidant, efektif me netralkan
• Asselman and coworkers (2003) : menggunakan ethylene glycol utk
menginduksi to hyperoxaluria pada tikus
• calcium oxalate adherence occurred only to injured renal cells.
• Ditemukan markers of kidney injury and inflammation : hyaluronan,
osteopontin, and cell surface receptor CD44,
• Mekanisme pasti bagaimana Oxalate-menimbulkan kerusakan sel tubular masih belum
diketahui dengan pasti
• Randall (1937) ; menemukan area yang rusak pada subepithelial papilla renalis  Randall
Plaque
• (Khan, 1991) : kristal nempel dan merusak epitel tubule collecting duct
• In vitro studies confirmed increased binding of calcium oxalate crystals to injured renal
epithelial cells in culture (Verkoelen et al, 1998). Whether the renal tubular cells or the inter-
stitium constitutes the primary site of stone formation is unclear.
• Ada bukti bahwa terjadi endocytosis kristal calcium oxalate kedalam sel tubulus ginjal pada
penderita dengan gangguan metabolisme oxalate
Stoller and colleagues (2004) : hypotesis
• vascular injury to the vasa recta near the renal papilla.
• Proses penyembuhan dinding pembuluh darah mirip pada reaksi atherosclerotic 
kalsifikasi dinding endotel, yang kemudian erosi jaringan intersitiun papilla dan ke tubulus
collecting  berperan sebagai nidus / nucleus.
INHIBITORS & PROMOTERS OF
CRYSTAL GROWTH
• INHIBITOR : molekul yang meningkatkan level saturasi ( Kf )
• Inorganic pyrophosphate
• Citrate
• Magnesium
• Polyanion Macromolecule ( glycosaminoglican, acid mucopolysacharide )
• Glycoprotein urine ( nephroncalcin and Tamm-Horsfall glycoprotein )
• Osteopontine / Uropontine
• Urinary prothrombine fragmen 1 (F1)
• Bikunin
MATRIX
• BSK ta komponen crystalline and noncrystalline .
• Komponen non kristal ( 2,5 % )
• Pada keadaan tertentu komponen matrix dapat mencapai 65 % ( biasanya pada kasus UTI
khronis )
• Komponen matrix sulit diketahui ( of matrix is difficult to ascertain because only 25% of it is
soluble (ok hanya 25 % yg larut dalam air )
• Analisa kimia : 65% protein, 9% nonamino sugars, 5% glucosamine, 10% bound water, and
12% organic ash
• Protein terdiri atas : Tamm-Horsfall protein, nephrocalcin, a γ-carboxyglutamic acid–rich
protein, renal lithostathine, albumin, glycosaminoglycans, free carbohydrates, and a mucopro-
tein called matrix substance A
DIAGNOSIS

•ANAMNESA
•PEMERIKSAAN FISIK
•PENUNJANG
•LAB
•PENCITRAAN
ANAMNESA
• Bervariasi : tanpa keluhan, sakit pinggang ringan hingga berat (kolik), disuria, hematuria, retensi
urine, dan anuria.
• Dapat disertai penyult : demam dan tanda gagal ginjal.
• RPD yang berhubungan dengan BSK : obesitas, hiperparatiroid primer, malabsorbsi gastrointestinal,
penyakit usus atau pankreas.
• Riwayat : asupan kalsium, cairan yang sedikit, garam yang tinggi, buah dan sayur kurang, serta diet
tinggi purin yang berlebihan, jenis minuman yang dikonsumsi, jumlah dan jenis protein yang
dikonsumsi.
• Riwayat pengobatan dan suplemen seperti probenesid, inhibitor protease, inhibitor lipase,
kemoterapi, vitamin C, vitamin D, kalsium, dan inhibitor karbonik anhidrase.
• Apabila pasien mengalami demam atau ginjal tunggal dan diagnosisnya diragukan, maka perlu
segera dilakukan pencitraan
PEMERIKSAAN FISIK
• Temuan PF juga sangat bervariasi : tanpa kelainan  adanya tanda-tanda sakit berat, ( tergantung letak
batu dan penyulit /komplikasi).
• Pemeriksaan fisik yang dapat ditemu- kan antara lain :
• PF umum : HT, Demam, Anemia, Syok
• PF urologi
• Sudut kostovertebra
• Nyeri tekan, nyeri ketok, dan pembesaran ginjal
• Supra simfisis
• Nyeri tekan, teraba batu, buli kesan penuh
• Genitalia eksterna
• Teraba batu di uretra
• Colok dubur
• Teraba batu di buli-buli (palpasi bimanual)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Pemeriksaan darah Hb, HTC, WBC, trombosit, dan hitung jenis darah,
• apabila pasien akan direncanakan untuk diintervensi, perlu dilakukan pemeriksaan,
• ureum, kreatinin, uji koagulasi (activated partial thromboplastin time/aPTT, international normalised
ratio/INR), Na, dan K.
• Bila perlu periksa Ca dan C-reactive protein (CRP).
• Pemeriksaan urine rutin digunakan untuk melihat RBC, WBC, bakteriuria, nitrit, pH urine,
dan atau kultur urine.
• Pasien dengan risiko tinggi kambuh,  analisis spesifik lebih lanjut.
• Analisis komposisi batu dianjurkan menggunakan sinar X terdifraksi atau spektroskopi
inframerah.
• bila dicurigai hiperparatiroid primer  periksa kadar hormon PTH dan kadar vit D,
• Pencitraan awal  USG ( aman, mudah diulang, dan terjangkau ).
• USG juga dapat mengidentifikasi batu yang berada di kaliks, pelvis, dan UPJ.
• batu ureter : sensitivitas 45% dan spesifisitas 94%
• batu ginjal sensitivitas 45% dan spesifisitas 88% .
• FPA (KUB radiography).
• Pemeriksaan foto polos dapat membedakan batu radiolusen dan radioopak serta berguna
untuk membandingkan saat follow-up
• CT- Scan non kontras ( standar diagnostik pada nyeri pinggang akut ) dilakukan setelah
USG karena lebih akurat dibanding IVP
TERAPI
KOLIK
• tata laksana BSK bagian atas dapat berdasarkan komposisi batu, ukuran batu, dan gejala pasien.
• Pada kasus dengan kolik akut harus segera diberikan analgesic ( pilihan utam  NSAID / Paracetamol )
• natrium diklofenak 100-150 mg/hari selama 3-10 hari dapat membantu mengurangi inflamasi dan risiko
nyeri berulang.
• Diklofenak dapat memperburuk fungsi ginjal pada pasien yang sudah terganggu fungsi ginjalnya, namun
tidak berpengaruh pada pasien yang masih memiliki fungsi ginjal yang normal.
• Pemberian obat golongan α-blocker, juga dapat menurunkan episode nyeri, namun masih terdapat
kontroversi pada beberapa literatur.
• Pemberian obat simtomatik segera diikuti dengan terapi desobstruksi drainase dan atau terapi definitif
pada batu saluran kemih.
• Untuk pasien batu ureter simptomatik, pengangkatan batu segera merupakan tata laksana pertama apabila
memungkinkan
OBSTRUKSI, SEPSIS DAN/ATAU
ANURIA
• Kasus emergensi urologi.
• Dekompresi / drenase segera untuk mencegah komplikasi lebih lanjut berupa infeksi,
hidronefrosis, atau obstruksi ginjal unilateral ataupun bilateral.
• Stent ureter dan
• nefrostomi.
• Jika ada ISK  antibiotik ( dievaluasi berdasarkan hasil kultur ).
• Pada pasien dengan infeksi dan obstruksi yang signifikan, setelah bbrp hari
pemberian antibiotic, dapat dilakukan drainase sebelum dilakukan terapi definitive
TERAPI DIET
A. Edukasi
1. Minum banyak agar produksi urine >L 2,5 / 24 jam
2. Batasi asupan Natrium & Calsium 1000 - 1200 mg /hari pada px pasien dengan Batu
Calsium dan kadar
3. Batasi asupan makanan kaya oxalat dan pertahankan jumlah asupan Calsium yang normal
pada kasus Batu Oksalat dan Hiperoksaloria.
4. Meningkatkan asupan sayur dan buah ( sitrat ) pada batu Calsium
5. Batasi asupan protein pada batu Calsium dan Urat
6. Batasi asupan Natrium dan protein pada batu Cystine
TERAPI FARMAKOLOGIS
1. Thiazid ( diuretik ) : pada pasien dengan batu kalsium berulang dan hiperkalsiuria
2. potassium sitrat : pada pasien dengan batu kalsium berulang
3. Allopurinol : kalsium oxalat berulang dengan riwayat hiperurikosuria dan hiperkalsiuria.
Gambar 3 .1 . Alg o ritma Tata Laks ana Batu Ginjal

*Lihat tabel 3.1


Gambar 3.2. Algoritma Tata Laks ana Batu Ure ter
Gambar 3.2. Algoritma Tata Laks ana Batu Ure ter
FOLLOW-UP
1. Pemeriksaan darah secara rutin utk menilai efek samping obat
2. Analisis urine 24 jam ; setelah 6 bulan terapi untuk melihat repon terapi ( modifikasi diet,
farmakologis, intrvensi )
3. Analisis urine 24 jam setiap tahun atau lebih sering atas indikasi aktifitas batu, atau
menilai kepatuhan pasien terhadap terapi
4. Kalau perlu lakukan analisa batu ulang
5. Kultur urine ulang pada kasus batu struvit
6. Imaging rutin : FPA, USG, low-dose CT-scan

Anda mungkin juga menyukai