Anda di halaman 1dari 64

HUKUM ACARA PIDANA

PENUNTUTAN

SAMSUDI
 Kejaksaan :
Adalah instansi yang diberi wewenang oleh UU
untuk melakukan Penuntutan dan melaksanakan
putusan dan penetapan pengadilan.

 Penuntut Umum :
Adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh UU ini
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim ( Pasal 1.b) jo (Pasal 13).
 Penuntutan :
Adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke PN yang
berwenang dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam UU ini dengan permintaan
supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di
sidang pengadilan (pasal 1.7)
 Pasal 137 KUHAP :
Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan
terhadap siapapun yang di dakwa melakukan suatu tindak
pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan
perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.
Istilah berwenang :
 dapat menimbulkan kesan seakan-akan pada dasarnya
PU tidak wajib melakukan penuntutan, sehingga
bertentangan dengan azas legalitas dan azas persamaan
bagi setiap orang di depan hukum (equality before the
law).
 Penuntut umum pada dasarnya wajib melakukan
penuntutan terhadap siapapun yang telah melakukan
tindak pidana di dalam daerah hukumnya, kecuali :
a. Apabila kepentingan hukum/umum memang
menghendaki agar PU tidak melimpahkan perkaranya
ke pengadilan untuk diadili : Pasal 140 ayat (2) a jo
Pasal 46 ayat (1) c jo Pasal 14 h KUHAP;
b. Apabila terdapat dasar-dasar yang menutup
kemungkinan bagi PU untuk melakukan penuntutan
terhadap pelakunya;
c. Apabila terdapat dasar-dasar yang membuat PU
harus menangguhkan penuntutan terhadap pelakunya.
MENGHENTIKAN PENUNTUTAN
(Pasal 140 ayat (2) a
KUHAP

Sudah dilakukan penuntutan, tetapi :

1. Tidak terdapat cukup bukti;


2. Peristiwanya ternyata bukan suatu tindak
pidana;
3. Sehingga PU kemudian mencabut kembali
penuntutannya
MENUTUPPERKARADEMIKEPENTINGANHUKUM (Pasal14hKUHAP).

MENUTUPPERKARADEMIKEPENTINGANHUKUM (Pasal14hKUHAP).

Sebelum PU melakukan penuntutan :


 Terdapat dasar-dasar yang meniadakan penuntutan
(Buku I KUHP).
a. Bab I Pasal 2 – 5 dan Pasal 7 – 9 KUHP tentang Ruang lingkup
berlakunya KUHP;
b. Bab V Pasal 61 dan 62 KUHP tentang penerbit dan pencetak;
c. Bab VII Pasal 72 KUHP dst tentang delik aduan;
1. Pasal 82 KUHP tentang dibayar denda tertinggi dalam
pelanggaran dengan sanksi denda;
2. Pasal 76 KUHP tentang ne bis in idem;
3. Pasal 77 KUHP tentang meninggal dunia;
4. Pasal 78 KUHP tentang daluwarsa.
Mengesampingkan perkara demi kepentingan
umum (Pasal 46 ayat (1) c)
 Berdasarkan azas oportunitas Jaksa Agung, yang
terdapat dalam hukum acara pidana dan tidak
terdapat dalam hukum Penitensier.

Sebab :
 Penuntut Umum “melaksanakan penetapan
hakim”
Berarti “mengesampingkan perkara” :
 Tidak melimpahkan suatu perkara ke pengadilan
untuk diadili.
FRANKEN :
 Tidak menuntut atau tidak melanjutkan
penuntutan;
 Membatasi penuntutan/penuntutan lebih lanjut
tersebut, yakni terbatas untuk memberlakukan
ketentuan pidana yang mempunyai ancaman
pidana pokok yang lebih ringan, dalam hal
suatu perilaku itu termasuk dalam lebih dari
satu ketentuan;
 Tidak menuntut/tidak melanjutkan penuntutan
secara bersyarat.
 
Jadi azas penuntutan ada 2 (dua) :
 Azas Legalitas (legaliteits beginsel);
 Azas Oportunitas (opportuniteits beginsel).
DASAR-DASAR YANG MENIADAKAN PIDANA
(Strafuitsluitingsgronden)
1. Tidak ada unsur kesalahan/schuld = dolus
atau culpa;
2.Tidak ada unsur melawan hukum (wedderechtelijk);
3. Tidak dapat dipertanggungjawabkan tersangka
atas perbuatannya (ontoerekeningsvatbaarheid);
4. Tidak dapat dipertanggungjawabkan perbuatan
yang bersangkutan kepada tersangka
(ontoerekenbaarheid).
Akan tetapi yang berhak memutus adalah hakim.
PUTUSAN HAKIM
 Buku I Bab II KUHP
 Pasal 10 KUHP/ diluar KUHP :
1. Pemidanaan :
a. Pidana pokok;
b. Pidana tambahan;
2. Pembebasan (vrijspraak);
3. Lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van
alle rechtsvervolging);
4. Pembebasan bersyarat (voorwaardelijke
veroordeling);
5. Tindakan (maatregel).
SURAT DAKWAAN

 Adalah surat atau akta yang memuat


rumusan tindak pidana yang didakwakan
kepada terdakwa yang disimpulkan dan
ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan
merupakan dasar serta landasan bagi hakim
dalam pemeriksaan di muka sidang
pengadilan
Sikap para pihak
1. TERDAKWA : subyektif – subyektif
Kedudukan terdakwa bebas mengambil sikap untuk
membela kepentingannya sendiri;
2. PEMBELA : obyektif – subyektif
Bersandar kepada kepentingan terdakwa, tetapi harus
bertindak obyektif;
3. PENUNTUT UMUM : subyektif – obyektif
Bersandar kepada kepentingan masyarakat dan negara,
tetapi bertindak obyektif;
4. HAKIM : obyektif – obyektif
Bersandar kepada kepentingan masyarakat dan negara
dan terdakwa secara kongkrit
NILAI SURAT DAKWAAN

1. TERDAKWA/PEMBELA :
a. dasar pembelaan dengan bukti-bukti kebalikan dari
pembuktian dan pembahasan yuridis dalam requdakwaan;
2. JAKSA/PU:
a. dasar penuntutan perkara di pengadilan;
b. dasar isitoir;
c. dasar melakukan upaya hukum.
3. HAKIM :
a. Dasar pemeriksaan di pengadilan;
b. Pedoman untuk mengambil putusan yang akan
dijatuhkan.
SURAT DAKWAAN dibagi menjadi 2
(dua) segi

 Positif : bahwa keseluruhan isi dari surat


dakwaan yang terbukti di persidangan, harus
dijadikan dasar oleh hakim dalam
putusannya;
 Negatif : bahwa apa yang dapat dinyatakan
terbukti dalam persidangan, harus dapat
diketemukan kembali dalam surat dakwaan.
SISTEM PEMBUKTIAN

1. Conviction in time;
2. Conviction - raisonee;
3. Positief wettelijke stelsel;
4. Negatieve wettelijke stelsel .
Ad. 1) Covection in time :
 Menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-
mata ditentukan oleh penilaian “keyakinan” hakim.
 Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian
kesalahan terdakwa. Dari mana hakim menarik dan
menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah.

Ad. 2) Conviction – raisonee :


 Kesalahan seseorang ditentukan berdasarkan pada
“keyakinan” hakim yang dilandasi oleh reasoning atau
alasan-alasan yang “reasonable”, logis dan dapat
diterima akal.
Ad. 3) Positief wettelijke stelsel :
 Pembuktian menurut UU secara positif,
“keyakinan” hakim tidak ikut ambil bagian
dalam membuktikan kesalahan terdakwa.
 Sistem ini, pembuktian dengan alat bukti
yang ditentukan UU, tanpa mempersoalkan
“keyakinan” hakim.
Sistem pembuktian KUHAP

Ad. 4) Negatieve wettelijke stelsel :


(menurut undang-undang secara negatif).

Wettelijke(menurut UU) :
Karena untuk pembuktian, UU yang
menentukan tentang jenis dan banyaknya
alat bukti yang harus ada (Pasal 183 KUHAP)
= 2 (dua) alat bukti + keyakinan hakim jo
(Pasal 184 KUHAP).
Negatif
Karena adanya jenis-jenis dan banyaknya alat
bukti yang ditentukan oleh UU itu belum
dapat membuat hakim harus menjatuhkan
pidana bagi terdakwa, bilamana belum dapat
menimbulkan keyakinan hakim, bahwa tindak
pidana telah terjadi dan terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana tersebut.
Positief wettelijke stelsel :
Jenis-jenis dan banyaknya alat bukti
ditentukan oleh UU, memaksa hakim
menyatakan dakwaan terbukti secara sah.
Pasal 184 KUHAP = aquisatoir
(1) Alat bukti yang sah ialah :
1. Keterangan Saksi;
2. Keterangan Ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak
perlu dibuktikan.
Pasal 295 HIR = inquisatoir
a. Kesaksian-kesaksian;
b. Keterangan-keterangan tertulis;
c. Pengakuan;
d. Petunjuk-petunjuk.
SYARAT SURAT DAKWAAN
Pasal 143 ayat (2) KUHAP
A. Syarat FORMIL : vernietigbaar.
a. Surat dakwaan harus diberi tanggal dan
ditandatangani PU;
b. Nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal
lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama, pekerjaan terdakwa.
B. Syarat MATERIIL : van rechtswege nietig.
 Uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai
tindak pidana yang di dakwakan;
 Menyebut waktu (tempus delicti) dan tempat
(locus delicti) tindak pidana dilakukan
Azas bagi Hakim (KUHAP)

iudex ne procedat ex officio =


hakim bersifat pasif dalam proses penuntutan.
 
 Hakim tidak berwenang menambah/mengurangi
isi suatu surat dakwaan;
 Jaksa diberi waktu satu kali kesempatan untuk
mengubah surat dakwaan selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sebelum sidang dimulai.
CERMAT, JELAS DAN LENGKAP
Dalam buku Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan
terbitan Kejaksaan Agung RI 1985: 14-16 :
Cermat :
 Adalah ketelitian JPU dalam mempersiapkan surat
dakwaan yang di dasarkan pada UU yang berlaku bagi
terdakwa, serta tidak terdapat kekurangan atau
kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat
dakwaan.
Jelas :
 Mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan
sekaligus mempadukan dengan perbuatan materiil
(fakta) yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat
dakwaan.
Lengkap :
 Uraian dakwaan harus mencakup semua unsur-
unsur yang ditentukan oleh UU secara lengkap;
 Jangan sampai terjadi ada unsur delik yang tidak
dirumuskan secara lengkap, atau tidak diuraikan
perbuatan materiilnya (fakta) secara tegas
dalam surat dakwaan, sehingga berakibat
perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana
menurut UU (Husim, 1994 : 52-53).
SURAT DAKWAAN
LILIK MULYADI (1996 : 43-44), ada 2 (dua) aspek :
I. Ditinjau dari ilmu pengetahuan hukum, maka :
1. Cermat =
 surat dakwaan dibuat dengan penuh ketelitian dan
ketidaksembarangan serta hati-hati, disertai suatu
ketajaman dan keguhan;
2. Jelas =
 Tidak menimbulkan kekaburan atau keragu-raguan serta
serba terang dan tidak perlu ditafsirkan lagi;
3. Lengkap =
 Komplit atau cukup, yang dimaksudkan tidak ada yang
tercecer/ketinggalan.
Ditinjau dari Gramatikal (Kamus Umum BI =
WJS Poerwodarminto) :
Cermat = seksama/teeliti/dengan penuh
perhatian;
Jelas = terang, nyata atau tegas;
Lengkap = genap (tidak ada kurangnya).
1. Cermat :
 Harus mencantumkan keadaan-keadaan
yang menyertai tindakan-tindakan
pelaku/para pelaku, baik yang bersifat
meringankan atau memberatykan
pertanggungjawaban pidana;
 Merumuskan unsur-unsur tindak pidana;
 Menyebutkan kualifikasi tindak pidana;
 Dolus, culpa;
2. Jelas :
 Turut serta (deelneming); doen pleger = menyuruh
melakukan tindak pidana, uitlokking = menggerakkan
orang lain melakukan tindak pidana; medeplichtiheid =
membantu melakukan tindak pidana;
 
3. Lengkap :
 Banyaknya tindak pidana, jumlah terdakwa (meerdaadse
samenloop = penggabungan beberapa tindak pidana);
karena samenloop (concursus) = perbarengan;
 Tempus dan locus delicti;
 Fakta-fakta yuridis dan cara melakukan.

Jadi = surat dakwaan tidak boleh obscuur libel; sesuatu


yang bersifat meragukan/kabur.
YANG MENENTUKAN SURAT DAKWAAN BATAL
1.Ditentukan oleh pendapat dan penilaian
hakim;
2.Ukuran obyektif :
a. Hak terdakwa benar-benar dirugikan untuk
melakukan pembelaan diri;
b. Obscuur libel;
Misal :
 Bagaimana tindak pidana dilakukan;
 Isi rumusan surat dakwaan saling
bertentangan, dst.
Contoh Kasus :
1. Surat Dakwaan tidak Terang =
 Akibatnya merugikan terdakwa didalam
mempersiapkan Pembelaan (pleidooi);
 Pasal 368 KUHP = pemerasan ;
 Pasal 378 KUHP = penipuan.

2. Surat dakwaan saling bertentangan =


 Turut melakukan = deelneming;
 Kawan berbuat = mededaderschap;
 Turut membantu = medeplegen/medeplichtigheid.
3. Surat dakwaan tidak menyebut fakta = tidak
membatalkan putusan, kecuali cara
melakukan.
Membunuh = bagaimana caranya :
 338 KUHP = pembunuhan biasa;
 340 KUHP = pembunuhan berencana.
BENTUK-BENTUK SURAT DAKWAAN
1. Surat dakwaan TUNGGAL;
2. Surat dakwaan KUMULATIF (bersusun);
3. Surat dakwaan ALTERNATIF (pilihan);
4. Surat dakwaan SUBSIDAIR (berlapis);
5. Surat dakwaan KOMBINASI =
a. KUMULATIF SUBSIDAIR;
b. KUMULATIF ALTERNATIF;
c. SUBSIDAIR KUMULATIF.
1. SURAT DAKWAAN TUNGGAL
Surat dakwaan ini dibuat jika penuntut umum yakin
atas perbuatan seorang/beberapa terdakwa.
Misalnya :
 Tindak pidana jelas dan sederhana serta dilakukan
sendiri oleh terdakwa dalam bentuk satu jenis
tindak pidana, serta tidak menyentuh faktor :
a. Yang bersifat penyertaan (mededaderschap);
b. Concursus;
c. Alternatif;
d. Subsidair.
2. SURAT DAKWAAN KUMULATIF
(bersusun)

Surat dakwaan ini dibuat apabila ada beberapa


tindak pidana (yang tidak ada hubungan
antara satu dengan yang lainnya) (berdiri
sendiri-sendiri) atau dianggap berdiri sendiri.
 Tidak ada hubungan/berdiri sendiri-sendiri :
 Tempus dan locus delicti = berlainan;
 Dianggap berdiri sendiri =
 Tempus dan locus delicti = sama.
Contoh :
 Pencurian dengan kekerasan (perampokan)
dengan membawa senjata tajam.
Dakwaan = 2 (dua) tindak pidana, yaitu :
 Melanggar Pasal 365 KUHP dan Pasal 2 ayat 1
UU No. 12/Drt/1955.
 Harus diingat Pasal 63-71 KUHP =
 Permintaan lamanya pidana paling berat
adalah lamanya ancaman pidana terberat
ditambah 1/3nya.
SISTEMATIKA PENYUSUNAN :
 Kesatu
Bahwa, ia terdakwa .....
 Kedua
Bahwa, ia terdakwa.....
 Ketiga
Bahwa, ia terdakwa .....
dst
KESIMPULAN
 Dakwaan kumulasi berbentuk multiple, yakni
yang disusun berupa rangkaian dari beberapa
dakwaan atas kejahatan atau pelanggaran.
 Jadi merupakan gabungan beberapa
dakwaan sekaligus.
Pasal 141 KUHAP
Mengatur tentang penggabungan atau kumulasi :
 Perkara/tindak pidana; ataupun kumulasi tentang :
 Terdakwanya.

Pasal 142 KUHAP


 Mengatur tentang pemecahan atau splitsing,
berkas perkara yang terdakwanya terdiri dari
beberapa orang, dapat didakwa secara terpisah.
2. PENGGABUNGAN atau KUMULATIF
a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang
sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan
halangan terhadap penggabungan;
b. Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan
yang lainnya, misalnya :
1. Lebih dari seorang yang bekerjasama dan dilakukan pada
saat yang bersamaan;
2. Lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda,
akan tetapi merupakan pelaksanaan dari permufakatan jahat
yang dibuat oleh mereka sebelumnya;
3. Satu orang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat
yang akan dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain,
atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena tindak
pidana.
c. Beberapa tindak pidana yang tidak
bersangkut paut satu dengan yang lain, akan
tetapi ada hubungannya, yang dalam hal ini
penggabungan tersebut perlu bagi
kepentingan pemeriksaan.
Contoh :
Turut serta (mede plegen) Pasal 55 KUHP.
3 orang melakukan secara bersama-sama pencurian.
Maka bentuk surat dakwaan adalah =
1. Menggabungkan/mengumpulkan para terdakwa dalam
satu surat dakwaan;
2. Disamping rumusan yang terang dan jelas unsur-unsur
delik, menyebut tempat dan waktu peristiwa pidana, juga
dirumuskan secara rinci peran masing-masing terdakwa
dalam pelaksanaan perbuatan tindak pidana;
3. Sekaligus para terdakwa dihadapkan, diperiksa dan
diadili dalam satu persidangan pengadilan;
4. Pengadilan menjatuhkan putusan kepada para terdakwa
dalam satu putusan dengan merinci peran masing-masing
serta menyebut satu persatu hukum yang dikenakan.
3. SURAT DAKWAAN ALTERNATIF
 Surat dakwaan ini dibuat apabila tindak
pidana yang akan didakwakan pada terdakwa
hanya satu tindak pidana, akan tetapi PU
ragu-ragu tentang tindak pidana apa yang
paling tepat untuk didakwakan, sehingga
surat dakwaan yang dibuat merupakan
alternatif bagi hakim untuk memilihnya.
Van Bemmelen :
 PU tidak mengetahui dengan pasti perbuatan
mana dari ketentuan pidana yang didakwakan
akan terbukti nantinya di pengadilan;
 PU meragukan ketentuan pidana mana yang akan
diterapkan oleh hakim atas perbuatan yang
menurut pertimbangannya telah nyata terbukti;
 Jadi hakim bebas memilih salah satu dakwaan
tersebut yang terbukti, tanpa memeriksa dan
memutus dakwaan lainnya
Misal :
 Penipuan Pasal 378 KUHP atau
Penggelapan Pasal 372 KUHP;
 Pembantuan Pasal 56 KUHP atau Turut
serta Pasal 55 KUHP.
SISTEMATIKA PEMBUATAN
Pertama
Bahwa ia terdakwa ....................
.................................................

Atau
Kedua
Bahwa ia terdakwa ....................
.................................................
4. SURAT DAKWAAN SUBSIDAIR
 PU tidak ragu-ragu tentang jenis tindak
pidananya, tetapi yang dipermasalahkan
adalah kualifikasi dari tindak pidana yang
akan didakwakan = apakah tindak pidana
tersebut termasuk kualifikasi berat atau
kualifikasi ringan.
Surat dakwaan tersebut disusun dalam
bentuk :
 Primair, subsidair dst, dengan urutan pasal
yang sanksinya terberat terlebih dahulu, baru
kemudian pasal yang sanksinya lebih ringan.
SISTEMATIKA PEMBUATAN
Primair
Bahwa ia terdakwa ..........Pasal 340 KUHP; pembunuhan
dengan rencana (moord); maksimum 20 tahun/mati/seumur
hidup;
Subsidair
Bahwa ia terdakwa ............Pasal 338 KUHP; pembunuhan
(biasa);
maksimum 15 tahun;
Lebih subsidair
Bahwa ia terdakwa ............Pasal 355 (2) KUHP ;
penganiayaan berat;
maksimum 15 tahun;
Lebih subsidair lagi
Bahwa ia terdakwa ..........Pasal 354 (2) KUHP;
penganiayaan berat;
maksimum 10 tahun;
Lebih-lebih subsidair lagi
Bahwa ia terdakwa ...........Pasal 353 (3) KUHP;
penganiayaan dengan rencana;
maksimum 9 tahun;
Lebih-lebih subsidair lagi
Bahwa ia terdakwa ..........Pasal 351 (3) KUHP;
penganiayaan;
maksimum 7 tahun.
SURAT DAKWAAN KOMBINASI
Hal ini dilakukan agar terdakwa terjerat pada
dakwaan, karena masalahnya yang sangat
kompleks.
Bentuk-bentuk surat dakwaan Kombinasi :
1. Kumulatif subsidair;
2.Kumulatif alternatif;
3. Subsidair kumulatif
Ad. 1) Kumulatif Subsidair
Hal ini dilakukan apabila terdakwa melakukan
lebih dari satu tindak pidana dan akan
diajukan ke pengadilan bersama-sama
SISTEMATIKA PEMBUATAN
Dakwaan ke I = Primair (atau) Tunggal.
Subsidair
Lebih subsidair, dst.
 
Dakwaan ke II = Primair (atau) Tunggal
Subsidair
Lebih subsidair, dst.

Dakwaan ke III = Primair (atau) Tunggal


Subsidair
Lebih subsidair, dst.
Ad. 2) Kumulatif Alternatif
Dakwaan I
Kesatu
Bahwa ia terdakwa.......Pasal 378 KUHP, jo
Pasal 64, 65 KUHP (perbuatan curang);
 Atau
Kedua
Bahwa ia terdakwa.....Pasal 372 KUHP
(penggelapan), jo Pasal 64 (perbuatan
berlanjut), 65 KUHP (perbarengan);
 Dakwaan II
Bahwa ia terdakwa ......Pasal 1 (1) jo Pasal 12
Ad. 3) Subsidair Kumulatif
Bentuk ini relatif baru ada sejak tahun 1981;
Banyak yang menganggap rancu/obscuur
libel.

 Dakwaan disusun berlapis, berdasarkan UU


tindak pidana Khusus (lex specialis), baru di
dalam dakwaan Subsidair diuraikan materi
masing-masing tindak pidana yang dilakukan
oleh terdakwa.
SISTEMATIKA PEMBUATAN
Primair = dakwaan Tunggal (UU lex specialis)
misal UU Tipikor;
Subsidair = Ke I Pasal 374 KUHP
(penggelapan);
Ke II Pasal 263 (1) KUHP (pemalsuan
surat);
Ke III dst.

Anda mungkin juga menyukai